Anda di halaman 1dari 21

Revisi Makalah

KANKER PAYUDARA (Carsinoma mammae)


Kelompok 3:
Aproari Wulansari (08613150)
Zuharia Intani (08613151)
Hasty Martha W (08613153)
Retno Wulandari (08613154)
Tegar Adabi (08613155)
Fitri Rahmantika (08613156)
Hendo Marina (08613157)
Ahmad Fauzan (08613158)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
DESEMBER 2011

BAB I
A. Pendahuluan
Kanker payudara adalah situs yang paling umum dari kanker dan merupakan yang kedua setelah
kanker paru-paru sebagai penyebab kematian pada wanita Amerika. Tingkat kejadian kanker
payudara pada wanita bervariasi dalam kelompok ras dan etnis. Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan insiden yaitu peningkatan penggunaan skrining mammography dan penggunaan
postmenopausal hormone-replacement therapy (HRT). Insiden ductal carcinoma in situ (DCIS) juga
meningkat pesat antara awal dan akhir tahun 1980 dan terus meningkat. Peningkatan DCIS terutama
disebabkan oleh peningkatan penggunaan skrining mammography, karena sebagian besar kasus
DCIS hanya bermanifestasi sebagai clustered microcalcifications yang terlihat pada mammography.
Untuk semua kelompok ras dan etnis, kanker payudara kebanyakan didiagnosis pada tahap awal,
ketika tumor kecil dan terlokalisasi. Tingkat kematian juga tinggi pada wanita Amerika-Afrika
daripada wanita kulit putih meskipun insidennya lebih rendah. Dari tahun 2000 sampai 2003, angka
kematian kanker payudara tertinggi di Afrika Amerika(34,3 kasus per 100.000 perempuan), diikuti
oleh orang kulit putih (25,3), Hispanik (16,2), American Indian / Alaska Pribumi (13,4), dan AsianAmericans / Pacific Kepulauan.
Perbedaan antara perempuan kulit putih Amerika dan Afrika dapat dijelaskan oleh perbedaan dalam
diagnosis melalui skrining mamografi dan pengobatan tepat yang terbatas. Meskipun perbedaan ini,
tingkat kematian keseluruhan dari kanker payudara di Amerika Serikat telah menurun sejak tahun
1990. Penurunan ini telah dikaitkan dengan peningkatan penggunaan skrining dan efektivitas terapi
ajuvan.
Usia rata-rata untuk diagnosis kanker payudara adalah antara usia 60 dan 65 tahun. Meskipun kanker
paru-paru adalah penyebab utama kematian, kanker bagi perempuan itu tidak memandang usia,
kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita antara usia 20 dan 59 tahun.

BAB II
A. Epidemiologi
Jenis kelamin dan usia merupakan dua variabel yang terkait dengan kanker payudara. Hasil
pemeriksaan klinis penyakit kanker payudara pada laki-laki dan perempuan sebanding begitu juga
dengan pengobatannya. Seain itu, kejadian kanker payudara sering dikaitkan dengan usia, misalnya,
seorang wanita usia 40 tahun mempunyai riwayat keturunan kanker payudara denga rasio RR 2.0.
Penyakit kanker payudara memiliki resiko berkembang pada usia 50 tahun hanya 2.9%, bukan
25.34%. Jadi, disimpulkan bahwa faktor resiko usia tidak menyebabkan perkembangan penyakit.
Etiologi dari penyakit ini tidak diketahui secara lengkap.
1. Faktor endokrin
Hubungan kanker payudara dengan faktor endokrin yakni pada durasi menstruasi, masa menache
atau menstruasi pertama biasanya sebelum usia 12 tahun, telah memiliki resiko secara komulatif
perkembangan kanker payudara. Begitu juga kejadian kanker payudara meningkat untuk pasien yang
menopause terlambat usia 55 tahun atau lebih. Sebaliknya ooferektomi bilateral sebelum usia 40
tahun mengurangi resiko relatif terkena kanker payudara. Ketidakseimbangan hormon harus
diperhatikan seperti waktu menstruasi dan saat usia kehamilan pertama. Dibeberapa penelitian saat
menarce, menopause dan melahirkan juga merupakan waktu perubahan hormon sehingga memiliki
potensi kanker payudara.
2. Faktor Genetik
Hal yang terkait dengan faktor genetik diantaranya:
a. Memiliki tingkat kerabat pertama dengan riwayat kanker payudara meningkatkan resiko untuk
wanita sekitar 1,5-untuk 3-kali lipat.
b. Risiko ini dipengaruhi oleh usia wanita itu sendiri dan usia ketika relative didiagnosis.
c. Risiko yang terkait dengan memiliki kerabat tingkat kedua dengan kanker payudara yang
kompleks, dan tergantung pada keluarga lainnya yang memiliki riwayat kanker payudara.

d. Riwayat kanker payudara dari anggota keluarga pada kedua ibu dan ayah penting untuk
dipertimbangkan dalam evaluasi risiko.
3. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup
Diet merupakan faktor lingkungan yang jelas, dan terdapat hubungan yang erat antara asupan lemak
dan metabolisme hormon steroid menyebabkan penekanan pada lemak dari makanan sebagai etiologi
yang mungkin untuk kanker payudara. Diet rendah lemak yang terkait dengan kadar estrogen dalam
darah rendah menyebabkan rendahnya resiko kanker payudara. Salah satu faktor makanan yang patut
disebutkan adalah efek yang mungkin dari fitoestrogen pada risiko kanker payudara. Fitoestrogen
yang alami estrogen tanaman yang ditemukan di produk kedelai, biji, buah, dan kacang kacangan.
Kedelai dapat berfungsi sebagai antiestrogens relatif dengan menghilangkan estradiol alami.
B. Clincal Presentation
Secara umum pasien mungkin tidak memiliki gejala, seperti kanker payudara dapat dideteksi pada
pasien asimtomatik meskipun skrining rutin mamografi.
1. Tanda dan Gejala
a. Sebuah benjolan, nyeri teraba
b. sakit, nipple discharge, retraksi atau penonjolan edema kulit, kemerahan
c. teraba pada daerah lokal-daerah kelenjar getah bening
2. Tanda dan Gejala Sistemik Metastasis
Tergantung di situs metastasis, tetapi dapat mencakup nyeri tulang, kesulitan bernapas, sakit perut
atau pembesaran, penyakit kuning, perubahan status mental yang.
3. Tes laboratorium
a. Tumor markers seperti antigen kanker (CA 27,29) atau
b. Carcinoembryonic antigen (CEA) meningkat.
c. Alkalin fosfatase atau tes fungsi hati meningkat pada penyakit metastasis.
4. Tes Diagnostik Lainnya
a. Mamogram (dengan atau tanpa USG, MRI payudara, atau keduanya.

b. Biopsi untuk diperiksa patologi dan penentuan esterogen progesterone (ER/PR) status dan HER2
status.
c. Tes sistemik meliputi: Chest x-ray, Chest CT, bone scan, CT abdomen atau USG atau MRI.
C. Staging dan Prognosis
Tahap didiefinisikan pada tingkat dan ukuran tumor primer (T), keberadaan dan tingkat keterlibatan
kelenjar getah bening (N), dan keberadaan atau tidak adanya metastasis yang lama (M 0-1 1-3 ).
Meskipun bayak kemungkinan kombinasi dari T dan N adalah mungkin dalam suatu tahap,
sederhannya sebuah penyakit yang tidak menyerang jaringan membran bas, stadium 0 mewakili
karsinomain situ (Tis) atau penyakit yang tidak menyerang membran basal jaringan payudara.
1. Tahap I merupakan tumor invasif primer kecil tanpa keterlibatan kelenjar getah bening
2. Tahap II biasanya melibatkan daerah kelenjar getah bening. Tahap I dan II sering disebut sebagai
awal kanker payudara. Hal ini dalam tahap awal bahwa penyakit ini dapat disembuhkan.
3. Tahap III, juga disebut sebagai penyakit stadium lanjut secara lokal, biasanya merupakan tumor
besar dengan keterlibatan nodal yang luas dimana baik bengkak atau tumor adalah tetap pada dinding
dada.
4. Tahap IV ditandai oleh adanya metastasis ke organ jauh dari tumor primer dan sering disebut
sebagai metastatis atau penyakit stadium lanjut seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kebanyakan
kanker payudara saat ini dalam tahap awal dimana prognosis menguntungkan (tabel 131-4).
D. Patologi
1. Karsinoma Invasif
Karsinoma invasif adalah sekelompok kerusakan jaringan yang heterogen. Diklasifikasikan menjadi
lima jenis kanker payudara invasif. Karsinoma invasive duktal atau infiltrasi adalah sejenis tumor
yang terjadi sekitar 75% dari semua 1-4 kanker payudara invasif. Tumor ini biasanya menyebar ke
kelenjar getah bening aksila dan jumlah mereka lebih sedikit dari jaringan tubuh lainnya ( khusus

tubular, meduler, dan musinosa), yaitu 5%-10% dari karsinoma payudara. Tanda yang khas adalah
adanya penebalan yang tidak jelas di daerah payudara. Karsinoma Infiltrasi lobular lebih sulit
dideteksi oleh mamografi. Secara keseluruhan, karsinoma infiltrasi duktal dan karsinoma infiltrasi
lobular mempunyai kemiripan dilihat dari keterlibatan kelenjar aksila dan kekambuhan penyakit
serta kematian, namun sifat perkembangannya cenderung berbeda. Karsinoma Infiltrasi duktal lebih
sering bermetastasis ke tulang, paru-paru, hati, otak, sedangkan karsinoma infiltrasi lobular
cenderung bermetastasis ke yang selaput meninges, permukaan peritoneal, peritoneal, retroperoteum,
saluran GI, organ reproduksi, dan bagian yang tidak biasa lainnya. Tiga jenis khusus lainnya dari
kanker invasif adalah moduler, mucinous, dan tubular. Karsinoma modular terdapat <7% dari
seluruh karsinoma payudara, karsinoma musinoma (atau koloid) sekitar 3 %, dan karsinoma tubular
sekitar 2% dari semua kanker payudara. Inflamasi kanker payudara ditandai oleh adanya edema kulit
yang menonjol, kemerahan dan hangat, dan indurasi yang mendasari jaringan. Biopsi kulit
menunjukkan sel kanker yang terlibat dalam limfatik dermal. Inflamasi kanker payudara biasanya
menyebar sangat cepat. Inilah perbedaan dari kasus lain dari kanker payudara stadium lanjut. Jumlah
pasien dengan inflamasi kanker payudara masih sedikit.
2. Karsinoma Non-Invasif
Sama seperti karsinoma invasif, lesi non-invasif dapat dibagi menjadi kategori duktal dan lobular.
Karsinoma ini didiagnosis ketika transformasi maligna sel telah terjadi, namun membran basal utuh.
Ductal Carsinome In Situ (DCIS) lebih sering didiagnosis dari Lobular Carsinome In Situ (LCIS).
Kebanyakan kasus DCIS di temukan oleh biopsi yang terlihat pada skrining mamografi. Lima pola
histologis berbeda dari DCIS telah diidentifikasi yaitu komedo, berkisi, mikropilari, papiler, dan
padat.
Tujuan utama pengobatan karsinoma non-invasif adalah untuk mencegah perkembangan penyakit
menjadi invasif. Pengobatan DCIS tergantung pada

