Anda di halaman 1dari 22

KOMPLEKSOMETRI

Januari 4, 2009annisanfushie Semester 3 33 Komentar


LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ANALITIK I
PERCOBAAN III
KOMPLEKSOMETRI

NAMA : ANNISA SYABATINI


NIM : J1B107032
KELOMPOK : 25
ASISTEN : SENIWATY

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2008
PERCOBAAN III
KOMPLEKSOMETRI

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini adalah menentukan kesadahan total, kesadahan
tetap, dan kesadahan sementara.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan
kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa
kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks
banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu
perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan
diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2

Hg2+ + 2Cl- HgCl2

(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun
sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk
melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral
(Basset, 1994).

Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi


pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi
dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat
kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula
kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut
penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan
air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan
salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat
yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat
gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua
atom

koordinasi

per

molekul,

misalnya

asam

1,2-diaminoetanatetraasetat

(asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen


penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah
besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan
yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna
kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion
logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan
jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr,
dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja
kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri.
Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah
Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridilazonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).

Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia
adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap
dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa
kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala
yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion
ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan
ligan bergigi satu (Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna
sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat
digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus
sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah
berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu
haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam
itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan
diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus
kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir,
EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks
logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan
kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus
sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi
sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan
dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T.
Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi
hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan
penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik
oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks
yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut
dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam
melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu
air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan
kadmium (Harjadi, 1993).
III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah buret, statif, erlenmeyer, pipet
volum 10 mL, gelas ukur 10 mL, gelas ukur 100 mL, gelas arloji, neraca analitik,
kertas saring, pipet volum 50 mL, pembakar bunsen.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan ZnCl 0,01
M, larutan buffer pH 10, aquades, indikator EBT-NaCl, larutan EDTA 0,01 M,
cuplikan air sumur.
IV. PROSEDUR KERJA
A. Pembentukan Larutan EDTA
1. Dimasukkan 10 ml larutan ZnCl2 ke dalam labu Erlenmeyer 250ml
2. Ditambahkan 2 ml larutan buffer pH = 10 dan 40 ml akuades
3. Ditambahkan 0,05 gram indikator EBT NaCl
4. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai larutan berubah warna dari merah ke
biru dengan sangat jelas
5. Dilakukan duplo
B. Penentuan Kesadahan Total
1. Dipipet 50,0 ml cuplikan air (air sumur)
2. Ditambahkan 1 ml larutan buffer pH = 10
3. Ditambahkan 0,05 gram indikator EBT NaCl
4. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai warna larutan berubah dari merah
menjadi biru
5. Dilakukan duplo
C. Penentuan Kesadahan Tetap

1. Diambil 250 ml cuplikan air (air sumur) dan memasukkan dalam gelas beker
2. Dididihkan selama 30 menit
3. Didinginkan, menyaring dengan kertas saring
4. Ditampung filtrat kedalam labu Erlenmeyer 250 ml tanpa pembilasan kertas saring
5. Diambil 50 ml filtrat dan ditambahkan 1 ml larutan buffer pH =10
6. Ditambahkan 0,05 gram EBT NaCl
7. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M hingga larutan berwarna biru jelas
8. Dilakukan duplo
D. Penentuan Kesadahan Sementara
1. Kesadahan sementara diperoleh dari kesadahan total dikurangi kesadahan tetap.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Perhitungan
1. Hasil
No.

Langkah Percobaan

Hasil Percobaan

1.

* Penentuan Kesadahan Total

Titrasi 1 :

2.

- 25,0 ml cuplikan air sumur di pipet+ 1 Volume EDTA = 0,3 ml


ml buffer pH 10 + 50 mg campuran
EBT-NaCl. Dikocok dengan baik.
- Menitrasi dengan larutan baku EDTA.
- Dititrasi secara duplo
* Penentuan Kesadahan Tetap

Titrasi 2
Volume EDTA = 04 ml
Vrata-rata = 0,35 ml
Perubahan warna = Ungu Biru muda

- 125 ml cuplikan air diambil ke dalam Titrasi 1 :


gelas kimia dan mendidihkan selama 30
menit. Mendinginkan larutan ini.
- Disaring g filtrat ke dalam labu takar
250 ml tanpa pembilasan kertas saring.
- Dititrasi secara duplo

Volume EDTA = 0,3 ml


Titrasi 2
Volume EDTA = 0,3 ml
Vrata-rata = 0,3 ml
Perubahan warna = Ungu Biru muda

2. Perhitungan
a. Pembakuan larutan ZnCl2
Diketahui : massa ZnCl2 = 0,6814 gram
Volume larutan = 500 ml = 0,5 L
BM ZnCl2 = 136,38 gr/mol
Ditanya : Molaritas ZnCl2
Jawab : Molaritas ZnCl2 =

= 0,0099 M
b. Pembakuan EDTA
-

c. Penentuan Kesadahan Total


Diketahui : VEDTA = 0,35mL = 0,00035 L
M EDTA = 0,01 M
Vsampel = 10 mL = 0,01 L
BM CaO = 56,08 g/mol
Ditanya : Kesadahan total sebagai CaO = ?
Jawab : Berat CaO = M EDTA x V EDTA x BM CaO
= 0,01 x 0,00035 x 56,08
= 1,9628 x 10-4 g
= 0,19628 mg
Berat CaO
ppm CaO

=
Vsampel
0,19628
=
=
0,01
=

19,628 ppm

d. Penentuan Kesadahan Tetap


Diketahui : Vsampel = 10 mL = 0,01 L
Molaritas EDTA = 0,01 M
VEDTA = 0,3 mL = 0,00003 L
BM CaO = 56,08 g/mol
Ditanya : Kesadahan Tetap sebagai CaO = ?
Jawab : Berat CaO = M EDTA x VEDTA x BM CaO

= 0,01 x 0,0003 x 56,08


= 1,6824x 10-4g
= 0,16824 mg
Berat CaO
ppm CaO

=
Vsampel
0,16824
=
=
0,01
=

16,824 ppm

e. Penentuan Kesadahan Sementara


Diketahui : Kesadahan Total = 19,628 ppm
Kesadahan Tetap = 16,824 ppm
Ditanya : Kesadahan Sementara = ?
Jawab :
Kesadahan Sementara = Kesadahan Total Kesadahan Tetap
= 19,628 - 16,824
= 2,804 ppm
B. Pembahasan
Pada percobaan ini mencoba menentukan tingkat kesadahn suatu sampel air dengan
menggunakan reaksi pembentukkan ion kompleks. Mula-mula melakukan standarisasi titran
dalam hal ini adalah EDTA. Titran ini distandarisasi menggunakan larutan ZnCl 2 yang
volume dan molaritasnya telah diketahui. Dari hasil titrasi ternyata molaritas EDTA yang
terukukur adalah 6,986.10

-3

M. Langkah selanjutnya adalah penentuan kesadahan cuplikan

air yaitu pada kesadahan tetap, kesadahan sementara, dan kesadahan total dari air sumur yang

diamati. Pada penentuan kesadahan tetap didapatkan nilai CaO sebesar 1,2145 mg dengan
nilai ppm sebesar 24,29. Sedangkan kesadahan total didapatkan massa CaO sebesar 3,761 mg
dan nilai ppm CaO sebesar 75,22, dan yang terahkir kesadahan sementara dalam air sumur
sebagai CaO didaptkan nilia ppm yang didapatkan dari kesadahan tetap dengan kesdahan
total sebesar 50,93 ppm. Dalam air sumur selalu terlarut sejumlah garam kalsium dan atau
magnesium baik dalam bentuk garam klorida maupun garam sulfat. Adanya garam-garam ini
menyebabkan air menjadi sadah yaitu tidak dapat menghasilkan busa jika dicampur dengan
sabun. Ukuran kesadahan air dinyatakan dalam ppm (satu per sejuta bagian). Bila ion kalsium
dititrasi dengan EDTA, terbentuk suatu kompleks kalsium yang relatif stabil.
Ca2+ + H2Y2- CaY2- + 2H+
Pada percobaan ini seharusnya larutan sampel jika dititrasi akan mengalmi perubahan warna
dari merah menuju biru. Hal itulah yang menjadi bukti bahwa terdapat kesadahan di dalm
sampel air yang digunkana. Namun ternyata pda percobaan ini, air sampel yang digunakan
langsung berubah menjadi biru setelah ditambahkan indikator EBT-NaCl. Titrasi in sendiri
seharusnya dilakukan pada pH 10 dan konstan sepanjang titrasi. Sedangkan EBT-NaCl itu
sendiri dapat menjadi indikator logam dapat juga mnejadi indiktor pH. Oleh karena itu, pH
larutan perlu dijaga dengan menambahkan larutan buffer pada larutan yang akan dititrasi.
Seperti kita ketahui air ayang sadah berarti mengandung ion Ca 2+ dan Mg2+. Ion Ca2+ akan
lebih dahulu bereaksi dan kemudian disusul dengan ion Mg 2+ sehingga menimbulkan
perubahan warna darimerah menjai biru. Reaksi pada ion Mg 2+ yang akan terjadi sandainya
dialakukan penitrasian adalah :
MgD- (merah) + H2Y2- MgY2- + HD2- (biru) + H+

