Anda di halaman 1dari 6

BAB I

MENINGIOMA
Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan suatu selaput
jaringan ikat yang membungkus enchepalon dan medulla spinalis. Terdiri dari
duramater, arachnoid dan piamater, yang letaknya berurutan dari superficial ke
profunda. Bersama-sama, araknoid dan piamater disebut leptomening (Luhulima,
2003). Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian otak maupun
medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisfer otak di semua lobusnya.
Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan meningioma maligna
jarang terjadi ( Mardjono, 2003).
Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intrakranial dan 12 % dari
semua tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh
setelah diangkat. Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya
muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada
masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut. Paling banyak meningioma
tergolong jinak (benign) dan 10 % maligna. Meningioma maligna dapat terjadi
pada wanita dan laki-laki, meningioma benign lebih banyak terjadi pada wanita.2
dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota di
satu keluarga. Korelasinya dengan trauma kapitis masih dalam pencarian karena
belum cukup bukti untuk memastikannya.
Pada umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari
glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan
sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat pertemuan antara arachnoid
dengan dura yang menutupi radiks (Mardjono, 2003).
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak
yang terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20%
menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri
merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati,
disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan
mengatur mood.

Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun


beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromosom yang
jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari
beberapa teori tentang kemungkinan asal-usul meningioma. Di antara 40% dan
80% dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen
neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12,
ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan
beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi
meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Di samping itu, deplesi
gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma (American
Brain Tumor Association, 2009).
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor.
Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan
tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis
reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada
pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala, sejarah payudara kanker,
atau neurofibromatosis tipe 2 dapat resiko faktor untuk mengembangkan
meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari pasien,
terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma
memiliki reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen,
dan jarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada
meningioma yang jinak, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum
sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter untuk
menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka
memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam
pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa
kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan
(Luhulima,2003).
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang

mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma


sampai saat ini masih belum jelas (American Brain Tumor Association, 2009).
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah
diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan
derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya
pun berbeda-beda di tiap derajatnya (Fyann, 2004)
a.

Grade I : Meningioma tumbuh dengan lambat, diterapi dengan tindakan bedah

dan observasi yang berkelanjutan.


b.
Grade II : Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical.
Penatalaksanaan awal dengan pembedahan, biasanya membutuhkan terapi radiasi
setelah pembedahan.
c.
Grade III : Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut
meningioma malignan atau meningioma anaplastik. Pembedahan adalah
penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika
terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan lokasi dari
tumor (Netter, 2004) :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma).


Meningioma Convexitas (20%).
Meningioma Sphenoid (20%)
Meningioma Olfactorius (10%).
Meningioma fossa posterior (10%).
Meningioma Intraventrikular (2%).
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor

pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh
terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada
nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa
pada gejala awal (Carlberg, 2013). Gejala umumnya seperti sakit kepala, dapat
berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi hari, perubahan
mental, kejang, mual muntah, dan perubahan visus, misalnya pandangan kabur.
Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor (Carlberg, 2013):
Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal,
perubahan status mental

Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan


pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme
otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan

gaya berjalan,
Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing
Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyakit meningioma

masih memiliki derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat
plak yang hiperostosis, dan bentuk sphenoid , dan pterion.
Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan
hasil false-negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak
dapat ditegakkan secara langsung dengan menggunakan CT atau MRI.
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan
pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini
antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh
terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau
radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan
faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya
mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang
untuk menurunkan kejadian rekurensi (Fyann, 2004)
Selain tindakan operasi, penggunaan external beam irradiation pada
meningioma semakin banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation
dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi
meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan
operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat
dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien
yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum
menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam

irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atypical,
maligna), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum banyak dikemukakan.
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik juga telah diperkenalkan pada
tahun 1960-an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan
stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber
energi yang digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering
digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau
linear accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari
cyclotrons.
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak
diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi
sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit
sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi
(baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan
adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung),
walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak.
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan
tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada
orang dewasa survivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak,
dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif,
perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar.
Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan
mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi (Wiemels, 2010).

BAB II
DAFTAR PUSTAKA
American Brain Tumor Association (2009). Focusing on tumor meningioma.
Available from: http://www.abta.org/meningioma.pdf

Carlberg M, Soderqvist Fm Mild H (2013). Meningioma patients diagnosed 20072008 and the association with use of mobile and cordless phones: a case
control study. Enviromental Health Journal. 12(60):1-10
Fyann E, Khan N, Ojo A (2004). Meningioma. Journal of Article Radiology. SA:
Medical University of Southern Africa, p. 3-5.
Luhulima JW. Menings (2003). Anatomi susunan saraf pusat. Makassar : Bagian
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Mardjono M, Sidharta P (2003). Neurologi klinis dasar. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universtas Indonesia
Netter HF (2004). Spinal nerve origin. Neuroanatomy and neurophysiology USA
Icon Custom Communication .
Wiemels J (2010). Epidemiology and etiology of meningioma. Journal of Neuro
Oncology. Sep 99(3): 307-314.

Anda mungkin juga menyukai