Tujuan Percobaan
II.
Teori
A.
No
.
1.
Nama HE
Tubular
exchanger
Keterangan
2.
Plate
exchanger
3.
Extended
surface
4.
5.
besar.
Tipe: plate fin / matrix HE dan high-finned tube
bergantian
Tipe: fixed-matrix dan rotary
Aplikasi: turbin gas dan furnace pre heater
Regenerator
Air cooler
exchanger
6.
Regenarative
Heat
Exchanger
dalam proses, dan pada bagian lainnya, fluida dengan tipe yang
sama digunakan sebagai inlet pada heat exchanger (dapat
berupa plate atau shellandtube).
7.
Adiabatic Heat
Exchanger
8.
Fluid Heat
Exchanger
9.
Dynamic
sraped surface
Heat
Exchanger
B. Berdasarkan arah aliran
No
Nama HE
.
1.
Keterangan
Parallel Flow
Fluida panas dan dingin mengalir masuk dari ujung yang sama
dan arah aliran sama
2.
Counter Flow
3.
Cross Flow
Rf
1
U kotor
1
U bersih
(1.1)
dimana U pipa yang kotor tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
1 ri ln( r0 / rp )
hi
kinsulator
1
rj ln( rp / ri )
k pipe
ri
Rf
r0 h0
(1.2)
Sementara itu, untuk U << 10000 W/m2.C, fouling mungkin tidak begitu penting
karena hanya menghasilkan resistan yang kecil. Namun, pada water heat exchanger
dimana nilai U terletak sekitar 2000 maka fouling faktor akan menjadi penting. Pada
finned tube heat exchanger dimana gas panas mengalir di dalam tube dan gas yang
dingin mengalir melewatinya, nilai U mungkin sekitar 200, dan fouling factor akan
menjadi signifikan.
2. Penurunan tekanan heat exchanger
Pressure drop merupakan banyaknya penurunan tekanan yang terjadi akibat heat
transfer dalam pipa. Penurunan tekanan ini dikarenakan adanya perubahan suhu secara
tiba-tiba karena beban kecepatan dan faktor friksi dalam aliran kedua fluida. Pressure
drop dapat digunakan rumus sebagai berikut :
L u av
.
f
D 2
2
(1.3)
dimana L adalah panjang pipa, D adalah jari-jari pipa, adalah masa jenis fluida, Uav
adalah kecepatan rata-rata dan f adalah faktor friksi.
Penurunan tekanan pada heat exchanger khususnya pada tabung dan rangkunan
tabung dapat menyebabkan perubahan faktor gesek (friction factor). Pada tabung
hubungan antara faktor friksi dan penurunan tekanan dituliskan sebagai berikut :
f
p
L V2
D 2 gc
(1.4)
Perubahan faktor friksi ini mengakibatkan berubahnya angka Reynold dan angka
Nusselt, sehingga nilai koefisien perpindahan kalor konveksinya berubah. Dengan
berubahnya koefisien perpindahan kalor konveksi maka kofisien perpindahan kalor
menyeluruhpun ikut berubah. Pressure drop dapat menurunkan kinerja dari alat penukar
kalor dan membuat nilai U (koefisien heat transfer overall) menjadi berkurang, yang
akibatnya perpindahan kalor antara kedua fluida juga akan makin sedikit. Dengan
demikian, proses tidak akan berjalan secara efisien. Oleh karena itu, semakin besar nilai
pressure drop, semakin rendah kinerja alat penukar kalor.
3.
4.
T A TB
ln ro ri
1
1
h1 A 2kL ho Ao
(1.5)
Jumlah lintasan
Di dalam alat penukar kalor, jumlah lintasan sangat menentukan kecepatan
perpindahan kalor. Apabila jumlah lintasan yang ada banyak, maka akan berpengaruh
pada luas permukaan yang melepas kalor. Seperti yang diketahui, apabila luas
permukaan yang terkena fluida panas semakin banyak atau luas, maka perpindahan
kalor akan terjadi lebih cepat.
5.
Kecepatan
Kecepatan dari fluida mempengaruhi bilangan reynoldnya. Sementara itu, angka
reynold sangat berpengaruh dalam perhitungan matematis.
6.
Distribusi temperatur
Apabila distribusi temperatur di dalam fluida tidak merata, maka perpindahan kalor
yang terjadi tidak merata di beberapa permukaan. Ada permukaan yang lebih banyak
aliran konveksinya apabila distribusi suhu di tempat tersebut cukup besar, begitu pula
sebaliknya.
7.
Temperatur fluida panas maupun fluida dingin yang masuk heat exchanger biasanya
selalu berubah-ubah. Untuk menentukan perbedaan temperatur tersebut digunakan
perbedaan temperatur rata-rata atau Logarithmic Mean Temperature Difference
(LMTD). LMTD digunakan dalam perhitungan-perhitungan heat exchanger yang
menunjukkan panas yang dipindahkan.
Tm
Th 2 Tc 2 Th1 Tc1
T Tc 2
ln h 2
Th1 Tc1
(1.6)
Fluida dengan konduktivitas termal rendah seperti tar, minyak atau gas, biasanya
menghasilkan h yang rendah. Ketika fluida tersebut melewati heat exchanger, U akan
cenderung untuk turun.
Kondensasi dan pemanasan merupakan proses perpindahan kalor yang efektif. Proses
ini dapat meningkatkan nilai U.
Fluida dengan konduktivitas yang tinggi mempunyai nilai U dan h yang tinggi.
Untuk U pada temperatur yang nyaris konstan, variasi temperatur dari aliran fluida
dapat dihitung secara overall heat transfer dalam bentuk perbedaan temperatur rata-rata dari
aliran dua fluida. Persamaannya adalah sebagai berikut :
(1.7)
q UATm
dimana U adalah koefisien perpindahan kalor menyeluruh, A adalah luas permukaan
perpindahan kalor yang sesuai dengan definisi U, dan Tm adalah beda suhu rata-rata yang
tepat untuk digunakan dalam penukar kalor.
Profil suhu untuk penukar kalor pipa ganda dimana fluidanya dapat mengalir dalam
aliran sejajar maupun aliran lawan arah ditunjukkan pada gambar 3. Pada profil suhu tersebut
terlihat bahwa beda suhu antara fluida panas dan fluida dingin pada waktu masuk dan keluar
tidaklah sama, dan perlu ditentukan nilai rata-rata untuk digunakan dalam persamaan di atas.
Untuk penukar kalor aliran sejajar seperti pada gambar 1.5, kalor yang dipindahkan melalui
unsur luas dA dapat dituliskan sebagai:
(1.8)
Gambar 1.3. Profil suhu untuk aliran sejajar dan aliran lawan arah dalam penukar kalor pipa
ganda
Setelah itu, menyamakan persamaan antara persamaan untuk counter flow dan persamaan
untuk pararel flow dan didapat :
Ta Tb
Q UA
ln(
T
/
T
)
a
b
(1.9)
dimana Ta adalah selisih antara suhu keluaran shell dengan suhu fluida pendingin awal dan
Tbadalah selisih antara suhu keluaran shell dengan suhu fluida pendingin akhir.
Tmean yang dimaksud dalam persamaan 1.7 adalah LMTD, yaitu :
Ta Tb
Tmean LMTD
ln( Ta / Tb
(1.10)
Namun demikian penggunaan LMTD juga cukup terbatas. Jika suatu penukar kalor yang
bukan jenis pipa ganda digunakan, perpindahan kalor dihitung dengan menerapkan faktor
koreksi F. Sehingga rumusnya menjadi :
(1.11)
Q UAF (Tm )
Bila terdapat perubahan fase, seperti kondensasi atau didih (penguapan), fluida biasanya
berada pada suhu yang pada hakekatnya tetap, dan persamaan-persamaan itu menjadi lebih
sederhana. Oleh karena itu dapat dinyatakan F= 1,0 untuk pendidihan atau kondensasi.
2.6 Efektivitas Heat Exchanger
Pendekatan LMTD dalam analisis penukar kalor berguna bila suhu masuk dan suhu
keluar diketahui atau dapat ditentukan dengan mudah, sehingga LMTD dapat dengan mudah
dihitung, dan aliran kalor, luas permukaan, dan koefisien perpindahan kalor menyeluruh
dapat ditentukan. Namun, pada kondisi dimana hanya suhu masuk atau suhu keluar yang
diketahui, maka dapat digunakan metode lain yakni metode NTU yang merupakan salah satu
metode analisis pada alat penukar kalor berdasarkan pada efektivitas jumlah kalor yang dapat
dipindahkan antar fluida.
Efektivitas penukar kalor dapat dirumuskan sebagai berikut :
(1.12)
Perpindahan kalor yang sebenarnya dapat dihitung dari energi yang dilepaskan oleh fluida
panas (subscript h) atau energi yang diterima oleh fluida dingin (subscript c). Untuk penukar
kalor aliran sejajar, kalor tersebut dapat dinyatakan dengan:
q mh c h Th1 Th 2 mc c c Tc 2 Tc1
(1.13)
q mh c h Th1 Th 2 mc cc Tc1 Tc 2
(1.14)
Besar perpindahan kalor maksimum dapat terjadi ketika fluida mengalami perubahan
suhu yang setara dengan perbedaan suhu maksimum antar fluida yaitu tepat saat kedua fluida
masuk ke dalam alat penukar panas. Perpindahan kalor maksimum akan terjadi apabila fluida
mempunyai nilai massa dikali dengan kalor jenis yang minimum. Kalor maksimum dapat
dinyatakan dengan:
(1.15)
m h c h Th1 Th 2 Th1 Th 2
(1.16)
(1.17)
m h c h Th1 Th 2 Th1 Th 2
mh c h Th1 Tc 2 Th1 Tc 2
mc c c Tc1 Tc 2 Tc1 Tc 2
mc c c Th1 Tc 2 Th1 Tc 2
(1.18)
(1.19)
T (fluida minimum)
(1.20)
beda suhu maksimum di dalam penukar kalor
(1.21)
(1.22)
Suku UA/Cmin inilah yang dikenal dengan jumlah satuan perpindahan atau NTU (Number
of Transfer Units) karena memberi petunjuk tentang ukuran alat penukar kalor. Cmin
merupakan nilai C terkecil antara Ch dan Cc, sedangkan Cmax merupakan nilai yang terbesar.
Dengan menggunakan metode NTU-efektivitas ini akan didapat beberapa manfaat.
Diantaranya adalah memudahkan analisis dalam penyelesaian soal untuk menentukan suhu
masuk ataupun suhu keluar. Metode ini juga mempermudah dalam menganalisa soal yang
membandingkan berbagai jenis alat penukar kalor untuk memilih yang terbaik dalam
melaksanakan suatu tugas pemindahan kalor tertentu.
2.7 Koefisien Perpindahan Kalor Keseluruhan
U, terdiri dari dua macam yaitu:
1. UC adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor masih
baru
2. UD adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor sudah
kotor.
Secara umum kedua koefisien itu dirumuskan sebagai:
(1.23)
(1.24)
(1.25)
dimana tm adalah suhu rata-rata log atau Log Mean Temperature Difference (LMTD). Untuk
shellandtubeheat exchanger, nilai LMTD harus dikoreksi dengan faktor yang dicari dari
grafik yang sesuai (Fig 18 s/d Fig 23 Kern). Caranya adalah dengan menggunakan parameter
R dan S.
(1.27)
Atau
(1.28)
(1.29)
Nilai LMTD yang diperoleh harus dikoreksi dengan faktor FT yang dicari dari grafik yang
sesuai. Caranya yaitu dengan menggunakan parameter R dan S.