Anda di halaman 1dari 3

Asean Free Trade Area (AFTA)

AFTA ?, PELUANG ATAU TANTANGAN ?


(Bagi Apoteker Indonesia)
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari
negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam
rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan
ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500
juta penduduknya. AFTA. Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN
Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA
melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan
hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA
adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi
Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan
Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
Adapun manfaat AFTA bagi Indonesia adalah semakin luasnya peluang pasar
bagi produk Indonesia, biaya produksi yang semakin rendah, pilihan konsumen atas
macam-macam produk yang dipasarkan semakin banyak, serta kerjasama dalam
menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara
anggota ASEAN lainnya. Namun tentu saja akan terdapat tantangan yang harus dihadapi
oleh masyarakat Indonesia, tantangan tersebut adalah pengusaha/produsen Indonesia
dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara
profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara
anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun
pasar negara anggota ASEAN lainnya.
Manfaat AFTA tersebut tentu akan berdampak juga bagi apoteker-apoteker di
Indonesia. Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta
keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk
melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian seorang apoteker di apotek
adalah bentuk hakiki dari profesi apoteker, oleh karena itu Apoteker Pengelola Apotek
(APA) berkewajiban mencurahkan waktu, pemikiran dan tenaganya untuk menguasai,
memanfaatkan dan mengembangkan apotek yang didasarkan pada kepentingan
masyarakat. Sehingga dengan adanya AFTA tentu akan menguntungkan bagi apoteker
karena peluang di pasar akan semakin luas, serta modal untuk membeli obat-obatan yang
dijual di apotek akan semakin murah. Selan itu para apoteker Indonesia tentu akan
mendapat kesempatan untuk membuka apotek di Negara ASEAN lainnya yang tentu
dengan adanya AFTA akan lebih dipermudah perijinaannya..
Hafidz Arkan_Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Asean Free Trade Area (AFTA)


Peluang lainnya adalah dengan adanya keragaman obat-obatan tradisional di
tanah air, telah memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, dan kesehatan bangsa
Indonesia. Negara Indonesia menjadi salah satu pusat tanaman obat di dunia. Ribuan jenis
tumbuhan tropis, tumbuh subur di seluruh pelosok negeri. Di tengah-tengah serbuan obatobatan modern, jamu dan ramuan tradisional tetap menjadi salah satu pilihan bagi
masyarakat kita. Jamu dan obat-obatan tradisional, telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat kita. Hal ini tentu menjadi kesempatan emas bagi
apoteker Indonesia khususnya yang bekerja dalam bidang komunitas di apotek untuk
mengembangkan dan memperkenalkan pasar obat-obatan tradisional asal Indonesia di
seluruh negara ASEAN bahkan dunia.
Tidak hanya bagi apoteker yang bekerja di bidang komunitas apotek, apoteker
yang bekerja di farmasi industri pun akan merasakan manfaat dengan adanya AFTA.
Seperti kesempatan bagi para apoteker untuk merasakan kerja di industri pabrik obat di
luar negeri, serta bahan baku atau modal untuk membuat produk obat tersebut pun akan
murah. Hal ini disebabkan di AFTA telah adanya kesepakatan untuk menghapuskan
semua bea masuk impor barang.
Selain manfaat, adanya AFTA tentu juga akan menjadi tantangan yang harus
dihadapi bagi apoteker diseluruh Indonesia. Apoteker Indonesia tentu harus dituntut
untuk meningkatkan kemampuan menjalankan bisnis secara professional guna
memenangkan persaingan dengan potekr-apoteker yang berasal dari negara ASEAN
lainnya. Hal ini tentu saja harus didukung dari kempampuan apoteker dalam
meningkatkan pemahaman di bidang farmasi yang dikuasainya. Para apoteker juga harus
dituntut untuk menguasai bahasa asing guna mempermudah cara bersaing secara
Internasional. Selain itu networking atau jaringan yang dimiliki apoteker harus semakin
luas, hal ini dikarenakan jika ingin sukses maka tidak akan bisa dilakukan sendirian,
melainkan kita membutuhkan orang lain untuk membantu kesuksesan tersebut.
Adanya pasar bebas, tidak menutup kemungkinan bahwa apoteker-apoteker yang
berasal dari luar negeri akan membuka apotek di Indonesia. Hal ini tentu saja akan
menjadi hal yang menakutkan bagi para apoteker Indonesia. Namun apabila apoteker
Indonesia telah siap dan telah mengatakan mampu untuk bersaing secara Internasioanal
dengan cara mempersiapkan segala hal yang dapat menunjang karirnya, maka tidak akan
sulit untuk membuktika bahwa apoteker Indonesia mampu bersaing, dan produkproduknya seperti obat tradisionalnya pun memang layak untuk dipasarkan secara global.
Dan juga jika di bidang industri farmasi, pabrik obat yang dimiliki oleh apoteker asing
tentu akan semakin banyak. Namun kekuatan industri farmasi di Indonesia dapat dilihat
Hafidz Arkan_Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Asean Free Trade Area (AFTA)


dari populasi SDM dan SDA Indonesia. Dengan memaksimalkan dua hal tersebut industri
farmasi Indonesia dipastikan tidak akan mengalami kesulitan dalam menghadapi AFTA.
Sementara di bidang farmasi klinis, AFTA tidak akan berpengaruh besar dalam 510 tahun mendatang. Hal ini dikarenakan apoteker Indonesia memiliki kultur, bahasa dan
budaya yang sama dengan masyarakat Indonesia sehingga masyarakat tentu akan lebih
mudah berkomunikasi dengan apoteker Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
apoteker Indonesia dituntut untuk bekerja lebih keras untuk mengoptimalkan kemampuan
dalam konseling dan pelayanan terhadap pasien. Namun hal ini tetap perlu diwaspadai
karena apoteker di ASEAN memiliki sistem pendidikan yang lebih baik. Dengan waktu
sepuluh tahun pula apoteker di ASEAN memiliki waktu yang sangat cukup untuk belajar
budaya Indonesia termasuk belajar bahasa Indonesia. Hal yang perlu dikhawatirkan lagi
adalah kecenderungan masyarakat Indonesia yang lebih suka terhadap produk luar. Tidak
bisa dipungkiri lagi bahwa sudah banyak pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri
dengan alasan kualitas yang lebih baik dan justru menjadi sebuah tren untuk berobat ke
luar negeri.
Cara yang sangat ampuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
meningkatkan eksistensi apoteker Indonesia guna mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat Indonesia. Hal ini dapat meningkat apabila apoteker Indonesia bekerja sesuai
dengan tanggung jawab. Sehingga tenaga kefarmasian dituntut dapat meningkatkan
kualitas pelayanan, rasa cinta tanah air, daya saing antar apotek, serta fasilitas apoteker
untuk meakukan riset dan komunikasi dengan pasien. Apabila hal tersebut dapat
terealisasi, maka tidak akan sulit bagi para apoteker Indonesia untuk bersaing dalam
AFTA, bahkan bersaing secara global di seluruh dunia.

Hafidz Arkan_Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Anda mungkin juga menyukai