Anda di halaman 1dari 27

Tugas Embriologi

SPERMATOGENESIS, OOGENESIS,
FOLIKULOGENESIS,
DAN TEKNOLOGI EMBRIO

Oleh
Nama : Sri Wahyuni
Nim

: O11112270

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. Wb
Untaian puji syukur senantiasa terucap kepada Allah SWT dengan rahmatnya
yang melimpah serta kesehatan dan kesempatan yang dihadiahkan disetiap saat
segingga

makalah

embriologi

"

Mekanisme

Spermatogenesis,

Oogenesis,

Folikulogenesis, dan Teknologi Embriologi" dapat terselesaikan dengan baik. Serta


salam dan salawat kepada rasul Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat yang
mewasiatkan ilmu pengetahuan bagi umat manusia.
Makalah embriologi ini diselesaikan sebagai syarat tugas yang diberikan dosen
yang bersangkutan sebagai bahan penilaian dan pembelajaran bagi dosen dan
mahasiswa penyusun sendiri. Ucapan terimakasih di haturkan kapada dosen pengajar
serta teman-teman dan berbagai pihak yang turut membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kesalahan maupun
kekeliruan mengingat bahwa penyusun juga masih dalam proses belajar mencapai
tahap kebenaran yang hakiki. Oleh larena itu, diharapkan krtitik dan saran
membangun dari pembaca sebagai bahan pembelajaran bagi penyusun. Semoga
makalah yang telah dibuat ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Terimakasih.
Wassalam
Makassar, September 2013
Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................... 2
Daftar Isi..................................................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang.............................................................................................. 4
Tujuan Penyusunan....................................................................................... 4
BAB II Isi
Spermatogenesis........................................................................................... 5
Oogenesis......................................................................................................8
Folikulogenesis............................................................................................. 10
Teknologi embriologi....................................................................................22
BAB III Penutup
Kesimpulan.................................................................................................. 24
Daftar Pustaka.............................................................................................................25

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seekor sapi betina terlahir dengan potensi folikel yang membawa oosit kira-kira
sebanyak 150.000. Proses perkembangan folikel (folikulogenesis) mulai berjalan
semenjak betina tersebut mengalami dewasa kelamin (pubertas) hingga terjadi
ovulasi yang menghasilkan satu oosit fungsional pada setiap siklusnya. Sementara
selama kehidupan seekor sapi rata-rata hanya dapat melahirkan anak tidak lebih dari
10 ekor. Demikian halnya dengan potensi seekor sapi jantan yang mulai mampu
menghasilkan sperma semenjak memasuki dewasa kelamin sampai menjelang
kematian. Pada setiap ejakulasi dihasilkan sebanyak sekitar 2x109 sperma per
mililiter, sementara seekor sapi jantan dapat mengalami ejakulasi yang sehat
sebanyak dua kali dalam seminggu.
Proses reproduksi alamiah dalam rangka melestarikan keturunan untuk keluarga
bahagia, produksi ternak dan konservasi satwa terjadi melalui seleksi alam yang
sangat ketat. Untuk terjadinya fertilisasi normal dan menghasilkan embrio, hanya
diperlukan satu sperma untuk membuahi satu oosit. Lalu kemanakah potensi oosit
dan sperma yang begitu banyak dihasilkan oleh betina dan jantan?
Perkembangan bioteknologi yang sangat pesat menuntut pemikiran dalam upaya
optimalisasi fungsi fisiologis tanpa mengganggu proses perkembangan normal.
Sejalan dengan hal tersebut ilmu pengetahuan embriologi yang pada awalnya banyak
mempelajari proses perkembangan alamiah suatu individu, saat ini telah berkembang
kearah teknologi perekayasaan yang kemudian dikenal dengan bioteknologi embrio.
Perkembangan bioteknologi embrio ini pula pada akhirnya mampu menjelaskan
dan memberikan solusi permasalahan sterilitas yang mengakibatkan kegagalan
melestarikan keturunan.
B. TUJUAN PENYUSUNAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain sebagai berikut :
1.

Memaparkan rangkaian proses yang terjadi dalam mekanisme spermatogenesis.

2.

Memaparkan rangkaian proses yang terjadi dalam mekanisme oogenesis.

3.

Memaparkan rangkaian proses yang terjadi dalam mekanisme folikulogenesis

4.

Menjelaskan salah satu teknologi biologi dalam bidang enbriologi.

BAB II
PEMBAHASAN
A. SPERMATOGENESIS
Spermatogenesis merupakan istilah yang dipakai dalam menggambarkan urutan
kejadian pembentukan spermatozoa dari spermatogonium oleh sel spermatogenik.
Berbagai sel spermatogenik menunjukan perbedaan tahapan dalam perkembangan
dan diferensiasi spermatozoa, terletak di antara sel dan di atas sel penunjang (sel
sertoli). Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses
pembelahan dan diferensiasi sel, yang bertujuan untuk membentuk sperma
fungsional.
Baik sel spermatogenik maupun sel ovum, keduanya berasal dari sel yang sama
yang di sebut PGC atau sel kecambah. Pada awal terbentuknya suatu individu baru
sebelum memiliki bentuk sel gamet yang jelas, belum di ketahui apakah sel PGC
akan mennjadi sel spermatogenik atau sel ovum namun seiring perkembangannya
maka sel PGC akan menjadi bentuk sel gamet tertentu. Ini terjadi karena sel PGC
memiliki sifat seperti stemsel hematopoitik yakni sel yang berkembang menjadi sel
penyusun seluruh organ tubuh suatu hewan.
Asal Sel Kelamin Kecambah (Primordial Germ Cells):
Berasal dari epiblas
Kemudian migrasi secara amuboid menuju Kantong Kuning Telur
pada minggu ke 4-6 migrasi ke dinding tubuh dorsal (bakal gonad)
Sehingga merangsang pembentukan gonad
Tali kelamin primitif
Pembengkakan rigi kelamin
Terbentuk gonad indiferen

Proses

spermatogenesis dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu :


1.

Spermatositogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan
menjadi spermatosit primer. Spermatogonia merupakan struktur primitif dan
dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia
ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi
spermatosit primer. Spermatogonia yang bersifat diploid (2n), berkumpul di
tepi

membran

epitel

germinal

yang

disebut

spermatogonia

tipe A.

Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B.


Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi
spermatosit

primer

yang

masih

bersifat

diploid.

Spermatosit

primer

mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis.
Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
Proses dari pembentukan spermatogonium dari sel PGC terjadi sebelum
kelahiran individu, kemudian spermatoganium tipe A terus membelah dan
berkembang sampai tahap spermatoganium tipe B sampai pada masa sebelum
masuk masa pubertas dan spermatogonium tipe B berkembang spermatosit
setelah memasuki masa pubertas.
2.

Miosis
Spermatosit primer menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak
dan segera mengalami meiosis I menghasilkan spermatosit sekunder yang n
kromosom (haploid). Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara
meiosis II membentuk empat buah spermatid yang haploid juga.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang
lengkap terpisah, tapi masih berhubungan lewat suatu jembatan (Interceluler
bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang
gelap.

3.

Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4
fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Pada fase
golgi butir-butirr praakrosom muncul pada gelembung golgi yang selanjutnya
bergabung membentuk butir akrosom tunggal dalam gelembung akrosom.
Selama fase tutup (tudung) kedua butir akrosom dan gelembung bergerak ke
arah kutub anterior inti. Disini, butir-butir akrosom tumbuh dan menutup hampir
7

dua pertiga bagian anterior inti sebagai tutup kepala. Pada fase akrosom
sebagian besar akrosom tetap terletak pada anterior inti sedangkan sisa akrosom
menyebar kedalam tudung kepala. Selanjutnya fase pematangan , baik inti
maupun seluruh spermatid mengambil bentuk memanjang. Setelah ekor
terbentuk sempurna, badan residu, yang terdiri dari kelebihan sitoplasma
mengandung sedikit paraplasma serta organel terpisah dari spermatozoa dan
tigh junction atau barier terputus. Hasil akhir berupa empat spermatozoa
(sperma) masak. Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid memiliki
bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah spermatid mulai memanjang
menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor.
Gambar

1.

Alur

spermatogenesis

Spermiogenesis
dapat

dibagi

menjadi tiga fase :


a. Fase golgi
Sitoplasma
spermatid
mengandung
kompleks Golgi di
dekat

inti,

mitokondria,
sepasang

sentriol,

ribosom bebas, dan tubulus retikulum endosplasma halus. Granula proakrosom


berkumpul di kompleks Golgi dan kemudian menyatu membentuk satu granula
akrosom yang terdapat dalam vesikel akrosom.
b. Fase akrosom
Vesikel dan granula akrosom menyebar untuk menutupi belahan anterior inti
yang memadat yang dikenal akrosom. Akrosom mengandung beberapa enzim
hidrolitik, seperti hialuronidase, asam fosfatase, neuraminidase, dan protease. Jadi,
akrosom berfungsi sebagai lisosom.
c. Fase pematangan
Sitoplasma residu dibuang dan difagositosis oleh sel Sertoli dan spermatozoa

dilepaskan ke dalam lumen tubulus (Junqueira, 2007).


Gambar
2.

Spermatozoa

B.

OOGENESIS

Oogonia merupakan istilah yang diberikan untuk menyatakan urutan


pertumbuhan dan perkembangan oogonia menjadi ovum(terfertilisasi). Pada
perkembangan sel ovum dari sel PGC, sel PGC berkembang menjadi oogonium
sampai tahap oosit primer sebelum lahirnya suatu individu. Oosit primer yang
terbentuk terus membelah secara meiosis sampai masa pubertas. Baru kemudian
menjadi oosit sekunder setelah memasuki masa pubertas dan menjadi sel ovum pada
tahap fertilisasi.
1.

Sel-Sel Kelamin Primordial


Sel-sel kelamin primordial mula-mula terlihat di dalam ektoderm embrional
dari saccus vitellinus, dan mengadakan migrasi ke epitelium germinativum kirakira pada minggu ke 6 kehidupan intrauteri (dalam kandungan). Masing-masing
sel kelamin primordial (oogonium) dikelilingi oleh sel-sel pregranulosa yang
melindungi dan memberi nutrien oogonium dan secara bersama-sama
membentuk folikel primordial.

2.

Folikel Primordial
Folikel primordial mengadakan migrasi ke stroma cortex ovarium dan
folikel ini dihasilkan sebanyak 200.000 buah. Sejumlah folikel primordial
berupaya berkembang selama kehidupan intrauteri dan selama masa kanakkanak, tetapi tidak satupun mencapai pemasakan. Pada waktu pubertas satu
folikel dapat menyelesaikan proses pemasakan dan disebut folikel de Graaf
dimana didalamnya terdapat sel kelamin yang disebut oosit primer.

3.

Oosit Primer
Inti (nukleus) oosit primer mengandung 23 pasang kromosom (2n). Satu
pasang kromosom merupakan kromosom yang menentukan jenis kelamin, dan
disebut kromosom XX. Kromosom-kromosom yang lain disebut autosom. Satu
kromosom terdiri dari dua kromatin. Kromatin membawa gen-gen yang disebut
DNA.

4.

Pembelahan Meiosis Pertama


Meiosis terjadi di dalam ovarium ketika folikel de Graaf mengalami
pemasakan dan selesai sebelum terjadi ovulasi. Inti oosit atau ovum membelah
sehingga kromosom terpisah dan terbentuk dua set yang masing-masing
mengandung 23 kromosom. Satu set tetap lebih besar dibanding yang lain
karena mengandung seluruh sitoplasma, sel ini disebut oosit sekunder. Sel
yang lebih kecil disebut badan polar pertama. Kadang-kadang badan polar
10

primer ini dapat membelah diri dan secara normal akan mengalami degenerasi.
Pembelahan meiosis pertama ini menyebabkan adanya kromosom haploid
pada oosit sekunder dan badan polar primer, juga terjadi pertukaran kromatid
dan bahan genetiknya.
5.

Oosit Sekunder
Pembelahan meiosis keduabiasanya terjadi hanya apabila kepala
spermatozoa menembus zona pellucida oosit. Oosit sekunder membelah
membentuk ootid yang akan berdiferensiasi menjadi ovum dan satu badan polar
lagi, sehingga terbentuk tiga badan polar dan satu ovum masak, semua
mengandung bahan genetik yang berbeda. Ketiga badan polar tersebut secara
normal mengalami degenerasi. Ovum yang masak yang telah mengalami
fertilisasi mulai mengalami perkembangan embrional.
Gambar 3. Alur
oogenesis

C. FOLIKU
LOGEN
ESIS
Fungsi
reproduksi
betina
memiliki
siklus
aktivitas yang
ditandai
dengan
pertumbuhan
dan
perkembangan
dari

folikel

dominan. Normalnya ovarium akan memproduksi satu folikel dominan yang akan
mengalami ovulasi pada setiap siklus birahi. Folikel dominan akan memproduksi
estradiol pada saat fase folikuler dari siklus ovarium. Setelah ovulasi, folikel akan
berubah menjadi corpus luteum yang akan mensekresi progesteron dalam jumlah

11

besar saat fase luteal dari siklus menstruasi. Estradiol dan progesteron bekerja pada
uterus untuk mempersiapkan kondisi uterus sebagai tempat implantasi embrio. Oleh
karena itu, untuk memahami siklus birahidan fertilitas betina perlu dipahami
mengenai siklus hidup dari folikel dominan dan apa saja yang mempengaruhinya.
Pada kesempatan ini akan dibahas mengenai hal-hal mengenai proses folikulogenesis
dan ovulasi. Folikulogenesis dimulai dengan diambilnya folikel primordial ke dalam
suatu kumpulan yang berisi folikel-folikel yang sedang tumbuh berkembang dan
dapat diakhiri baik dengan ovulasi atau mati menjadi atresia. Pada betina,
folikulogenesis merupakan proses yang sangat panjang, membutuhkan waktu kirakira 1 tahun untuk folikel primordial tumbuh dan berkembang mencapai stadium
ovulasi. Folikulogenesis dapat dibagi menjadi dua fase. Fase yang pertama, disebut
juga preantral atau fase gonadotropin-independen, ditandai dengan pertumbuhan dan
diferensiasi dari oosit. Fase yang kedua, disebut antral (Graaf) atau fase
gonadotropin-dependen, ditandai dengan peningkatan pesat dari ukuran folikel itu
sendiri (sampai kira-kira 25 mm). Fase preantral dipengaruhi oleh faktor-faktor
pertumbuhan yang diproduksi secara lokal melalui mekanisme autokrin/parakrin.
Fase yang kedua diatur oleh Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH) serta faktor-faktor pertumbuhan lainnya. Faktor-faktor pertumbuhan
ini akan merangsang proliferasi sel dan mempengaruhi aktivitas gonadotropin. Pada
setiap menstruasi, folikel dominan yang berovulasi berasal dari folikel primordial
yang disiapkan dari satu tahun sebelumnya. Fase preantral atau fase kelas 1 dibagi
menjadi 3 stadium utama: stadium
folikel primordial, primer, dan sekunder. Secara keseluruhan, perkembangan folikel
primordial menjadi folikel sekunder yang tumbuh sempurna memerlukan 290 hari
atau sekitar 10 siklus menstruasi yang teratur. Fase antral umumnya dibagi menjadi
empat stadium: folikel kecil (kelas 2, 3, 4, 5), sedang (kelas 6), besar (kelas 7), dan
preovulasi (kelas 8) stadium folikel Graaf. Setelah pembentukan antrum pada saat
stadium kelas 3 (diameter ~0.4mm), laju pertumbuhan folikuler meningkat cepat.
Waktu interval diantara pembentukan antrum dan perkembangan folikel preovulasi
yang berukuran 20 mm berkisar antara 60 hari atau 2 siklus birahi. Folikel dominan
dipilih dari sekelompok folikel kelas 5 pada akhir dari fase luteal dari siklus. Sekitar
15-20 hari yang diperlukan folikel dominan untuk tumbuh menjadi stadium
preovulasi. Atresia dapat muncul setelah stadium folikel kelas 1 atau folikel
sekunder, dengan angka kejadian tertinggi pada saat berkumpulnya folikel kecil,
12

sedang (kelas 5, 6, dan 7) dan folikel Graaf. Sampai memasuki stadium preovulasi,
folikel akan mengandung oosit primer yang tertahan pada profase dari meiosis I.
Pada saat stadium lanjut preovulasi, oosit akan melanjutkan meiosis dan menjadi
oosit sekunder yang tertahan dalam metafase II.
Gambar 4.
Siklus
normal

folikulogenesis. (gc=jumlah sel granulosa; d=hari)

Dari gambar diatas didapatkan bahwa: kelas 1 merupakan periode preantral atau
gonadotropin-independen. Dibutuhkan kira-kira 290 hari untuk mengambil folikel
dominan dan tumbuh menjadi folikel sekunder yang tumbuh sempurna. Kelas 3-8
merupakan periode antral (Graaf) atau gonadotropin-dependen. Dari mulai kavitasi
atau permaualn pembentukan antrum, dibutuhkan waktu kira-kira 60 hari untuk
melewati stadium-stadium folikel kecil (kelas 2-4), medium (kelas 5, 6) dan besar
(kelas 7) dan preovulasi (kelas 8) stadium folikel Graaf. Setelah terseleksi, biasanya
dibutuhkan waktu kira-kira 20 hari untuk folikel dominan dalam mencapai stadium
ovulasi. Atresia dapat ditemukan pada perkembangan folikel setelah stadium kedua.
Proses folikulogenesis terjadi di dalam kotreks ovarium. Folikulogenesis dapat juga
disebut sebagai suatu proses untuk mencapai suatu tingkatan kelangsungan
kehidupan tingkat lanjut yang ditandai dengan proliferasi sel-sel dan sitodifferensiasi.
Proses ini terdiri dari empat tingkatan perkembangan utama yaitu: 1) pengambilan
folikel dominan, 2) perkembangan folikel preantral, 3) penyeleksian dan
pertumbuhan folikel Graaf, dan 4) atresia folikel.

13

Gambar 5.
Ovarium
dewasa
dapat dibagi
menjadi

bagian:
korteks,
medula, dan
hilus.
Korteks
terdiri

dari

epitelium
permukaan
(se),

tunica

albuginea (ta), folikel-folikel ovarium (primordial, primer (pf), sekunder (sf), folikel Graaf
ukuran kecil, medium dan besar (gf)) and corpus luteum (cl). Medula terdiri dari pembuluh darah
besar dan saraf. Hilus terdiri dari arteri spiralis besar dan hilus atau sel Leydig besar.

1.

Transisi Folikel Primordial menjadi Folikel Primer


Folikel primordial merupakan unit dasar terpenting reproduksi dari ovarium
oleh karena dari folikel ini akan berkembang menjadi folikel dominan dan
nantinya akan memasuki siklus menstruasi. Masuknya suatu folikel primordial
yang telah tersedia ke kumpulan folikel-folikel yang sedang tumbuh dikatakan
sebagai proses pengambilan atau transisi folikel primordial menjadi folikel
primer. Untuk memahami proses ini, perlu juga dipahami hubungan struktur dan
fungsi dari folikel primordial.

14

Gambar 6. Tahapan perkembangan folikel ovarium

2.

Folikel Primordial
Secara histologis, folikel primordial mengandung satu oosit primer
berukuran kecil (diameter ~ 25m) yang tertahan dalam stadium profase dari
meiosis I, satu lapis sel granulosa gepeng atau skuamous, dan lamina basalis.
Dengan adanya lamina basalis, maka akan tercipta suatu lingkungan mikro yang
mendukung pertumbuhan dari sel granulosa dan oosit, yang mana lamina basalis
ini berfungsi agar kontak langsung dengan sel-sel lain tidak terjadi. Folikel
primordial tidak memiliki suplai darah sendiri dan oleh karena itu hubungan
dengan sistem endokrin pun menjadi terbatas. Seluruh folikel primordial (oosit)
dibentuk pada saat masa fetus diantara umur gestasi bulan ke-6 dan ke-9. Oleh
karena itu, dapat dipahami bahwa semua oosit yang berpartisipasi dalam siklus
reproduksi wanita selama hidupnya telah ada dalam ovarium sejak lahir. Jumlah
folikel primordial atau sel telur dalam ovarium wanait berhubungan dengan
masa reproduksi wanita atau ovary reserve (OR).

15

Gambar 7.
Folikel
primordial
pada
manusia
(PF).

Oosit

dengan
vesikel
germinalnya

(GV)

atau nukleus
dikelilingi
oleh

satu

lapis

sel

granulosa
skuamous
(GC),

yang

keduanya
dikelilingi oleh lamina basalis (BL).

Diameter PF berkisar ~30m. Sebagian dari folikel primordial akan diambil


dan tumbuh langsung setelah pembentukannya dalam masa fetus. Proses
pengambilan akan terus berlangsung sampai kumpulan folikel primordial tidak
dapat aktif lagi setelah masa menopause. Pengambilan dari folikel primordial
berlangsung dalam kecepatan yang konstan dalam tiga dekade pertama dalam
kehidupan wanita, namun ketika jumlah folikel primordial dalam ovarium
berada dalam jumlah kitris sebanyak ~25,000, maka kecepatan hilangnya folikel
primordial akan meningkat kira-kira dua kali lipat. Penurunan kesuburan
berlangsung bersamaan dengan semakin meningkatnya pengambilan folikel
primordial dari ovarium. Peningkatan monotropik kadar FSH plasma yang
berhubungan dengan bertambahnya usia.

16

Gambar 8.
Pada

sapi,

semua
folikel
primordial
mulai
dibentuk
saat

fetus

dalam masa
gestasi

6-9

bulan.
Dalam
periode ini,
oosit

akan

berkurang
secara
bermakna
oleh karena terjadinya apoptosis. Jumlah folikel primordial berkurang secara progresif oleh
karena adanya pengambilan yang terus menerus sampai jumlahnya sangat berkurang.

Perubahan bentuk sel dari skuamous menjadi kuboid, dan perubahan


kandungan potensial mitotik pada sel granulosa merupakan penanda histologis
terjadinya proses pengambilan. Kejadian ini diikuti dengan aktivasi gen dan
pertumbuhan dari oosit.
Gambar 9.

17

Fotomikrograf (pembesaran 40x) stadium awal folikulogenesis preantral. A) Folikel Primordial;


panah, sel granulosa skuamous. B) Transisi Folikel Primordial menjadi Folikel Primer; panah,
sel granulosa kuboid. C) Folikel Primer dengan sel granulosa kuboid multipel. D) Folikel Primer
yang tumbuh sempurna pada stadium transisi. Folikel Primer menjadi Sekunder; panah,
pembentukan dari lapisan sekunder sel granulosa.

3.

Folikel Primer
Folikel primer ditandai dengan adanya satu atau lebih sel granulosa kuboid
yang tersusun dalam satu lapis sel yang mengelilingi oosit. Proses
perkembangan utama yang terjadi pada folikel primer termasuk ekspresi
reseptor FSH dan pertumbuhan serta diferensiasi oosit.
Gambar 10.
Diagram
ilustrasi
perubahan
histologis
utama yang
menyertai
periode

gonadotropin-independen dari folikulogenesis preantral

4.

Ekspresi reseptor FSH


Pada

saat

perkembangan

folikel

primer,

sel-sel

granulosa

akan

mengekspresikan reseptor FSH. Aktivin yang diproduksi oleh sel granulosa


diduga memiliki peranan dalam merangsang ekspresi reseptor FSH melalui

18

mekanisme autokrin/parakrin dan juga diduga bahwa peningkatan dari kadar


FSH plasma akan meningkatkan perkembangan folikel primer.
Gambar
11.
Differensiasi
dini dari sel
granulosa
saat

folikulogenesis akan diikuti dengan ekspresi reseptor FSH. Hal ini diduga berhubungan dengan
mekanisme autokrin/parakrin dari aktivin.

5.

Pertumbuhan dan Differensiasi Oosit


Perkembangan folikel primer juga diikuti dengan perubahan yang nyata
pada oosit. Pada saat periode preantral, diameter oosit akan meningkat dari ~
25m menjadi ~ 120m. Pertumbuhan pesat ini terjadi oleh karena adanya
reaktivasi dari genom oosit. Faktor-faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh
oosit memiliki peranan yang penting dalam mengatur folikulogenesis preantral
termasuk dalam merangsang proliferasi sel granulosa dan perkembangan sel
theca.

6.

Folikel Sekunder
Dengan berlanjutnya folikulogenesis preantral, struktur folikel mulai
mengalami perubahan. Perubahan yang utama selama perkembangan folikel
sekunder yaitu peningkatan jumlah sel granulosa dan penambahan sel theca.
Perkembangan folikel primer menjadi folikel sekunder yang berkembang
sempurna merupakan hasil dari proses aktif pengaturan autokrin/parakrin
termasuk faktor-faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh oosit.

7.

Transisi Folikel Primer menjadi Folikel Sekunder


Perkembangan folikel sekunder dimulai dengan bertambahnya sel
granulosa lapisan kedua. Tahapan ini disebut sebagai transisi folikel primer

19

menjadi sekunder. Hal ini diikuti dengan perubahan sel granulosa dari epitel
selapis kuboid menjadi epitel berlapis kolumner.
Gambar 12.
Folikel
Sekunder
normal.
Terdiri
oosit

dari
yang

tumbuh
sempurna
dikelilingi
oleh

zona

pelusida,

sampai

lapis

sel

granulosa,
lamina basalis, theca interna dan theca eksterna yang mengandung sejumlah pembuluh darah
kecil.

8.

Perkembangan Theca
Perkembangan folikel sekunder juga ditandai dengan perkembangan theca.
Pada saat transisi folikel primer menjadi sekunder, beberapa lapisan dari sel-sel
yang menyerupai jaringan ikat dibentuk di sekitar lamina basalis yang nantinya
disebut sebagai lapisan theca. Dengan berlanjutnya perkembangan folikel
sekunder, maka akan terbentuk dua lapisan sel theca yaitu lapisan dalam theca
interna yang berdifferensiasi di dalam sel theca interstitial dan lapisan luar theca
eksterna yang berdifferensiasi menjadi sel otot polos. Perkembangan theca juga
diikuti dengan neoformasi dari sejumlah pembuluh-pembuluh darah kecil, yang
diduga melalui proses angiogenesis. Darah akan bersirkulasi mengelilingi
folikel, membawa nutrien dan gonadotropin ke dalam, serta sisa dan hasil
sekresi dari folikel yang sedang berkembang. Saat fase preantral dari
folikulogenesis hampir selesai, folikel sekunder yang telah tumbuh sempurna
akan mengandung lima struktur utama yang terdiri dari oosit yang tumbuh
sempurna dikelilingi oleh zona pelusdi a, sekitar 9 lapis sel granulosa, lamina
basalis, theca interna, theca eksterna dan jalinan kapiler dalam jaringan theca.

9.

Folikel Graaf
20

Folikel Graaf ditandai dengan munculnya suatu ruang (kavitas) atau antrum
yang mengandung cairan yang disebut cairan folikuler atau liquor folliculi.
Folikel Graaf dapat juga disebut sebagai folikel antral. Cairan folikuler adalah
eksudat dari plasma yang merupakan hasil sekresi dari oosit dan sel granulosa.
Cairan tersebut merupakan medium yang mana residu sel granulosa dan oosit
serta molekul-molekul regulator harus melewatinya untuk keluar dari dan
melalui membran folikel.
10. Kavitasi
Dimulainya perkembangan folikel Graaf ditandai dengan munculnya
kavitas yang berisi cairan pada salah satu kutub dari oosit. Proses ini disebut
kavitasi atau merupakan awal terbentuknya antrum.
Gambar 13.

Fotomikrograf dari Folikel Tersier awal berdiameter 0,4 mm dalam stadium kavitasi atau stadium
antrum awal. zona pelusida (ZP); sel granulosa (GC); lamina basalis (BL); theca interna (TI);
theca externa (TE); granulosa mitosis (tanda panah).

11. Klasifikasi Folikel Graaf


Pertumbuhan dan perkembangan Folikel Graaf dapat dibagi menjadi empat
stadium berdasarkan ukurannya. Setiap folikel dominan memiliki kewajiban
untuk menyelesaikan tahapan perkembangan mulai dari stadium kecil (1-6 mm),
sedang (7-11 mm), besar (12-17 mm) sampai pada tingkat preovulasi (18-23
mm) pada wanita. Folikel yang atretik umumnya akan gagal untuk berkembang
mulai dari stadium kecil sampai sedang (1-10 mm). Banyaknya folikel Graaf
dan ukurannya bervariasi menurut usia dan siklus menstruasi.
12. Struktur Folikel
Setelah kavitasi, tujuan dari pembentukan folikel Graaf yang diinginkan
21

telah tercapai, dan keseluruhan tipe sel telah ada dalam posisi yang sesuai
menunggu datangnya stimulus yang akan merangsang pertumbuhan dan
perkembangan secara bertahap. Ukuran dari folikel Graaf ditentukan dari
besarnya antrum yang juga dipengaruhi oleh volume cairan folikuler yang
berkisar antara 0,02 sampai 7 ml. Proliferasi dari sel-sel folikel juga berperan
dalam menentukan ukuran folikel. Pada folikel yang dominan, sel-sel granulosa
dan theca akan berproliferasi dengan sangat cepat diikuti oleh berkembangnya
antrum yang dipenuhi oleh cairan folikuler. Peningkatan akumulasi cairan
folikuler dan proliferasi sel bertanggung jawab atas pertumbuhan yang pesat
dari folikel dominan saat fase folikuler dari siklus. Ukuran dari folikel atretik
dipengaruhi oleh terbatasnya pembentukan cairan folikuler dan mitosis sel
granulosa dan theca.
Gambar 14.
Diagram
dari struktur
Folikel
Graaf Theca
eksterna
terdiri

dari

sel otot polos yang tersusun secara konsentris, yang mana dipersarafi oleh saraf otonom.

Gambar 15.
Gambaran
dari dinding
folikel Graaf

Theca interna mengandung kumpulan dari sel-sel epitel besar yang disebut
sel theca interstitial. Sel theca interstitial memiliki reseptor sel untuk LH dan
insulin. Sebagai respon terhadap stimulasi LH dan insulin, sel tersebut akan
menghasilkan kadar androgen tinggi, umumnya androstenedion. Theca interna
banyak menerima vaskularisasi yang berasal dari jalinan kapiler longgar yang

22

mengelilingi folikel Graaf saat proses pertumbuhan. Di dalam folikel Graaf, sel
granulosa dan oosit didistribusikan sebagai suatu massa dengan bentuk dan
posisi yang tertentu yang tepat. Sel granulosa dibagi menjadi empat subtipe
yaitu membran, area periantral, cumulus oophorus dan sel granulosa corona
radiata. Seluruh sel granulosa ini akan mengekspresikan reseptor FSH saat
perkembangan folikel Graaf, namun setiap grup dari sel granulosa dipengaruhi
oleh posisinya masing-masing untuk mengekspresikan stadium spesifik yang
berlainan sebagai respon terhadap stimulasi FSH. Sebagai contoh, sel membrana
granulosa akan mengekspresikan P450arom dan reseptor LH yang mana area
periantral, cumulus dan sel granulosa corona radiata.
D. TEKNOLOGI EMBRIOLOGI
Perkembangan bioteknologi embrio memberikan peluang untuk optimalisasi
proses perkembangan sebagai upaya meningkatkan manfaat tanpa mengganggu
proses fisiologis pertumbuhan. Perkembangan bioteknologi yang sangat pesat mulai
dikenal dengan upaya perekayasaan embrio yaitu suatu upaya manipulasi proses
perkembangan untuk mendapatkan manfaat yang lebih baik. Dari penelitainpenelitian yang telah dilakukan, ternyata perekayasaan tanpa mengganggu proses
perkembangan normal hanya dapat dilakukan pada periode gametogenesis, fertilisasi,
pembelahan embrio dan blastulasi. Perekayasaan yang dilakukan di luar periode
tersebut akan menghasilkan individu dengan perkembangan abnormal. Hal tersebut
dapat difahami karena pada proses gastrulasi mulai terjadi diferensiasi perkembangan
menjadi tiga lapis kecambah yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm yang masingmasing akan bertanggungjawab pada perkembangan organ tubuh secara keseluruhan.
Hal tersebut akan menjadi lebih rumit bila proses perekayasaan dilakukan pada
periode perkembangan lebih lanjut (neurulasi dan organogenesis). Salah satu
teknologi embriologi yang berkembang saat ini adalah embrio partenogenetik.
EMBRIO PARTENOGENETIK
Kejadian partenogenetik sering terjadi pada hewan tingkat rendah (insekta)
dimana suatu individu terlahir tanpa melalui proses fertilisasi sehingga didapatkan
jumlah kromosom yang haploid. Konsekuensi biologis dari individu tersebut adalah
steril (tidak mampu bereproduksi lebih lanjut). Kejadian tersebut pada awalnya tidak
memungkinkan terjadi pada mamalia, namun kini menjadi mungkin dengan
kemajuan bioteknologi embrio. Peran sperma pada proses fertilisasi pada mamalia
adalah: a) mengaktivasi oosit untuk dapat melanjutkan proses meiosis II, dan b)
23

membawa material genetik jantan. Pengetahuan bioteknologi embrio memungkinkan


perekayasaan fungsi sperma digantikan oleh bahan kimia atau stimulasi lain. Sebagai
aktivator oosit untuk melanjutkan proses meiosis II digunakan etanol atau stronsium
yang mampu menstimulasi sinyal pengeluaran Ca2+ dan selanjutnya memulai proses
perkembangan (Ciapa & Chiri, 2000). Sementara itu ketidakberadaan material
genetik jantan yang dibawa sperma dapat diupayakan dengan menghambat proses
sitokinesis pada meiosis II (dengan perlakuan cytochalasin B) sehingga tidak
terbentuk badan kutub (polar body) II. Selanjutnya akan terjadi proses singami antara
nukleus fungsional betina dengan nukleus yang berasal dari polar body II yang
tertahan sehingga didapatkan embrio partenogenetik yang bersifat diploid (Gambar
6) (Boediono et al, 1995; Murti et al, 2009).

24

Gambar 16. Proses perkembangan zigot hasil fertilisasi dan partenogenetik. Orasi
Ilmiah Guru Besar FKH IPB, 2 Oktober 2010
Permasalahan genomic imprinting yang timbul karena embrio partenogenetik
tidak mempunyai paternal genetik (berasal dari jantan) menyebabkan embrio tersebut
tidak mampu tumbuh dan berkembang sampai lahir karena terjadi kegagalan proses
implantasi. Namun demikian telah dilaporkan bahwa keberadaan embrio
partenogenetik mampu terekspresi sampai tahap kelahiran dengan upaya
menggabungkan embrio partenogenetik dengan embrio hasil fertilisasi (Boediono et
al, 1999).

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah adalah sebagai berikut:
1.

Spermatogenesis adalah proses pembentukan spermatozoa dari spermatogonium


yang terjadi didalam kelamin jantan oleh sel spermatogenik.

2.

Oogenesis adalah proses pembentukan sel ovum yang berasal dari oogonium
yang terjadi disertai tahap fertilisasi.

3.

Folikulogenesis adalah siklus pertumbuhan folikel bersama oosit yang berfungsi


untuk mematangkan sel ovum kemudian berubah menjadi suatu corpus.

4.

Salah satu jenis bioteknologi dalam bidang embrio adalah embrio partenogenetik

25

26

DAFTAR PUSTAKA
Boediono, arief. 2010. Bioteknologi Embrio Dari Ilmu Dasar Menuju Teknologi
Modern : Orasi Ilmiah(pdf). IPB: Bogor
Anwar, Ruswana. 2005. Morfologi Dan Fungsi Ovarium(pdf). Unpad: Bandung
Naldi, Yandri. 2012. Fungsi Reproduksi Dan Hormonal Pria (PPT). Unswagati:
Cerebon
Adetya, Zefta. Zefta_adetya.blgospot.com. Diakses 17 September 2013 pada 13.22
wita

27

Anda mungkin juga menyukai