Disusun oleh:
Yohandarwati
Lenny N. Rosalin
I D G Sugihamretha
Sanjoyo
Utin Kiswanti
Guntur Pawoko
Susiati Puspasari
Fithriyah
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR...........................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................
1.1 LATAR BELAKANG...........................................................
1.2 Tujuan...............................................................................
1.3 METODOLOGI..................................................................
1.4 SISTEMATIKA LAPORAN.................................................
BAB II KONSEP DAN DATA KEMISKINAN.........................................
2.1. Konsep dan Pengukuran Kemiskinan...............................
2.2 Sumber Data Kemiskinan.................................................
2.3. Perbandingan Data Kemiskinan.....................................
2.4. Jumlah dan Persebaran Penduduk Miskin......................
BAB III KAJI ULANG (REVIEW) KEBIJAKAN PEMERINTAH
TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI PENDUDUK
MISKIN..................................................................................
3.1. Kebijakan Bantuan Sosial Bagi Penduduk Miskin..........
3.2. Kebijakan Sektoral terhadap Penduduk Miskin.............
3.2.a.....................................................Departemen Kesehatan
17
3.2.b..............................Departemen Pendidikan Nasional
20
3.2.c...............................................................Departemen Sosial
23
3.2.d............................................................................Instansi Lain
25
3.3. Isu Kebijakan tentang Bantuan Sosial Bagi
Penduduk Miskin...................................................................
BAB IV ..................ARAH KEBIJAKAN PERLINDUNGAN SOSIAL BAGI
PENDUDUK MISKIN.............................................................
DAFTAR BACAAN..............................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
1.2 Tujuan
Secara umum tujuan studi ini adalah untuk memberikan masukan
dalam rangka menyusun kebijakan tentang Sistem Perlindungan Sosial
(SPS) Bagi Penduduk Miskin dari berbagai aspek.
Secara khusus tujuan studi ini adalah untuk melakukan kajian
terhadap beberapa aspek sebagai berikut:
a. Mengkaji ulang (review) konsep dan data kemiskinan yang dapat
digunakan bagi perumusan kebijakan perlindungan (bantuan)
sosial bagi penduduk miskin
b. Mengkaji ulang (review) kebijakan pemerintah yang telah
dilakukan selama ini berkaitan dengan bantuan social bagi
penduduk miskin
c. Merumuskan pokok-pokok arah kebijakan perlindungan sosial bagi
penduduk miskin di masa mendatang termasuk tentang perkiraan
jumlah biaya yang diperlukan bagi program tersebut
1.3 METODOLOGI
a.
Metode
Tahapan Kegiatan
PENUTUP
BAB II
KONSEP DAN DATA KEMISKINAN
b. Mengukur Kemiskinan
Untuk mengukur kemiskinan dalam arti luas jelas sulit dilakukan.
Sulit untuk menentukan siapakah yang masuk kategori miskin secara
politik, sosial apalagi spiritual. Oleh karena itu pembahasan dalam
ukuran kemiskinan disini diartikan secara sempit yaitu dalam arti
ekonomis. Kemiskinan dalam arti ekonomis yaitu ketidakmampuan
ekonomis seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Pendekatan yang umum dipakai dalam mengukur kemiskinan
(dalam arti sempit) adalah pendekatan kebutuhan dasar (basic needs).
Kebutuhan dasar diukur dari pengeluaran (sebagai proksi dari
pendapatan) rumah tangga atas sejumlah (bundel) komoditas baik
berupa komiditas makanan maupun non makanan.
Dari sejumlah komoditas terpilih tersebut kemudian ditentukan
ukuran kebutuhan minimumnya. Kemudian jumlah minimum komoditas
tersebut dikalikan dengan harga komoditas yang bersangkutan. Dengan
begitu diperoleh sejumlah angka yang menunjukkan harga dari bundel
komoditas minimum yang diperlukan. Angka itulah yang kemudian
dijadikan sebagai batas atau garis (poverty line) yang membagi
penduduk miskin dan penduduk tidak miskin
Garis kemiskinan (poverty line) bisa dibedakan antara garis
kemiskinan makanan (food poverty line) maupun garis kemiskinan non
makanan (non food poverty line). Yang karena perbedaan harga dan jenis
komoditas yang dipakai maka besaran garis kemiskinan bisa pula
berbeda antar daerah dan antar desa-kota.
Garis kemiskinan itu sendiri adalah suatu index. Secara statistik
ada beberapa cara dalam menghitung garis kemiskinan seperti
Headcount Index, Poverty Gap Index, Poverty Severity Index dan
sebagainya.
c. Kategori Penduduk Miskin
Melalui garis kemiskinan sebagaimana dikemukakan diatas
kemudian penduduk dikelompokkan menjadi penduduk miskin dan
penduduk tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang
pengeluarannya berada pada dan dibawah garis kemiskinan. Sedang
penduduk tidak miskin adalah penduduk yang pengeluarannya berada di
atas garis kemiskinan.
Tetapi pengkategorian penduduk hanya menjadi miskin dan tidak
miskin seperti itu dianggap masih kurang memenuhi kebutuhan analisis.
Dalam hal perlindungan sosial (jaminan dan bantuan sosial) disamping
penduduk miskin perlu juga diperhatikan penduduk rentan (vulnerable
people). Oleh karena itu dilakukan penajaman lagi dalam melakukan
2.2
10
11
b.
12
13
14
DATA BPS
DATA BKKBN
Metode
Sensus
Cakupan Wilayah
Manajemen data
15
di tingkat pusat
Waktu
Unit observasi
Pendekatan
Rumah tangga
Basic needs --> ekonomis
Keluarga
Mencakup non ekonomis
Penghitungan
Secara kualitatif
Komoditas yg
diukur
Indikator
Lebih obyektif
Baik untuk perencanaan &
analisis
Lebih subyektif
Baik untuk pelaksanaan di
lapangan
Kegunaan
16
kemiskinan tahun 1999 dengan tingkat inflasi periode Februari 1999Februari 20011.
Data BPS menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia
pada tahun 2003 sebanyak 37,3 juta jiwa atau sekitar 17,4 persen dari
seluruh jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut jauh lebih kecil
dibanding dengan jumlah pada awal-awal terjadinya krisis (1998/1999).
Pada tahun 1998 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 49,5
juta atau sekitar 24,2 persen dari seluruh penduduk Indonesia pada
tahun itu.
Penurunan yang cukup drastis mencapai 12,2 juta jiwa selama lima
tahun belakangan ini (dari 49,5 juta pada tahun 1999 menjadi 37,3 juta
pada tahun 2003) tentunya merupakan suatu hal yang sangat positip.
Bisa jadi penurunan jumlah penduduk miskin tersebut merupakan hasil
dari program bantuan sosial yang dilakukan oleh pemerintah kepada
penduduk miskin melalui program JPS (Jaring Pengaman Sosial) atau
program-program lainnya. Makin pulihnya perekonomian Indonesia yang
pertumbuhannya mulai positip
juga merupakan faktor lain yang
mempengaruhi penurunan jumlah penduduk miskin.
Dari 37,3 juta penduduk miskin pada tahun 2003 separuh lebih
(57,6 persen) tinggal di Pulau Jawa dan Bali, sisanya baru tinggal di
pulau-pulau lain. Banyaknya penduduk miskin yang tinggal di Pulau Jawa
dan Bali tersebut sesuai dengan proporsi jumlah penduduk secara
keseluruhan yang sebagian besar (60,8 persen) memang tinggal di pulau
tersebut. Demikian pula jika dilihat antara daerah perdesaan dan
perkotaan, jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia sebagian
besar (67,2 persen) tinggal di perdesaan. Sisanya (32,8 persen) tinggal
di perkotaan. Hal itu sesuai dengan proporsi jumlah penduduk secara
keseluruhan yang sebagian besar tinggal di perdesaan dibanding dengan
di perkotaan. Dengan demikian maka terdapat sekitar 37,3 juta jiwa
yang perlu diperhitungkan dalam menentukan berbagai program
bantuan sosial. Jumlah penduduk miskin sebesar itu merupakan suatu
tantangan besar bagi pelaksanaan program perlindungan sosial (baik
bantuan sosial maupun jaminan sosial).
Tabel 2.2.
