Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umat Islam kini menanti hadirnya kembali peradaban Islam sebagaimana yang pernah
terjadi pada masa al-Khulafa al-Rasyidah sampai masa khilafah Usmaniyah. Dengan
kelebihannya dan kekurangan pada saat itu, peradaban Islam berjaya selama kurang lebih 10
abad dari rentang 19 pemerintahan Islam. Tapi semenjak imperalisme Barat mengguras kaum
muslim, peradaban Islam seolah sirna dan tanpa jejak. Barat yang sejatinya dibesarkan dan
dipengaruhi oleh peradaban Islam juga menafikan semua itu. Implikasinya umat Islam
menjadi terjajah dari berbagai aspek kehidupan.
Salah-satu wilayah yang pernah menjadi pusat peradaban Islam sekaligus korban
imperialisme adalah adalah kawasan Lembah Nil bagian bawah yang disebut dengan al-Misr
(Mesir Modern) yang mempunyai sejarah peradaban dan kebudayaan yang sangat panjang
baik itu pra/masa-Islam. Hal ini dapat dijelaskan denngan jejak-jekak peninggalam sejarah
maupun pendalaman di bidang sejarah itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah peradaban islam di mesir era-modern?
2. Apa saja hasil-hasil peradaban?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Peradaban Islam Di Mesir Era-Modern
Berbicara tentang sejarah peradaban dan kebudayaan Mesir pada Era Modern
memang selalu menarik perhatian dan minat orang banyak, karena kota ini merupakan simbol
peradaban yang ada di dunia dengan berbagai fase dan keragamannya. Namun untuk
memulai fase peradaban Islam di Mesir pada Era Modern kita akan mengalami kesulitan
untuk menentukan batas permulaan dan akhir dari pembahasan. Ada yang mengatakan Mesir
memulai era-modern pada masa Muhammad Ali Pasha (w. 1848) dan cucunya Ismail Pasha
(1863-1879) Sejak itu, tidak sedikit putra-putra terbaik Sungai Nil dikirim ke Eropa, tetapi
alasan tersebut juga telah dilaksanakan pada masa Muhammad Ali. Namun demikian, disni
kita akan mengetahui fase-fase yang dilalui Mesir pasca dinasti Fathimiyah, Ayyubiyah,
Mamluk, dan akhir kekuasaan Ottoman. Akan tetapi sebagian besar berpendapat bahwa masa
modern di mulai pada tahun 1800 hingga sekarang.
1. Mesir Pada Permulaan Tahun 1800 hingga sekarang
Pada akhir abad ke delapan belas lapangan politik mesir ditandai dengan
kemunculan dua orang tokoh yaitu, Ali Bey al-Kabir yang mewakili Mamluk dan Abu
al-Dhab (1772-1775) yang mewakili Ottoman, selanjutnya diteruskan oleh Ibrahim
Bey yang ditandai dengan pergolakan yang hebat dalam mendapatkan kekuasaan
diantara orang-orang Mamluk. Namun demikian pemerintahan tetap berlanjut hingga
Mesir diserbu oleh Bonaparte pada bulan juli 1798 M.
Ekspedisi Perancis ke Mesir (1798-1801) merupakan serangkaian rencana
lama untuk menghubungkan laut Merah dan Laut Tengah demi kepentingan ekonomi
dan politik, sejak masa Louis XIV. Namun baru tercapai pada tahun 1798 atas jasa
ekpedisi yang dipimpin oleh Bonaparte. Berbagai usaha telah dilakukan olehnya
dalam mendapatkan simpati pribumi, tetapi tetap gagal karena mereka dipandang
kafir oleh pribumi. Bahkan mereka terus mendapatkan perlawanan dari berbagai
pihak, termasuk juga perlawanan dari Inggris yang disebabkan kepentingan untuk
menjaga status quo kawasannya. Jadi, masa ekspedisi yang bertahan selama 3 tahun 3
bulan ini mendapatkan perlawan dari orang-orang Mesir yang dibantu oleh Turki,
Mamluk, dan juga Inggris yang memaksa Prancis untuk mengangkat kakinya dari
mesir. Namun Semikian, ekspedisi ini telah memberi pengaruh yang begitu besar baik
itu positif maupun negatif. Pengaruh positif dapat dirasakan dengan timbulnya

semangat nasional di Mesir, sedangkan pengaruh negatifnya adalah memperlihatkan


ketidakseimbangan sistem militer dan administrasi Ottoman yang merupakan
pendorong Negara-negara kuat Eropa untuk menguasai Negara-negara di Timur
dekat.
Pada tahun 1801-1805 Mesir bebas dari pengaruh luar (Eropa) namun
pergolakan antara Mamluk dan Ottoman terus berlanjut (bahkan Inggris tidak mampu
menyatukan keduanya). Selanjutnya adalah masa kekuasaan Muhammad Ali
berserta cucunya (monarchi)yang memiliki kesadaran untuk mereorganisasi
pemerintahan, pendidikan dan angkatan perang militer yang modern. Karena, ia
berpendapat bahwa keberhasilannya dalam mengkonsolidasi pemerintahan tidak
bergantung pada kepercayaan rakyat, bantuan dari Sultan ataupun kejasama dengan
Mamluk.
Sejak pembukaan terusan Suez pada tahun 1869 M Inggris ingin menguasai
Mesir, menyadari bahwa jalur ini sudah menjadi jalur terdekat menuju ke negara
besarnya di Timur. Dan Inggris tidak rela untuk membiarkan Mesir jatuh ke tangan
negara besar Eropa yang lain. Hal ini berjalan mulus dengan ditandatanganinya
perjajian Entente Corsiale (perjanjian lunak) antara Inggris dan Prancis yang
menguntungkan kedua belah pihak, namun lain halnya dengan kenyataan yang
diterima Mesir khususnyadijajah Inggrisdan kawasan Afrika pada umumnya.
2. Tumbuhnya semangat Nasionalisme di Mesir
Benih-benih nasionalisme telah muncul semenjak Mesir berada di bawah
kekuasaan Ottoman, kemunculan ini di dorong oleh penderitaan yang masyarakat
rasakan, hingga akhirnya mereka menyadari dan menyatakan baik rasa nasional
mereka maupun dendam terhadap negara-negara besar Eropa yang kemudian
menguasai negara-negara mereka. Selain itu, kebangkitan semanagat nasionalisme
juga didukung oleh berbagai faktor, diantaranya :

Pengaruh Revolusi Prancis, ini semua semakin dirasakan dengan didirikannya


pabrik kertas di Cairo oleh Napoleon.

Kebangkitan kebudayaan Arab

Renaissaince bangsa Mesir, ditandai dengan kemajuan sastra pada masa


pemerintahan Ismail (1863-1879) yang didukung oleh perkembangan sekolahsekolah dan keinginan untuk menjadikan Mesir sebagai bagian dari Eropa. Namun

keinginan ini tidak berjalan begitu saja karena banyak yang menentang
diantaranya Jamaluddin al-Afghani yang menyuarakan perlawanan kepada
kekuatan asing dan pemerintahan Ismail dalam mempertahankan hak-hak bangsa
Mesir.

Kemunculan syair-syair yang bernuasa nasionalisme, dll.

3. Perubahan Sosial Politik Setelah Islam datang di Mesir


Setelah Mesir menjadi salah satu bagian Islam, Mesir tumbuh dengan
mengambil

peranan

yang

sangat

sentral sebagaimana

peran-peran sejarah

kemanusiaan yang dilakoninya pada masa yang lalu, misalnya :


1.

Menjadi sentral pengembangan Islam di wilayah Afrika, bahkan menjadi batu


loncatan pengembangan Islam di Eropa lewat selat Gibraltar (Aljazair dan
Tunisia).

2.

Menjadi kekuatan Islam di Afrika, kekuatan militer dan ekonomi.

3.

Pengembangan Islam di Mesir merupakan napak tilas terhadap sejarah Islam


pada masa Nabi Musa yang mempunyai peranan penting dalam sejarah kenabian.

4.

Menjadi wilayah penentu dalam pergulatan perpolitikan umat Islam, termasuk di


dalamnya adalah peralihan kekuasaan dari Khulafaur Rasyidin kepada Daulat
Bani Umaiyah dengan tergusurnya Ali Bin Abi Thalib dalam peristiwa Majlis
Tahkim.
Bagaimanapun Mesir adalah sebuah tempat yang sarat dengan peran politik

dan kesejarahan. Bagaimana tidak, nampaknya Mesir dilahirkan untuk selalu dapat
berperan dan memberikan sumbangan terhadap perjalanan sejarah Islam itu sendiri.
Dari segi ekonomi dan politik, ia memberikan sumbangan yang cukup besar terutama
sektor perdagangan dan pelabuhan Iskandariyah yang memang sejak kerajaan
Romawi Timur merupakan pelabuhan yang ramai. Sedangkan dari segi pembangunan
hukum Islam, Mesir merupakan daerah yang ikut melahirkan bentuk dan aliran
hukum Islam terutama dengan kehadiran Imam Syafii, yang hukum-hukumnya
sangat kita kenal.
Setelah kehancuran kerajaan Islam di Bagdad, Mesir tampil dengan format
perpolitikan yang baru, yang berkembang bersama kerajaan Daulat Fatimiyah.
Kerajaan Daulat Bani Fathimiyah adalah salah satu dari tiga kerajaan besar Islam,
yaitu Daulat Safawiyah di Parsi dan Kerajaan Moghul di India, pasca kejayaan Islam

pada masa Daulat Bani Abasiyah di Bagdad dan Bani Umaiyah di Spanyol. Kehadiran
Mesir bersama Daulat Bani Fathimiyah yang didirikan oleh aliran/sekte Syiah
(kerajaan Syiah) telah memberikan isyarat adanya kekuatan Islam di saat Islam
mengalami kemunduran. Statemen tersebut bukanlah sebuah apologi, karena buktibukti eksistensi kerajaan tersebut sampai saat ini masih dapat kita jumpai, misalnya
berdirinya Universitas Al-Azhar yang didirikan oleh Nizamul Mulk sebagai pusat
kajian keilmuan Islam.
4. Kemerdekaan Mesir
Akhir Perang Dunia Pertama telah mendatangkan revival semangat
nasionalistik di Mesir yang mencapai titik kulminasi dalam sebuah revolusi tahun
1919. Revolusi ini bertujuan untuk mendapatkan kemerdekaan Mesir dan
pembentukan lembaga konstitusional pemerintah. Akhirnya melalui Deklarasi tanggal
28 Februari inggris memberi kemerdekaan kepada Mesir dan setelah itu dperboleh
memasuki Liga Bangsa-Bangsa.
Namun di sana masih terdapat empat buah tuntutan syarat tak terbatas yang
menjadi penghalang bagi kemajuan negara. Diantaranya : Sudan, tentara dan para
ahli teknik Inggris di zona terusan suez, dan konsensi-konsensi asing di Mesir. Dalam
rangka menyelesaikan permasalah tersebut diadakanlah negoisasi-negoisasi Anglo
Mesir sebagai tindak lanjut dari konstitusi baru tahun 1924 yang tidak memuaskan,
adapun tujuan dari negaoisasi ini adalah untuk menyelesaikan permasalahan Sudan
dan mendesak penarikan tentara-tentara Inggris dari Zona Suez. Akan tetapi usaha ini
hingga berakhinya negoisasi tidak membuahkan hasil yang memuaskan sama seperti
usaha-usaha sebelumnya, malahan pada bulan Oktober 1951 terjadilah permusuhan
dalam bentuk militer. Pada titik ini kudeta militer pada bulan Juli 1952 merupakan
manifestasi kesadaran nasional.
Pada era Modern, dapat kita simpulkan bahwa Mesir banyak mengalami
gejolak dalam rangkan mendapatkan kebebasan/kemerdekaan. Diantaranya :

1922 inggris menyatakan akhir kekuasaannya atas Mesir dan menyetujui Ahmad
Fuad menjadi Raja Mesir.

1923 keluarnya konstitusi Mesir, yang mempunyai tiga kekuasaan : Pertama,


kekuasaan eksekutif oleh raja dan menteri-menteri; kedua, kekuasaan legislative,
oleh parlemen; dan ketiga, kekuasaan kehakiman di bawah undang-undang.

1952 Mesir menjadi Republik;

1958, Mesir dan Syiria menjadi Republik Arab Persatuan;

1961, Mesir; kembali bersiri sendiri, sebagai Republik Mesir.

Demikianlah pembahasan tentang sejarah perjalanan Mesir hingga mencapai


kemerdekaan. Pembahasan akan dibatasi hingga periode ini saja, walaupun mesir
masih banyak mengalami gejolak dan perkembangan lainnya. Point penting yang
harus kita garis bawahi adalah tercapainya kemerdekaan Mesir sebagai negara yang
berdaulat, berdiri sendiri dan terlepas dari intervensi asing.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pakta sejarah di atas telah membuktikan bahwa Imperium Islam telah berhasil
membentangkan pengaruhnya dan meninggalakan jejak peradaban yang gilang gemilang.
Maka pemahaman akan Islam yang pincang dengan memandangnya sebatas
keberhasilan Invansi hanya pernyataan yang mengada-ngada dan sebuah kebohogan besar
yang mengatasnamakan kebenaran, karena persepsi itu telah terbantahkan dengan adanya
sumbangan peradaban Islam yang begitu besar bagi umat manusia. Dan perlu kita segarkan
kembali ingatan kita, bahwa peradaban/kebudayaan tidak akan terwujud hanya dengan
invansi (the of the sword) saja. Akan tetapi, peradaban/kebudayaan itu akan terwujud dengan
adanya penyelarasan (sinkronisasi) antara kedua unsur dominan, yaitu : Man of The Pen dan
The Man of The Sword.

DAFTAR PUSTAKA

Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012),
Dr. Badri Yatim. MA, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), (Jakarta :
Rajawali Perss, PT Rajagarafindo Persada, 2006
Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Bandung: Kota Kembang,
Pustaka)
Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedia Peradapan Islam Kairo, (Jakarta: Tazkia,
2012)
Rachmat Djatnika, dkk, Perkembangan Ilmu Fiqih di Dunia Islam, (Bumi Aksara :
1992)
Tim Penulis, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta : LESFI, 2004)

Anda mungkin juga menyukai