lokasi, ukuran, dan patologi. Pilihan pengobatan meliputi: (1) eksisi lokal dengan margin negatif, (2)
eksisi lokal (dengan margin negatif) diikuti iradiasi payudara, dan (3) mastektomi tradisional total
secara rekonstruksi. Mastektomi telah menjadi pengobatan standar DCIS selama beberapa dekade
dan lebih banyak disukai pasien. Hal ini juga telah disarankan bagi wanita muda yang memiliki
risiko kanker payudara yang tinggi berdasarkan diagnosis DCIS, termasuk pembawa mutasi BRCA1
atau BRCA2. The National Surgical Adjuvant Breast and Bowel Project (NSABP) dalam percobaan
B-24, perempuan secara acak sengan DCIS untuk lumpectomy dengan radiasi Tamoxifen plus atau
plasebo, menunjukan manfaat dengan tamoxifen dalam mengurangi ipsilateral kekambuhan kanker
payudara (penurunan 44%, p= 0,03). Analisis sub kelompok lebih lanjut dari percobaan ini
menunjukan manfaat bagi pasien dengan reseptor estrogen positif DCIS.
LCIS adalah diagnosis yang dilakukan secara mikroskopis karena tidak ada tonjolan dan tidak ada
kelainan klinis yang spesifik. Tidak seperti DCIS, LCIS biasanya tidak terdeteksi oleh mamografi.
Akibatnya diagnosis LCIS biasanya ditemukan secara kebetulan pada spesimen biopsi yang
diperoleh karena gejala atau temuan mamografi konsisten dengan lesi jinak. Risiko untuk
berkembang menjadi karsinoma invasif adalah sekitar 0,5% sampai 1% pertahun, dan risiko
terjadinya karsinoma duktal invasif dan lobular karsinoma invasif dapat terjadi. Pada sekitar 30%50% dari pasien, ada pengaruh LCIS pada payudara ipsilateral, dan payudara kontralateral. Dengan
demikian risiko perkembangan kanker payudara adalah sama besar. Beberapa ahli mendukung
program observasi, pemeriksaan fisik tiap 6 bulan dan mamografi tahunan. Penggunaan
chemoprevention dengan tamoxifen pada wanita premenopause atau tamoxifen atau raloxifen pada
wanita pascamenopause dapat dianggap sebagai pilihan pengurangan risiko. Pasien dengan LCIS
termasuk didalam kedua percobaan pencegahan kanker payudara oleh NSABP (P1) dan studi
percobaan Tamoxifen dan Raloxifen (P2). Kedua percobaaan menunjukan kira-kira 50%

pengurangan risiko kanker payudara invasif yang berkembang untuk wanita dengan LCIS menerima
baik tamoxifen atau raloxifen.
3. Faktor Prognostik
Faktor prognostik adalah pengukuran yang tersedia pada diagnosis atau pada saat operasi, artinya
ketiadaan terapi berhubungan dengan tingkat kekambuhan, angka kematian, atau hasil klinis lainnya.
Faktor prognostik dan faktor prediktif dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu usia, ukuran tumor atau
jenis histologis, dan biomarker yang parameternya terukur dalam jaringan, sel, atau cairan, seperti
status hormon reseptor. Faktor utama yang mempengaruhi kemungkinan kekambuhan adalah adanya
hasil kelenjar getah bening yang positif. Namun, ukuran tumor primer tetap merupakan faktor
prognostic independen untuk kekambuhan penyakit.
Reseptor hormon bukan penanda prognostik yang kuat, tetapi digunakan secara klinis untuk
memprediksi respons terhadap terapi hormon. Sekitar 60% sampai 70% pasien dengan tumor ER
positif dan PR positif akan merespon manipulasi hormonal. Pasien dengan ER negatif dan PR negatif
tumor jarang merespon manipulasi hormonal. Sekitar 50% sampai 70% pasien dengan kanker
payudara primer atau metastasis memiliki reseptor hormon (SDM-tumor positif).
Secara ringkas, status kelenjar getah bening dan ukuran tumor adalah dua faktor prognostik yang
penting untuk membantu dokter dalam memperkirakan prognostik dan membuat rekomendasi
perawatan untuk pasien kanker payudara. Meskipun risiko kekambuhan sangat tinggi pada pasien
dengan tumor primer yang besar atau penyakit kelenjar getah bening-positif, banyak pasien dengan
tumor primer kecil dan penyakit kelenjar getah bening-negatif akan berkembang secara metastasis,
namun kemampuan untuk mengidentifikasi secara akurat bagi pasien sangat terbatas. Evaluasi faktor
prognostik tambahan dapat membantu mengidentifikasi pasien akan memiliki hasil yang baik dengan
terapi lokal saja, serta pasien dengan fitur yang agresif akan mendapat manfaat lebih dari agresif,
pengobatan multimodality.

E. Tatalaksana Terapi Berdasarkan Stage


Penatalaksanaan karsinoma payudara berdasarkan klasifikasinya, yaitu :
1. Kanker payudara stadium 0
a. Dilakukan : BCS
b. Mastektomi simple
c. Terapi definitif pada T0 tergantung pada pemeriksaan blok paraffin, lokasi
didasarkanpada hasil pemeriksaan imaging.
d. Indikasi BCS: T : 3 cm, pasien menginginkan mempertahankan payudaranya.
Syarat BCS (Breast Conserving Surgery):
1) Keinginan penderita setelah dilakukan inform consent.
2) Penderita dapat melakukan control rutin setelah pengobatan.
3) Tumor tidak terletak sentral.
4) Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik untuk kosmetik pasca BCS.
5) Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/tanda keganasan lain yang difus (luas).
6) Tumor tidak multiple.
7) Belum pernah terapi radiasi di dada.
8) Tidak menderita penyakit LE atau penyakit kolagen.
9) Terdapat sarana radioterapi yang memadai.
2. Stage 1-2 (Kanker payudara stadium dini/operable)
a. Dilakukan : BCS (harus memenuhi syarat di atas)
b. Mastektomi radikal
c. Mastektomi radikal modifikasi
d. Terapi adjuvant : Dibedakan pada keadaan : Node(-), node(+)
Pemberian tergantung dari : Node(+)/(-),
ER/PR, usia pemenopause atau post
menopause. Terapi adjuvant dapat berupa :
radiasi, kemoterapi, dan hormonal terapi.

Kemoterapi

Hormonal terapi

Kemoterapi: kombinasi CAF (CEF),


CMF,AC.
Kemoterapi adjuvant: 6 siklus
Kemoterapi paliatif : 12 siklus
Kemoterapi neoadjuvant : - 3 siklus praterapi
primer ditambah

Macam terapi hormonal


1. Additive : pemberian tamoxifen
2. Ablative : bilateral oophorectomi
(ovarektomi bilateral)
3. Dasar pemberian :
a. Pemberian reseptor ER + PR + ; ER + PR ;
ER - PR +
b. Status hormonal
Additive : Apabila ER - PR +
ER + PR (menopause tanpa pemeriksaan ER
& PR)
ER - PR +
Ablasi : apabila, tanpa pemeriksaan reseptor,
premenopause, menopause 1-5
tahun dengan efek estrogen (+), perjalanan
penyakit slow growing & intermediated
growing.

Kombinasi CAF
Dosis
C : Cyclophosfamide 500 mg/m2 hari 1
A : Adriamycin = Doxorubin 50 mg/m2 hari 1
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1
Interval : 3 minggu
Kombinasi CEF
Dosis
C : Cyclophospamide 500 mg/ m2 hari 1
E : Epirubicin 50 mg/m2 hari 1
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/ m2 hari 1
Interval : 3 minggu
Kombinasi CMF
Dosis
C : Cyclophospamide 100 mg/m2 hari 1 s/d 14
M : Metotrexate 40 mg/ m2 IV hari 1 & 8
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 IV hari 1 & 8
Interval : 4 minggu

Kombinasi AC
Dosis
A : Adriamycin
C : Cyclophosfamide
Optional : Kombinasi Taxan + Doxorubycin
Capecitabine
Gemcitabine

3. Stage III (Kanker payudara stadium lanjut)

Neo adjuvant atau kemoterapi primer adalah pengobatan awal pilihan. Manfaat meliputi direseksinya
tumor yang tidak dioperasi dan meningkatkan angka BCT. Kemoterapi primer baik dengan rejimen
yang mengandung anthracycline atau yang mengandung taxane lebih dianjurkan. Penggunaan dari
trastuzumab dengan kemoterapi cocok untuk pasien dengan HER2-positif tumor.

Operasi diikuti dengan kemoterapi dan adjuvan RT (radiation therapy) harus diberikan untuk
meminimalkan kekambuhan lokal.
a. Operable Locally advanced
Simple mastektomi/mrm + radiasi kuratif + kemoterapi adjuvant + hormonal terapi
b. Inoperable Locally advanced
1) Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal terapi
2) Radiasi + operasi + kemoterapi + hormonal terapi
3) Kemoterapi neo adj + operasi + kemoterapi + radiasi + hormonal terapi.
4. Stage IV (Metastatic Breast Cancer)
Tujuan dari terapi dengan kanker payudara dini dan stadium lanjut adalah untuk menyembuhkan
penyakit. Setelah itu telah berkembang melampaui penyakit lokal maupun penyakit regional, kanker
payudara saat ini tidak dapat disembuhkan. Tujuan pengobatan kanker payudara metastatik adalah
untuk memperbaiki gejala dan kualitas hidup dan memperpanjang kelangsungan hidup.
Prinsip :
a. Sifat terapi paliatif
b. Terapi sistemik merupakan terapi primer ( kemoterapi dan hormonal) terapi)
c. Terapi lokoregional ( radiasi &bedah)
Setelah operasi, penanganan selanjutnya disebut adjuvant therapy yang terdiri dari terapi radiasi,
chemotherapy dan hormone terapi. Yang tujuannya adalah untuk membunuh sel kanker yang
mungkin masih tertinggal pada saat operasi.
F. Macam Pengobatan
1. Terapi Lokal Regional
Breast-conserving therapy (BCT) meliputi penghilangan bagian payudara, evaluasi bedah dari
cekungan kelenjar getah bening aksilia, dan terapi radiasi untuk payudara. Jumlah jaringan payudara
yang diangkat bervariasi dari hanya menghilangkan benjolan kanker (lumpectomy) dengan margin
kecil jaringan normal yang berdekatan; menghilangkan benjolan dengan eksisi yang lebih luas dari
jaringan kelihatan-normal (eksisi lokal yang luas); menghapus seluruh kuadran payudara yang
mencakup