Adanya perubahan warna dari merah menjadi biru pada tanpa penitrasian pada percobaan ini
mungkin disebabkan oleh adanya pengompleks yang lebih kuat di alam (dalam sampel air
sumur), atau mungkin juga memang di dalam sampel tersebut tidak memiliki atau
mengandung ion Ca2+ dan Mg2+.
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :

1. Kesadahan merupakan besar konsentrasi Ca dan Mg dalam air ataupun dapat


diartikan sebagai daya serap air untuk mengendapkan sabun.
2. Kesadahan total dari sampel air sumur pada percobaan ini sebesar 75,22 ppm.
3. Kesadahan tetap dari sampel air sungai sumur sebesar 24,29 ppm.
4. Kesadahan sementara diperoleh dari selisih besarnya kesadahan total dengan
kesadahan tetap yaitu sebesar 50,93 ppm.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Terjemahan A.
Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia . UI Press. Jakarta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keseimbangan Pembentukkan Kompleks
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan
kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau
yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak
hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang
kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh
reaksi titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl- HgCl2
(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut
namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks
yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion
atau molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks

demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di
atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri,
seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat,
disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah
ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua
nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang
mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen
penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan
sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif.
Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa
pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti
CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka
titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam
larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr,
dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu
saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan
pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat.
Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet;
xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat,
metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia
adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang
mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida
membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel
membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion
sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara
bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu (Rival,
1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna
sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion
logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi
warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion
logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua,
reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga,
kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak,
karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun,
kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logamEDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam

dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat.


Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam
harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka
terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi
sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat
dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator
eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga
EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset,
1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan
penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang
mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam
membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam.
Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan
murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan
kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya
EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium
(Harjadi, 1993).
Reaksi-reaksi yang melibatkan pembentukan kompleks dipergunakan oleh
kimiawan dalam prosedur titrimetrik maupun gravimetrik. Molekul yang
bertindak sebagai ligan biasanya memiliki atom elektronegatif, misalnya
nitrogen, oksigen, atau salah satu dari halogen. Ligan yang hanya mempunyai
sepasang electron tak dipakai bersama, misalnya NH3, dikatakan unidentat.
Ligan yang mempunyai dua gugus yang mampu membentuk dua ikatan dengan
atom sentral dikatakan bidentat. Suatu contoh adalah etilendiamin
NH2CH2CH2NH2 dengan kedua atom nitrogen mempunyai pasangan electron
tak terpakai bersama. Ion tembaga (II) membentuk kompleks dengan dua
molekul etilendiamin seperti berikut :
Cincin heterosiklik terbentuk oleh interaksi suatu ion logam dengan dua atau
lebih gugus fungsioanal dalam ligan dinamakan cincin khelat; molekul
organiknya pereaksi pembentuk khelat, dan kompleksnya dinamakan khelat atau
senyawa khelat. Penggunaan analitik didasarkan pada penggunaan pereaksi
khelat sebagai titran untuk ion-ion logam telah menunjukan pertumbuhan
menarik.
Kompleksometri merupakan metoda titrasi yang pada reaksinya terjadi
pembentukan larutan atau senyawa kompleks dengan kata lain membentuk hash
berupa kompleks. Untuk dapat dipakai sebagai dasar suatu titrasi, reaksi
pembentukan kompleks disamping harus memenuhi persyaratan umum amok
titrasi, make kompleks yang terjadi hams stabil. Titrasi ini biasanya digunakan
untuk penetapan kadar logam polivalen atau senyawanya dengan menggunakan
NaaEDTA sebagai titran pembentuk kompleks (Tim Penyusun, 1983).
Tabel Kompleksometri
Logam
Ligan
Kompleks
Bilangan koordinasi
logam

Geometri
Reaktivitas
Ag+
NH3
Ag(NH3)2+
2
Liniar
Labil
Hg2+
ClHgC12
2
Liniar
Labil
Cu2+
NH3
Cu(NH3)42+
4
Tetrahedral
Labil
Ni2+
CNNi(CN)424
Persegi
planar
Labil
Co2+
H2O
CO(H2O)62+
6
Oktahedral
Labil
Co3+
NH3
Co(NH3)63+
6
Oktahedral
Inert
Cr3+
CNCr(CN)636
Oktahedral
Inert
Fe 3+
CN-

Fe(CN)636
Oktahedral
Inert
Hanya beberapa ion logam seperti tembaga, kobal, nikel, seng, cadmium, dan
merkuri (II) membentuk kompleks stabil dengan nitrogen seperti amoniak dan
trine. Beberapa ion logam lain, misalnya alumunium, timbale, dan bismuth lebih
baik berkompleks dengan ligan dengan atom oksigen sebagai donor electron.
Beberapa pereaksi pembentuk khelat, yang mengandung baik oksigen maupun
nitrogen terutama efektif dalam pembentukan kompleks stabil dengan berbagai
logam. Dari ini yang terkenal ialah asam etilendiamintetraasetat, kadang-kadang
dinyatakan asam etilendinitrilo, dan sering disingkat sebagai EDTA :
Istilah chelon telah disarankan sebagai nama umum untuk seluruh golongan
peereaksi, termasuk poliamin seperti trine, asam poliamino karboksilat seperti
EDTA, dan senyawa sejenis membentuk kompleks 1:1 dengan ion logam, larut
dalam air dan karenanya dapat dipergunakan sebagai titran logam dan titrasinya
disebut titrasi khelometrik.
Kilon praktis telah membuat suatu revolusi pada kimia analitik dari banyak unsur
logam dan merupakan hal yang sangat penting dalam banayak lapangan. Reaksi
pengkomplekan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul
pelarut atau lebih yang terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik lain, gugus
yang terikat oleh pada ion pusat disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah
molekul netral atau sebuah ion bermuatan, ligan dapat dengan baik diklasifikasi
atas dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan sederhana seperti ionion halide atau molekul-molekul H2O atau NH3 adalah monodentat, yaitu ligan
yang terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan atau
pasangan elektron kepada logam, bila ion ligan itu mempunyai dua atom, maka
molekul itu mempunyai dua atom penyumbang untuk membentuk dua ikatan
koordinasi dengan ion logam yang lama, ligan itu disebut bidentat. Ligan
multidental mempunyai lebih dari dua atom koordinasi per molekul, kestabilan
termodinamik dari satu spesi merupakan ukuran sejaidi mana spesi ini akan
terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi tertentu, jika sistem itiu dibiarkan
mencapai kesetimbangan (Vogel, 1994).
Ikatan pada EDTA, yaitu ikatan N yang bersifat basa mengikat ion H+ dari ikatan
karboksil yang bersifat asam. Jadi dalam bentuk Ianitan pada EDTA ini terjadi
reaksi intra molekuler (maksudnya dalam molekul itu sendiri), maka rumus
senyawa tersebut disebut "zwitter ion". EDTA dijual dalam bentuk garam
natriumnya, yang jauh lebih mudah larut daripada bentuk asamnya (Syafei,
1998)
Reaksi pengkomplekan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu
molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik
lain, gugus yang terikat oleh pada ion pusat disebut ligan. Ligan dapat berupa
sebuah molekul netral atau sebuah ion bermuatan, ligan dapat dengan baik
diklasifikasi atas dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan sederhana
seperti ion-ion halide atau molekul-molekul H20 atau NH3 adalah monodentat,
yaitu ligan yang terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh

penyumbangan atau pasangan elektron kepada logam, bila ion ligan itu
mempunyai dua atom, maka molekul itu mempunyai dua atom penyumbang
untuk membentuk dua ikatan koordinasi dengan ion logam yang sama, ligan itu
disebut bidentat. Ligan multidentat mempunyai lebih dari dua atom koordinasi
per molekul, kestabilan termodinamik dari satu spesi merupakan ukuran sejauh
mana spesi ini akan terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi tertentu, jika
sistern itu dibiarkan mencapai kesetimbangan
Ligan dapat berupa suatu senyawa organik seperti asam sitrat, EDTA, maupun
senyawa anorganik seperti polifosfat. Untuk memperoleh ikatan metal yang
stabil, diperlukan ligan yang mampu membentuk cincin 5-6 sudut dengan logam
misalnya ikatan EDTA dengan Ca. Ion logam terkoordinasi dengan pasangan
electron dari atom-atom N-EDTA dan juga dengan keempat gugus karboksil
yangh terdapat pada molekul EDTA (Winarno, 1982).
Ligan dapat menghambat proses oksidasi, senyawa ini merupakan sinerjik anti
oksidan karena dapat menghilangkan ion-ion logam yang mengkatalisis proses
oksidasi (Winarno, 1982).
Titrasi Khelometrik
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi
dengan ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empas gugus
karboksil. Dalam hal-hal lain, EDTA mungkin bersikap sebagai suatu ligan
kuinkedentat atau kuadridentat yang mempunyai satu atau dua gugus
karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan logamnya. Untuk
memudahkan, bentuk asam EDTA bebas sering kali disingkat H4Y. Dalam larutan
yang cukup asam, protonasi sebagian dari EDTA tanpa kerusakan lengkap dari
kompleks iogam mungkin terjadi, yang menyebabkan terbentuknya zat seperti
CuHY-; tetapi pada kondisi biasa semua empat hidrogen hilang, apabila ligan
dikoordinasikan dengan ion logam. Pada harga-harga pH sangat tinggi, ion
hidroksida mungkin menembus lingkungan koordinasi dari logam dan kompleks
seperti Cu(OH) Y3- dapat terjadi.
Efek Kompleks
Zat-zat lain dari titran kilon yang mungkin ada dalam larutan ion logam dapat
membentuk kompleks dengan logamnya dan dengan demikian bersaing dengan
reaksi titrasi yang diinginkan. Sebenarnya pembentukan kompleks demikian
kadang-kadang dengan pertimbangan digunakan untuk mengatasi interferensi,
yang dalam hal ini efek dari pengompleks disebut penutupan. Dengan ion-ion
logam tertentu yang dengan mudah terhidrolisa, mungkin perlu untuk
menambahkan ligan pengompleks agar mencegah pengendapan hidroksida
logam. Jika tetapan stabilitas untuk semua kompleks diketahui, maka efek
pembentukan kompleks terhadap reaksi titrasi EDTA dapat dihitung.
Efek Hidrolisa
Hidrilisa ion logam mungkin bersaing dengan proses titran khelometrik.
Peningkatan pH membuat efek ini lebih jelek dengan penggeseran ke
keseimbangan yang benar dari jenis
M2+ + H2O M(OH)+ H+

Hidrolisa secara ekstensif dapat mengakibatkan pengendapan hidroksida yang


hanya bereaksi dengan EDTA secara perlahan-lahan, bahkan apabila
pertimbangan-pertimbangan keseimbangan menguntungkan pembebtukkan
khelonat logam. Sekali pun seringkali tetapan hidrolisa yang cocok untuk ion-ion
logam tidak tersedia, dan karenanya pengaruh ini sering tidak dapat dihitung
dengan teliti.
Cara-cara Titrasi EDTA
Titrasi secara khelatometri telah dilakukan dengan baik terhadap semua kation
biasa. Jenis-jenis titrasinya adalah :
a.Titrasi langsung, dapat dilakukan terhadap sedikitnya 25 kation dengan
menggunakan indicator logam. Pereaksi pembentukan kompleks, seperti sitrat
dan tartrat, sering ditambahkan untuk pencegahan endapan hidroksida logam.
Buffer NH3-NH4Cl dengan pH 9 sampai 10 sering digunakan untuk logam yang
membentuk kompleks dengan amoniak (Underwood, 1994).
b.Titrasi kembali, digunakan apabila reaksi antara kation dengan EDTA lambat
atau apabila indicator yang sesuai tidak ada. EDTA berlebih ditambahkan
berlebih dan yang bersisa dititrasi dengan larutan standar Mg dengan
menggunakan calmagnite sebagai indicator. Kompleks Mg-EDTA mempunyai
stabilitas relative rendah dan kation yang ditentukan tidak digantikan dengan
magnesium. Cara ini dapat juga untuk menentukan logam dalam endapan,
seperti Pb di dalam PbSO4 dan Ca dalam CaSOa (Underwood, 1994).
c.Titrasi substitusi, berguna bila tidak ada indicator yang sesuai untuk ion logam
yang ditentukan. Sebuah larutan berlebih yang mengandung kompleks Mg-EDTA
ditambahkan dan ion logam, misalnya M2+, menggantikan magnesium dari
kompleks EDTA yang relative lemah itu (Underwood, 1994).
d.Titrasi secara tidak langsung, beberapa jenis telah dilaporkan, antara lain
penentuan sulfat dengan menambahkan larutan baku barium berlebihan dan
menitrasi kelebihan tersebut dengan EDTA. Juga pospat sudah ditentukan setelah
pengendapan sebagai MgNH4PO4 yang tidak terlalu sukar lanrt lalu menitrasi
kelebihan Mg (Underwood, 1994).
e.Cara titrasi alkalimetri, dengan menambahkan larutan Na2H2Y berlebihan
kepada larutan analat yang bereaksi netral. Ion hydrogen yang dibebaskan
dititrasi dengan larutan baku basa. (Underwood,1994)
Kestabilan Kompleks
Kestabilan suatu kompleks jelas akan berhubungan dengan (a) kemampuan
mengkompleks dari ion logam yang terlihat, dan (b) dengan cirri khas ligan itu,
yang penting untuk memeriksa faktor-faktor ini dengan singkat.
(a) Kemampuan mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut
klasifikasi Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas
pembagian logam menjadi asam lewis (penerima pasangan electron) kelas A dan
kelas B. Logam kelas A dicirikan oleh larutan afinitas (dalam larutan air) terhadap
halogen, dan membentuk kompleks yang paling stabil engan anggota pertama
grup table berkala. Kelas B lebih mudah berkoordinasi dengan I- daripada
dengan f dalam larutan air dan membentuk kompleks terstabil dengan atom
penyumbang kedua dari masing-masing grup itu yakni Nitrogen, Oksigen, dan F,

Cl, C, P.
Konsep asam basa keras dan lunak adalah berguna dalam menandai ciri-ciri
perilaku penerima pasangan electron kelas A dan kelas B (Vogel, 1994).
(b) Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan
itu terlibat, adalah (i) kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika
ada, dan (iii) efek-efek sterik (ruang). Efek sterik yang paling umum adalah efek
oleh adanya suatu gugusan besar yang melekat pada atau berada berdekatan
dengan atom penyumbang. (Vogel, 1994).
Indikator Logam
Indikator logam adalah suatu indicator terdiri dari suatu zat yang umumnya
senyawa organic yang dengan satu atau beberapa ion logam dapat membentuk
senyawa kompleks yang warnanuya berlainan dengan warna indikatornya dalam
keadaan bebas. Warna indicator asam basa akan tergantung, pada pH
larutannya, sedangkan warna indicator logam sampai batas tertentu bergantung
pada pM. Oleh karena itu indicator logam sering disebut sebagai "pM-slustive
indicator" atau metalochrome-indikator (syafei, 1998).
Beberapa macam indicator logam yang digunakan adalah sebagai berikut a.
Eriochrome Black T
b. Murexide
c. Xylanol Orange (XO)
d. Calmagnite
e. Arsenazo I
f. NAS
g. Pyrocatechol Violet
h. Calcon
Indikator untuk Titrasi Khelometrik
Pada dasarnya indikator metalokhromik merupakan senyawa organik berwama,
yang membentuk khelat dengan ion logam. Khelatnya harus mempunyai warna
lain dari warana indikator bebasnya, dan jika suatu kosong indikator harus
dihindari dan titik akhir yang tajam diperoleh, maka indicator harus melepaskan
ion logamnya kepada titran EDTA pada suatu harga pM sangat dekat dengan titik
ekivalen. Indicator metalokhromik biasa juga mempunyai sifat asam-basa dan
tanggap sebagai indikator pH maupun sebagai indikator terhadap PM.

BAB III
ALAT, BAHAN DAN METODE
3.1 Alat Percobaan
Alat yang digunakan dalam percobaan titrasi kompleksometri diantaranya:
Erlenmeyer, gelas kimia, labu ukur 50 ml, corong, buret, statif, pipet tetes dan
botol semprot.
3.2 Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam percobaan titrasi kompleksometri diantaranya:

larutan baku MgSO4, aquadest, larutan standar EDTA, indicator logam EBT,
larutan buffer salmiak, dan sampel R.
3.3 Metode Percobaan
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah pembuatan larutan
baku primer MgSO4 0,05 M dengan cara mennimbang MgSO4 yanng dilarutkan
dalam labutakar 100 ml. Pernbuatan larutan standar EDTA 0,05 M dibuat
deengan pengenceran EDTA 0,1 M menjadi 0,05 M dimana 50 ml EDTA 0,1 M
diencerkan menjadi 100 ml.
Langkah kedua yaitu menetapkan konsentrasi larutan standar EDTA oleh zat
baku primer MgSO4, yang dipipet sebanyak 25 ml dalam labu titrasi dan dititrasi
terhadap indicator EBT. Pada TA terjadi perubahan warna dari merah anggur
menjadi biru jelas.
Demikian pula dengan sampel setelah diketahui konsentrasi larutan standarnya
(EDTA), kemudian sampel ditentukan konsentarasinya terhaddap indicator EBT
yang dititrasi oleh larutan EBT. Pada TA terjadi perubahan warna dari merah
anggur kebiru jelas.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil percobaan
Percobaan Ke -1
Dik : N Na EDTA = 0,06 N
V MgSO4 = 25 ml
V Na EDTA = 2,6 ml
V1N1 = V2N2
2,6 x 0,06 = 25 N2
0,156 = 25 N2
N2 = 0,156
25
= 0,00624 N
Percobaan Ke-2
Dik : N Na EDTA = 0,06 N
V MgSO4 = 25 ml
V Na EDTA = 3,0 ml
V1N1 = V2N2
2,7 x 0,06 = 25 N2
0,162 = 25 N2
N2 = 0,162
25
= 0,00648 N

4.2 Pembahasan
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi
dengan ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus
karboksil. Dalam hal-hal lain, EDTA mungkin bersikap sebagai suatu ligan
kuinkedentat atau kuadridentat yang mempunyai satu atau dua gugus
karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan logamnya. Untuk
mernudahkan, bentuk asam EDTA bebas sering kali disingkat H4Y. Dalam larutan
yang cukup asam, protonasi sebagian dari EDTA tanpa kerusakan lengkap dari
kompleks logam mungkin terjadi, yang menyebabkan terbentuknya zat seperti
CuHY- ; tetapi pada kondisi biasa semua empat hidrogen hilang, apabila ligan
dikoordinasikan dengan ion logam. Pada harga-harga pH sangat tinggi, ion
hidroksida mungkin menembus lingkungan koordinasi dari logam dan kompleks
seperti Cu(OH)Y3- dapat terjadi.
Titrasi kompleksometri sangat dipengaruhi oleh pH. Hanya pada harga-harga pH
lebih besar kira-kira 12, kebanyakan EDTA ada dalam bentuk tetraanion Y'-. Pada
harga-harga pH yang lebih rendah, zat yang berproton HY3-, dan seterusnya, ada
dalam jumlah berlebihan. Jelaslah bahwa kecenderungan yang sebenarnya untuk
membentuk khelonat logam pada sembarang pH tidak dapat diperbedakan
langsung, dari Kabs (Underwood,1994).
Pada dasarnya indikator metalokhromik merupakan senyawa organik berwarna,
yang membentuk khelat dengan ion logam. Khelatnya harus mempunyai warna
lain dari warana indikator bebasnya, dan jika suatu kosong indikator harus
dihindari dan titik akhir yang tajam diperoleh, maka indicator harus melepaskan
ion logamnya kepada titran EDTA pada suatu harga pM sangat dekat dengan titik
ekivalen. Indicator metalokhromik biasa juga mempunyai sifat asam-basa dan
tanggap sebagai indikator pH maupun sebagai indikator terhadap PM.
Dalam air sumur selalu terlarut sejumlah garam kalsium dan atau magnesium
baik dalam bentuk garam klorida maupun garam sulfat. Adanya garam-garam ini
menyebabkan air menjadi sadah yaitu tidak dapat menghasilkan busa jika
dicampur dengan sabun. Ukuran kesadahan air dinyatakan dalam ppm (satu per
sejuta bagian). Bila ion kalsium dititrasi dengan EDTA, terbentuk suatu kompleks
kalsium yang relatif stabil.
Ca2+ + H2Y2- CaY2- + 2H+
Pada percobaan ini seharusnya larutan sampel jika dititrasi akan mengalmi
perubahan warna dari merah menuju biru. Hal itulah yang menjadi bukti bahwa
terdapat kesadahan di dalam sampel air yang digunkana. Namun ternyata pda
percobaan ini, air sampel yang digunakan langsung berubah menjadi biru
setelah ditambahkan indikator EBT-NaCl. Titrasi in sendiri seharusnya dilakukan
pada pH 10 dan konstan sepanjang titrasi. Sedangkan EBT-NaCl itu sendiri dapat
menjadi indikator logam dapat juga mnejadi indiktor pH. Oleh karena itu, pH
larutan perlu dijaga dengan menambahkan larutan buffer pada larutan yang
akan dititrasi. Seperti kita ketahui air yang sadah berarti mengandung ion Ca2+
dan Mg2+. Ion Ca2+ akan lebih dahulu bereaksi dan kemudian disusul dengan
ion Mg2+ sehingga menimbulkan perubahan warna dari merah menjadi biru.
Reaksi pada ion Mg2+ yang akan terjadi sandainya dialakukan penitrasian

adalah :
MgD- (merah) + H2Y2- MgY2- + HD2- (biru) + H+
Adanya perubahan warna dari merah menjadi biru pada tanpa penitrasian pada
percobaan ini mungkin disebabkan oleh adanya pengompleks yang lebih kuat di
alam (dalam sampel air sumur), atau mungkin juga memang di dalam sampel
tersebut tidak memiliki atau mengandung ion Ca2+ dan Mg2+.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan
kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau
yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak
hanya dalam titrasi.
Titrasi kompleksometri sangat dipengaruhi oleh pH. Hanya pada harga-harga pH
lebih besar kira-kira 12, kebanyakan EDTA ada dalam bentuk tetraanion Y'-. Pada
harga-harga pH yang lebih rendah, zat yang berproton HY3-, dan seterusnya, ada
dalam jumlah berlebihan. Jelaslah bahwa kecenderungan yang sebenarnya untuk
membentuk khelonat logam pada sembarang pH tidak dapat diperbedakan
langsung, dari Kabs (Underwood,1994).
Dalam praktikum ini menimbulkan perubahan warna dari merah menjadi biru.
Reaksi pada ion Mg2+ yang akan terjadi sandainya dialakukan penitrasian
adalah :
MgD- (merah) + H2Y2- MgY2- + HD2- (biru) + H+
Adanya perubahan warna dari merah menjadi biru pada tanpa penitrasian pada
percobaan ini mungkin disebabkan oleh adanya pengompleks yang lebih kuat di
alam (dalam sampel air sumur), atau mungkin juga memang di dalam sampel
tersebut tidak memiliki atau mengandung ion Ca2+ dan Mg2+.
5.2 Saran
Pada saat praktikum, diharapkan para praktikan supaya teliti, Karena dalam
pencampuran larutan apabila terdapat kesalahan maka akan mempengaruhi
pada hasil akhir percobaan yang dilakukan. Perubahan warna dalam titrasi ini
dari merah ke biru menjadi factor penting. Lakukanlah praktikum dengan cara
duplo.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi


mata Pelajaran Kimia SMA dan Madrasah Aliyah. Jakarta : Depdiknas.
Haryadi.1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia : Jakarta
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia . UI Press. Jakarta.
Pudjaatmaka, Hadyana.1989. KIMIA UNTUK UNIVERSITAS. ERLANGGA :
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai