FARIDA HALIS DK
PENGERTIAN
Marah merupakan perasaan
jengkel yang timbul sebagai
respon terhadap
kecemasan/kebutuhan yang
tidak terpenuhi yang dirasakan
sebagai ancaman (stuart and
Sundeen, 1995).
ANCAMAN /
KEBUTUHAN
STRESS
MARAH
MERASA KUAT
MENGUNGKAPKAN SECARA
VERBAL
MERASA TIDAK
ADEKUAT
MENJAGA KEUTUHAN
ORANG LAIN
MELARIKAN DIRI/
MENANTANG
MASALAH TIDAK
SELESAI
MENGINGKARI
MARAH
LEGA
MARAH
BERKEPANJANGAN
MARAH TIDAK
TERUNGKAP
KETEGANGAN
MENURUN
RASA MARAH
TERATASI
MUNCUL
RASA BERMUSUHAN
RASA BERMUSUHAN
MENAHUN
MARAH PADA
DIRI SENDIRI
DEPRESI
PSIKOSOMATIS
MARAH PADA
ORANG LAIN
/LINGKUNGAN
AGRESIF/AMUK
Respon adaptif
Asertif
frustasi
Respon maladapatif
pasif
agresif
amuk/kekerasan
Pasif
adalah
kemarahan
yang
tidak
diungkapkan / ditekan
TEORI BIOPSIKOSOSIAL
Ekspresi agresif disebabkan oleh interaksi yang
kompleks antara faktor biologik & psikologik
Menurut CDC (2001; dalam Kneisl; Wilson &
Trigoboff, 2004) faktor yang berhubungan dengan
kekerasan:
Neurobiologi
Hormon
Pengalaman dini masa kecil
Gangguan mental
FAKTOR BIOLOGI
Faktor genetik
Faktor hormonal
Faktor neurotransmitter,
neurofisiologi (Kneisl;
Wilson & Trigoboff, 2004)
FUNCTION
DESCRIPTION
Acetylcholine
Dopamine
Gammaaminobutyric acid
(GABA)
Norepinephrine
Serotonin (5-HT)
TEORI GENETIK
Faktor genetik banyak
berpengaruh pada masalah
pemusatan perhatian dan
agresif pada anak-anak
(Hudziak, Rudiger, Neale,
Health, &Tood, 2000),
Lesch & Mersdorf (2000)
menyebutkan bahwa perilaku
agresif dipengaruhi oleh gen
serotonergik
TEORI-TEORI PSIKOSOSIAL
(Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
TEORI PSIKOANALITIK
Freud (1961): agresif adalah salah satu dari
dorongan (drive) yang bersifat bawaan yang
mempunyai prinsip kesenangan
TEORI PSIKOLOGIKAL
Agresif kemungkinan terjadi karena
kebutuhan dan kekurangan
TEORI SOSIOKULTURAL
Disfungsional keluaarga
Budaya
TEORI PERILAKU
(Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
TEORI HUMANISTIK
Jika seseorang merasa tidak dihargai,
tidak dibutuhkan maka harga diri akan
terancam yang dimanifestasikan dengan
respons agresif
Jika seseorang tidak adekuat, mereka
mulai merasa tidak punya harapan untuk
diri sendiri dan masa depan
Perilaku kekerasan
pada diri sendiri/orang lain
PENGKAJIAN
PENINGKATAN RISIKO KEKERASAN
KEMUNGKINAN BERKAITAN DG
Riwayat kekerasan
Tingkat keparahan psikopatologi
Tingkat permusuhan-curiga, gangguan proses
pikir, dan agitasi-kegembiraan
Lamanya hospitalisasi
Frekuensi rawat inap di RS (Kneisl; Wilson & Trigoboff,
2004)
INDIKATOR VIOLENCE
(Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
VERBAL
Ancaman kejahatan
Suara keras
Kasar
Kata-kata sarcastic
Kata-kata menekan
Respons tidak logis
Berteriak, menjerit
Kondisi takut dan atau
curiga
PERILAKU
Rahang kaku
Dahi berkerut
Tatapan mata tajam
Muka dan leher memerah
Menyeringai
Dilatasi pupil
Gerakan cepat
Tinju mengepal
Kewaspadaan meningkat
Kurangnya staf
Perubahan pada tingkat kemampuan staff,
peningkatan jumlah para profesional
Tingkat kegawatan dari gejala psikiatrik pada
sebagian kecil dari klien yang sangat agresif
(Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
FAKTOR PREDISPOSISI
1.
Psikologis,
Kegagagalan
Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
(perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi
penganiayaan)
2.
Perilaku,
3.
Sosial budaya,
4.
Bioneurologis,
FAKTOR PRESIPITASI
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien,
lingkungan, atau interaksi dengan orang lain
seperti :
1.
Kondisi klien :
2. Situasi lingkungan
ribut, padat,
kritikan yang menghina,
kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan
3. Interaksi sosial yang provokatif dan
konflik
FISIK
Muka merah
Pandangan tajam
Napas pendek
Berkeringat
Sakit fisik
Penyalahgunaan
zat
Tekanan
Darah
SPIRITUAL
Kemahakuasaan
Kebajikan /
kebenaran diri
Keraguan
Tidak bermoral
Kebejatan
Kreativitasterhamb
at
INTELEKTUAL
Mendominasi
Bawel
Sarkasme
Berdebat
Meremehkan
SOSIAL
Menarik diri
Pengasingan
Penolakan
Kekerasan
Ejekan
Humor
MASALAH EPERAWATAN
Perilaku Kekerasan
Resiko mencederai
Harga diri rendah
POHON MASALAH
Resiko mencederai
Orang lain/lingkungan
Perilaku kekerasan
Harga diri rendah
Indikasi Pengikatan
untuk mencegah bahaya pada pasien &orla
mencegah kerusakan lingkungan fisik
untuk mempertahankan terapi sebagai bagian
terapi perilaku yang berkelanjutan
untuk mengurangi jumlah stimulasi yang
diterima pasien
untuk memenuhi permintaan pasien
Ancaman terhadap integritas fisik
berhubungan dengan penolakan pasien untuk
beristirahat, makan dan minum
(American Psychiatric Association) yaitu (Stuart &
Sundenn, 1995)
Prosedur Restraint
Dekati pasien dengan tenang; langsung; dengan
sikap yang tidak menantang
Tawarkan pada pasien untuk melakukan kontrol
diri sendiri, jika tidak mungkin, lakukan langkahlangkah pengekangan
Siapkan beberapa staf yang terlatih
Siapkan tali restraint yang dibutuhkan (kuat dan
lembut)
Lakukan pengesetan perangkat restrain di ruang
seklusi
Prosedur Restraint
Pegang bersama staf lain kedua atau keempat
ekstrermitas pasien.
Menjelaskan secara singkat dan sederhana
kepada pasien alasan dilakukannya restraint.
Pasang restrain ke 4 anggota ekstremitas
dengan sikap yang tidak menimbulkan ketidak
enakan fisik maupun emosional
Longgar tali pengikat 1 jari telunjuk
Ada Yang
Nanya ?