benjolan kanker (quadrantectomy). Semua teknik ini disebut dengan mastektomi segmental atau
parsial. Berdasarkan penelitian National Institutes of Health Consensus Development Conference
menyatakan bahwa BCT adalah terapi primer yang tepat bagi mayoritas wanita dengan kanker tahap
I dan II karena memberikan mastektomi total ekuivalen dan diseksi aksilia sambil menjaga payudara.
Kebanyakan pasien didiagnosis dengan kanker payudara saat ini dapat diobati dengan BCT.
Beberapa faktor harus dipertimbangkan dalam memilih pasien untuk pengobatan BCT. Peningkatan
risiko kekambuhan oleh pengobatan dengan BCT terjadi jika tempat terjadinya kanker multipel dan
ketidakmampuan dalam mencapai margin patologis negatif pada spesimen payudara yang dipotong.
Beberapa penyakit kolagen vaskular yang sudah ada sebelumnya (misalnya, lupus eritematosus
sistemik dan skleroderma) merupakan kontraindikasi relatif untuk penggunaan BCT karena
peningkatan risiko radiasi yang berhubungan dengan efek samping.
Tujuan yang mendasari terapi lokal adalah untuk meminimalkan komplikasi sementara
memaksimalkan hasil yang relevan kepada pasien (misalnya, hasil kosmetik, tingkat kekambuhan
lokal dan jauh, mortalitas). Terapi rediasi Postmastectomy pada dinding dada juga mungkin
diperlukan dalam situasi tertentu di mana tumor yang besar atau jumlah kelenjar getah bening aksila
positif yang tinggi. Meskipun kontroversi, jelas bahwa beberapa wanita mungkin manfaat dari terapi
radiasi lokal bahkan setelah pengangkatan seluruh payudara (yaitu, mastektomi total). Pedoman
NCCN menyatakan bahwa wanita dengan kriteria berikut harus menjalani terapi radiasi
postmastectomy: (a) margin bedah positif, (b) tumor lebih besar dari 5 cm dalam dimensi terbesar,
atau (c) empat atau lebih kelenjar getah bening aksila positif nodes.
2. Systemic Adjuvant Therapy
Terapi ajuvan didefinisikan sebagai terapi sistemik lokal dengan melakukan pembedahan, radiasi
atau kombinasi keduanya, dilakukan ketika tidak ada bukti metastatic dan memiliki kekambuhan
yang tinggi. Beberapa kelompok peneliti telah melakukan serangkaiaan penelitian bertahap untruk
merancang identifikasi yang tepat untuk terapi adjuvant sitemik. Berbagai uji klinik terapi adjuvant
sistemik dilakukan dan menghasilkan bahwa kemoterapi, terapi hormonal, atau keduanya
mengakibatkan

peningkatan kualitas hidup yang bebas penyakit dan atau mempartahankan kehidupan pasien yang
dirawat atau lebih umum untuk pasien prosnotik yang spesifik. Sebelum tumor menjadi kanker,
kemoterapi merupakan terapi yang optimal untuk penyakit mikrometastatik. Keberhasilan
kemoterapi tergantung pada optimalnya kombinasi antara kemoterapi dan adjuvan untuk menghidari
keparahan penyakit.
3. Adjuvant Chemotherapy
Prinsip dasar terapi ajuvan untuk semua jenis kanker adalah regimen dengan tingkat
respons tertinggi pada penyakit lanjut, rejimen yang optimal untuk digunakan dalam
setting ajuvan. Secara historis, rejimen kemoterapi kombinasi (polychemotherapy) lebih
efektif daripada kemoterapi tunggal. Anthracyclines (doxorubicin dan epirubicin) telah
dianggap agen kemoterapi paling aktif dalam pengobatan kanker payudara metastatik,
banyak ahli berasumsi bahwa rejimen yang mengandung anthracycline meningkatkan
kesembuhan dibandingkan yang tidak mengandung anthracycline bila digunakan dalam
pengaturan ajuvan. Taxanes (paclitaxel dan docetaxel) adalah agen kelas baru dan paling
efektif untuk kemoterapi. Tabel 2. Rejimen Kemoterapi Umum untuk Kanker Payudara
Regimen Kemoterapi Adjuvan
AC
Doxorubicin 60 mg/m 2 IV, hari 1
Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1
Ulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus

FAC
Fluorouracil 500 mg/m2 IV, pada hari 1 and 4
Doxorubicin 50 mg/m2 IV infus berulang
lebih dari 72 jam
Cyclophosphamide 500 mg/m2 IV, hari 1
Ulangi siklus setiap 21-28 hari selama 6
siklus
CAF
Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1
Doxorubicin 60 mg/m2 IV bolus, hari 1
Fluorouracil 600 mg/m2 IV, hari1
Ulangi siklus setiap 21-28 hari selama 6
siklus

AC-Paclitaxel
Doxorubicin 60 mg/m2 IV, hari 1
Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1
Ulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus
Diikuti oleh:
Paclitaxel 175 mg/m2 IV lebih dari 3 jam
Ulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus
TAC
Docetaxel 75 mg/m2 IV, sehari1
Doxorubicin 50 mg/m2 IV bolus, hari 1
Cyclophosphamide 500 mg/m2 IV, hari 1
(Doxorubicin harus diberikan pertama)
Ulangi siklus setiap 21 hari selama 6 siklus
(harus diberikan dengan growth factor
support)
Paclitaxel - FAC
Paclitaxel 80 mg/m2 per minggu IV lebih dari
1 jam setiap minggu selama 12 minggu
Diikuti oleh:
Fluorouracil 500 mg/m2 IV, pada hari 1 dan 4
Doxorubicin 50 mg/m2 IV infus berulang
lebih dari 72 jam

Regimen kemoterapi untuk kanker payudara yang dijadikan first choice yakni AC-Paclitaxel, TAC,
dan Paclitaxel-FAC. Ketiga regimen ini termasuk golongan Taxanes yang merupakan agen kelas baru
yang paling efektif mengandung paclitaxel dan docetaxel.
Untuk regimen AC-Paclitaxel mengandung Doxorubicin 60 mg/m 2, diberikan secara intravena pada
hari pertama. Cyclophosphamid 600 mg/m2, diberikan secara intravena pada hari pertama. ACPaclitaxel ini diulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus, kemudian diikuti oleh Pactitaxel 175
mg/m2 diberikan secara intravena lebih dari 3 jam. Kemudian, diulangi siklus setiap 21 hari selama 4
siklus.
TAC mengandung Docetaxel 75 mg/m2 diberikan secara intravena pada hari pertama, Doxorubicin
50 mg/m2 diberikan secara bolus pada hari pertama, Cyclophosphamid 500 mg/m2 diberikan secara
intravena pada hari pertama. Kemudiaan diulangi siklus setiap 21 hari selama 6 siklus, pemberian
regimen TAC harus diberikan dengan support factor pertumbuhan.
Regimen Pactitaxel-FAC mengandung Pactitaxel 80 mg/m2 diberikan secara intrvena dari 1 jam
setiap minggu selama 12 minggu. Kemudian diikuti oleh Fluorouracil 500 mg/m2 diberikan secara
intravena pada hari pertama dan keempat. Doxorubicin 50 mg/m2 diberikan secara infus intravena
berulang lebih dari 72 jam. Kemudiaan Cyclophosphamid 500 mg/m2 diberikan secara intravena
pada pertama, Hal ini, diulang siklus setiap 21-28 hari selama 4 siklus.
4. Terapi Adjuvan Biologic
Trastuzumab adalah antibodi monoklonal yang target aksinya pada HER2 reseptor protein.
Trastuzumab yang dikombinasikan dengan kemoterapi ajuvan diindikasikan pada pasien dengan
stadium awal, HER2-positif kanker payudara. Salah satu uji klinis melaporkan risiko kekambuhan
berkurang hingga 50%. Namun, rejimen yang mengandung trastuzumab yang optimal masih belum
diketehui. Pertanyaan masih terkait

kemoterapi secara bersamaan yang optimal, dosis optimal, jadwal, dan durasi terapi trastuzumab, dan
penggunaan modalitas terapi lainnya secara bersamaan. Banyak uji klinis berlangsung untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sebagian besar rejimen diteliti termasuk anthracycline
dan taxane diberikan bersamaan dengan trastuzumab atau berurutan sebelum trastuzumab. Dari bukti
yang ada, tampak bahwa pemberian taxane dengan trastuzumab akan lebih efektif dari pada
trastuzumab diberikan setelah kemoterapi. Namun, pemberian berurutan dari trastuzumab masih
menawarkan manfaat yang signifikan lebih dari rejimen tanpa trastuzumab. Meskipun demikian,
trastuzumab merupakan tambahan yang sangat efektif tetapi mahal untuk adjuvant terapi, dan
sebaiknya sebelum pasien dengan HER2positif kanker payudara menjalani terapi haruslah
didiskusikan secara rinci terlebih dahulu terkait resiko yang ada.
5. Terapi Adjuvan Endocrine
Tamoxifen telah menjadi standar terbaik untuk terapi adjuvan endokrin. Obat ini memiliki kedua sifat
estrogenik dan antiestrogenik, tergantung pada jaringan dan gen yang bersangkutan. Pemberian
Tamoxifen 20 mg sehari, dimulai segera setelah menyelesaikan kemoterapi dan berlanjut selama 5
tahun dapat mengurangi risiko kekambuhan dan kematian. Tamoxifen biasanya ditoleransi dengan
baik. Gejala putus obat dari estrogen (hot flashes dan perdarahan vagina) mungkin terjadi namun
frekuensi dan intensitas berkurang dari waktu ke waktu. Tamoxifen juga meningkatkan risiko stroke,
emboli paru, trombosis vena, dan kanker endometrium, terutama pada wanita usia 50 tahun atau
lebih. Wanita premenopause mendapatkan keuntungan dari ablasi ovarium dengan agonis luteinizing
hormon-releasing hormone (LHRH) (misalnya, goserelin) dalam pengaturan ajuvan, baik dengan
atau tanpa tamoxifen secara bersamaan. Serangkaian uji sedang berlangsung untuk lebih
mendefinisikan peran agonis LHRH. Pada wanita pascamenopause, obat pilihan untuk terapi
hormonal adjuvant meliputi inhibitor aromatase (misalnya anastrozol, letrozole, atau exemestane)
baik sebagai pengganti atau setelah tamoxifen. Namun, obat yang optimal, dosis, urutan, dan lama
pemberian inhibitor aromatase dalam pengaturan ajuvan tidak diketahui. Efek
samping dengan inhibitor aromatase meliputi hot flashes, mialgia / artralgia,
kekeringan vagina / atrofi, sakit kepala ringan, dan diare.
6. Terapi Endokrin
Tujuan terapi farmakologis endokrin untuk kanker payudara adalah untuk
mengurangi tingkat sirkulasi estrogen atau mencegah efek dari estrogen pada
sel kanker payudara (terapi target) dengan memblokir reseptor hormon. Terapi
endokrin kombinasi belum menunjukkan manfaat khasiat apapun, tetapi
meningkatkan toksisitas. Oleh karena itu kombinasi dari agen endokrin untuk
kanker payudara yang tidak direkomendasikan di luar konteks dari percobaan
klinis. Sampai saat ini, masih sedikit bukti manfaat peningkatan kelangsungan
hidup dari satu terapi endokrin. hypophysectomy yang setara pada pasien
dengan kanker payudara metastatik.
Tabel 3. Terapi
Endokrin untuk
kanker payudara
metastatik Golongan

Obat

Dosis

Efek Samping Obat

Aromatase inhibitors
Anastrozole

Hot flashes, artralgia, mialgia, sakit kepala,


diare, mual ringan
1 mg/hari
2.5 mg/hari
25 mg/hari

Nonsteroidal
Letrozole
Steroidal
Antiestrogens
SERMs

Tamoxifen

20 mg/hari

Toremifene
SERDs

Fulvestrant

60 mg/hari
250 mg i.m tiap 28
hari

LHRH analogs

Goserelin

3.6 mg s.c tiap 28 hari

Exemestane

Leuprolide
Triptorelin
Progestins

Megestrol acetate

Medroxyprogesterone
Androgens

Fluoxymesterone

Estrogens

Diethylstilbestrol

Ethinyl estradiol
Conjugated estrogens

Hot flashes, keputihan,


mual ringan,
tromboemboli, kanker
endometrium.
Hot flashes, reaksi di
tempat suntikan,
mungkin
tromboemboli.
Hot flashes, amenore,
gejala menopause,
reaksi di tempat
suntikan (extended
formulations tidak
dianjurkan untuk
pengobatan kanker
payudara).

3.75 mg i.m tiap 28 hari


3.75 mg i.m tiap 28 hari
40 mg 4 kali/hari
Kenaikan berat badan,
hot flashes, perdarahan
vagina, edema,
tromboemboli
4001000 mg i.m tiap minggu
10 mg 2 kali/hari
Memperdalam suara,
alopesia, hirsutisme,
wajah / truncal acne,
retensi cairan,
ketidakteraturan
menstruasi, cholestatic
jaundice
5 mg 3 kali/hari
Mual / muntah, retensi
cairan, anoreksia,
tromboemboli,
disfungsi hepatik.
1 mg 3 kali/hari
2.5 mg 3 kali/hari

Terapi endokrin khusus menjadi pilihan, terutama didasarkan pada preferensi toksisitas dan pasien.
Berdasarkan kriteria ini, tamoxifen adalah agen awal yang lebih dipilih ketika terdapat metastasis,
kecuali bila pasien yang menerima tamoxifen ajuvan pada saat yang sama atau dalam waktu 1 tahun
terjadi penyakit metastasis.

7. Terapi Sitotoksik
Kemoterapi sitotoksik pada akhirnya diperlukan pada kebanyakan pasien dengan kanker payudara
metastatik. Pasien dengan HR-negatif tumor memerlukan kemoterapi sebagai terapi awal metastasis.
Sejumlah agen kemoterapi telah menunjukkan aktivitas dalam pengobatan kanker payudara,
termasuk doxorubicin, epirubicin, paclitaxel (konvensional dan protein-terikat), docetaxel,
capecitabine, fluorourasil, siklofosfamid, metotreksat, vinblastin, vinorelbine, gemcitabine,
mitoxantrone, mitomisin-C , thiotepa, dan melphalan. Kelas-kelas yang paling aktif dari kemoterapi
pada kanker payudara metastatic adalah anthracyclines dan taxanes, menghasilkan tingkat respons
setinggi 50% sampai 60% pada pasien yang belum menerima kemoterapi sebelumnya untuk penyakit
metastasis. Paclitaxel telah disetujui FDA pada tahun 1994 untuk single-agent pengobatan kanker
payudara metastatik untuk pasien yang kambuh setelah terapi dengan rejimen yang mengandung
doxorubicin.
8. Biologic or Targeted Therapy
Trastuzumab adalah antibody monoclonal yang berikatan dengan epitope dari protein HER2 tertentu.
Mekanisme aksi dari gangguan dimerisasi reseptor HER, gangguan jalur, sinyal (misalnya,
P13K/Akt), penangkapan G1 dan menurunkan proliferasi, induksi apoptosis, menekan angiogenesis,
induksi respon imun (misalnya, antibodi tergantung sitotoksisitas selular), penghambatan daerah
HER2 ekstraseluler proteolisis dan penghambatan perbaikan DNA. Efek biologis ini menyebabkan
penghambatan pertumbuhan sel, penurunan potensial kankermalignant, dan memungkinkan
terjadinya resistensi terhadap kemoterapi tertentu dan terapi endokrin. Agen kemoterapi lain yang
telah dievaluasi dalam percobaan fase II dengan beberapa kombinasi dengan vinorelbine termasuk
trastuzumab, gemcitabine, capecitabine, dan agen platinum (cisplatin dan carboplatin).

Trastuzumab umumnya ditoleransi dengan baik. Efek samping yang paling umum terutama demam
dan menggigil, dan terjadi pada sekitar 40% dari pasien selama infuse awal. Reaksi lain terkait infus
termasuk mual, muntah, nyeri pada lokasi tumor, kekakuan, sakit kepala, pusing, dispnea, hipotensi,
ruam, dan asthenia, yang jauh lebih sedikit. Reaksi-reaksi ini umumnya ringan-sampai sedang dan
pada bagian akhir sekitar 1 sampai 2 jam setelah infus dimulai dan biasanya tidak terulang dengan
infus berikutnya.
Acetaminophen dan difenhidramin dapat memberikan dan / atau laju infus dikurangi untuk
membantu mengurangi gejala yang berhubungan dengan reaksi ini. Reaksi yang jarang terjadi,
namun lebih berat yang terdiri dari hipersensitivitas berat dan / atau reaksi paru telah dilaporkan. Hal
ini penting untuk mendidik pasien tentang reaksi paru, karena ini dapat terjadi sampai 24 jam setelah
infus dan dapat menjadi fatal jika tidak segera diobati. Trastuzumab dapat meningkatkan kejadian
infeksi, diare, dan / atau efek samping lain ketika diberikan dengan kemoterapi, tetapi sebagian besar
peningkatan tersebut tidak signifikan secara klinis untuk pasien secara individu.
Trastuzumab diberikan dengan dosis awal 4 mg / kg, diikuti dengan dosis 2
mg/kg diberikan tiap minggu. Sebuah studi fase II telah menunjukkan
keberhasilan dari pemberian trastuzumab pada jadwal 3 minggu dengan dosis
muatan 8 mg/kg diikuti 3 minggu kemudian dengan dosis pemeliharaan 6 mg/kg
diberikan setiap 3 minggu. Setiap 3 minggu administrasi lebih mudah daripada
administrasi mingguan, namun perbandingan data dosis dengan jadwal versus
dosis standar dan jadwal tidak tersedia saat ini
9. Terapi Radiasi
Radiasi merupakan modal penting dalam pengobatan gejala penyakit metastatik. Indikasi paling
umum untuk pengobatan dengan terapi radiasi metastase adalah rasa sakit pada tulang atau situs lokal
lainnya dari penyakit refrakter terhadap terapi sistemik. Terapi radiasi memberikan nyeri yang
signifikan sekitar 90% dari pasien yang dirawat untuk metastasis tulang yang menyakitkan. Radiasi
juga merupakan modal penting dalam pengobatan paliatif lesi otak metastasis dan lesi tulang
belakang, yang memiliki respon yang buruk terhadap terapi sistemik, serta lesi mata atau orbit dan

bagian lain di mana akumulasi yang signifikan dari sel tumor terjadi. Kulit dan / atau metastasis
kelenjar getah bening terbatas pada daerah dinding dada juga dapat diobati dengan terapi radiasi
untuk paliasi (misalnya, luka terbuka atau luka yang menyakitkan).
III. KESIMPULAN
Faktor risiko kanker payudara menunjukkan interaksi yang kompleks antara hormon, faktor genetik,
lingkungan dan gaya hidup. Identifikasi gen BRCA1 dan BRCA2, gen tumor supresor penting dalam
perkembangan payudara yang diwariskan dan mungkin berperan dalam mengidentifikasi pasien yang
berisiko tinggi. Pengobatan tahap awal kanker payudara terdiri dari managemen local, terapi adjuvant
dengan kemoterapi sistemik, biologis dan terapi hormonal atau kombinasi.
Kanker payudara lanjut meliputi kanker payudara stadium lanjut (stadium III) dan kanker payudara
metastatic (stadium IV). Pengobatan kanker payudara stadium III umumnya terdiri kombinasi dari
pembedahan, radiasi kemoterapi dan diberikan dalam pendekatan yang agresif. Kanker payudara
metastatik diobati dengan terapi endokrin, kemoterapi atau terapi biologis. Pasien yang HR-positif
akan menerima terapi awal endokrin diikuti dengan kemoterapi ketika terapi endokrin gagal. Pasien
yang HR-negatif atau yang mempunyai penyakit simptomatik yang melibatkan hati, paru-paru atau
sistem saraf pusat umumnya akan menerima kemoterapi sebagai lini pertama dari penyakit
metastatik.
Upaya untuk pencegahan kanker payudara ditujukan ke arah identifikasi, mengurangi faktor risiko
dan pencagahan terapi obat. Dua kelas agen, retinoid dan SERM dievaluasi untuk mencegah kanker
payudara. Tamoxifen dan raloxifene telah menunjukkan keberhasilan dalam mengurangi tingkat
kanker payudara invasif pada wanita yang berisiko tinggi terhadap pengembangan penyakit. Deteksi
dini kanker payudara tetap penting untuk mengurangi angka kematian kanker payudara. Upaya
penelitian intensif sedang berlangsung dalam semua aspek etiologi kanker payudara, deteksi,
pencegahan dan pengobatan.

IV. DAFTAR PUSTAKA


DiPiro JT, et al, 2008, Pharmacotherapy. A Pathophysiologic Approach, 7 edition, The
McGraw Hill Companies, New York.
Ramli, Muchlis, dr., SpB., dkk., 2003, Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara,
Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai