Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan yang sering terjadi pada daerah permukiman khususnya
didaerah pesisir dan aliran sungai adalah beraneka ragam.Diantaranya adalah penyakit
Kusta,Filariasis,DBD,Malaria dan chikungunya.Berberapa penyebab adalah berhubungan
dengan kebersihan lingkungan yang kurang,air sungai yang kurang memenuhi
standar,sampah yang tidak tertata dengan baik,pengetahuan yang kurang terkait dengan
kesehatan dan faktor resiko munculnya penyakit.Hal ini sangat memerlukan
penatalaksanaan yang baik,sehingga tidak terjadi penyakit dengan tingkat keparahan yang
tinggi bahkan sampai menyebabkan kematian.Penatalaksanaan yang baik akan
menurunkan angka kejadian penyakit tersebut.
Maka dari itu penulis menulis makalah tentang masalah kesehatan di masyarakat :
Kusta,Filariasis,DBD,Malaria dan chikungunya dengan mencantumkan konsep dari
semua penyakit yang disebutkan dan cara yang terbaik untuk penatalaksanaannya oleh
petugas kesehatan.
B. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami konsep penyakit Kusta
2. Mengetahui dan memahami konsep penyakit Filariasis
3. Mengetahui dan memahami konsep penyakit DBD
4. Mengetahui dan memahami konsep penyakit Malaria
5. Mengetahui dan memahami konsep penyakit Chikungunya

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kusta
1. Definisi
Penyakit kusta dikenal juga dengan nama Morbus Hansen atau lepra. Istilah
kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha yang berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular kronik yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M leprae) yang intra seluler
obligat menyerang saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan
mukosa traktus respiratorius bagian atas kemudian ke organ lain kecuali
susunan saraf pusat.
2. Epidemiologi
Kusta terdapat dimana-mana, terutama di Asia, Afrika, Amerika Latin,
daerah tropis dan subtropis, serta masyarakat yang sosial ekonominya rendah.
Makin rendah sosial ekonomi makin berat penyakitnya.Sebenarnya kapan
penyakit kusta ini mulai bertumbuh tidak dapat diketahui dengan pasti, tetapi ada
yang berpendapat penyakit ini berasal dari Asia Tengah kemudian menyebar ke
Mesir, Eropa, Afrika dan Amerika.

Sumber penularan adalah kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari
pasien kusta tipe MB (Multi basiler) yang belum diobati atau tidak teratur berobat

(Mansjoer dkk, 2000). Penyakit ini menyerang segala umur namun jarang sekali
pada anak dibawah usia 3 tahun. Hal ini diduga berkaitan dengan masa inkubasi
yang cukup lama. Namun meskipun sebagian besar penduduk di daerah endemik
lepra pernah terinfeksi M. Leprae tidak semua akan terserang penyakit ini karena
kekebalan alamiah terhadap kuman tersebut. Diperkirakan sekitar 15% dari
populasi didaerah endemis kekebalan tubuhnya tidak cukup untuk membunuh
kuman yang masuk dan kemungkinan suatu saat bisa terserang penyakit ini
3. Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh M .leprae yang ditemukan oleh G.H.
Armauer Hansen tahun 1873 di Norwegia.masa membelah diri M.Leprae 12-21
hari dan masa tunasnya 40 hari-40 tahun.Basil ini bersifat tahan asam, bentuk
pleomorf lurus, batang ramping dan sisanya berbentuk paralel dengan kedua
ujung-ujungnya bulat dengan ukuran panjang 1-8 um dan diameter 0,25-0,3 um.
Basil ini menyerupai kuman berbentuk batang yang gram positif, tidak bergerak
dan tidak berspora. Dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen basil yang hidup dapat
berbentuk batang yang utuh, berwarna merah terang, dengan ujung bulat (solid),
sedang basil yang mati bentuknya terpecah-pecah (fragmented) atau granular.
Basil ini hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu rendah dan tidak dapat
dikultur dalam media buatan (in vitro).Basil ini bersifat obligat intraseluler yang
menyerang saraf perifer,kulit dan organ lain seperti mukosa saluran pernapasan
bagian atas,hati dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat.
4. Factor penyebab kejadian penyakit kusta
a. Agent
Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, kulit dan
jaringan tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. Kusta adalah penyakit
yang disebabkan oleh bakteri M. leprae yang menyerang kulit, saraf tepi di
tangan maupun kaki, dan selaput lendir pada hidung, tenggorokan dan
mata.
Kuman ini satu genus dengan kuman TB dimana di luar tubuh
manusia, kuman kusta hidup baik pada lingkungan yang lembab akan
tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari. Kuman kusta dapat bertahan

hidup pada tempat yang sejuk, lembab, gelap tanpa sinar matahari sampai
bertahun-tahun lamanya. Kuman Tuberculosis dan leprae jika terkena
cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain itu. Seperti halnya
bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan
dengan kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80% volume
sel bakteri dan merupakan hal esensial untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidup sel bakteri. Kelembaban udara yang meningkat
merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen termasuk yang
memiliki rentang suhu yang disukai, merupakan bakteri mesofilik yang
tumbuh subur dalam rentang 25-400C, tetapi akan tumbuh secara optimal
pada suhu 31-370C.
b. Host
Manusia merupakan reservoir untuk penularan kuman seperti
Mycobacterium tuberculosis dan morbus Hansen, kuman tersebut dapat
menularkan pada 10-15 orang. Menurut penelitian pusat ekologi kesehatan
(1991), tingkat penularan kusta di lingkungan keluarga penderita cukup
tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3
orang di dalam rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman
ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih baik jika ventilasi
ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa menangkap kuman.
c. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host baik
benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang
terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain.
Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik, lingkungan fisik
terdiri dari : keadaan geografis (dataran tinggi atau rendah, persawahan
dan lain-lain), kelembaban udara, suhu, lingkungan tempat tinggal.
Adapun lingkungan non fisik meliputi : sosial (pendidikan, pekerjaan),
budaya (adat, kebiasaan turun temurun), ekonomi (kebijakan mikro dan
local) dan politik (suksesi kepemimpinan yang mempengaruhi kebijakan
pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit).

Faktor resiko lingkungan antara lain:


a. Pencahayaan
Rumah sehat memerlukan cahaya yang cukup khususnya cahaya alam berupa
cahaya matahari yang berisi antara lain ultra violet. Cahaya matahari minimal
masuk 60 lux dengan syarat tidak menyilaukan. Pencahayaan rumah yang tidak
memenuhi syarat berisiko 2,5 kali terkena Tuberculose dan kusta dibanding
penghuni yang memenuhi persyaratan di Jakarta Timur (Pertiwi, 2004) dan pada
kusta pun terjadi hal yang sesuai dengan TB tersebut. Semua cahaya pada
dasarnya dapat mematikan, namun tentu tergantung jenis dan lama cahaya
tersebut.
b. Kepadatan kondisi rumah
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh
bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya
akan menyebabkan brjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena selain
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi, terutama tuberculose dan leprae akan mudah menular
kepada anggota keluarga yang lain, dimana seorang penderita rata-rata dapat
menularkan 2-3 orang di dalam rumahnya.
c. Kelembaban
Kelembaban udara adalah prosentase jumlah kandungan air dalam udara.
Kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu :
a) Kelembaban absolute, yaitu uap air per unit volume udara;
b) Kelembaban nisbi (relatif), yaitu banyaknya uap air dalam udara pada suatu
temperature terhadap banyaknya uap air pada saat udara jenuh dengan uap air
pada temperature tersebut.
Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi
syarat kesehatan dalam rumah adalah < 40% atau > 70%.Rumah yang tidak
memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh
bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan virus.

5. Klasifikasi
Klasifikasi WHO (1982) yang kemudian disempurnakan pada tahun
1997 : Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe
yaitu tipe Paucibacillary (PB) dan Multibacillary (MB). Dasar klasifikasi ini
adalah negatif dan positifnya basil tahan asam (BT) dalam skin smear. Pedoman
utama untuk menentukan klasifikasi/tipe penyakit kusta menurut WHO adalah
sebagai berikut :
Tanda Utama

Paucibacillary Baciler (PB)

Multibacillary

Baciler

(MB)
Bercak Kusta
-

Jumlah

1-5

Banyak

Ukuran

Kecil dan besar

Kecil

Distribusi

Unilateral/bilateral

Bilateral & simetris

Konsistensi

Kering dan kasar

Halus & berkilat

Batas

Tegas

Kurang tegas

Kehilangan rasa

Selalu ada&jelas

Tidak jelas

Kehilangan

Bercak

Bercak berkeringat

kemampuan
berkeringat
rambut

dan
dibagian

tidak

berkeringat dan ada

dan rambut tidak

rambut yang rontok

rontok

pada bercak

bercak rontok
Infiltrate
-

Kulit

Tidak ada

Ada

dan

kadang

tidak ada
-

Membrane mukosa

Tidak pernah ada

tersumbat
perdarahan

Ada

dan

kadang

tidak ada
di

hidung
Ciri hidung

Central

Penebalan saraf tepi

penyembuhan ditengah
pelana,suara sengau
Lebih
sering
terjadi Terjadi
pada
tahap
mula,asimetris

Healing Ginekomastia,hidung

lanjut,lebih

dari

dan

Deformitas cacat

simetris
Asimetris dan terjadi pada Terjadi pada tahap lanjut

Sediaan apusan

tahap mula
BTA negatif

BTA Positif

6. Manifestasi Klinis
Menurut WHO 1995 tanda gejala kusta adalah :
1) Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.Lesi kulit dapat
tunggal atau multiple biasanya hipopigmentasi tetapi kadang terdapat
kemerahan .Kehilangan sensibilitas pada lesi akibat dari kerusakan saraf
tepi yang dapat mengakibatkan kelemahan otot.
2) Terdapat penebalan saraf tepi dan nyeri tekan
Tanda gejala berdasarkan jenis kusta:
1) Kusta kering(Tipe tuberkuloid)
Kusta jenis ini tidak menular.Kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar
uang logam,jumlahnya hanya beberapa ,sering ada di pipi,punggung,pantat,paha
dan lengan.Bercak terlihat kering.Bentuk ini sering di dapatkan pada orang
Indonesia yang daya tahan tubuhnya terhadap kusta cukup tinggi.
2) Kusta bentuk basah(tipe lepromatosa)
Kusta jenis ini menular karena banyak kuan dapat ditemukan diselaput lender
hidung,kulit dan tubuh bagian lain.Jumlahnya lebih sedikit dan sering terjadi pada
orang dengan daya tahan tubuh terhadap kusta rendah.Kelainan kulit seperti
kemerahan,terlihat mengkilap dan berminyak,terdapat benjolan seperti biji jagung
dibagian tubuh,wajah,daun telinga yang disertai dengan rontoknya alis
mata,menebalnya cupingg hidung.
7. Tingkat kecacatan pada penderita kusta
Kerusakan saraf pada pendirita kusta meliputi :
a. Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/mati rasa (anestesi).
Akibat kurang/mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka.
Sedangkan pada kornea mata akan mengakibatkan kurang/hilangnya reflek kedip
sehingga mata mudah kemasukan kotoran, benda-benda asing yang dapat
menyebabkan infeksi mata dan akibatnya buta.
b. Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/lumpuh dan lama-lama otot
mengecil (atrofi) oleh karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki

menjadi bengkok (clow hand/clow toes) dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada
sendi, bila terjadi kelemahan/ kekakuan pada mata, kelopak mata tidak dapat
dirapatkan (lagoptalmus).
c. Kerusakan fungsi otonom
Terjadinya gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi
darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras, dan akhirnya dapat
pecah-pecah. Pada umumnya apabila terdapat kerusakan fungsi saraf tidak
ditangani secara tepat dan tepat maka akan terjadi cacat ke tingkat yang lebih
berat
8. Pencegahan
a. Pencegahan primer
Penyuluhan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat dan memiliki
resiko tertular karena berada disekitar penderita dengan cara memberikan
penyuluhan

tentang

kusta.Penyuluhan

yang

diberikan

berupa

pengetahuan,kemauan dan kemampuan masyarakat untuk memelihara


,meningkatkan dan melindungi diri dari resiko penyakit kusta (Depkes
RI,2006).
b. Pencegahan sekunder
Pengobatan pada penderita kusta
Tujuannya adalah untuk memutuskan rantau penularan,menyembuhkan
penyakit,mencegah terjadinya kecacatan.Pemberian MDT(Multi Drug
Theraphy) pada penderita kusta terutama tipe Multibaciler karena tipe
tersebut merupakan sumber kuman yang dapat menular.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan cacat kusta
a) Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita
sebelum cacat,pengobatan secara teratur dan penanganan reaksi
untuk mencegah terjadinya kerusakan saraf
b) Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri untuk
mencegah luka dan perawatan mata,tangan atau kaki yang sudah

mengalami gangguan fungsi saraf


Rehabilitasi Kusta
Rehabilitasi kusta mrupakan proses pemulihan untuk memperolehh
fungsi

penyesuaian

diri

secara

maksimal

atas

mempersiapkan penderita cacat secara fisik,mental,social.

usaha

untuk

9. Kejadian penyakit kusta di daerah pesisir dan aliran sungai.


Kejadian kusta didaerah pesisir dan aliran sungai cukup tinggi,hal ini disebabkan
karena banyak factor yang mencetuskan terjadinya penyakit tersebut.Salah
satunya adalah kelembaban udara,kebersihan air dan kondisi rumah.Didaerah
pesisir dan aliran sungai memiliki suhu yang cenderung dingin dan terdapat air
sungai yang kurang sesuai dengan standar air bersih.Keadaan seperti ini menjadi
tempat berkembangbiaknya bakteri terutama bakteri M.Leprae ini.Selain itu
kebersihan dan pengetahuan yang minim juga ikut berkontribusi dalam penularan
penyakit kusta ini.
B. Filariasis
1. Definisi
Filariasis atau kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh
infeksi cacing filarial dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Cacing Filaria
hidup di saluran dan kelenjar getah bening
2. Epidemiologi
Data WHO 2008 menunjukkan bahwa di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang
berada di lebih dari 83 negara berisiko tertular filariasis, dan lebih dari 60% negaranegara tersebut berada di Asia Tenggara. Diperkirakan lebih dari 120 juta orang
diantaranya sudah terinfeksi dengan 43 juta orang sudah menunjukkan gejala klinis
berupa pembengkakan anggota tubuh di kaki atau lengan (Lymphoedema) atau anggota
tubuh lainnya. Penyakit ini tersebar luas terutama di pedesaan, dapat menyerang semua
golongan umur baik anak-anak maupun dewasa, laki-laki dan perempuan.
Kasus filariasis di Indonesia pada tahun 2009 dilaporkan sebanyak 11.914 kasus.
Tiga provinsi dengan jumlah kasus filariasis terbanyak adalah Nanggroe Aceh
Darussalam (2.359 orang), Nusa Tenggara Timur (1.730 orang) dan Papua (1.158 orang)
(Kemenkes RI, 2010).
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan di masyarakat propinsi Riau. Dari
sebelas kabupaten atau kota penderita filaria terbanyak di kabupaten Indragiri Hulu
(149kasus) dan terendah di Kota Pekanbaru (2 kasus). Walaupun filariasis jarang
menyebabkan kematian tapi ia merupakan punca keempat terbesar di dunia yang
menyebabkan lumpuh.

Gambaran Kasus Filariasis Di Propinsi Riau tahun 2011dari DinKes Propinsi Riau
Daerah Endemis Filariasis
Kab/Kota

Puskemas

Jumlah

Kasus

Desa

Elephantiasi

Pekanbaru

Kampar

Indragiri Hulu

40

149

Indragiri Hilir

24

60

Bengkalis

Siak

13

Dumai

14

Rokan Hilir

20

47

Pelalawan

Rokan Hulu

Kuantan Singingi

10

PROPINSI

43

147

323

3. Etiologi
Penyebab dari filariasis adalah infeksi oleh cacing filarial. Parasit
memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju
pembuluh limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari
larva(microfilaria) menjadi cacing dewasa. cacing dewasa akan menghasilkan
produk yang akan menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah limfa.
Di Indonesia Filariasis paling banyak disebabkan oleh
- Cacing Wuchereria Bancrofti
- Cacing Brugia Malayi
- Cacing Brugia Timori
Faktor yang mempengaruhi
- Lingkungan fisik
Termasuk iklim, suhu udara, kelembaban udara, hujan, sinar matahari,
kondisi geografis suatu daerah misalnya rawa rawa dan kondisi air serta
tumbuhan
-

air

(eceng

perkembangbiakan nyamuk
Lingkungan Sosial

gondok)

yang

bisa

menjadi

tempat

Mengenai pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat tentang penyakit


-

serta adat istiadat dan kebiasaan masyarakat


Ekonomi
Pekerjaan yang mayoritas bertani dan mencari rotan jadi resiko terkena

gigitan nyamuk
4. Cara penularan
Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang
yang telah tertular sebelumnya darah yang tertular mengandung larva dan akan
ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau
menghisap darah orang tersebut.
5. Manifestasi Klinis
a. Demam berulang
b. Terdapat benjolan yang terasa panas dan nyeri pada paha, ketiak
c. Teraba adanya tali yang berwarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha
atau ketiak kearah ujung kaki atau tangan
d. Pembesaran pada tangan, kaki, skrotum, payudara dan vagina
e. Filarial Abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah
bening dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
6. Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki
gajah adalah membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh
penderita, sehingga tingkat penularan dapat ditekan dan dikurangi.
berikut beberapa tatalaksana yang bisa dilakukan dalam filariasis :
a. Bed rest untuk kondisi akut
b. Diet dan aktivitas
Makanan berlemak dibatasi pada individu dengan

filariasis

limfatik.Individu dengan filariasis limfatik kronis didorong untuk


memobilisasi (dengan dukungan kompresi perban) anggota badan yang
terkena.
c. Dietilkarbamasin {diethylcarbamazine (DEC)} adalah obat filariasis yang
ampuh

baik

untuk

filariasis

bancrofti

maupun

malayi,

bersifat

makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini tergolong murah, aman dan


tidak ada resistensi obat. Penderita yang mendapatkan terapi obat ini
mungkin akan memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang
bersifat

sementara

dan

mudah

diatasi

dengan

obat

simtomatik.Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis.


Pengobatan diberikan oral sesudah makan malam 3x 2mg/hr, diserap

cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan


diekskresi melalui air kemih. Dietilkarbamasin tidak diberikanpada anak
berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit
berat atau dalam keadaan lemah.
d. Anti mikroba untuk infeksi sekunder
7. Pencegahan
Usaha pencegahan Filariasis yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah
sebagai berikut :
a. Berusaha menghindarkan dari gigitan nyamuk vektor (mengurangi kontak
dengan vektor) dengan cara :
- Menggunakan kelambu sewaktu tidur.
- Menutup lubang ventilasi rumah dengan kawat kasa nyamuk.
- Pembersihan tanaman air pada rawa rawa yang merupakan tempat
-

perindukan nyamuk
Pembersihan semak semak disekitar rumah
Menimbun mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai

tempat perindukan nyamuk


b. WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global (The Global Goal of
Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The
Year 2020). Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan massal
dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun di lokasi
daerah endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis
untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitaannya.
8. Peran perawat
a. Promosi berupa pemberian informasi serta pencegahan filariasis
1) Memberikan informasi berupa penyuluhan atau pendidikan kesehatan
kepada masyarakat tentang filariasis dan bagaimana proses penularannya.
2) Memberikn informasi gelaja filariasis.
3) Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat untuk
Memberantas jentik-jentik nyamuk dengan membersihkan bak air di
rumah-rumah terutama pada daerah pesisir dan aliran sungai.
4) Memberikan informasi serta mengajak warga untuk mengikuti program

pengobatan massal filariasis di puskesmas.


5) Memberikan informasi ke[ada masyarakat untuk segera memeriksakan
diri ke puskesmas atau tenaga kesehatan apabila tetangga atau keluarga
terkena filariasis.

6) Memberikan informasi tentang pencegahan agar terhindar dari penyakit


filariasis dengan cara:
a. Berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk penular.
b. Membersihkan tanaman air pada rawa-rawa/pada daerah perairan
yang terdapat dilingkungan sekitar yang merupakan tempat
perindukan

nyamuk.

Serta

menimbun,

mengeringkan

atau

mengalirkan genangan air afgar tidak digunakan sebagai tempat


perindukan nyamuk.
c. Membersihkan semak-semak disekitar rumah.
d. Terhindar dari gigitan nyamuk peyebab filariasis dengan cara:
Tidur menggunakan kelambu.
Lubang angin (ventilasi) rumah ditutup kawat kasa halus
Memasang obat nyamuk
Memakai obat gosok anti nyamuk
Membersihkan tempat-tempat perindukan nyamuk
Melakukan penyemprotan untuk membunuh nyamuk dewasa
Ciptakan lingkungan yang bersih serta bebas dari nyamuk demi

menghindari tertularnya penyakit kaki gajah.


Pemberantasan nyamuk berupa fogging ini sangat membantu

dalam pemberantasan mata rantai penularan.


b. Cara Mengobati Penyakit Kaki Gajah
Ketika seseorang mengetahui adanya penyakit kaki gajah pada dirinya, maka
segeralah ke rumah sakit agar dilakukan pembasmian larva yang berkembang
pada tubuh penderita. Pembasmian berguna untuk mengurangi dan menekan laju
penularan.
Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah
adalah membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh penderita,
sehingga tingkat penularan dapat ditekan dan dikurangi.
1) Pemberian obat massal pencegahan (pomp) filariasis.
Pemberian obat Filariasis di seluruh dunia bertujuan untuk
mengeliminasi filariasis dengan cara menghilangkan kejadian penularan
dari penderita kepada calon penderita filariasis. Penularan akan menurun
atau bahkan tidak terjadi bila jumlah mikrofilaria yang beredar dalam
masyarakat sangat rendah sehingga meskipun ada nyamuk sebagai vektor,
tetapi gigitannya tidak akan mampu menularkan filariasis karena rendahnya
jumlah mikrofilaria dalam darah penderita. Program Pemberian Obat

Massal Pencegahan (POMP) Filariasis merupakan tindakan public health


approach, yang mementingkan keselamatan rakyat banyak diatas
kepentingan individu.
Pada kasus filariasis, hal ini dimungkinkan karena tersedia obat
yang efektif dan relatif aman sehingga dapat dilakukan tindakan
pengobatan massal secara blanket approach. Artinya; obat diberikan
kepada setiap orang dalam satu wilayah tanpa memeriksa satu per satu
lebih dahulu untuk menentukan apakah seseorang menderita filariasis atau
tidak. Setiap orang yang tinggal di daerah dengan kepadatan filaria tertentu
akan diberi obat sehingga kepadatan filarial di daerah tersebut akan
menurun. Pemeriksaan darah lebih dahulu yang dimaksudkan untuk
menemukan penderita yang akan diobati tidak bermanfaat, karena tidak
semua penderita menunjukkan mikrofilaria positif dalam test darah
malamnya.
Obat yang saat ini digunakan untuk pengobatan massal berdasarkan
kesepakatan global di bawah arahan WHO adalah Dietilkarbamazin (DEC)
ditambah Albendazol, diberikan dalam dosis tunggal sekali setahun dan
diulang sekali setiap tahun selama lima tahun di daerah endemis filariasis.
Dalam riwayat Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) Filariasis di
Indonesia DEC selalu digunakan karena DEC adalah obat pilihan untuk
filariasis. Obat ini membunuh mikrofilaria, akan tetapi efeknya pada filaria
dewasa masih dipertanyakan. Albendazol dipakai untuk membunuh filarial
dewasa. Albendazol selama ini merupakan obat bebas yang dipakai untuk
mengobati investasi cacing dalam usus.
2) Pengobatan selektif dilakukan kepada orang yang mengidap microfilaria
serta anggota keluarga yang tinggal berdekatan dengan penderita.
3) Pengobatan individual (penderita kronis) semua kasus klinis obat DEC mg,
3x sehari selama 10 hari.
C. Demam berdarah dengue (DBD)
1. Definisi
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh
nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam
(Brooker, 2001).

Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak,


remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau
sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati,
demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa
menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan
(ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
2. Epidemiologi
Demam berdarah dengue di Indonesia pertama kali dicurigai terjangkit di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian virologiknya baru diperoleh pada
tahun 1970. Demam berdarah dengue pada orang dewasa dilaporkan pertama kali
oleh Swandana (1970) yang kemudian secara drastis meningkat dan menyebar ke
seluruh Dati I di Indonesia.
Faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus Demam
Berdarah Dengue sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi
(2) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali (3) Tidak ada kontrol
vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis dan (4) Peningkatan sarana
transportasi.
Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap
tempat, maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setipa tempat. Di Jawa
pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus
sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April Mei setiap tahun.
3. Karakteristik penyakit
Memahami ciri ciri atau karakteristik dari penyakit menyeramkan ini
tidak hanya dibutuhkan oleh pihak kesehatan saja, tapi semua masyarakat
termasuk anak anak. Tujuannya tentu saja mengarahkan pada bagaimana upaya
maksimal melakukan pencegahan agar penyakit demam dapat dihindari dari
lingkungan. Berikut ini beberapa ciri dari penyakit demam berdarah yang dapat
dicek di lingkungan sekitar kita, yaitu:
a. Demam tinggi terus menerus selama 2 7 hari dengan suhi di atas 38
derajat Celsius. Demam seperti ini umumnya tidak bias diturunkan dengan

obat penurun panas atau dikompres. Oleh karena itu, jangan menganggap
remeh cirri pertama ini. Silakan segera mengkonsultasikan dengan dokter
jika dibutuhkan segera.
b. Seluruh persendian tubuh terasa sakit, nyeri, pegal, dan linu. Jika anak
anak yang mengalami, biasanya mereka hanya tampak semakin rewel
dengan tangisannya karena belum dapat menyampaikan dengan pasti apa
yang mereka rasakan di tubuhnya.
c. Perut terasa nyeri dan mual. Cirri inipun sama dengan sebelumnya jika
terjadi pada anak anak. Karena itu, para orang tua hendaknya
mewaspadai sejak dini.
d. Kepala terasa sangat pusing. Jangan sembarangan memilih serta meminum
obat pusing jika cirri ini anda alami selain cirri lainnya. Segera periksakan
ke dokter agar tidak terjadi hal di luar dugaan.
e. Wajah akan memerah karena demam, dan mata terasa panas. Hal ini dapat
diamati secara langsung oleh orang di sekitar anda juga. Hendaknya cirri
ini menjadikan anda tidak mudah menggunakan obat luar untuk
mengobatinya.
f. Sulit BAB atau malah diare.
g. Muncul bintik-bintik merah dipermukaan kulit. Salah satu siri bintiknya
adalah tidak akan hilang walaupun ditekan oleh jari.
h. Mimisan, perdarahan seperti ini sebenarnya adalah tanda-tanda penyakit
DBD yang sudah cukup terlambat untuk ditangani.
Ciri cirri atau karakteristk demam berdarah menurut medis:
a. Jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3 (normal : 150 450/mm3)
b. Adanya pembesaran organ hati dan limfa.T
c. erjadinya pengentalan darah, nilai hematokrit atau Hct meningkat 20 %
Itulah beberapa ciri DBD yang hampir tidak ada bedanya dengan demam
biasa. Bila anda atau orang terdekat anda mengalami cirri-ciri penyakit DBD
seperti diatas , sebaiknya jangan ragu untuk segera ke dokter dan melakukan
periksa darah. Alasannya tentu saja karena penyakit DBD hanya bias diketahui
lewat pemeriksaan kadar trombosit dalam darah.
4. Etiologi
a. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus

dengue tipe 1,2,3 dan 4. Keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia
dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis.
b. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes alboptictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.
Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat
bejana bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus).
Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari
terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.
c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia
akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia
masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus
dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang
yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dan dapat pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat
imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
5. Manifestasi klinis
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan
masa inkubasi anatara 13 15 hari, tetapi rata-rata 5 8 hari. Gejala klinik timbul
secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadangkadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat
pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan
bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan,
lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal. Eksantem yang klasik
ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 12 jam sebelum suhu
naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama
beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 6, mula mula berbentuk makula
besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-

bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian
menjalar ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang
dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mulamula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5.
Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura,
ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya
dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan
tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan
lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan
tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat bervariasi.
Spektrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang
tidak spesifik, Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, hingga yang paling
berat yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS), (Soegijanto, 2000).
Diagnosis Demam Berdarah Dengue ditegakkan berdasarkan kriteria
diagnosis menurut WHO tahun 1997, terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang
berlebihan (overdiagnosis).
Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4
derajat, yaitu:
Derajat I: demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan

manifestasi perdarahan spontan satu-satunya adalah uji tourniquet positif.


Derajat II: gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit

spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat.


Derajat III: didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut,

kulit dingin dan lembab, gelisah.


Derajat IV: syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan

tekanan darah tidak terukur.


6. Pencegahan
Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam
mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas

nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan


menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum
memperlihatkan hasil yang memuaskan. Pencegahan penyakit DBD sangat
tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti (Rozendaal
JA., 1997). Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat, yaitu:
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk dan perbaikan desain
rumah.
b. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik.
c. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan (fogging) (dengan
menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi
kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk
abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong
air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu
menutup, menguras dan mengubur barang-barang yang bisa dijadikan sarang
nyamuk. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan
pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent,
memasang obat nyamuk dan memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi
setempat (Deubel V et al., 2001)
7. Pengobatan
Bagian terpenting dari pengobatannya adalah terapi suportif. Sang pasien
disarankan untuk menjaga penyerapan makanan, terutama dalam bentuk cairan.
Jika hal itu tidak dapat dilakukan, penambahan dengan cairan intravena mungkin
diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan.

Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji
bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi
jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena. Meskipun
demikian kombinasi antara manajemen yang dilakukan secara medik dan
alternatif harus tetap dipertimbangkan.
8. Komplikasi
Kebanyakan orang yang menderita DBD pulih dalam waktu dua minggu.
Namun, untuk orang-orang tertentu dapat berlanjut untuk selama beberapa
minggu hinga berbulan-bulan. Gejala klinis yang semakin berat pada penderita
DBD dan dengue shock syndromes dapat berkembang menjadi gangguan
pembuluh darah dan gangguan hati. Hal ini tentu dapat mengancam jiwa.
Sindrom Syok Dengue (SSD)
Seluruh kriteria Demam Berdarah Dengue (DBD) disertai
kegagalan sirkulasi dengan manifestasi:
- Nadi yang cepat dan lemah
- Tekanan darah turun ( 20 mmHg)
- Hipotensi (dibandingkan standar sesuai umur)
- Kulit dingin dan lembab
- Gelisah
Sindrom syok dengue, menurut sumber lain3: pada penderita
DBD yang disertai syok, setelah demam berlangsung selama beberapa
hari, keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk. Pada sebagian besar
penderita ditemukan tanda kegagalan peredaran darah yaitu kulit teraba
lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lemah,
kecil sampai tidak dapat diraba. Tekanan darah menurun menjadi 20
mmHg atau kurang, dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
lebih rendah. Penderita kelihatan lesu, gelisah, dan secara cepat masuk
dalam fase kritis syok. Penderita seringkali mengeluh nyeri di daerah
perut sesaat sebelum syok timbul. Nyeri perut hebat seringkali
mendahului perdarahan gastrointestinal, dan nyeri di daerah retrosternal
tanpa sebab yang dapat dibuktikan memberikan petunjuk terjadinya
perdarahan gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode
demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
Tatalaksana sindrom syok dengue sama dengan terapi DBD, yaitu
pemberian cairan ganti secara adekuat. Pada sebagian besar penderita,

penggantian dini plasma secara efektif dengan memberikan cairan yang


mengandung elektrolit, ekspander plasma, atau plasma, memberikan hasil
yang baik. Nilai hematokrit dan trombosit harus diperiksa setiap hari
mulai hari ke-3 sakit sampai 1-2 hari setelah demam menjadi normal.
Pemeriksaan inilah yang menentukan perlu tidaknya penderita dirawat
dan atau mendapatkan pemberian cairan intravena.
Komplikasi menurut sumber lain:
1) Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD
yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia,
hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya
ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah
otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang
menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar
darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan
dengan kegagalan hati akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka
bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HC03- danjumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan
laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) :
glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan
dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat
perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila
terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg
selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah
cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.
Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk
mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa.
Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya

antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam


hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi
yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan
dapat diberikan asam amino rantai pendek.
2) Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal,
sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai
sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal
maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular,
penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik.
Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk
mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg
berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik,
sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang.
Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis,
ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin.
3) Udem paru
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai
akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari
sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak
akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih
terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila
hanya

melihat

penurunan

hemoglobin

dan

hematokrit

tanpa

memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan,


disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran
udem paru pada foto rontgen dada.
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan
semakin beratnya bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan
shock syndrome. Komplikasi paling serius walaupun jarang terjadi adalah
sebagai berikut:

Dehidrasi
Pendarahan
Jumlah platelet yang rendah
Hipotensi
Bradikardi
Kerusakan hati
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable)
sampai 2-4 cm di bawah lengkung iga kanan, derajat pembesaran hati
tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Untuk menemukan pembesaran
hati ,harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati
sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai
ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini
berhubungan dengan adanya perdarahan.
4) Gangguan neurogik (kejang, ensephalopati)
9. Peran perawat
Peran utama perawat terhadap penderi penyakit endemik DBD ini adalah
memberikan perawatan sesuai dengan diagnosa keperawatannya. Perawatan ini
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dari pasien sehingga nyawa pasien dapat
diselamatkan. Semakin banyak nyawa pasien yang diselamatkan, maka semakin
sedikit tigkat mortalitas pada kawasan endemik tersebut, namun sebaliknya jika
banyak penderita DBD mendapatkan perawatan yang kurang optimal, maka
tingkat kematian penderita DBD akan semakin meningkat.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang spesifik dalam sistem pelayanan
keperawatan tetap bersatu dengan pelayanan kesehatan. Setiap anggota tim
kesehatan adalah anggota potensial dalam kelompok yang dapat mengatur,
merencanakan dan menilai tidakan yang diberikan.
Dalam memberikan asuhan keperawatan kegiatan yang ditekankan adalah
upaya preventif dan promotif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif,
rehabilitatif dan resosialitatif
a. Upaya Promotif
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat dengan jalan memberikan:
1) Penyuluhan kesehatan masyarakat
2) Peningkatan gizi

3) Pemeliharaan kesehatan perseorangan


4) Pemeliharaan kesehatan lingkungan
5) Olahraga secara teratur
6) Rekreasi
b. Upaya Preventif
Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan
gangguan terhadap kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat melalui kegiatan:
1) Imunisasi massal terhadap bayi, balita serta ibu hamil
2) Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui

Posyandu,

Puskesmas maupun kunjungan rumah


c. Upaya Kuratif
Upaya kuratif ditujukan untuk merawat dan mengobati anggota-anggota
keluarga, kelompok dan masyarakat yang menderita penyakit atau masalah
kesehatan, melalui kegiatan:
1) Perawatan orang sakit di rumah (home nursing)
2) Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari
Puskesmas dan rumah sakit.
d. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderitapenderita yang dirawat di rumah.
10. Prognosis
Prognosis DBD berdasarkan kesuksesan dalam tetapi dan penetalaksanaan
yang dilakukan. Terapi yang tepat dan cepat akan memberikan hasil yang optimal.
Penatalaksanaan

yang

terlambat

akan

menyebabkan

komplikasi

dan

penatalaksanaan yang tidak tapat dan adekuat akan memperburuk keadaan.


Kematian karena demam dengue hampir tidak ada. Pada DBD/SSD
mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang,
dan Jakarta menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya
lebih ringan pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak.
DBD Derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik,
penatalaksanaan yang cepat, tepat akan menentukan prognosis. Umumnya DBD
Derajat I dan II tidak menyebabkan komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna.
DBD derajat III dan IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana
pasien jatuh kedalam keadaan syok dengan atau tanpa penurunan kesadaran.
Prognosis sesuai penetalaksanaan yang diberikan Dubia at bonam.
D. Malaria
1. Definisi

Malaria adalah penyakit akut dan dapat menjadi kronik yang disebabkan
oleh protozoa (genus plasmodium) yang hidup intra sel (Iskandar Zulkarnain,
1999).
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut dan kronik disebabkan oleh
protozoa ganas plasmodium ditandai dengan demam, anemia, dan spelomegali
(Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran Edisi III, 2001).
Malaria adalah penyakit demam menular yang disebabkan oleh protozoa
ganas plasmodium yang merupakan parasit pada sel darah merah. Malaria
ditularkan oleh nyamuk anopheles dan ditandai oleh serangan menggigil dan
demam berkeringat yang terjadi pada interval yang bergantung pada waktu yang
diperlukan untuk perkembangan generasi bara parasit dalam tubuh (Ghipson. JM.,
Mikrobiologi dan Parasiologi Modern Untuk Perawat, 1996).
Malaria adalah penyakit infeksi yang dapat bersifat akut maupun kronik,
disebabkan oleh protozoa genus plasmodium ditandai dengan demam, anemia dan
splenomegaly.
2. Epidemiologi
a. Orang
Di Indonesia, malaria merupakan masalah kesehatan yang penting, oleh
karena penyakit ini endemik di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di luar
Jawa dan Bali. Epidemi malaria seringkali dilaporkan dari berbagai wilayah
dengan angka kematian yang lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun
dibanding orang dewasa.8 Penelitian Yulius (2007) dengan desain case series di
Kabupaten Bintan Kepulauan Riau tahun 2005-2006 terdapat 384 penderita
malaria, 243 orang (63,3%) laki-laki dan 141 orang (36,7%) perempuan,
kelompok umur 5-14 tahun 23 orang (6%), 15-44 tahun 326 orang (84,9%), dan
>45 tahun 35 orang (9,1%).
Penelitian Yoga dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006) tahun 1999 di
Kabupaten Jepara Jawa Tengah, diperoleh bahwa dari 145 kasus malaria yang
diteliti, 44% berasal dari pekerjaan petani serta tidak ditemukan pada
PNS/TNI/POLRI.21 Penelitian Sunarsih, dkk tahun 2004-2007 dengan desain
kasus kontrol, kasus malaria di wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota
Pangkalpinang banyak diderita responden berumur 21-25 tahun (17,6%), umur
36-40 tahun (14,7%). Namun secara keseluruhan fenomena tersebut menunjukkan

bahwa penyakit malaria menyerang hampir seluruh kelompok umur, 80 orang


mempunyai jenis kelamin laki-laki (58,8%), perempuan 41,2% (56 orang).
b. Tempat
Batas dari penyebaran malaria adalah 64LU (Rusia) dan 32LS
(Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah
permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut
(Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas,
mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik.6 Malaria di
suatu daerah dikatakan endemik apabila kesakitannya yang disebabkan oleh
infeksi alamiah, kurang lebih konstan selama beberapa tahun berturut-turut.
Berdasarkan hasil Spleen Rate (SR), yaitu persentase penduduk yang limpanya
membesar dari seluruh penduduk yang diperiksa pada kelompok umur2-9 tahun,
suatu daerah dapat diklasifikasikan menjadi 4 tingkat endemisitas : 17
1) Hipoendemik SR < 10%
2) Mesoendemik SR 11-50%
3) Hiperendemik SR > 50% (SR dewasa tinggi > 25 %)
4) Holoendemik SR >75 % (SR dewasa rendah).
Berdasarkan AMI, daerah malaria dapat diklasifikasikan menjadi :10
1) Low Malaria Incidence, AMI < 10 kasus per 1.000 penduduk
2) Medium, AMI 10-50 kasus per 1.000 penduduk
3) High, AMI > 50 kasus per 1.000 penduduk
Penelitian Ahmadi, dkk tahun 2008 di di Desa Lubuk Nipis Kecamatan
Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim, terlihat bahwa dari 54 responden, yang
positif malaria terdapat 53 (98,1 %) responden yang mempunyai tempat tinggal
dengan jarak kurang dari 200 m dari hutan/kebun/semak-semak/sawah dan 1 (1,9
%) responden yang mempunyai tempat tinggal yang berjarak lebih dari 200 m.
Digunakan jarak 200 m adalah karena 200 m adalah jarak terbang maksimum
nyamuk.
c. Waktu
Menurut data Profil Dinkes Sumut dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006),
di Propinsi Sumatera Utara terjadi kasus malaria klinis rata-rata 82.405 per tahun
(selama tahun 1996-2000). Penyakit malaria sampai saat ini menduduki rangking
ke-7 dari 10 penyakit terbesar di Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data
laporan bulanan malaria, kejadian malaria di Kawasan Ekosistem Leuser
berdasarkan Annual Malaria Incidence (AMI) terjadi peningkatan malaria, yaitu

dari 12,8 tahun 2003 meningkat menjadi 14,3 tahun 2004 dan 25,4 tahun
2005.
3. Etiologi
Disebabakan

oleh

gigitan

nyamuk

anopheles

yang

mengandung

plasmodium yang terdapat dalam kelenjar ludah nyamuk anopheles, parasit


(protozoa). Protozoa genus plasmodium merupakan penyebab dari malaria yang
terdiri dari empat spesies, yaitu :
1) Plasmodium falcifarum penyebab malaria tropika
2) Plasmodium ovale penyebab malaria ovale
3) Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana
4) Plasmodium malariae penyebab malarua Quartanu
Malaria juga melibatkan proses perantara yaitu manusia maupun vertebra
lainnya, dan rosper definitif yaitu nyamuk anopheles.
Faktor penyebab malaria
1) Nyamuk anopheles : penyakit malaria hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk
2) Manusia hanya rentan terhadap inveksi malaria :secara alami
penduduk disuatu daerah endemis malaria ada yang meudah dan
ada yang sukar terinveksi malaria, meskipun gejala klinis nya
ringan
3) Lingkungan sangat mempengaruhi terhadap penularan malaria,
apabila lingkungan kumuh dan kotor maka malaria mudah
terjangkit
4) Iklim, suhu, dan curah hujan disuatu daerah berperan penting
dalam penularan malaria
Penyebab malaria berdasarkan pendarahan
1) Malaria kongenital (bawaan) : malaria kongenital terhadap pada
bayi baru lahir karena ditularkan oleh ibunya yang menderita
malaria.
2) Penularan mekanik (transfusi malaria ) :inveksi malaria yang
ditularkan melalui transfusi darah dari donor yang terinveksi
malaria dengan pemakaian jarum suntik yang sama.
4. Patofisiologi
Dibagi menjadi 2 :
a. Fase aseksual, dalam tubuh manusia.

Siklus

dimulai

ketika

anopheles

betina

nenggigit

manusia

dan

memasukkan sporozoid yang terdapat pada air liurnya, kedalam darah manusia.
Jasat yang langsing dan lincah ini dalam waktu 30 menit sampai satu jam
memasuki sel parenkim hati dak berkembang biak membentuk skizon hati yang
mengandung ribuan merozoid. Proses ini disebut skitogani eksoeritrosit karena
parasit belum masul kedalam sel darah merah. Lama fase ini berbeda, untuk tiap
spesies plasmodium. Pada akhir fase skizon hati pecah, merozoid keluar, lalu
masuk dalam aliran darah (disebut sporulasi).
Fase eritrosit dimulai saat merozoid dalam darah menyerang sel darah
merah dan membentuk trofozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoid skizon
merozoid. Setelah dua sampai 3 generasi merozoid berubah menjadi bentuk
seksual
b. Fase seksual, dalam tubuh nyamuk.
Jika nyamuk anopheles betina menghisab darah manusia yang
mengandung parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk kedalam perut
nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikrogametosit dan
makrogametosit dan terjadilah pembuahan yangdisebut zygot. Selanjutnya
ookinet menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ooksida. Jika ooksida
pecah, ribuan sporozoid dilepaskan dan mencapai kelenjar air liur nyamuk dan
siap ditularkan jika nyamuk menggigit tubuh manusia.
5. Manifestasi klinis
Pada anamnesa adanya riwayat bepergian ke daeah yang endemis malaria
tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah :
1) Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon
matang (sporulasi) pada malaria tertiana (P. Vivax dan P. Ovale).
Pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke
3, sedangkan malaria kuartania (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam
dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap seangan ditandai dengan
bebeapa serangan demam periodik. Demam khas malaria terdiri atas 3
stadium, yaitu menggigil (15 menit 1 jam), puncak demam (2 6 jam),
dan tingkat berkeringat (2 4 jam). Demam akan mereda secara bertahan

karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada
respon imun.
2) Splenomegali
Merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongeori
menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit
dan jaringan ikat yang bertambah.
3) Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling
kerap adalah anemia karena P. Falciparum. Anemia disebabkan oleh :
a. Penghancuran eritrosit yang berlebihan
b. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama
c. Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritrosit dalam
sum-sum tulang belakang.
d. Ikterus
4) Disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar.
6. Penatalaksaan
1) Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit praeritrosit, yaktu
progruanil, pirimetamin
2) Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit eksoeritrosit, yaitu
primakuin
3) Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit yaitu kina,
klorokuin dan amoalakuin
4) Gametosid yang menghancurkan benuk seksual
5) Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista
dan sporotozoid dalam nyamuk anopheles yaitu primakuin dan pnoguanil.
7. Pemeriksaan penunjang
1) Hapus darah tepi
a. Tetes darah tepi dengan pewarnaan gimsa (spesies parasit)
b. Tetes tebal (lebih sensitive dekteksi parasit)
2) Res serosol
a. IFA (inderat Flovorescen Antibody)
b. IHA (interean Hemoglotinatiaon)
c. Untuk diagnostic akut (+) bila beberapa hari setelah infeksi
parasite
3) Pemeriksaan GBC
8. Komplikasi
1) Malaria serebal adalah kejang-kejang penurunan keadaan sampai koma.
Terjadi karena edema pada otak akibat tersumbatnya pembuluh darah otak
akibat dipenuhi oleh kuman malaria.

2) Malaria imperpirealia; penderita tidak mampu berkeringan sehingga suhu


tubuh terus naik sampai 42-430 C.
3) Gangguan Hepar ; urine menjadi merah tua atau hitam kerena hemoglobin
akibat hemolisis berlebihan.
4) Gangguan tearktus gastro intesitinalis, sehiingga timbul diare hebat,
kadang mengandung lender dan darah.
5) Black Water Fever ; urine menjadi merah tua atau hitam kerena
hemoglobin akibat hemolisis berlebihan.
6) Kambuh kembali
a. Rekrudensi (shor team relapses) yaitu timbul karena parasit
malaria dalam eritrosit menjadi banyak, timbul beberapa minggu
setelah penyakit sembuh.
b. Rekuren (log team relapses) yaitu karena parasit siklus
eksoeristoris masuk dalam darah dan menjadi banyak. Biasanya
timbul kira-kira 6 bulan setelah penyakit sembuh.
9. Penyakit malaria di daerah pesisir dan aliran sungai
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak daerah yang
merupakan kantong malaria, dengan karakteristik epidemiologi yang mungkin
terkaya di dunia. Pada banyak daerah, pemahaman terhadap permasalahan ini
tak pernah tuntas karena kurangnya sumber daya terutama bagi penelitian
epidemiologi, fasilitas laboratorium serta surveilans yang kurang handal.
Penularan penyakit ini pada umumnya justru terjadi di daerah terpencil dan
wilayah perkampungan dengan fasilitas kesehatan yang minim. Topografi daerahdaerah malaria pada umumnya adalah area pesisir dekat lagun dan kolam air atau
area perbukitan dalam hutan atau perkebunan dan di sepanjang sungai musiman.
Dalam laporan Analisis Situasi Malaria di Kabupaten-kabupaten Proyek
ICDC oleh Jan Rozendal dan Lukman Hakim, disebutkan bahwa untuk area
pesisir dekat lagun dan kolam air, area beresiko bagi berkembangnya penyakit
malaria adalah di tepi sungai, lagun, kolam-kolam sekitar hutan bakau, air
tergenang dan empang. Di daerah-daerah seperti ini, kondisi yang memudahkan
penularan malaria tergantung pada faktor-faktor seperti pasang surut air laut,
penyebaran curah hujan dan hunian manusia. Penularan dapat terjadi dalam jarak
beberapa ratus meter dari perindukan nyamuk, sehingga yang beresiko tinggi
adalah masyarakat yang tinggal menetap di rumah-rumah di tempat tersebut.

Laki-laki dewasa yang keluar rumah untuk memancing ikan/lobster dan


mengumpulkan gula aren misalnya, akan beresiko kontak dengan vektor nyamuk.
Sebaliknya, di area perbukitan atau perkebunan dan sepanjang sungai musiman,
puncak kasus malaria terdapat pada daerah-daerah sepanjang sungai, atau dimana
terdapat mata air terbuka. Pada musim kemarau, penularan sering terjadi di luar
pemukiman dekat sumber-sumber air dan tempat pemandian (Mandi Cuci
Kakus/MCK)

yang masih kerap digunakan oleh masyarakat pedesaan.

Masyarakat yang tinggal di dekat area tersebut mempunyai resiko terjangkit.


Desa-desa endemis malaria umumnya mengambil air untuk minum di mata air
dari perbukitan dan dari sumur yang digali yang mulai mengering. Di musim
kemarau, tempat air tersebut menjadi perindukan dan tempat istirahat vektor dan
masyarakat yang datang ke area tersebut menjadi beresiko untuk tergigit.
Dalam beberapa tahun terakhir, kasus malaria di berbagai daerah di
Indonesia dilaporkan meningkat. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2000
namun pada tahun 2001 sudah cenderung menurun. Menurut Rozendaal dan
Hakim, peningkatan kasus ini kemungkinan disebabkan oleh kemudahan
terjadinya kontak antara manusia dan nyamuk melalui pembukaan hutan, seperti
penebangan pohon, perkebunan dan pertambangan; perluasan perkebunan di
hutan perbukitan (salak, kopi, coklat, karet) yang menjadi lingkungan bagi
nyamuk; berkembangnya resistensi terhadap obat yang sering digunakan seperti
Chloroquine dan juga menyebarnya resistensi tersebut serta mutu sistem
pelayanan kesehatan yang menurun sejak krisis. Di Jawa Tengah dan Jogjakarta,
wilayah Malaria adalah di Bukit Menoreh yaitu Kabupaten Kulon Progo,
Purworejo dan Magelang.
Dalam workshop yang diselenggarakan Inisiatif Anti Malaria Indonesia
(IAMI) di Novotel 18 Desember 2003 lalu, Kepala Sub Direktorat Malaria
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menjelaskan tujuan dan strategi
program pengendalian malaria. Tujuan program pengendalian malaria di
Indonesia adalah untuk mengurangi tingkat kesakitan dan kematian akibat malaria
di daerah beresiko, dengan target 25 per 1000 penduduk. Pada tahun 2005
diharapkan tingkat kesakitan dan kematian malaria di Indonesia dapat diturunkan
sebesar 50% dari tahun 2000. Untuk mencapai tujuan tersebut, Dr. Ferdinand

Laihad menyampaikan 4 strategi kegiatan yang akan dilaksanakan Departemen


Kesehatan Pusat.
Pertama adalah memperkuat kemampuan kabupaten dalam merencanakan,
mengatur, melaksanakan dan mengevaluasi upaya pemberantasan malaria yang
sesuai dengan kondisi lokal melalui surveillans terpadu, memperkuat manajemen
logistik obat dan sumber daya dan pemberantasan vektor berdasarkan data.
Kedua adalah meningkatkan kemampuan fasilitas kesehatan untuk
mendiagnosa dan mengobati kasus di daerah beresiko melalui peningkatan mutu
diagnosa dan pengobatan malaria dan meningkatkan kemampuan menentukan
kegagalan pengobatan.
Ketiga adalah meningkatkan upaya promosi untuk

memperkuat upaya

perlindungan diri masyarakat berupa perilaku untuk mencari pengobatan dan


cara-cara mencegah penularan melalui survei perilaku masyarakat, pemberdayaan
masyarakat, kemitraan, advokasi dan kampanye. Strategi keempat adalah
meningkatkan upaya pencegahan penularan dan pengendalian KLB dan
menurunkan penularan melalui survei dinamika penularan dan pemetaan daerah
resiko malaria, pemberantasan vektor yang selektif dan peningkatan kemampuan
deteksi dan penanggulangan KLB. Lebih lanjut, dr. Laihad menyampaikan standar
diagnosa dan pengobatan malaria, yang tergantung pada resistensi parasit malaria
terhadap chloroquin dan primakuin.

Daerah sensitive Chloroquin dan SP


Daerah resisten Chloroquin dan SP
Diagnosis Malaria
Klinis/ tersangka malaria, bila :
Klinis/tersangka malaria bila :
Demam atau riwayat demam 24 jam,
Demam atau riwayat demam 24 jam, sakit
sakit kepala, splenomegali, menggigil kepala, splenomegali, menggigil dan
dan berkeringat.
berkeringat.
Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium :
Sediaan darah tebal dan tipis.
Sediaan darah tebal dan tipis.
Positif bila ditemukan parasit
Positif bila ditemukan parasit aseksual
aseksual dalam darah tepi.
dalam darah tepi.
Negatif bila tak ditemukan parasit
Negatif bila tak ditemukan parasit
aseksual di darah tepi pada 100 aseksual di darah tepi pada 100 lapangan
lapangan pandang besar.
pandang besar.
Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (tes Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (tes
diagnosa cepat) bagi Plasmodium diagnosa
cepat)
bagi
Plasmodium
falciparum.
falciparum.
Pengobatan Radikal.
Pengobatan radikal.
Pengobatan Tersangka Malaria
Chloroquin dan Primakuin.
Chloroquine dan Primakuin.
Bila
positif
Plasmodium
falciparum
ditambah Fansidar.
Pengobatan Malaria
Plasmodium falciparum tak berat:
Plasmodium falciparum tak berat:
Chloroquin dan Primakuin.
Kina dan SP dan Primakuin.
SP dan Primakuin.
Kina dan Doxy dan Primakuin.
Quinine dan Primakuin.
Profilaksis:
Profilaksis:
Doxyciclin.
Chloroquine.
Plasmodium falciparum berat:
Doxycicline.
Quinine per infuse.
Plasmodium falciparum berat:
Ibu hamil Plasmodium falciparum tak berat
Chloroquine im.
Quinine
Quinine per infuse.
Ibu hamil Plasmodium falciparum berat :
Ibu hamil Plasmodium falciparum tak
Quinine injeksi.
berat:
Plasmodium vivax :
Chloroquine.
1.
Chloroquine dan primakuin.
Quinine.
2.
Quinine dan primakuin.
Ibu hamil Plasmodium falciparum berat
:
Chloroquine injeksi.
Quinine injeksi.
Plasmodium vivax :
1. Chloroquine dan primakuin.
2. Quinine dan primakuin.

Pencegahan malaria dapat dilakukan dengan cara memberantas vektor secara


tepat melalui survei dinamika, pemberantasan nyamuk dewasa melalui penyemprotan,
pemberantasan jentik nyamuk melalui larvaciding (pemberantasan jentik nyamuk),
manajemen lingkungan, pencegahan gigitan nyamuk dan pemberdayaan masyarakat.
Pada tahun 2003, Departemen Kesehatan Pusat sendiri melakukan kegiatan-kegiatan
seperti monitoring efficacy di beberapa propinsi, studi tentang obat anti malaria di Timika
dan daerah lain, pemetaan daerah endemis malaria berdasarkan faktor resiko, pelatihan
dinamika penularan dan distribusi media kampanye penyuluhan kesemua propinsi dan
kabupaten di Indonesia. Sedangkan rencana kegiatan pada tahun 2004 diantaranya adalah
memperkenalkan obat anti malaria baru di beberapa propinsi, memperluas monitoring
efficacy ke propinsi lainnya, melanjutkan studi obat anti malaria baru, pemberantasan
vektor sesuai data epidemiologi dan entomologi di beberapa kabupaten, pelatihan
dinamika penularan oleh propinsi, pelatihan entomologi dan mikroskopis tingkat
nasional, pengembangan media kampanye di propinsi dan kabupaten, dan pemberdayaan
masyarakat. Departemen Kesehatan Pusat melakukan fasilitasi dengan menyediakan obat
anti malaria alternatif, mendukung pelatihan tenaga dalam pengenalan obat baru,
mendukung pelatihan dinamika penularan dalam menentukan pemberantasan vektor yang
sesuai,

melakukan

bimbingan

teknis

untuk

daerah

dan

membantu

kegiatan

penanggulangan KLB.
Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria di Indonesia adalah
sebagai berikut:
a.Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku Utara, di wilayah
pantai adalah An. subpictus, An. farauti, An. koliensis dan An. punctulatus
sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. farauti.

b. Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, NTT dan
NTB, vektor yang berperan di daerah pantainya adalah An. subpictus, An.
barbirostris. Khusus di NTB adalah An. subpictus dan An. sundaicus. Sedangkan di
wilayah pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris, An letifer. Khusus
wilayah Kalimantan, selain Anopheles tersebut di atas juga An. balabacencis.
c.Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah pegunungan An.
leucosphyrus, An. balabacencis, An. sinensis, dan An. maculatus.
d. Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah An. sundaicus
dan An. subpictus dan di pegunungan adalah An. maculatus, An. balabacencis dan
An. aconitus.10
9. Peran perawat
a. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan
kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis.
Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria,
risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan
tanda

malaria,

pengobatan

malaria,

pengetahuan

tentang

upaya

menghilangkan tempat perindukan. a.2. Melakukan kegiatan sistem


kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang
cara pencegahan malaria. a.3. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya
menghindari dari gigtan nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap,
tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan
menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria. a.4. Modifikasi
perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai subuh
di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.
b. Pengendalian dengan cara sarang atau tempat berkembang biak serangga
dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi
sarang nyamuk. Termasuk dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak
nyamuk dengan manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada jendela dan
jalan angin lainnya.
E. Cikungunya
1. Definisi
Chikungunya berasal dari bahasa Shawill berdasarkan gejala pada penderita, yang
berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu pada postur penderita

yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyeri sendi ini terjadi
pada lutut pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki.
2. Etiologi
Demam Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV). CHIKV
termasuk keluarga Togaviridae, Genus alphavirus, dan ditularkan oleh nyamuk
Aedes Aegypti.
3. Manifestasi klinis
a. Demam
b. Gejala yang khas :
- Rasa pegal-pegal
- Ngilu
- Sakit pada tulang-tulang
c. Demam dan nyeri akan hilang dalam 5 hari
4. Pencegahan
Satu-satunya cara untuk menghindari penyakit ini adalah membasmi nyamuk
pembawa virusnya dg cara :
a. Menutup bak penampungan air.
b. Menguras penampungan air minimal 1x seminggu.
c. Tidak membiarkan tempat genangan air.
d. Tidak menggantungkan benda seperti baju-baju di ruangan.
e. Membasmi nyamuk dg pengasapan insektisida malation dan jentikjentiknya dengan themopos.
f. Menghindari tempat gelap dan pengap.
g. Membuka jendela kamar/rumah sehingga memungkinkan cahaya matahari

masuk dan pertukaran udara.


h. Penggunaan baju lengan panjang saat terjadi banyak kasus
Menurut Wikipedia, cara menghindari penyakit ini adalah dengan
membasmi nyamuk pembawa virusnya. Ternyata nyamuk ini punya kebiasaan
unik. Pertama, Mereka senang hidup dan berkembang biak di genangan air bersih
seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung
air bersih. Kedua, Serangga bercorak hitam putih ini juga senang hidup di bendabenda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar.
Ketiga, nyamuk ini sangat menyukai tempat yang gelap dan pengap.
Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti maka
cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk
tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam
berdarah dengue. Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah

dari golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya.


malation dipakai dengan cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke
dinding. Hal ini karena Aedes aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan
pada benda-benda yang menggantung.
Masih menurut Wikipedia, pencegahan yang murah dan efektif untuk
memberantas nyamuk ini adalah dengan cara menguras tempat penampungan air
bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali,
mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa
dalam kurun waktu 7-10 hari. Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih
dari benda-benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama pada
musim hujan seperti sekarang. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap
hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat
masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Namun
masyarakat yang tinggal didaerah pesisir dan aliran sungai lebih gampang terkena
penyakit ini disebabkan karena lingkingan di daerah pesisir lebih gampang
berkembangnya nyamuk Aedes aegypti,dikarenakan nyamuk ini lebih cepat
bekembang biaknya di daerah yang lembab, kotor, dan daerah yang penuh dengan
sampah, dan daerah rawan banjir, dimana daerah pesisir adalah daerah yang
rawan banjir.
Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk
tersebut. Kabar baiknya, penyakit ini sulit menyerang penderita yang sama.
Sebabnya, pada tubuh penderita akan membentuk antibodi yang akan membuat
mereka kebal terhadap wabah penyakit ini di kemudian hari. Dengan demikian,
kecil kemungkinan bagi mereka untuk kena lagi.
5. Penanganan
a. Demam Chikungunya termasuk penyakit yang sembuh dengan sendirinya.
Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk penyakit ini.
b. Pengobatan yang diberikan hanyalah terapi menghilangkan gejala
penyakitnya, seperti obat penghilang rasa sakit atau demam seperti
golongan parasetamol.
c. Untuk memperbaiki keadaan umum penderita dianjurkan makan makanan
yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta mengkonsumsi
buah buahan segar

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan:
1. Kusta merupakan salah satu penyakit menular kronik yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium leprae (M leprae) yang intra seluler obligat menyerang saraf perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas
kemudian ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
2. Filariasis atau kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh
infeksi cacing filarial dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Cacing Filaria hidup
di saluran dan kelenjar getah bening
3. Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti.
4. Malaria adalah penyakit infeksi yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan
oleh protozoa genus plasmodium ditandai dengan demam, anemia dan splenomegaly.
5. Cikungunya adalah nyeri sendi yang terjadi pada lutut pergelangan kaki serta
persendian tangan dan kaki yang mengakibatkan tulang penderita meliuk atau
melengkung.
B. Saran
Semoga pembahasan diatas dapat berguna bagi pembaca baik itu kita sebagai
perawat maupun masyarakat, terutama masyarakat yang berada di daerah pesisir dan
aliran sungai agar tingkat perkembangan penyakit-penyakit tersebut dapat ditekan.

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC
Depkes RI Dirjen P2M dan PLP. 1996. Buku Pedoman pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.ed III. Jakarta: Media Aeuscualpius
Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak jilid.2. Jakarta: Salemba
Medika.
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Noer, Sjaifoellah dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Smeltzer C Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Suriadi & Yuliani, Rita. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan Keperawatan pada Anak.
Sagung Seto : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai