Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

IKTERUS NEONATORUM

Oleh :
Zus levioni, S.Ked

Pembimbing :
Dr. Shelvi , Sp.A

KOAS SMF ANAK


Rumah Sakit Umum Daerah Serang
Juli September 2014

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
Jenis kelamin
TTL
Agama
Alamat
Masuk RS
Nama Ayah
Pekerjaan
Pendidikan

: By.Ny.T
: 3 Hari
: Laki-laki
: Serang, 09-10-2014
: Islam
: Taktakan RT 01 RW 07 Kel.taktakan
: 09-10-2014
: Tn. A.A
: Wirausaha
: Tamat SLTP

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

1 | Page

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu penderita pada tanggal 11 Agustus
2014.
a. Keluhan utama:
Kuning
Riwayat Penyakit Sekarang

Telah lahir seorang bayi laki-laki di RSUD SERANG pada tanggal 09-10-2014
pukul 22.57 secara spontan presentasi kepala

ketuban meconium dari ibu

G3P3A0 usia kehamilan 38 minggu

Bayi mulai terlihat menguning saat usia 0 hari BAB (+)BAK (+) ASI(-) muntah
(-) menangis kuat (+)
APGAR

: 6/7/8

BB

: 3200 gram

PB

: 52 cm

LK

: 33 cm

ANUS

:+

K.BAWAAN

:-

BAB/BAK

: +/+

Riwayat Persalinan dan Kehamilan :


Pasien lahir secara spontan di tolong oleh dokter di RSUD serang dengan usia
kehamilan sesuai perkiraan kelahiran 38 minggu
Selama kehamilan ibu tidak memeriksa kehamilan nya tiap bulan nya, imunisasi ibu
saaat hamil (-).
III.

Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 09 agustus 2014

Keadaan umum

: Sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Berat badan
panjang badan

Tanda Vital

: 3,2 Kg
: 52 cm
: Nadi
Laju napas

: 120 x/menit
: 32 x /menit

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

2 | Page

Suhu

I.

: 37,0 C (axilla)

Status generalis
a) Kepala
: Normocephale,ubun-ubun terbuka
b) Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), sekret -/c) Thorax : Auskultasi
Cor
: BJ I & II reguler, Gallop ( - ), Murmur ( - )
Pulmo
: Bronkoves +/+ , Rhonki-/-, Wheezing -/d) Abdomen : Inspeksi

: Cembung

Auskultasi : Bising usus ( + ) normal


e) Alat kelamin : Tidak ada pembesaran skrotum
f) Ekstremitas :
Superior

Inferior

Akral hangat

+/+

+/+

Akral sianosis

-/-

-/-

Edema

-/-

-/-

< 2 detik

< 2 detik

Capillary Refill

IV.

Pemeriksaan penunjang
Tanggal 10/8/2014
Pemeriksaan

Nilai

Nilai Rujukan

Hemoglobin

13.30 g/dl

15,20-23,60 g/dl

Leukosit

15.250 /uL

9,400.00 34,000.00 /uL

Hematokrit

37.30 %

44.00 72.00 %

Trombosit

399.000 / uL

140.000-440.000/uL

Hematologi

Tanggal 11/08/2014 Jam 12.01

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

3 | Page

Pemeriksaan

Nilai

Nilai Rujukan

Bilirubin total

9,6 mg/dl

0,00-7,00

Bilirubin direk

0,3 mg/dl

0,00-0,40

Bilirubin indirek

9,3 mg/dl

Faal hati

V.

Diagnosis :
Ti AGA SPONTAN + Ikterus neonatorum

VI.

Penatalaksanaan:
-

VII.

Tanggal

Vit K injeksi
Hepatitis B injeksi
Terapi tetes mata / salep mata
Perawatan tali pusat
Fototerapi

Prognosa :

Quo ad vitam

: dubia Ad bonam

Quo ad functionam

: dubia Ad bonam

Follow Up

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

Terapi

4 | Page

11/08/2014
BB: 3,2Kg
PB: 52 Cm
LK :33Cm

S/ Kuning
O/
KU : Sedang
TD : T : 37,0 C

Cek bilirubin total direk


KS : Composindirek
Mentis kalau lebih dari
10mg/dl
rawat ruang bayi
N :120 x/menit
R : 32 x/menit
kurang dari 9 mg/dl boleh
pulang, kontrol 2 hari
Observasi ttv
Perawatan tali pusat
Menjaga kehangatan bayi
Fototerapi

Kepala
: Normocephal
Mata
: Ca -/- Si -/Hidung
: PCH (-)
Mulut
: POC (-)
Leher
: Pemb KGB (-)
Thorax
: SSD
Cor
: S1S2 Reg Murmur (-)
Gallop (-)
Pulmo
: Ves +/+ Rh -/- Wh -/Abd
: Bu (+)
Ext
: Akral hangat, Edema

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

5 | Page

TINJAUAN PUSTAKA
PENGERTIAN
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena peningkatan
bilirubin. Biasanya mulai tampak pada kadar bilirubin serum > 5 mg/dL.
Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai
berikut :
1. Polychetemia
2. Isoimmun Hemolytic Disease
3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5. Hemolisis ekstravaskuler
6. Cephalhematoma
7. Ecchymosis
8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia
biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI.
9. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan
albumin; lahir prematur, asidosis.
IKTERUS FISIOLOGIS
Ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari
ke 2-4 dan menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir
Kadar bilirubin indirect tidak melebihi 10mg/dL pada neonatus cukup bulan dan
12 mg/dL untuk neonatus lebih bulan
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin serum tidak melebihi 5 mg/dL perhari
IKTERUS PATOLOGIS
Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama lahir
Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam
Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD,
atau sepsis)
Kadar bilirubin direc < 2mg/dL
Ikterus yang disertai oleh:
- Berat lahir < 2000 gram
- Asfiksia, hipoksia
- Infeksi
- Trauma lahir pada kepala
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

6 | Page

Hipoglikemia, hiperkarbia
Hiperosmolaritas darah
Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia > 8 hari (pada NCB) atau >14
hari (pada NKB).
Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan
>10 mg/dL

Penilaian ikterus berdasarkan Kremer :


Derajat I : apabila warna kuning dari kepala sampai leher
Derajat II : apabila warna kuning dari kepala, badan sampai dengan umbilikus
Derajat III : apabila warna kuning dari kepala, badan, paha , sampai dengan lutut
Derajat IV : apabila warna kuning dari kepala, badan, ekstremitas sampai dengan
pergelangan tangan dan kaki
Derajat V : apabila warna kuning dari kepala, badan, semua ekstremitas sampai
dengan ujung jari
KLASIFIKASI
A.

Ikterus Hemolitik
Ikterus hemolitik disebabkan oleh lisis (penguraian) sel darah merah yang
berlebihan. Ikterus hemolitik merupakan penyebab prahepatik karena terjadi akibat
faktor-faktor yang tidak harus berkaitan dengan hati. Ikterus hemolitik dapat terjadi
pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati tidak dapat
mengkonjugasikan semua bilirubin yang dihasilkan. Ikterus ini dapat dijumpai pada
reaksi transfuse, atau lisis sel darah merah akibat gangguan hemoglobin, misalnya
anemia sel sabit dan talasemia. Destruksi sel darah merah karena proses otoimun
yang dapat menyebabkan ikterus semolitik.
Pada ikterus hemolitik apapun sebabnya, sebagian bilirubin akan terkonjugasi
(disebut bilirubin bebas atau hiperbilirubinemia indirek) akan meningkat.

B.

Ikterus Hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi
hepatosis dan disebut ikterus hepatoseluler. Disfungsi hati dapat terjadi apabila
hepatosit terinfeksi dan oleh virus, misalnya pada hepatitis, apabila sel sel hati
rusak akibat kanker atau sirosis. Sebagian kelainan kongenital juga mempengaruhi
kemampuan hati untuk menangani bilirubin, Obat-obatan tertentu termasuk
hormone steroid, sebagian anti biotic dan anestetik halotan juga dapat mengganggu
sel hati. Apabila hati tidak dapat mengkonjugasikan bilirubin, kadar bilirubin
terkonjugasi akan meningkat sehingga timbul ikterus.

C.

Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran empedu keluar hati atau duktus biliaris disebut ikterus
obstruktif. Ikterus obstruktif dianggap berasal intrahepatik apabila disebabkan oleh
sumbatan aliran empedu melintasi duktus biliaris. Obstruksi intra hepatik dapat
terjadi apabila duktus biliaris tersumbat oleh batu empedu atau tumor.

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

7 | Page

Pada kedua jenis obstruksi tersebut, hati tetap mengkonjugasikan bilirubin, tetapi
bilirubin tidak dapat mencapai usus halus. Akibatnya adalah penurunan atau tidak
adanya ekskresi urobilinogen di tinja sehingga tinja berwarna pekat. Bilirubin
terkonjugasi tersebut masuk ke aliran darah dan sebagian besar di ekskresikan
melalui ginjal sehingga urin berwarna gelap dan berbusa. Apabila obstruksi tersebut
tidak di atasi maka kanalikulus biliaris di hati akhirnya mengalami kongesti dan
ruptur sehingga empedu tumpah ke limfe dan aliran darah.

Gejala klinis
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin yaitu:
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak
pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari
ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit
tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat
pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul.
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel
darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, dimana
hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Globin (protein) digunakan kembali oleh
tubuh sedangkan heme akan dirubah menjadi bilirubin tidak terkonjungasi dan berikatan
dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebas bilirubin
pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit
janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan
sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat
oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia,
ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi
menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan
saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

8 | Page

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang
memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus
sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau
ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah ke otak ternyata tidak hanya tergantung
dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri.
Bilirubin indirek akan mudah melalui saluran darah otak apabila pada bayi terdapat
keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan
susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan
bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada
Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat
ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan BBLR , hipoksia, dan hipoglikemia (AH Markum, 1991).
Diagnosa dan Interverensi
1. Resiko tinggi cedera berdasarkan meningkatnya kadar bilirubin toksik dan
komplikasi berkenaan phototerapi.
Tujuan : Klien tidak menunjukan gejala sisa neurologis dan berlanjutnya komplikasi
phototerapi.
Kriteria hasil : Rencana Rational.
a. Identifikasi adanya faktor resiko :
1) Bruising
2) Sepsis
3) Delayed ord clamping
4) Ibu dengan DM
5) Rh, ABO antagonis
6) Pletora

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

9 | Page

7) SGA
b. Kaji BBL terhadap adanya hiperbilirubinemia setia 2-4 jam lima hari pertama
kehidupan
Rasional: BBL sangat rentan terhadap hiperbilirubinemia.
c. Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit dari kepala, sclera dan tubuh secara
progresif terhadap ikterik setiap pergantian shift.
Rasional: Mengetahui addanya hiperbilirubinemi secara dini sehingga dapat
dilakukan tindakan penanganan segera.
d. Monitor kadar bilirubin dan kolaborasi bila ada peningkatan kadar
Rasional: Peningkatan kadar bilirubin yang tinggi
e. Monittor kadar Hb, Hct ata adanya penurunan
Rasional: Adanya penurunan Hb, Hct menunjukan adanya hemolitik
f. Monitor retikulosit, kolaborasi bila ada peningkatan
g. Berikan phototerapi
Rasional: phototerapi berfungsi mendekomposisikan bilirubin dengan
photoisomernya. Selama phototerapi perlu diperhatikan adanya komplikasi seperti:
hipertermi, Konjungtivitis, dehidrasi.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Sesuai protocol untuk waktu, prosedur, dan durasi.


Monitor kadar bilirubin setia 6 12 jam under therapy
Tutup mata dengan tameng mata, hindari tekanan pada hidung
Ganti bantalan mata sedikitnya 2 kali sehhari
Inspeksi mata dengan lampu sedikit nya 8 jam sekali
Pertahankan terapi cairan parenteral untuk hidrasi kolabborasi medis
Pertahankan suhu axila 36.5 dderajat Celsius

h. Lakukan transfusi tukar kolaborasi medis


Rasional: Transfusi tukar dilakukan bila terjadi hiperbilirubinemia pathologis
karena terjadinya proses hemoliitik berlebihan yang disebabkan oleh ABO
antagonis.
1) Monitor vital sign selama dan setelah transfusi tukar
2) Periksa darah yang keluar dan masuk
3) Adanya faktor resiko membimbing perawat untuk waspada terhadap
kemungkinan munculnya hiperbilirubinemia.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berdasarkan phototerapi.
Tujuan : Klien tiidak menunjjukan tanda-tanda kekurangan volume cairan.
Rencana Rasional.
a. Pertahankan intake cairan :
1) Timbang BB perhari
2) Ukur intake output
3) Berikan intake extra peroral atau per IV jika ada kehilangan BB progresif,

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

10 | P a g e

4) meningkatnya suhu, diare, onsentrasi urine,


b. Kaji Output:
Rasional: Output yang berlebihan atau tidak seimbang dengan intake akan
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan.
1) Kaji jumlah, warna urine setiap 4 jam
2) Kaji Diare yang berlebihan
3) Kaji Hidrasi:
Rasional: Hidrasi yang adekuat menunjukan keseimbangna cairan tubuh
baik yang ditunjukan dengan suhu tubuh 36-37 derajat Celsius dan
membran mukosa mulut lembab dan fontanela datar.
4) Monitor suhu tubuh tiap 4 jam
5) Inspeksi membran mukosa dan pontanel 1. Intake cairan yang adekuat
metabolisme bilirubin akan berlangsung sempurna dan terjadii
keseimbangan dengan caairan yang keluar selama photo terapi karena
penguapan.
3. Kerusakan integritas kulit berdasarkan efek dari phototerapi.
Tujuan : Klien tidak menunjukan gangguan integritas kulit
a. Monitor adanya kerusakan integritas kulit
Rasional: Deteksi dini kerusakan integritas kulit
b. Bersihkan kulit bayi dari kotoran setelah BAB, BAK
Rasional: Feses dan urine yang bersifat asam dapat mengiritasi kulit
c. Pertahankan suhu lingkungan netral dan suhu axial 36.5 derajat Celsius
Rasional: Suhu yang tinggi menyebabkan kulit kering sehingga kulit mudah
pecah.
d. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam.
Rasional: Perubahan posisi mempertahankan sirkulasi yang adekuat dan
mencegah penekanan yang berlebihan pada satu sisi.
e. Berikan istirahat setelah 24 jam phototerapi.
Penatalakasanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan
agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan
kernikterus/ensepalophaty bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus.
Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi
bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang
terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal).
Tindakan Umum
1. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil.

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

11 | P a g e

2. Mencegah trauma lahir, pemberiaan obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang
dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
3. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
4. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Tindakan Khusus
1. Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
2. Pemberiaan fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberiaan ini
tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolik dan pernafasan
baik pada ibu dan bayi.
3. Memberi substrat yang kurang untuk transportasi /konjugasi
Misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubindari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan
transfusi tukar.
4. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.
Untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan
dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk
menuurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak
hingga moderat.
5. Terapi transfusi digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
6. Terapi obat-obatan
Misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati
yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct. Selain itu juga berguna untuk
mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
7. Menyusui bayi dengan ASI.
8. Terapi sinar matahari.
Tindakan Lanjut
Tindakan lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi
berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan
rehabilitasi terhadap gejala sisa.

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

12 | P a g e

Komplikasi
Terjadi kernikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak.
Pada kernikterus gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain:
-

Bayi tidak mau menghisap.


Letargi.
Mata berputar-putar.
Gerakan tidak menentu (involuntary movements).
Kejang tonus oto meninggi.
Leher kaku.
Dan akhirnya opistotonus.

Pencegahan
Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan
dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan
hipoksia (kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika
terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera
diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya sejak lahir biasakan anak dijemur di bawah
sinar matahari pagi sekitar pukul 07.00 sampai 08.00 pagi setiap hari selama 15 menit
dengan membuka pakaiannya.
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:
1. Pengawasan antenatal yang baik.
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan
3.
4.
5.
6.

dan kelahiran, misalnya sulfafurazol, novobiosin, oksitosin dan lain-lain.


Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
Pengguanaan fenorbarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.
Pencegahan infeksi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan
Maternal atau Bayi. EGC. Jakarta

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

13 | P a g e

2. http://arsipguntur.blogspot.com/2013/04/lp-hiperbilirubin.html (19 September


2013)Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
3. Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka.
Jakarta.
4. Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter
Pratama. Jakarta.

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Serang

14 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai