Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH

ANALISIS KEBIJAKAN, ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN


PENDEKATAN DALAM FORMULASI KEBIJAKAN

Nama Mahasiswa:
Arie Ratna Wuri
Dessya Putri Ayu
Ita Fajria

(101414453014)
(101414453043)
(101414453022)

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
SURABAYA
2015

Menurut N. Dunn kebijakan publik (Public policy) adalah pola ketergantungan yang
kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusankeputusan untuk bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah (Dunn,
2000:132). Proses kebijakan terdiri dari penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi
kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Setiap tahapan merupakan
aktivitas yang terus berlangsung dan terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap berhubungan
dengan tahap berikutnya, dan tahap terakhir (penilaian kebijakan) dikaitkan dengan tahap
pertama (penyusunan agenda), atau tahap ditengah, dalam lingkaran aktivitas yang tidak
linear.
Proses formulasi Kebijakan merupakan proses awal dalam policy proses yang berisi
aktivitas sebagai berikut: Perumusan masalah, agenda setting, penyusunan alternatif, seleksi
alternatif, penetapan alternatif terbaik. Formulasi kebijakan yg baik harus berorientasi pada
implementasi dan evaluasi. Perlu langkah yang hati-hati dalam formulasi kebijakan .
Formulasi kebijakan pada dasarnya merupakan uraian konseptual yang menunjuk kecermatan
membaca realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Pada setiap tahap siklus kebijakan perlu
pendekatan (approaches) yang sesuai. Tahap formulasi, pendekatan yang banyak digunakan
adalah normatif, valuatif, prediktif ataupun empiris.
a. Pendekatan Empiris
Prinsip pendekatan empiris antara lain adalah ;
1) Menekankan penjelasan sebab akibat dari kebijakan public
2) menghasilkan informasi deskriptif ataupun prediktif
b. Pendekatan Valuatif
Prinsip pendekatan valuatif antara lain adalah ;
1) Menilai manfaat (value) dari setiap kebijakan
2) Informasi yang dihasilkan bersifat valuatif
c. Pendekatan Normatif
Prinsip pendekatan normatif antara lain adalah ;
1

1) Menekankan pada tindakan apa yang semestinya dilakukan


2) Pengusulan arah tindakan yang dapat memecahkan masalah problem kebijakan
3) Menghasilkan informasi yang bersifat anjuran atau rekomendasi di masa depan

Berbagai pendekatan dalam formulasi kebijakan menurut Parsons (1997) menyebut ada 4
(empat) pendekatan, antara lain yaitu :
1. Power approach (pendekatan kekuasaan).
a. Proses formulasi ditentukan oleh faktor kekuasaan.
b. Formulasi kebijakan ditentukan oleh siapa yang berkuasa dan seberapa besar
kekuasaannya.
c. Sumber kekuasaan : kelas sosial, birokrasi, pendidikan, profesionalisme, kaum
pengusaha dsb.
d. Identik dengan pendekatan politik
Pendekatan kekuasaan dapat dibagi dalam:
a. Elitism
Elitism diprakarsai oleh Mosca dan Pareto dimana kekuasaan ada ditangan elit
penguasa, dominasi para elite menentukan sebuah produk kebijakan public oleh
karena itu formulasi kebijakan sangat berada di tangan para elit yang dimana
kebijakan merupakan pencerminan keinginan elit (mengalir dari atas ke bawah).
Jadi, kesempatan untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan ini hanya
dimiliki oleh para elit.
b. Pluralism
Proses pembuatan kebijakan ini menekankan pada kontinuitas dan
keterlibatan multi-metode dalam sebuah proses pembuatan kebijakan publik,
sehingga dapat meminimalisir dominasi salah satu kelas dalam masyarakat.
Bertumpu pada peran sub-sub sistem yang ada dalam sistem demokrasi.
Kekuasaan merupakan atribut individu dalam hubungan dengan individu yang lain
dalam proses pemb keputusan. Hubungan tersebut tidak berlangsung selamanya
tetapi lebih dibentuk dalam rangka membuat keputusan-keputusan khusus, tak ada
pembedaan yang ketat antara elit dengan massa, dan tak ada kelompok tunggal yang
2

mendominasi pembuatan keputusan. Kompetisi dilakukan di tingkat pemimpin


dimana kebijakan publik dipandang merefleksikan kompromi dan tawar menawar
c. Marxism
Kekuasaan hanya akan digunakan untuk menghasilkan produk kebijakan
publik yang memihak pada kaum kapitalis. Pada umumnya di banyak negara
semua kebijakan publik adalah untuk kaum kapitalis yang biasanya berkuasa dalam
pemerintahan.. Marxism berupaya menghilangkan dominasi kaum kapitalis dengan
melibatkan kaum proletar dalam

pembuatan kebijakan oleh karena itu kaum

proletar harus dilibatkan dalam pembuatan kebijakan


d. Corporatism
Pembuatan kebijakan publik dengan menekankan pada konspirasi segelintir
elite yang tertata dengan sengaja. Diilhami oleh pandangan Schmitter bahwa dalam
negara otoriter, model korporatisme negara sangat efektif dalam melaksanakan
pemerintahan. Korporatism adalah praktek politik yang menekankan adanya
konspirasi beberapa elit yg tertata dengan rapi, namun tetap ada figur yang terkuat
(diktatornya). Mereka yang berada disekitar orang kuat inilah yang berperanan
dalam perumusan kebijakan publik
e. Profesionalism
Pandangan ini akan efektif ketika sebuah negara banyak dipimpin oleh
mereka- mereka dari kalangan professional dimana suatu negara akan maju jika
banyak didominasi oleh kaum professional. Oleh karena itu pembuatan kebijakan
ditentukan oleh kaum professional dimana kaum profesional cenderung membuat
kebijakan

yang

menguntungkan

kepentingan

profesionalitasnya

daripada

kepentingan publik
f. Technocracy
Formulasi kebijakan didasarkan atas eksplorasi ilmiah yang dilakukan oleh
para ilmuwan. Pengaturan negara akan menjadi lebih baik jika terdapat eksplorasi
ilmiah dalam kehidupan kenegaraannya karena pandangan-pandangan ilmiah sangat
bermanfaat, sehingga peran tehnokrat sangatlah penting. Pembuatan kebijakan perlu
3

melibatkan

kaum

teknokrat

sebanyak

mungkin

agar

dapat

memberikan

pertimbangan yang obyektif dan ilmiah.


2. Rationality and Policy Making (Pendekatan Rasionalitas dalam Pembuatan
Kebijakan).
Pembuatan kebijakan lebih mengarah pada dua konsep rasionalitas, yaitu rasionalitas
ekonomis (konsep efisiensi) dan rasionalitas administratif (konsep kepuasan)
a. Rasionalitas Ekonomis
Pembuatan kebijakan harus didasari oleh pembacaan yang mendalam atas dampakdampak ekonomis bila kebijakan tersebut diterapkan.
b. Rasionalitas Birokratis
Pembuatan kebijakan bertumpu pada efisiensi dan efektitivitas kinerja birokrasi.

3. Public Choice Approach


Lahir sebagai kritik atas model kekuasaan dan diprakarsai oleh Gordon Tullock,
Niskanen, Anthony Downs, kecenderungan para birokrat melayani kepentingan sendiri
menjadi penyebab lahirnya pendekatan ini.
Proses pembuatan kebijakan publik dalam paradigma ini akan bertumpu pada pilihan
publik yang mengakibatkan formulasi kebijakan yang dilakukan cenderung bertumpu pada
mekanisme pasar (apa yang menjadi kemauan dan kebutuhan publik).
4. Personality, cognition in Policy making
Pembuatan kebijakan lebih dipandang dari aspek psikologis dan informasi dan dimana
pembuatan kebijakan terkonsentrasi pada apa yang ada dalam pikiran pembuat kebijakan.
Pendekatan ini dikelompokkan pada dua kelompok :
a. Terfokus pada aspek emosi manusia, personalitas, kepribadian, motivasi serta hubungan
antar personal (pemb kebijakan adalah kegiatan analisis personal, kepribadian, budaya
dan idiologi yang dianut pembuat)
b. Terfokus pada respon yang dilakukan pembuat kebijakan terhadap yang terjadi pada
lingkungan (proses formulasi dilihat dari bagaimana pembuat kebijakan mengenali
4

masalah, menentukan alternatif, memproses informasi dari realitas sosial yang ada).
Informasi merupakan bagian integral dalam sistem politik. Sistem politik adalah suatu
jaringan komunikasi, sehingga proses pembuatan kebijakan harus mengakomodir dan
melibatkan elemen dalam masyarakat yg menjadi sasaran kebijakan.

Menurut Turne & Hulme,( 1997) di negara sedang berkembang sering terdapat dua
pendekatan, antara lain yaitu :
1. Society centered approach
Dibagi kedalam Social class analysis, pluralism dan public choice model. Dalam
Social class analysis kebijakan dipandang sebagai perwujudan dari usaha kelas yang
dominan untuk mempertahankan dan melindungi kepentingannya terhadap kelas bawah.
Perumusan kebijakan harus dicari yg membela kaum lemah dari dominasi kelas atas.
Dalam pluralism, kebijakan dipandang sebagai hasil konflik, tawar menawar dan koalisi
antar kelompok masyarakat sdangkan dalam public choice kelompok masyarakat
berupaya untuk memiliki akses dalam pembuatan kebijakan
2. State centered approach
Terbagi dalam rasional actor, bureaucratic politics dan State interests.
a. Rational actor ; para aktor berlaku selayaknya pemilih yang rasional dalam
menentukan alternatif kebijakan. Kebijakan ditentukan para aktor
b. Bureaucratic politics: peran birokrasi sangat besar
c. State interest : kebijakan dipandang sebagai suatu perspektif umum dimana negara
memiliki otonomi dan merumuskan hakekat masalah-masalah publik serta mencari
solusinya (peran negara sangat besar dalam perumusan kebijakan)

Anda mungkin juga menyukai