Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CKR


A. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah kerusakan jaringan otak yang diakibatkan oleh
adanya trauma (benturan benda atau serpihan tulang) yang menembus atau
merobek suatu jaringan otak, oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang
diteruskan ke otak dan akhirnya oleh efek percepatan perlambatan pada otak yang
terbatas pada kompartemen yang kaku (Price & Wilson, 1995).
Secara umum cedera kepala dapat diklasifikasikan menurut nilai skala
glasgow, sebagai berikut :
1. Ringan(GCS 13-15)
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur serebral, hematoma
2. Sedang (GCS 9 12)
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat (GCS 3 8)
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem syaraf pusat terdiri dari sekumpulan neuron dan bergabung menjadi
otak dan medula spinalis, daerah-daerah otak dan tulang belakang ditandai badanbadan sel yang dikonsentrasikan kepada nukleus dan kelompok akson berjalan
pada jalur yang saling berhubungan deengan bagian masing-masing.

a. Tengkorak

Yang mengelilingi otak itu ialah tengkorak, sturktur tulang yang menutup
dan melindunginya. Tengkorak dibagi dalam 2 bagian utama yaitu cranium
dan tulang muka.
b. Otak
Otak beratnya kira-kira 3 pound (satu setengah kilo) dan dibagi secara
kasar :
1) Cerebrum
Hemisperium cerebri kiri dan kanan terdiri dari 4 lobus utama yaitu
: frontal, parietal, temporal, dan occipital. Cerebrum adalah bagian
terbesar dari otak, dibungkus dari sebelah luar dengan cerebra korteks
yang tebalnya kira-kira seperempat inci dan terdiri dari 14 milyar
neuron. Menerima dan menganalisa impluls, mengendalikan gerakan
volunter dan menyimpan semua pengetahuan dari impuls yang
diterima. Tiap lobus otak mengikuti nama tulang tengkorak yang
diisinya, mengerjakan fungsi spesifik, seperti sensasi, persepsei,
penglihatan, rasa khusus dan pembicaraan.
Broca terletak pada lobus fraontalis yang berhubungan dengan
korteks motorik dan mengendalikan bicara, ekspresive verbal. Area
wernicke berada pada bagian posterior dari lobus temporal dan
membentang sampai bagian yang menyambung dengan lobus
parietalis.

Wernicke

bertanggungjawab

untuk

menerima

dan

mengartikan bahasa. Daerah pada lobus frontalis memiliki kemampuan


menuliskan kata-kata, dan daerah pada lobus occipital mengendalikan
kemampuan mengartikan tulisan.
2) Batang Otak
Batang otak membuat semua serabut syaraf lewat diantara hemisfer
otak dan tulang belakang ; dari sini semua syaraf kranial berasal
berasal kecuali syaraf I.
Berbagai struktur berada dalan batang otak. Batang otak terdiri dari
diencephalons, otak tengah, pons dan medulla oblongata.

3) Cerebellum
Cerebellum (otak kecil) terletak dibawah cerebrum (otak besar)
posterior besarnya seperlima cerebrum. Mengendalikan otot kerangka
yang mengatur koordinasi gerakan, keseimbangan dan menegakkan
tubuh. Bekerja bersama-sama dengan cerebrum untuk koordinasi
aktifitas otot dan menghasilkan gerakan-gerakan trampil.
c. Sirkulasi Otak dan Medula Spinalis
Pembuluh-pembuluh yang kecil membawa nutrien kepada neuron-neuron.
Arteri-arteri besar mengirimkan darah kedaerah-daerah :
1) Arteri carotis interna 80 % dari suplai darah.
2) Arteri vertebralis 20 % dari suplai darah.
3) Arteri cerebral posterior
d. Meningens
Selaput jaringan syaraf pada otak dan medula spinalis disebut meningens.
Selaput ini menunjang, melindungi, memberi makan jaringan vital ini.
Pembungkus yang paling luar disebut durameter. 4 buah tonjolan yang
masuk sangat dalam, kedalam otak. Arachnoid merupakan membran yang
halus yang terletak dibawah durameter dan menutup otak sepenuhnya.
Meningens yang terdalam disebut piameter, penuh dengan pembuluh darah
dengan pleksus-pleksus pembuluh darah yang unik.
Ada 3 ruang penting yang berhubungan dengan meningens :
1) Extra dural (externa dari dura).
2) Subdura (diantara dura dan arachnoid).
3) Subarachnoid (diantara arachnoid dan piameter)
C. ETIOLOGI
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Benturan pada kepala
c. Jatuh dari ketinggian dengan dua kaki
d. Menyelam ditempat yang dangkal
e. Olah raga keras

D. PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek
yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan
ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada
kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan
batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi
hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,
hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala fokal dan
menyebar

sebagai

kategori

cedera

kepala

berat

pada

upaya

untuk

menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan
fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan
otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau
hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara
luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan
otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada
seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada

batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak,
atau dua-duanya.
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. ila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rotgen Foto
2. Scan
3. Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
G. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.

8. Pembedahan bila ada indikasi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CKR

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
3. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
4. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
5. Sistem saraf :
a. Kesadaran GCS.
b. Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak
akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
c. Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat
kejang.
6. Sistem pencernaan
a. Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika
pasien sadar tanyakan pola makan?
b. Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
c. Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
d. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
e. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan
disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf
fasialis.
7. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat
pasien dari keluarga.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola
nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi
pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.

2.

Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral


dan peningkatan tekanan intrakranial.

3.

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan


menurunnya kesadaran.

4.

Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan perdarahan, mual


dan muntah.

5.

Resiko

injuri

berhubungan

dengan

menurunnya

kesadaran

atau

meningkatnya tekanan intrakranial.


6.

Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

C. INTEVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas
berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi
pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan
tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan
dalam batas normal.
Intervensi :

Kaji Airway, Breathing, Circulasi.

Kaji, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari
memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila
ada cedera vertebra.

Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada
sekret segera lakukan pengisapan lendir.

Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.

Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi
dan tinggikan 15 30 derajat.

Pemberian oksigen sesuai program.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral


dan peningkatan tekanan intrakranial.

Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada
pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :

Tinggikan posisi kepala 15 30 derajat dengan posisi midline untuk


menurunkan tekanan vena jugularis.

Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan


tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala,
valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau
suction, perkusi).

tekanan pada vena leher.

pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan


kompresi pada vena leher).

Bila akan memiringkan, harus menghindari adanya tekukan pada


anggota badan, fleksi (harus bersamaan).

Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.

Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan


intrakranial sesuai program.

Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan


karena dapat meningkatkan edema serebral.

Monitor intake dan out put.

Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.

Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan


pemenuhan nutrisi.

3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan


menurunnya kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi yang ditandai dengan berat
badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur
bersih, tubuh bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil
dapat dibantu.
Intervensi :

Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan minum,


mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan
kebersihan perseorangan.

Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.

Perawatan kateter bila terpasang.

Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk


memudahkan BAB.

4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan perdarahan, mual


dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau
dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit
baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :

Kaji intake dan out put.

Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubunubun atau mata cekung dan out put urine.

Berikan cairan intra vena sesuai program.

5. Resiko

injuri

berhubungan

dengan

menurunnya

kesadaran

atau

meningkatnya tekanan intrakranial.


Tujuan : Klien terbebas dari injuri.
Intervensi :

Kaji status neurologist : perubahan kesadaran, kurangnya respon


terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas
pergerakan menurun, dan kejang.

Kaji tingkat kesadaran dengan GCS

Monitor tanda-tanda vital setiap jam atau sesuai dengan protokol.

Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.

Berikan analgetik sesuai program.

D. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan


yang specifik ( iyer et al , 1996).
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses perawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perwatan Pasien, Edisi 3. (Alih
bahasa oleh : I Made Kariasa, dkk). Jakarta : EGC.
Arif

Mansjoer,

2000,

Kapita

Selekta

Kedokteran,

Penerbit

Media

Aeusculapius FK-UI, Jakarta


Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
Iskandar. (2004). Memahami Aspek-aspek Penting Dalam Pengelolaan
Penderita Cedera Kepala. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok
Gramedia.
Smeltzer, Suzanna C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner dan Suddart. (Alih bahasa Agung Waluyo), Edisi 8. Jakarta: EGC.
Suriadi. (2007). Manajemen Luka. Pontianak : STIKEP Muhammadiyah.

Anda mungkin juga menyukai