Anda di halaman 1dari 13

LI.1.

Mampu Memahami dan Menjelaskan Ca serviks


1.1

Definisi
Ca Servix adalah kanker yang terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu
masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina).

1.2

Epidemiologi
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah
kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak
80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat
kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu terjadi karena pasien datang
dalam stadium lanjut.
Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini menempati urutan pertama daftar kanker
yang diderita kaum wanita Indonesia. saat ini ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya
Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain
itu, lebih dari 70 persen kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut.
Frekuensi
The American Cancer Society memperkirakan bahwa di Amerika Serikat pada tahun 2009, 11.270 kasus baru kanker
serviks akan didiagnosis. Di samping itu, lebih dari 50.000 kasus karsinoma in situ yang didiagnosis setiap tahun.
Internasional, 500.000 kasus baru didiagnosa setiap tahun.
Mortalitas / Morbiditas
The American Cancer Society memperkirakan bahwa 4.070 perempuan akan mati dari kanker serviks di Amerika Serikat
pada 2009. Ini merupakan 1,3% dari semua kematian kanker dan 6,5% dari kematian akibat kanker ginekologi.
Ras
Di Amerika Serikat, kanker leher rahim lebih sering terjadi di Hispanik, Afrika Amerika, dan wanita asli Amerika
dibandingkan pada wanita kulit putih. CDC Pengawasan dari beberapa-Terdeteksi Kanker Screening (Colon dan Rektum,
Payudara, dan leher rahim) --- Amerika Serikat, 2004-2006 melaporkan bahwa insiden tingkat stadium akhir kanker serviks
yang tertinggi di antara wanita berusia 50-79 tahun dan Hispanik.
Umur
Kanker serviks biasanya mempengaruhi wanita usia pertengahan atau lebih tua, tapi mungkin bisa didiagnosis pada
wanita usia reproduksi.

1.3

Etiologi dan faktor resiko


Penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari
karsinogenesis awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-studi epidemiologi
menunjukkan lebih dari 90% kanker serviks dihubungkan dengan jenis human papiloma virus (HPV). Beberapa bukti
menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk.
HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya
degenerasi keganasan. Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG (Tumor Supressor Gene) p53 akan kehilangan
fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor
transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol.
Infeksi HPV
Penelitian epidemiologi memperlihatkan bahwa infeksi HPV terdeteksi menggunakan penelitian molekular pada 99,7%
wanita dengan karsinoma sel skuamosa karena infeksi HPV adalah penyebab mutasi neoplasma (perubahan sel normal menjadi
sel ganas). Terdapat 138 strain HPV yang sudah diidentifikasi, 30 diantaranya dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Dari
sekian tipe HPV yang menyerang anogenital (dubur dan alat kelamin), ada 4 tipe HPV yang biasa menyebabkan masalah di
manusia seperti 2 subtipe HPV dengan risiko tinggi keganasan yaitu tipe 16 dan 18 yang ditemukan pada 70% kanker leher
rahim serta HPV tipe 6 dan 11, yang menyebabkan 90% kasus genital warts (kutil kelamin).
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua usia seseorang, maka semakin
meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan

gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya
sistem kekebalan tubuh akibat usia.
Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual
dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Pada
usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap
menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh
lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat
menjadi sel kanker.
Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan. Berganti-ganti pasangan akan
memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah selsel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi kanker.
Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan
mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.
Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan
wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat
lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan kokarsinogen infeksi virus.
Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang
terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk
golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan
berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan
memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.
Riwayat kanker serviks pada keluarga. Bila seorang wanita mempunyai saudara kandung atau ibu yang mempunyai kanker
serviks, maka ia mempunyai kemungkinan 2-3 kali lebih besar untuk juga mempunyai kanker serviks dibandingkan dengan
orang normal.
Penggunaan jangka panjang (lebih dari 5 tahun) kontrasepsi oral.

1.4

Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi untuk tingkat kanker serviks seperti International Federation of Gyneacology and obstetrics
(FIGO) dari World Health Organization (WHO) dan sistem tumor nodul dan metastasis (TNM) dari International Union
Against Cancer (UIC C).
Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000
Stadium 0
Kasinoma in situ, karsinoma intra epitel
Stadium I
Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri diabaikan)
Stadium Ia
Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara langsung walau
dengan invasi yang sangat superfisial dikelompokkan sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5mm
dan lebarnya lesi tidak lebih dari 7mm
Stadium Ia1
Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3mm dan lebar tidak lebih dari 7mm
Stadium Ia2
Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3mm tapi kurang dari 5mm dan lebar tidak lebih dari 7mm
Stadium Ib
Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis tidak lebih dari Ia
Stadium Ib1
Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4cm
Stadium Ib2
Besar lesi secara klinis lebih besar dari 4 cm
Stadium II
Telah melibatkan vagina, tapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding
panggul
Stadium IIa
Telah melibatkan vagina, tapi belum melibatkan parametrium
Stadium IIb
Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul
Stadium III
Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul. Dengan hidronefrosis atau
gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain.
Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul
Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal
Stadium IV
Perluasan ke luar organ reproduktif
Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum
Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul

Stadium kanker seviks menurut sistem TNM


T
Tak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra-invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ)
T1
Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun ada perluasan ke korpus uteri)
T1a Pra-klinik adalah karsinoma yang invasif dibuktikan dengan pemeriksaan histologik
T1b Secara klinis jelas karsinoma yang invasif
T2
Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau karsinoma telah menjalar
sampai dinding vagina, tetapi belum sampai 1/3 distal
T2a Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium
T2b Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium
T3
Karsinoma telah melibatkan 1/3 distal vagina atau telah mencapai dinding panggul (tidak ada celah bebas antara dinding
panggul)
NB : Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus
dianggap sebagai T3 meskipun pada penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah
T4
Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rektum atau kandung kemih, atau meluas sampai panggul. (Ditemukannya
edema bulosa tidak cukup bukti untuk mengklasifikasi sebagai T4)
T4a Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktikan secara histologik
T4b Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul
NX
Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+ ditambahkan
untuk tambahan ada/tidak adanya informasi mengenai pemeriksaan histologik, jadi : NX
+ atau NX N0
Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1
Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh cara-cara diagnostik yang tersedia ( misalnya
limfografi, CT-scan panggul)
N2
Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan
tumor
M0
Tidak ada metastsis berjarak jauh
M1
Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas bifurkasio arteri iliaka komunis

Berdasarkan tipe Histopatologi:


Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu 90% merupakan karsinoma sel skuamosa (KSS),
adenokarsinoma 5% dan jenis lain sebanyak 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-sel yang berasal
dari skuamosa dengan pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari sel-sel yang
disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat seta mempunyai batas tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal
dari sel basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau
dari kelenjar endoserviks yang mengeluarkan mukus

1.5

Patofisiologi
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang
disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ).
Histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis
bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada waniya
umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk
menjadi ulkus yang luas.
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosi akibat saling desak-mendesak kedua jenis epitel yang
melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi
patologik melalui tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikroinvasif atau
invasif, prose keganasan akan berjalan terus. Periode laten dari NIS I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita.
Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 20 tahun (rata-rata 5 10 tahun).
Perubahan epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan
pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Histopatologik sebagian besar 95-97% berupa
epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang
paling jarang adalah sarcoma.
Kanker serviks merupakan kanker ginekologi yang pada tahap permulaan menyerang pada bagian lining/permukaan cervix.
Kanker jenis ini tidak dengan segera terbentuk menjadi sel yang bersifat ganas melainkan secara bertahap berubah hingga
akhirnya menjadi sel kanker.
Tahap perkembangan ini yang kemudian disebut sebagai tahap pre-kanker (pre-cancerous yaitu displasia, neoplasia
intraepitel cervik/CIN, dan lesi squamosa intraepitel/SIL) kanker cervik diawali dengan terbentuknya tumor yang bersifat bulky
(benjolan) yang berada pada vagina bagian atas kemudian tumor ini berubah menjadi bersifat invasif serta membesar hingga
memenuhi bagian bawah dari pelvis.
Jika invasinya kurang dari 5 mm maka dikategorikan sebagai karsinoma dengan invasi mikro (microinvasif) dan jika lebih
dari 5 mm atau melebar hingga lebih dari 7 mm maka disebut sebagai tahap invasif.
Pada tahap ini disebut juga tahap kanker dan membutuhkan evaluasi tahap perkembangan kanker/stage. Akhirnya, tumor
tersebut berubah menjadi bersifat destruktif dengan manifestasi ulcerasi hingga terjadi infeksi serta nekrosis jaringan.
Infeksi HPV yang berjenis oncogenik merupakan factor utama penyebab kanker serviks. HPV merupakan virus tumor yang
ber-DNA rantai ganda yang menyerang lapisan epitel basal pada daerah transformasi cervik dimana sel-selnya sangat rapuh.
HPV menginfeksi cervik ketika trauma mikro terjadi atau erosi pada lapisan tersebut. Virus ini mampu menghindari deteksi
system imun dengan cara membatasi ekspresi gen dan replikasinyanya hanya pada lapisan supra basal dan dapat tetap berada
pada lokasi tersebut untuk jangka waktu yang lama.
Pada umumnya screening awal (pap smear) mampu mengidentifikasi abnormalitas namun pemeriksaan sebaiknya
dilanjutkan melalui colposcopy, CT scan, atau MRI untuk mendapatkan hasil yang definitive. Federation of Gynecology and
Obstetrics memberikan batasan mengenai tahapan-tahapan pada kanker cervik yang selanjutnya tahapan-tahapan ini menjadi
langkah penting guna menentukan terapi.

Mutagen
HPV menginvasi inti sel hospes dan menduplikasi DNA virus. Proses ini akan berlanjutan (fase laten) sehingga kanker
yang bersifat in situ bisa menjadi invasif. Protein dari HPV tipe onkogenik, E6 dan E7 akan menghambat dan menginaktivasi
p53 yang dan protein RB hospes yang berperan menekan sifata onkogenik setiap sel tubuh. Protein E6 mengikat p53
membentuk kompleks yang menetralisir respon normal sel epitel serviks terhadap kerusakan DNA( apoptosis dimediasi oleh
P53). Sedangkan, protein E7 mengikat produk gen retinoblastoma (protein Rb1) mempengaruhi supressor gene.
Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan,sedang,berat)
menjadi karsinoma insitu dalam jangka waktu 7-10 tahun akhirnya invasif. Perkembangan bentuk preinvasif berkembang
menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka,
pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks,
parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma serviks dapat meluas ke arah segmen
bawah uterus dan kavum uterus.
HPV
Terdiri dari region E dan L
Pada kanker serviks yang menjadi penyebab terjadinya keganasan adalah E6 dan E7
Terjadi integrasi DNA virus dengan sel tubuh-> E2 tidak berfungsi -> E6 dan E7 terangsang
E6 -> inaktivasi gen p53 -> kegagalan pengendalian pertumbuhan sel -> sel membelah terus tanpa kontrol -> apoptosis
terhambat -> displasia.
E7 -> mengikat pRb -> E2F bebas terlepas -> merangsang proto onkogen c-myc dan N-myc -> terjadi transkripsi sel ->
pembelahan tanpa kontrol -> dysplasia

1.6
Manifestasi klinik
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai
berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat
infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke
bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros
usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh.
1.7
Diagnosis dan diagnosis banding
A. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diidentifikasi data mengenai riwayat perkawinan dan pesalinan, perilaku seks yang sering berganti
ganti pasangan (promiskusitas), waktu coitus pertama kali, penyakit yang pernah dialami misalnya herpes genitalis, infeksi
HPV, servisis kronis, gaya hidup seperti meroko, hygienis, jenis makanan san social ekonomi rendah, juga keluhan perdarahan
spontan ataupun pasca senggama. Gejala Klinis kurang menunjang sebagai penunjuk diagnostic karena lesi prakanker
umumnya asimptomatik kecuali pada keganasan yang sudah lanjut.

B. Pemeriksaan Fisik
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut.Yang menjadi masalah adalah bagaimana
melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadaplesi
prakanker serviks. Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertaidengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang
tepat akan dapat menurunkanangka kematian akibat kanker serviks.
1. Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbaubusuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahantimbul akibat terbukanya pembuluh darah,
yang makin lama makin seringterjadi diluar senggama.
3. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
5. Pemeriksaan tanda vital seperti tensi, nadi, respirasi, suhu badan.
6. Status pasien :
Ada atau tidaknya anemia.
Tanda-tanda metastase di paru seperti: sesak napas, batuk darah.
Status lokalis abdomen: umumnya tak khas, jarang menimbulkan kelainan berupa benjolan, kecuali bila sudah ada
penyebaran ke rektum menimbulkan obstipasi ileusobstruktif.
Palpasi hepar, supraklavikula, dan diantara kedua paha untuk melihat ada tidaknya benjolan untuk meyakinkan ada
tidaknya metastase.
C. Pemeriksaan Ginekologi
Pada pemeriksaan makroskopis/inspekulo mungkin tidak ditemukan kelainan porsio pada lesi tingkat prakan-ker dan
kadang hanya menunjukkan gambaran khas seperti leukoplakia, erosi, ektropion atau servisitis. Tetapi tidak demikian halnya
pada tingkat lanjut dimana porsio terlihat benjol-benjol menyerupai bunga kol (pertumbuhan eksofitik) atau mungkin juga
ditemukan fistula rektovaginal ataupun vesikovagina. Pada keadaan ini porsio mudah sekali berdarah karena kerapuhan sel
sehingga pada pemeriksaan ginekologi dianjurkan mulai dengan pemeriksaan inspekulo yang dilanjutkan dengan pemeriksaan
vagina bimanual untuk eksplorasi vagina.
D. Pemeriksaan penunjang
Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka
stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi,
inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan Xray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan dengan
biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari limfangografi, arteriografi,
venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging
karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
dan hasil pemeriksaan sebagai berikut (Suharto, 2007):
1) Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker
dapat diketahui pada sekret yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun
atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali
sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang
tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang
telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturutturut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali.
Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut (Prayetni,1999):
a. Normal
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya)
Tujuan Pap Smear:
a. Menemukan sel abnormal atau sel yang dapat berkembang menjadi kanker termasuk infeksi HPV).
b. Untuk mendeteksi adanya pra-kanker, ini sangat penting ditemukan sebelum seseorang menderita kanker.
c. Mendeteksi kelainan kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim.
d. Mendeteksi adanya kelainan praganas atau keganasan servik uteri
2) Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun.
Tes ini dapat dilakukan pada sediaan apusan atau cairan vagina dan sel sisa bahan pada sediaan sitologi Pap smear ataupun
dengan biopsis. Deteksi dengan tes DNA HPV adalah salah satu jenis tes pelengkap tes sitologi seperti pap smear. Deteksi
DNA HPV bisa dengan menggunakan PCR dan Hybrid Capture II. PCR pertama kali dikembangkan oleh Kary Mullis pada
tahun 1985 (Nuswantara, 2002). Pada tahun 1990 Ting dan Manos telah mengembangkan suatu metode deteksi human
papilloma virus dengan PCR. Metode tersebut dikembangkan dengan mengidentifikasi suatu daerah homologi di dalam genom
tipe-tipe HPV yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk mendesain primer untuk amplifikasi.
Sedangkan teknik pemeriksaan dengan hibridisasi dikenal dengan istilah teknik Hybrid Capture II System (HC-II). HC-II
pada intinya adalah melakukan teknik hibridisasi yang dapat mendeteksi semua tipe HPV high risk pada seseorang yang diduga

memiliki virus HPV dalam tubuhnya (Lrincz, 1998). Penggunaan teknik komputerisasi dilakukan untuk pemeriksaan di
tingkat DNA dan RNA, apakah terdapat kemungkinan pasien tersebut sudah terinfeksi HPV. Jika teknik Pap smear memeriksa
adanya perubahan pada sel (sitologi), teknik HC-II memeriksa pada kondisi yang lebih awal yaitu terdapatnya kemungkinan
seseorang terinfeksi HPV di dalam tubuhnya sebelum virus tersebut membuat perubahan pada serviks yang akhirnya dapat
mengakibakan terjadinya kanker serviks.
Pengembangan teknik deteksi DNA HPV akhir-akhir ini berupa HC-II merupakan teknik sederhana dan cara alternatif yang
menarik; seperti produk HC-II. Teknik HC-II adalah sebuah antibody capture/solution hybridization/signal amplication assay
yang memakai deteksi kualitatif chemiluminescence terhadap DNA HPV (Suwiyoga, 2006) namun secara umum HC-II ialah
suatu teknik berbasis DNA-RNA yang dapat mendeteksi secara akurat dan cepat (Nainggolan, 2006).
3) Biopsi
Biopsi serviks dilakukan dengan cara mengambil sejumlah contoh jaringan serviks untuk kemudian diperiksa di bawah
mikroskop. Dibutuhkan hanya beberapa detik untuk melakukan biopsi contoh jaringan dan hanya menimbulkan
ketidaknyamanan dalam waktu yang tidak lama. Jika diperlukan maka akan dilakukan biospi disekitar area serviks, tergantung
pada temuan saat melakukan colposcopy. Bersamaan dengan biopsi serviks, kuretase endoserviks juga bisa dilakukan. Selama
kuretase, dokter akan menggunakan sikat kecil untuk menghilangkan jaringan pada saluran endoserviks, area antara uterus dan
serviks. Kuretase akan menimbulkan sedikit nyeri, tapi nyeri akan hilang setelah kuretase dilakukan. Hasil biopsi dan kuretase
biasanya baru bisa dilihat paling tidak 2 minggu.
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil
pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear.
Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan
anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal
servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja (Prayetni, 1997).
Biopsi Kerucut dan LEEP
Adakalanya biopsi yang lebih besar dibutuhkan untuk mendiagnosis kanker serviks. Pada kasus ini, maka dapat dipilih
biopsi kerucut. Selama biopsi kerucut, sebuah kerucut yang tajam akan digunakan untuk mengambil jaringan dan pada prosedur
ini dibutuhkan anestesi umum. Biopsi kerucut juga digunakan untuk membuang jaringan pra-kanker dari serviks. Loop Electro
Surgical Excision Procedure (LEEP) atau Prosedur Pembedahan Eksisi dengan Loop Elektro adalah prosedur yang dilakukan
dengan anestesi local untuk mengangkat jaringan dari serviks. LEEP menggunakan listrik untuk membuang contoh jaringan.
Metode ini umumnya digunakan untuk mengobati kanker stadium tinggi dari pada hanya untuk mendiagnosis kanker serviks.
4) Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan
dengan pap smear, karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang
abnormal (Prayetni, 1997). Colposcopy adalah suatu pengujian yang memungkinkan dokter untuk melihat serviks (leher rahim)
lebih dekat dengan menggunakan sebuah alat bernama colposcope. Colposcope akan dimasukkan ke dalam vagina dan
kemudian gambar yang ditangkap oleh alat tersebut akan ditampilkan pada layar computer atau televisi. Dengan cara seperti
ini, kondisi yang terjadi dalam leher rahim akan sangat jelas terlihat. Sebelumnya diberi cairan ke dalam vagina, apabila pada
sel-sel yang abnormal akan terwarnai suatu warna putih atau lainnya, lalu sample yg abnormal (sudah terwarnai) itu diambil
dengan biopsi, dan dibawa ke laboratorium.
5) Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi
pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan
warna yang tidak berubah karena tidak ada glikogen ( Prayetni, 1997).
6) Radiologi
a. Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik atau peroartik limfe.
b. Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya
obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum
yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging
(MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus
limpa regional (Gale & charette, 1999).
7) Petanda Tumor
Antigen terkait karsinoma skuamosa (SCCag/ squamous cell Ca associated antigen). Merupakan glikoprotein dengan bobot
molekul 42-48 kDa. Batas atas dalam serum orang sehat adalah 1.5ug/L. Makna klinis terutama untuk mendeteksi kadar serum
pasien karsinoma sel skuamosa.
8) Thin Prep
Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya mengambil sebagian dari sel-sel di serviks atau
leher rahim, maka Thin prep akan memeriksa seluruh bagian serviks atau leher rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat
dan tepat.

Kelebihan Thin Prep


ThinPrep Test, sel-sel yang telah diambil tidak diletakkan dan diratakan di preparat kaca, tetapi dimasukkan ke dalam tabung
yang berisi cairan yang berfungsi menstabilkan dan menjaga kondisi sel-sel tersebut agar pada saat diperiksa akan tetap sama
dengan kondisi saat diambil. Prosedur ini memastikan agar sebanyak mungkin sel dapat disimpan untuk dibawa laboratorium
pemeriksaan dan dalam kondisi sangat baik.
9) IVA
IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher
rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna,
maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Anda dapat melakukan di Puskesmas dengan harga relatif murah. Ini dapat
dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut
harus dilakukan.
PADA WANITA HAMIL
Tumor yang sudah lanjut mudah dikenal. Lain halnya dengan tumor stadium dini, lebih-lebih tumor yang belum memasuki
jaringan dibawah epitel (preinvasive carcinoma, karsinoma in situ). Oleh karena itu, di beberapa negara pemeriksaan sitologi
vaginal merupakan pemeriksaan rutin pada setiap perempuan hamil, yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi
apabila diperoleh hasil yang mencurigakan.
Diagnosis karsinoma in situ dalam kehamilan sangat sulit karena dalam kehamilan dapat terjadi perubahan-perubahan pada
epitel serviks, yang secara mikroskopis hampir tidak dapat dibedakan dari tumor tersebut. Untuk membuat diagnosis yang pasti
perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti berulang kali, bahkan kadang-kadang kepastian baru diperoleh setelah bayi lahir.
Perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pengaruh esterogen dalam kehamilan sifatnya reversibel, sedang karsinoma in situ
ada setelah bayi lahir. Apabila terrdeteksi pada pemeriksaan prenatal, maka diagnosisnya lebih dini:
Diagnosis definitif ditegakkan berdasarkan:
Biopsi punch dari lesi serviks yang luas. Namun, masih kontroversi, apakah masih dilakukan bila telah ada bukti kanker
serviks invasif dari pemeriksaan kolposkopi, dan apakah dilakukan pada semua lesi servikal yang dapat dideteksi dengan
kolposkopi.
Evaluasi yang tepat dari apusan abnormal.
Evaluasi kolposkopi.
Biopsi kerucut (cone biopsy), dilakukan pada keadaan khusus (trimester kedua dan diagnosis tidak dapat ditegakkan
berdasarkan pemerksaan lain).
Kondisi
Infeksi
HPV

Infeksi
panggul

Kista

nabothian
Hiperplasi
a kelenjar

Membedakan tanda / gejala


Tidak ada massa, tidak ada
perdarahan
abnormal,
biasanya tidak ada gejala.