Data Kemiskinan BPS: jumlah sampel, batas cakupan kalori, jumlah
komoditas makanan dan non-makanan, GKM, GKNM, GK, menurut
tahun penyelenggaraan SUSENAS
Data
Jumlah Sampel (RT)
Cakupan Wilayah
Batas kecukupan kalori
1
1990
Susenas
49,000
Seluruh
Propinsi
2,100
1993
Susenas
65,000
Seluruh
Propinsi
2,100
1996
Susenas
65,000
Seluruh
Propinsi
2,100
1998
Susenas*
10,000
Seluruh
Propinsi
2,100
17
Jumlah Komoditas
tdk dirinci
52
52
Makanan
Jumlah Komoditas Non
12 (D), 14
41 (D), 43 25
46
Makanan
(K)
(K)
GKM
- Desa
12,617
15,576
23,197
- Kota
17,520
23,303
29,681
GKNM
- Desa
678
2,668
4,216
- Kota
3,094
4,602
8,565
GK
- Desa
13,295
18,244
27,413
- Kota
20,614
27,905
38,246
Susenas tipe 1998 = Survei Dampak Krisis Pada Pengangguran dan
Kemiskinan 1998
52
(D), 27
(K)
56,745
71,058
16,035
25,901
72,780
96,959
18
Tabel 2.3.
Jenis Komoditas Yang Dijadikan sebagai Penentu
Garis Kemiskinan
MAKANAN
Beras
Beras ketan
Jagung pipilan
Tepung terigu
Ketela pohon
Ketela rambat
Gaplek
Tepung gaplek
Tongkol/tuna
Kembung
Teri
Bandeng
Daging sapi
Daging babi
Daging ayam ras
Daging ayam
kampung
Rokok
NON MAKANAN
Perumahan
Listrik
Air
Minyak tanah
Kayu bakar
Obat nyamuk, korek
api
Perlengkapan mandi
Barang kecantikan
Tetelan
Telur ayam
ras
Telur itik
Susu kental
manis
Susu bubuk
Bayam
Buncis
Kacang
panjang
Tomat sayur
Daun ketela
pohon
Nangka
Bawang
merah
Cabe merah
Cabe rawit
Kacang tanah
Tempe
Tahu
Kue
kering/basah
Mie instan
Pendidikan
Pos
Pengangkutan
Foto
Pakaian jadi
Perawatan kulit
Kesehatan
Perkakas RT
Alat dapur
Tas
Alas kaki
Pajak
Perayaan hari
raya
Sabun cuci
Handuk
Mangga
Salak
Pisang ambon
Pepaya
Minyak kelapa
Kelapa
Gula pasir
Gula merah
Teh
Kopi bubuk
Garam
Kemiri
Terasi
Kerupuk
Roti manis
19
BAB III
KAJI ULANG (REVIEW) KEBIJAKAN PEMERINTAH
TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI PENDUDUK
MISKIN
Tulisan pada bagian ini lebih merupakan review sekilas tentang
kebijakan untuk penduduk miskin berdasarkan beberapa hasil studi yang
ada. Analisis mendalam tentang kebijakan masing-masing instansi tidak
dilakukan mengingat beberapa keterbatasan.
Ada sejumlah pertanyaan pokok yang mendasari tulisan bagian ini,
diantaranya adalah:
Kebijakan perlindungan sosial apa saja yang telah diberikan
kepada penduduk miskin?
Bagaimana kebijakan itu dilaksanakan?
Berapa dana yang sudah dikeluarkan untuk pelaksanaan kebijakan
tersebut?
Sejauh mana efektifitas bantuan sosial tersebut?
Adakah tumpang tindih program dalam pelaksanaannya?
Adakah tumpang tindih sasaran dalam pelaksanaannya?
Adakah alternatif lain yang lebih efektif dan efisien?
Karena beberapa keterbatasan yang ada tidak semua pertanyaan
dapat dijawab dalam tulisan ini. Uraian berikut hanya memberikan
gambaran awal dalam menjawab beberapa pertanyaan pokok diatas.
3.1. Kebijakan Bantuan Sosial Bagi Penduduk Miskin
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa Indonesia masih
menghadapi masalah kemiskinan yang cukup serius antara lain dilihat
dari masih besarnya jumlah penduduk miskin. Besarnya jumlah
penduduk miskin tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan
berbagai kebijakan yang terkait dengan penduduk miskin.
Kebijakan tentang penduduk miskin selama ini dilaksanakan
secara sektoral sesuai administrasi pemerintahan yang berlaku. Program
kebijakan tentang penduduk miskin tersebut tidak saja dilakukan oleh
satu dua instansi (sektor) tetapi melibatkan banyak instansi (sektor).
Beberapa sektor yang selama ini terkait dengan kebijakan
terhadap penduduk miskin utamanya adalah sektor kesehatan, sektor
pendidikan dan sektor pangan (BULOG). Disamping ketiga sektor
tersebut ada beberapa sektor lain yang juga melakukan kebijakan bagi
penduduk miskin yaitu sektor ketenagakerjaan, sektor kependudukan,
sektor koperasi dan UKM serta sektor pertanian. Masing-masing instansi
20
merinci kegiatan apa saja yang dapat dilakukan berkaitan dengan upaya
pengurangan penduduk miskin.
Dana yang digunakan untuk program bagi penduduk miskin juga
demikian besar, mencapai belasan trilyun rupiah setiap tahunnya. Untuk
tahun anggaran 2002-2004 anggaran yang dikeluarkan program
pengentasan kemiskinan berkisar antara 12,8 trilyun sampai 18,8 trilyun
rupiah per tahun, yang dana tersebut tersebar ke berbagai sektor. Jika
dibanding dengan total anggaran tahun 2004 maka pengeluaran untuk
penduduk miskin mencapai 5 % dari total anggaran yang ada.
Tabel 3.1.
Pengeluaran Pemerintah dalam Program Bantuan Sosial
Bagi Penduduk Miskin (juta Rp)
Lembaga
Badan Urusan Logistik
(BULOG)
Departemen Kesehatan
Departemen Pendidikan
Nasional
Departemen Kimpraswil
Departemen Sosial
BAPPENAS
Departemen Dalam Negeri
Departemen Kelautan dan
Perikanan
BKKBN
Departemen Koperasi &
UKM
Departemen Pertanian
Departemen Nakertrans
Departemen Perindustrian
dan Perdagangan
Kementrian Pemberdayaan
Perempuan
Badan Pusat Statistik
Badan Pertanahan Nasional
Total
2002
4.696.850
,0
1.219.739
,0
2.331.833
,0
3.115.477
,0
1.109.370
,0
425.000,0
1.144.874
,0
98.225,0
2003
4.830.778,
0
1.878.825,
0
2.269.572,
0
1.502.453,
0
844.761,1
1.370.833
,0
290.040,0
156.299,0
61.096,0
109.132,0
593.284,0
100.000,0
43.909,0
5.921,7
157.619,
0
805.350,
0
Tad
4.000,0
1.876,0
2.866,0
7.088,0
29.702,0
16.541.3
20,0
294,0
31.625,0
12.778.4
00,8
1.164,1
30.760,0
18.758.
784,1
355.129,5
329.214,0
208.560,0
153.960,5
2004
5.487.80
0,0
2.503.84
3,0
3.401.27
4,0
2.081.38
3,0
1.469.25
0,0
n.a
2.023.51
0,0
280.544,
0
500.000,
0
13.421,0
Sumber:
21
Dari Tabel 3.1 tersebut tampak bahwa sektor yang paling banyak
menyerap dana pengentasan kemiskinan adalah sektor pangan
(utamanya yang dikelola oleh Bulog), pendidikan dan kesehatan. Ketiga
sektor tersebut meyerap dana hingga 50-70 persen dari total anggaran
yang diberikan untuk penduduk miskin.
Untuk melihat lebih lanjut tentang apa saja yang dilakukan oleh
masing-masing instansi berkaitan dengan program kebijakan bagi
penduduk miskin maka berikut ini akan diuraikan secara sekilas tentang
program kegiatan beberapa instansi yaitu Departemen Kesehatan,
Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Sosial.
3.2. Kebijakan Sektoral terhadap Penduduk Miskin
3.2.a.
Departemen Kesehatan
22
23
Program
DEPKES
Health environment,
health behaviour &
1
community
empowerment
Improvement on
contagious disease
2 combating health
services
(vaccine,immunization)
3 Compensation program
in fuel subsidy cut
(PKPS-BBM) of 2004
Dana
(juta
Rp)
Institusi
Targets &
Beneficia
ries
Poor residents
rehabilitation on
health
environment &
clean water
Poor residents
Expansion-based
immunization
injection.All
babies of poor
households
provision hepatitis
B Vaccine
24
Uninject
Sekjen,
Ditjen
Binkesmas,
Ditjen
Yanmed
Sekjen,
Ditjen
Binkesmas,
Ditjen
Yanmed
Improvement in health
service
1,000,
000
Health service to
5 refugee and victims of
natural disaster
150,00
0
Community nutrition
6
improvement
172,96 Ditjen
7 Binkesmas
Poor household
Program
DEPDIKNAS
Pemberian beasiswa
bagi siswa SD, SMP
1
dan SMA (Program
PKPS/BBM)
Fundi
ng
(millio
n Rp)
Intitution
1,301, Ditjen
805 Dikdasmen
Pemberian Dana
Bantuan Operasional
376,28 Ditjen
8 Dikdasmen
Program
3 pemberantasan buta
huruf
Ditjen
Dikdasmen
Kelompok Belajar
Usaha (KBU)
Ditjen
48,065 PLS&Olahrag
a
Ditjen
230,92
PLS&Olahrag
6
a
Ditjen
15,000 PLS&Olahrag
a
96,700 Ditjen Bagais
402,89
Ditjen Bagais
1
Targets &
Beneficiari
es
Siswa SD
(5,75 juta),
SMP (1,75
jt), SMA
(600 rb)
Sekolah SD
(104.587),
SMP
(18.281),SM
A (9.399)
Poor
residents
group
Poor
residents
group
0
600 PKBM
Siswa
Guru
26
pendidikan. Program JPS bidang pendidikan meliputi 2 target subprogram, yaitu : pertama, program pemberian beasiswa untuk siswa di
tingkat SD, SLTP dan SMU; kedua, program DBO (Dana Bantuan
Operasional) untuk membiayai kebutuhan operasional sekolah untuk
tingkat SD, SLTP dan SMU.
Program Beasiswa
Selama krisis ekonomi berlangsung, program JPS - beasiswa dapat
menjadi suatu mekanisme untuk membantu agar siswa tidak putus
sekolah. Dengan bantuan beasiswa ini diharapkan mereka mempunyai
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Terutama untuk siswa perempuan,
program ini diharapkan dapat membantu siswa menyelesaikan
pendidikannya paling tidak sampai tingkat SLTP. Penerima beasiswa
dalam program ini diharuskan memenuhi 3 kriteria yaitu:
1. Siswa yang tergolong rawan putus sekolah, atau baru saja
keluar dari sekolah setahun yang lalu karena alasan
ekonomi;
2. Siswa SD yang duduk di kelas 4, 5 atau 6; Siswa SLTP/SMU
untuk semua tingkatan kelas; dan
3. Pada saat ini siswa tersebut tidak menerima beasiswa dari
program lain.
Beasiswa untuk tahun ajaran 1999/2000, diberikan langsung
kepada siswa yang terpilih sebagai penerima beasiswa dalam 2 tahap
dengan jangka waktu 6 bulan. Batas akhir pengambilan ditentukan pada
31 Oktober 1999 untuk tahap pertama dan tahap kedua pada 31 Maret
2000. Jumlah beasiswa per tahun adalah Rp. 120.000,- per siswa untuk
siswa SD/MI/SDSL, Rp 240.000 per siswa untuk siswa SLTP/MTs/SLTPLB
dan Rp 300.000 per siswa untuk siswa SMU. Siswa yang terpilih sebagai
penerima beasiswa dapat mengambil dana beasiswa dari Kantor Pos
yang sudah ditentukan di daerah masing-masing. Beasiswa yang
diberikan kepada siswa, tidak boleh dikenakan potongan apapun
termasuk potongan biaya materai. Jika siswa penerima beasiswa
mengalami kesulitan dalam pengambilan dana beasiswa, maka dana
beasiswa tersebut dapat diambil secara kolektif oleh Komite Sekolah.
Tetapi pengambilan beasiswa tersebut diprioritaskan untuk pengambilan
secara individu.
Dana Bantuan Operasional
DBO adalah dana bantuan yang diberikan kepada sekolah terpilih
untuk meningkatkan kemampuan sekolah dalam mengelola dan
mempertahankan kualitas pelayanan terutama berkaitan dengan
peningkatan harga kebutuhan selama krisis ekonomi. Program ini juga
bertujuan untuk mendukung program wajib belajar sembilan tahun.
Sekolah yang terpilih harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu :
a. Sekolah tersebut bukan sekolah yang mahal. Sekolah yang mahal dalam hal ini adalah
bahwa sekolah tersebut tidak mempunyai siswa dari keluarga kurang mampu/miskin.
27
Klasifikasi sekolah mahal dan tidak mahal ditentukan oleh Komite Kabupaten/Kota atau
Komite Kecamatan sesuai standar daerah masing-masing.
b. Sekolah negeri maupun swasta dengan status minimal terdaftar (memiliki SK dari
instansi yang berwenang).
c. Sekolah yang dapat menjadi peserta program DBO adalah :
1. Untuk sekolah di Jawa: adalah sekolah yang mempunyai jumlah siswa
minimum 90 siswa untuk SD dan 60 siswa untuk MI dan SDLB. Untuk
Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP, MTs dan SLTP-LB) dan lanjutan Atas
(SMU, MA, SM-LB), jumlah siswa minimum adalah 50 siswa.
2. Untuk sekolah di luar Jawa: adalah sekolah yang mempunyai jumlah siswa
minimum 60 siswa untuk SD dan 50 siswa untuk MI dan SDLB. Untuk
Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP, MTs dan SLTP-LB) dan lanjutan Atas
(SMU, MA, SM-LB), jumlah siswa minimum adalah 50 siswa.
3. Ada pengecualian yaitu untuk daerah-daerah terpencil dimana jumlah siswa di
sekolah tersebut terbatas. Dalam hal ini dimungkinkan bagi dua sekolah untuk
bergabung untuk memperoleh DBO, untuk memenuhi kekurangan jumlah
minimal siswa dari salah satu sekolah tersebut.
DBO untuk tahun pelajaran 1999/2000 diberikan untuk tiap
sekolah terpilih dalam 2 kali pembayaran. Jumlah DBO untuk SD sebesar
Rp 2 juta per tahun, SMP sebesar Rp 4 juta per tahun dan SMU sebesar
Rp 10 juta per tahun. DBO dapat diambil oleh Kepala Sekolah dengan
persetujuan dari BP3 dan POMG di Kantor Pos yang telah ditetapkan.
Penggunaan dana ini pertama, untuk pengadaan bahan penunjang
seperti buku-buku referensi untuk perpustakaan; kedua, untuk peralatan
seperti kapur tulis, buku tulis, peralatan laboratorium, dan sebagainya;
ketiga, untuk biaya perbaikan dan perawatan ringan dan keempat untuk
memberi subsidi siswa untuk biaya masuk sekolah.
Secara umum Program JPS-Pendidikan melalui pemberian
beasiswa dan DBO sebagaimana dikemukakan diatas telah berjalan
dengan baik. Namun dalam pelaksanaannya dijumpai sejumlah
kekurangan yang menjadikan Program JPS-Pendidikan tersebut tidak
tepat sasaran sebagaimana dikonsepkan semula. Studi verifikasi
terhadap Laporan JPS-Pendidikan menemukan beberapa kekurangan
sebagai berikut:
Ada sejumlah siswa yang meski sudah didaftar sebagai penerima
beasiswa tetapi sampai batas waktu tertentu tidak juga menerima
beasiswa. Alasan mereka tidak menerima beasiswa bervariasi ada
yang menyatakan uangnya dikelola sekolah tetapi ada juga yang
menyatakan tidak tahu bahwa dirinya menerima beasiswa.
Beasiswa yang diberikan kepada siswa tidak selalu diberikan
dalam bentuk uang tunai, ada beberapa kepala sekolah yang
melakukan kebijakan sendiri dengan memberikan beasiswa dalam
bentuk seragam, buku dan lain sebagainya. Sebagai contoh di
kabupaten Kerinci diketahui bahwa dua orang siswa SD, tidak
menerima dana beasiswa karena oleh guru dana tersebut
diberikan dalam bentuk pakaian seragam sekolah lengkap dengan
topi, dasi, lambang sekolah seharga Rp 60.000,- dengan alasan
28
Departemen Sosial
Kelompok PMKS
Balita Terlantar
Anak Terlantar
Anak Jalanan
Anak Nakal
Fakir Miskin
Rumah Tidak Layak Huni
Keluarga
Bersamalah
Sosial
Psikologis
Masyarakat Tinggal di Daerah
Rawan Bencana
Wanita Rawan Sosial Ekonomi
Wanita Korban Tindak Kekerasan
Lansia Terlantar
Lansia Rawan Terlantar
Gelandangan & Pengemis (Gepeng)
Tuna Susila
Bekas Narapidana
Penyandang Cacad
Penderita Penyakit Kronis Kusta
Korban Napza
Komunitas Adat Terpencil
Korban Bencana (Pengungsi)
Korban HIV/AIDS
Pekerja Migran Terlantar
Satua
n
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Total
1,140,166
2,235,594
87,456
193,115
Ruma
h
5,165,056
n.a
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
n.a
1,034,364
3,401,279
5,285,632
67,135
n.a
n.a
1,544,644
123,000
21,302
1,212,575
806,000
2,876
n.a
30
TOTAL
Jiwa
Ruma
h
17,155,13
8
5,165,056
Program
DEPSOS
Dana
(Juta Rp)
Instansi
Ditjen
Perlindungan
134,452 &
Penyelamatan
Sosial
Ditjen
Perlindungan
41,698 &
Penyelamatan
Sosial
350,000 idem
Ditjen
85,000 Rehabilitasi
Sosial
50,000 idem
39,000 idem
39,000 idem
19,000 idem
18,000 idem
Target &
Beneficir
ies
14.364
rumah
tangga
rumah
tangga
rumah
tangga
70.774
anak
55.930
anak
38.841ora
ng
5.630
orang
11.175
anak
50
31
1,600 idem
21,500 idem
12 Disabled buildup
33,000 idem
13
14,000 idem
toddlers
4.990
orang
16.950
lansia
5.900
anak
150.000
anak
Instansi Lain
32
33
34
tentang
Bantuan
Sosial
Bagi
Penduduk
35
36
BAB IV
ARAH KEBIJAKAN PERLINDUNGAN SOSIAL
BAGI PENDUDUK MISKIN
38
39
dapat
menyebabkan
berkesinambungan.
berkurangnya
kemiskinan
secara
40
41
DAFTAR BACAAN
Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2003, BPS, Jakarta, Juni 2004
Badan Pusat Statistik, Pengukuran Tingkat Kemiskinan di Indonesia
1976-1999: Metode BPS, Buku I, BPS, Jakarta
----------------------------, Perkembangan Tingkat Kemiskinan dan Beberapa
Dimensi Sosial-Ekonominya 1996-1999: Sebuah Kajian
Sederhana, BPS, Jakarta
----------------------------, Penyempurnaan Metodologi Penghitungan Penduduk
Miskin dan ProfilKemiskinan 1999, BPS, Jakarta
----------------------------, Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003. Buku 1:
Propinsi, BPS, Jakarta
----------------------------,Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003. Buku 2:
Kabupaten, BPS, Jakarta
Badan Pusat Statistik dan World Bank Institute, Dasar-Dasar Analisis
Kemiskinan, BPS, Jakarta, Januari 2002
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Peta Kemiskinan di
Indonesia, BAPPENAS, Mei 2003
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kebijakan dan Strategi
Pemenuhan Kebutuhan Sosial Bagi Masyarakat Miskin,
BAPPENAS, Jakarta, 2004
--------------, Sustainable Social Protection Technical Assistance. Inception
Report, Bappenas, ADB and UK Department for Internastional
Development, Jakarta, 2004
Surhayadi, Asep & Sudarno Sumarto, The Chronic Poor, The Transient
Poor and the Vulnarable in Indonesia Before and After the
Crisis, SMERU, Jakarta, Mei 2001
Jalan, Joyotsna & Martin Ravallion, Is Transient Poverty Dfferent?, World
Bank, Washington, DC, 1999
Poppele, Jessica, Sudarno Sumarto & Lant Pritchett, Social Impact of the
Indonesian Crisis: New Data and Policy Implications, SMERU
Report, Jakarta, 1999
Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN, Pembangunan Keluarga
Sejahtera di Indonesia Berdasarkan UU No 10 Tahun 1992 dan
GBHN 1993, Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN,
Jakarta, 1994
--------------------------------------------------------------, Panduan Pembangunan
Keluarga Sejahtera dalam rangka Peningkatan Penanggulangan
Kemiskinan, Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN,
Jakarta, 1996
42