Klamidia dan gonore yang


berhubungan dengan demam,
nyeri, dan keputihan, ta
pi mungkin tanpa gejala.
Dispareunia dan massa kistik
pada pemeriksaan.
Mungkin ditemukan pada Pap
smear pada pasien yang tanpa
gejala.
Beberapa pasien mungkin
mengalami gejala perdarahan
uterus berat, berkepanjangan,
sering, dan pendek atau tidak
teratur.
Dispareunia dan massa kistik
pada pemeriksaan.

Membedakan tes
Tes HPV DNA diindikasikan dengan Pap smear atipikal (ASCUS
atypical squamous cells of undetermined significance).
Para koilosit merujuk pada karakteristik dari penampakan sel HPV
yang terinfeksi dan patognomonik pada keadaan HPV. Koilositosis
sering berulang, tapi displasia memerlukan penelitian lebih lanjut
dan tindakan lanjut.
Pap smear mungkin belum tentu akurat karena perubahan
inflamasi. Tes klamidia dan gonore, sediaan basah, kultur, tes
kalium hidroksida (KOH) dapat mengidentifikasi infeksi.

Dibedakan pada pemeriksaan klinis.

Sel glandular atipikal pada Pap smear; biopsi diagnostik akan


membedakannya dari kanker serviks.

Biopsi diagnostik akan membedakannya dari kanker serviks.

Endometri
osis

Nyeri panggul, dismenorea,


infertilitas,
dispareunia,
perdarahan
abnormal,
kelelahan.

Biopsi diagnostik akan membedakannya dari kanker serviks.

Perdarahan abnormal, massa


pada pemeriksaan.

Biopsi diagnostik akan membedakannya dari kanker serviks.

Mesonefrik
remnants

Polip
serviks

Servikal
fibroid

Menorrhagia, massa yang


nyeri sekali, keluar cairan yang
abnormal, prolaps dari fibroid.

Biopsi diagnostik akan membedakannya dari kanker serviks.

1.8
Penatalaksanaan
Tiga jenis utama dari pengobatan untuk kanker serviks adalah operasi, radioterapi, dan kemoterapi.
1) Stadium pra kanker hingga 1A biasanya diobati dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP
atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.
Biopsi Cone. Selama operasi ini, dokter menggunakan scalpel untuk mengambil selembar jaringan serviks berbentuk cone
dimana abnormalitas ditemukan
Loop electrosurgical excision procedure (LEEP). Teknik ini menggunakan lintasan kabel untuk memberikan arus listrik,
yang memotong seperti pisau bedah , dan mengambil sel dari mulut serviks
2) Untuk stadium IB dan IIA kanker serviks :
Bila ukuran tumor < 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa kemoterapi
Bila ukuran tumor >4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin
dilanjutkan dengan histerektomi
3) Kanker serviks stadium lanjut (IIB-IVA) dapat diobati dengan radioterapi dan kemo berbasis cisplatin.
4) Pada stadium sangat lanjut (IVB), dokter dapat mempertimbangkan kemo dengan kombinasi obat, misalnya hycamtin dan
cisplatin.
Jika kesembuhan tidak dimungkinkan, tujuannya pengobatan adalah untuk mengangkat atau menghancurkan sebanyak
mungkin sel-sel kanker. Kadang-kadang pengobatan ditujukan untuk mengurangi gejala-gejala. Hal ini disebut perawatan
paliatif.
Pembedahan untuk Kanker Serviks
Ada beberapa jenis operasi untuk kanker serviks. Beberapa melibatkan pengangkatan rahim (histerektomi), yang lainnya
tidak. Daftar ini mencakup jenis operasi yang paling umum untuk kanker serviks.
A. Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan ke dalam vagina dan pada leher rahim. Ini
membunuh sel-sel abnormal dengan cara membekukan mereka. Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker serviks yang
hanya ad adi dalam leher rahim (stadium 0), tapi bukan kanker invasif yang telah menyebar ke luar leher rahim.
B. Bedah Laser
Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus sebagian kecil dari jaringan sel rahim untuk
dipelajari. Pembedahan laser hanya digunakan sebagai pengobatan untuk kanker serviks pra-invasif (stadium 0).
C. Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim. Hal ini dilakukan dengan menggunakan pisau bedah
atau laser tau menggunakan kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik (prosedur ini disebut LEEP atau LEETZ). Pendekatan ini
dapat digunakan untuk menemukan atau mengobati kanker serviks tahap awal (0 atau I). Hal ini jarang digunakan sebagai satusatunya pengobatan kecuali untuk wanita dengan kanker serviks stadium dini yang mungkin ingin memiliki anak. Setelah
biopsi, jaringan (berbentuk kerucut) diangkat untuk diperiksa di bawah mikroskop. Jika batas tepi dari kerucut itu mengandung
kanker atau pra-sel kanker, pengobatan lebih lanjut akan diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sel-sel kankernya telah
diangkat.
D. Histerektomi
Histerektomi sederhana: Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup jaringan yang berada di dekatnya. Baik vagina maupun
kelenjar getah bening panggul tidak diangkat. Rahim dapat diangkat dengan cara operasi di bagian depan perut (perut) atau
melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Histerektomi digunakan untuk mengobati
beberapa kanker serviks stadium awal (I). Hal ini juga digunakan untuk stadium pra-kanker serviks (o), jika sel-sel kanker
ditemukan pada batas tepi konisasi.
Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul: pada operasi ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh
rahim, jaringan di dekatnya, bagian atas vagina yang berbatasan dengan leher rahim, dan beberapa kelenjar getah bening
yang berada di daerah panggul. Operasi ini paling sering dilakukan melalui pemotongan melalui bagian depan perut dan
kurang sering melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Sebuah histerektomi radikal dan
diseksi kelenjar getah bening panggul adalah pengobatan yang umum digunakan untuk kanker serviks stadium I, dan lebih
jarang juga digunakan pada beberapa kasus stadium II, terutama pada wanita muda.
E. Trachelektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal memungkinkan wanita muda tertentu dengan kanker stadium awal
untuk dapat diobati dan masih dapat mempunyai anak. Metode ini melibatkan pengangkatan serviks dan bagian atas vagina

dan meletakkannya pada jahitan berbentuk seperti kantong yang bertindak sebagai pembukaan leher rahim di dalam rahim.
Kelenjar getah bening di dekatnya juga diangkat. Operasi ini dilakukan baik melalui vagina ataupun perut.
D. Ekstenterasi Panggul
Selain mengambil semua organ dan jaringan yang disebutkan di atas, pada jenis operasi ini: kandung kemih, vagina, dubur,
dan sebagian usus besar juga diangkat. Operasi ini digunakan ketika kanker serviks kambuh kembali setelah pengobatan
sebelumnya.
Jika kandung kemih telah diangkat, sebuah cara baru untuk menyimpan dan membuang air kecil diperlukan. Sepotong usus
pendek dapat digunakan untuk membuat kandung kemih baru. Urine dapat dikosongkan dengan menempatkan sebuah tabung
kecil (disebut kateter) ke dalam lubang kecil di perut tersebut (disebut: urostomi). Atau urin bisa mengalir ke kantong plastik
kecil yang ditempatkan di bagian depan perut.
Radioterapi untuk Kanker Serviks
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti sinar-X) untuk membunuh sel-sel kanker ataupun
menyusutkan tumornya. Sebelum radioterapi dilakukan, biasanya Anda akan menjalani pemeriksaan darah untuk mengetahui
apakah Anda menderita Anemia. Penderita kanker serviks yang mengalami perdarahan pada umumnya menderita Anemia.
Untuk itu, transfusi darah mungkin diperlukan sebelum radioterapi dijalankan.
Pada kanker serviks stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi (external maupun internal). Kadang
radioterapi juga diberikan sesudah pembedahan. Akhir-akhir ini, dokter seringkali melakukan kombinasi terapi (radioterapi
dan kemoterapi) untuk mengobati kanker serviks yang berada antara stadium IB hingga IVA. Yaitu, antara lain bila ukuran
tumornya lebih besar dari 4 cm atau bila kanker ditemukan telah menyebar ke jaringan lainnya (di luar serviks), misalnya ke
kandung kemih atau usus besar.
Radioterapi eksternal berarti sinar X diarahkan ke tubuh Anda (area panggul) melalui sebuah mesin besar.
Radioterapi internal berarti suatu bahan radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher rahim Anda selama beberapa waktu
untuk membunuh sel-sel kankernya. Salah satu metode radioterapi internal yang sering digunakan adalah brachytherapy.
Brachytherapy untuk Kanker Serviks
Brachytherapy telah digunakan untuk mengobati kanker serviks sejak awal abad ini. Pengobatan yang ini cukup sukses
untuk mengatasi keganasan di organ kewanitaan. Baik radium dan cesium telah digunakan sebagai sumber radioaktif untuk
memberikan radiasi internal
Efek Samping Radioterapi Ada beberapa efek samping dari radioterapi, yaitu:
-

Kelelahan
Sakit maag
Sering ke belakang (diare)
Mual
Muntah
Perubahan warna kulit (seperti terbakar)
Kekeringan atau bekas luka pada vagina yang menyebabkan senggama menyakitkan

Kemoterapi untuk Kanker Serviks


Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Biasanya obat-obatan diberikan melalui
infuse ke pembuluh darah atau melalui mulut. Setelah obat masuk ke aliran darah, mereka menyebar ke seluruh tubuh. Kadangkadang beberapa obat diberikan dalam satu waktu.
Kemoterapi dapat menyebabkan efek samping. Efek samping ini akan tergantung pada jenis obat yang diberikan,
jumlah/dosis yang diberikan, dan berapa lama pengobatan berlangsung. Efek samping bisa termasuki:
-

Sakit maag dan muntah (dokter bisa memberikan obat mual/muntah)


Kehilangan nafsu makan
Kerontokan rambut jangka pendek
Sariawan
Meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi (kekurangan sel darah putih)
Menopause dini

1.9
Komplikasi
1. Pasca operatif
- Gangguan berkemih
- Fistula (lorong atau saluran) ureter atau kandung kemih
- Emboli paru
- Obstruksi saluran cerna
- Trauma syaraf
2. Pasca kemoteraphy
- Sakit maag dan muntah (dokter bisa memberikan obat mual/muntah)
- Kehilangan nafsu makan
- Kerontokan rambut jangka pendek
- Sariawan
- Meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi (kekurangan sel darah putih)

- Pendarahan atau memar bila terjadi luka (akibat kurang darah)


- Sesak napas (dari rendahnya jumlah sel darah merah)
- Kelelahan
- Menopause dini
- Hilangnya kemampuan menjadi hamil (infertilitas)
3. Pasca radiotheraphy
- Kelelahan
- Sakit maag
- Sering ke belakang (diare)
- Mual
- Muntah
- Perubahan warna kulit (seperti terbakar)
1.10 Pencegahan
Tidak melakukan kegiatan seksual di usia dini ( < 20 tahun), karena secara fisik seluruh organ intim dan yang terkait pada
wanita baru matang pada usia 21 tahun.
Tidak berganti-ganti pasangan seksual lebih dari satu
Melakukan vaksinasi HPV
Vaksin HPV dapat mencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18. Dan dapat diberikan mulaidari usia 10-35 tahun, dalam bentuk
suntikan sebanyak 3 kali (1-2-7 bulan).
Bagi wanita yang aktif secara seksual, atau sudah pernah berhubungan seksual, dianjurkan untuk melakukan tes HPV, Pap
Smear, atau tes IVA, untuk mendeteksi keberadaanHuman Papilloma Virus (HPV), yang merupakan biang keladi dari
tercetusnya penyakit kanker serviks.
Menjaga pola makan seimbang dan bergizi, serta menjalani gaya hidup sehat (berolahraga).
Sebisa mungkin untuk menghindari fakto resiko yang memudahkan terinfeksi HPV
1.11

Prognosis
Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari
90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%.
1. Stadium 0 100% penderita dalam stadium ini akan sembuh
2. Stadium 1 Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita yang terdiagnosis pada
stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%.
Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi mereka.
3. Stadium 2 Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium
2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%. Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%
5. Stadium 4 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%

LI.2.Mampu Memahami dan Menjelaskan etika pemeriksaan dalam menurut ajaran islam
IDEALNYA MUSLIMAH BEROBAT KE DOKTER WANITA
Hukum asalnya, apabila ada dokter umum dan dokter spesialis dari kaum Muslimah, maka menjadi kewajiban kaum
Muslimah untuk menjatuhkan pilihan kepadanya. Meski hanya sekedar keluhan yang paling ringan, flu batuk pilek sampai
pada keadaan genting, semisal persalinan ataupun jika harus melakukan pembedahan.
Berkaitan dengan masalah itu, Syaikh Bin Bz rahimahullah mengatakan: Seharusnya para dokter wanita menangani kaum
wanita secara khusus, dan dokter lelaki melayani kaum lelaki secara khusus kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa.
Bagian pelayanan lelaki dan bagian pelayanan wanita masing-masing disendirikan, agar masyarakat terjauhkan dari fitnah dan
ikhtilat yang bisa mencelakakan. Inilah kewajiban semua orang
Lajnah D-imah juga menfatwakan, bila seorang wanita mudah menemukan dokter wanita yang cakap menangani
penyakitnya, ia tidak boleh membuka aurat atau berobat ke seorang dokter lelaki. Kalau tidak memungkinkan maka ia boleh
melakukannya.
Bagaimana tidak? Karena seorang muslimah harus menjaga kehormatannya, sehingga ia harus menjaga rasa malu yang
telah menjadi fitrah wanita, menghindarkan diri dari tangan pria yang bukan makhramnya, menjauhkan diri dari ikhtilath.
Tatkala ia ingin mendapatkan penjelasan mengenai penyakitnya secara lebih banyak, lebih leluasa bertanya, dan sebagainya,
maka mau tidak mau hal ini tidak akan bisa didapatkan dengan baik, melainkan jika seorang wanita berobat atau memeriksakan
dirinya kepada dokter atau ahli medis wanita. Bila tidak, maka hal itu sulit dilakukan secara maksimal.
BILA TIDAK ADA DOKTER WANITA
Kenyataan yang kita saksikan cukup langkanya dokter umum maupun spesialis dari kalangan kaum hawa. Keadaan ini,
sedikit banyak tentu menimbulkan pengaruh yang cukup membuat risih kaum wanita, bila mereka mesti berhadapan dengan
lawan jenis untuk berobat. Sehingga banyak diantara kaum wanita yang terpaksa berobat kepada dokter pria.
Syaikh Bin Bz rahimahullah memandang permasalahan ini sebagai persoalan penting untuk diketahui dan sekaligus
menyulitkan. Akan tetapi, ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberi karunia ketakwaan dan ilmu kepada seorang
wanita, maka ia harus bersikap hati-hati untuk dirinya, benar-benar memperhatikan masalah ini, dan tidak menyepelekan.
Seorang wanita memiliki kewajiban untuk mencari dokter wanita terlebih dahulu. Bila mendapatkannya, alhamdulillah, dan ia
pun tidak membutuhkan bantuan dokter lelaki.
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan untuk menggunakan cara yang mulanya
tidak diperbolehkan. Selama mendatangkan maslahat, seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya. Seorang

muslimah yang keadaannya benar-benar dalam kondisi terhimpit dan tidak ada pilihan, (maka) ia boleh pergi ke dokter lelaki,
baik karena tidak ada ada seorang dokter muslimah yang mengetahui penyakitnya maupun memang belum ada yang ahli.
Allah Ta`ala menyebutkan dalam firman-Nya surat al-An'm (6) ayat 119:




(padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang
terpaksa kamu memakannya)".
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti rambu-rambu yang wajib untuk ditaati.
Tidak berlaku secara mutlak. Keberadaan mahram adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang
muslimah terpaksa harus bertemu dan berobat kepada dokter lelaki, ia harus didampingi mahram atau suaminya saat
pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau ruang periksa.
Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Bz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian tubuh yang nampak, seperti kepala,
tangan, dan kaki. Jika obyek pemeriksaan menyangkut aurat wanita, meskipun sudah ada perawat wanita umpamanya- maka
keberadaan suami atau wanita lain (selain perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih baik untuk menjauhkan dari kecurigaan.
Ketika Syaikh Shalih al-Fauzan ditanya mengenai hukum berobat kepada dokter yang berbeda jenisnya, beliau
menjelaskan:
Seorang wanita tidak dilarang berobat kepada dokter pria, terlebih lagi ia seorang spesialis yang dikenal dengan kebaikan,
akhlak dan keahliannya. Dengan syarat, bila memang tidak ada dokter wanita yang setaraf dengan dokter pria tersebut. Atau
karena keadaan si pasien yang mendesak harus cepat ditolong, (karena) bila tidak segera, penyakit (itu) akan cepat menjalar
dan membahayakan nyawanya. Dalam masalah ini, perkara yang harus diperhatikan pula, dokter tersebut tidak boleh membuka
sembarang bagian tubuh (aurat) pasien wanita itu, kecuali sebatas yang diperlukan dalam pemeriksaan. Dan juga, dokter
tersebut adalah muslim yang dikenal dengan ketakwaannya. Pada situasi bagaimanapun, seorang muslimah yang terpaksa harus
berobat kepada dokter pria, tidak dibolehkan memulai pemeriksaan terkecuali harus disertai oleh salah satu mahramnya".
Ketika Lajnah D-imah menjawab sebuah pertanyaan tentang syarat-syarat yang harus terpenuhi bagi dokter lelaki untuk
menangani pasien perempuan, maka Lajnah D-imah mengeluarkan fatwa yang berbunyi: (Syarat-syaratnya), yaitu tidak
dijumpai adanya dokter wanita muslimah yang sanggup menangani penyakitnya, dokter tersebut seorang muslim lagi bertakwa,
dan pasien wanita itu didampingi oleh mahramnya.
Demikian pula menurut Syaikh Muhammmad bin Shalih al-Utsaimin. Hanya saja, untuk menangani wanita muslimah,
beliau rahimahullah lebih memilih seorang dokter wanita beragama Nashrani yang dapat dipercaya, daripada memilih seorang
dokter lelaki muslim. Kata beliau: Menyingkap aurat lelaki kepada wanita, atau aurat wanita kepada pria ketika dibutuhkan
tidak masalah, selama terpenuhi dua syarat, yaitu aman dari fitnah, dan tidak disertai khalwat (berduaan dengan lawan jenis
yang bukan mahramnya). Akan tetapi, berobat kepada dokter wanita yang beragama Nasrani dan amanah, tetap lebih utama
daripada ke doker muslim meskipun lelaki, karena aspek persamaan.
Penjelasan tambahan Syaikh al-Utsaimin di atas, juga dipilih oleh para ulama yang tergabung dalam Lajnah Daimah.
Dalam fatwanya yang bernomor 16748, Lajnah D-imah memfatwakan, wanitalah yang menangani (pasien) wanita, baik ia
seorang muslimah maupun bukan. Seorang lelaki yang bukan mahram, tidak boleh menangani wanita, kecuali dalam kondisi
darurat. Yaitu bila memang tidak ditemukan dokter wanita.
KESIMPULAN
Sebagaimana hukum asalnya, bila ada dokter wanita yang ahli, maka dialah yang wajib menjalankan pemeriksaan atas
seorang pasien wantia. Bila tidak ada, dokter wanita non-muslim yang dipilih. Jika masih belum ditemukan, maka dokter lelaki
muslim yang melakukannya. Bila keberadaan dokter muslim tidak tersedia, bisa saja seorang dokter non-muslim yang
menangani.
Akan tetapi harus diperhatikan, dokter lelaki yang melakukan pemeriksaan hanya boleh melihat tubuh pasien wanita itu
sesuai dengan kebutuhannya saja, yaitu saat menganalisa penyakit dan mengobatinya, serta harus menjaga pandangan. Dan
juga, saat dokter lelaki menangani pasien wanita, maka pasien wanita itu harus disertai mahram, atau suaminya, atau wanita
yang dapat dipercaya supaya tidak terjadi khalwat.
Dalam semua kondisi di atas, tidak boleh ada orang lain yang menyertai dokter lelaki kecuali yang memang diperlukan
perannya. Selanjutnya, para dokter lelaki itu harus menjaga kerahasiaan si pasien wanita.
Bertolak dari keterangan di atas, bagaimanapun keadaannya, sangat diperlukan kejujuran kaum wanita dan keluarganya
tentang masalah ini. Hendaklah terlebih dulu beriktikad untuk mencari dokter wanita. Tidak membuat bermacam alasan
dikarenakan malas untuk berusaha. Semua harus dilandasi dengan takwa dan rasa takut kepada Allah, kemudian berusaha
untuk mewujudkan tujuan-tujuan mulia di atas. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla , niscaya Allah Azza
wa Jalla menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.

DAFTAR PUSTAKA

rawiroharjo, S. Hanifa, W. Abdul, B, S. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro. Jakarta

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2003.Robbins Basic Pathology, 7th ED. Saunders Wolfgang A Schulz.
2005. Molecular Biology of Human Cancer. Springer.

http://almanhaj.or.id/content/2883/slash/0

Andriyono. Kanker serviks. Sinopsis Kanker Ginekologi. Jakarta, 2003:14-28

Campion M. Preinvasive disease. In: Berek Js, Hacker NF. Practical gynecologic oncology. 3rd Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, 2000; 271-315

Mardjikoen P. Tumor ganas alat genital. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Editor. Ilmu
Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999;380-9

Kusuma F, Moegni EM. Penatalaksanaan Tes Pap Abnormal. Cermin Dunia Kedokteran 2001; 133:19-22

Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran 2001;133:9-14

Harahap RE. Neoplasia intraepithelial serviks (NIS). Jakarta: UI Press, 1984:1-77

Wright TC, Kurman RJ, Ferenzy A. Precancerous lesions of the cervix. In: Kurman RJ. Ed. Blausteins
pathology of the female genital tract. 4th ed. New York: Springer-Verlag, 1994;229-277

Jong WD, Syamsuhidayat R. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. EGC. Jakarta

Zuhroni. 2010. Pandangan Islam terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan. Universitas YARSI. Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai