Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PANCASILA

Fakta-Fakta dan Konsep Terkait Sejarah Pancasila Pada Masa Setelah


Kemerdekaan Indoonesia

Oleh :

Nama

: SAHRUL RAMADANA

Nim/Bp

: 1306435/2013

Prodi

: Teknik Pertambangan (S1)

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015

I.

Masa Awal Setelah Kemerdekaan Indonesia (1945 1959)

Pada kurun waktu 1945-1949, Undang-Undang Dasar 1945 dan


Pancasila tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dikarenakan pada
masa awal ini bangsa Indonesia dihadapkan pada usaha untuk mempertahankan
kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945
terhadap usaha pihak kolonial Belanda yang berusaha untuk mengembalikan
kekuasaanya di Indonesia dengan membonceng pada tentara sekutu. Segala
perhatian bangsa dan negara diarahkan untuk memenangkan perang
kemerdekaan. Selain itu, berbagai pemberontakan terjadi yang bersumber pada
pertentangan ideologi yang ingin mengubah negara kesatuan republik
indonesia dengan ideologi lain. Sistem pemerintahan dan kelembangaan yang
ditentukan dalam Undang-Undang Dasar 1945 belum dapat dilaksanakan.
Dalam kurun waktu ini, diangkat anggota DPA sementara, sedangkan MPR dan
DPR belum dapat terbentuk karena pembentukannya harus melalui pemilu.
Untuk mengatasi hal tersebut diberlakukan ketentuan Aturan Peralihan Pasal
IV yang menyatakan sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk menurut UUD
ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite
Nasional.
Pada masa ini, terjadi suatu perkembangan ketatanegaraan Indonesia yang
tidak sesuai dengan ketentuan dalam UUD 1945.
1. Pertama, berubahnya fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat dari
pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan
ikut menetapkan GBHN dimana perubahan ini terjadi berdasarkan
Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945.
2. Kedua, pada tanggal 3 November atasu usul BP KNIP pemerintah
mengeluarkan suatu maklumat yang ditandatangani oleh Wakil Presiden
yang isinya tentang pembentukan partai partai politik. Tujuan pemerintah
adalah agar dengan adanya partai-partai politik tersebut berbagai aliran
yang ada dalam masyarakat dapat diarahkan kepada perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan dengan persatuan dan kesatuan.
3. Ketiga, perubahan sistem Kabinet Parlamenter. Hal ini terjadi berdasarkan
usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) pada
tanggal 11 November 1945 yang kemudian disetujui oleh presiden dan

kemudian diumumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14


November 1945 yang isinya bahwa sistem Kabinet Presidensial
berdasarkan UUD 1945 diganti dengan sistem Kabinet Parlamenter dengan
alasan dalam rangka mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih oleh
bangsa Indonesia dimana pada waktu itu, bangsa barat masih belum
mengakui kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, pada masa ini, indonesia menerapkan sistem Kabinet
Parlamenter. Penerapan kabinet parlamenter di Indonesia pada waktu itu dilatar
belakangi dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 14
November 1945 dimana kekuasaan pemerintah yang semula dipegang oleh
presiden menjadi dipegang oleh perdana menteri sebagai pimpinan kabinet dengan
menteri sebagai anggota kabinet. Sistem Kabinet Parlamenter ini pada umumnya
dipakai oleh negara negara barat disemangati oleh ideologi liberal. Tentu
berdasarkan hal tersebut tidak sesuai dengan UUD 1945 yang telah mengatakan
bahwa sistem pemerintahan indonesia yaitu berdasarkan sistem presidensiil dan
juga tidak sesuai dengan pancasila, dimana pancasila merupakan ideologi yang
dianut oleh bangsa Indonesia dan menjadi dasar negara Indonesia.
Berkat kebulatan tekad seluruh rakyat waktu itu untuk terus berjuang
mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan kemerdekaan berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, meskipun belum dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya, akhirnya bangsa Indonesia dapat memenangkan perang kemerdekaan.
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, dengan terpaksa menerima
berdirinya Negara Indonesia yang berbeda dengan yang diproklamasikan pada
tanggal 17 Agustus 1945 berdasarkan UUD 1945. Negara Kesatuan Republik
Indonesia terpaksa menjadi negara Federasi Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan pada konstitusi RIS dengan Ir. Soekarno sebagai presidennya.
Undang-Undang Dasar 1945 hanya berlaku di Negara bagian RI saja, yang
meliputi sebagian pulau Jawa, Sumatera dengan Ibukota YogyakartaSehingga,
pada tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950 berlakulah
Konstitusi RIS.

Sejak berdirinya RIS sudah timbul desakan-desakan untuk mengubah RIS


kembali menjadi negara kesatuan. Desakan itu terutama datang dari daerah
daerah yang merasa tidak puas dengan terbentuknya negara federal hasil KMB
serta ingin bergabung dengan RI (Yogyakarta). Selanjutnya, pembubaran dan
penggabungan negara-negara bagian itu memang dimungkinkan oleh Konstitusi
RIS sebagaimana tertuang dalam pasal 43 dan 44. Pada bulan April 1950 tinggal
negara bagian Indonesia Timur dan Sumatera Timur yang belum bergabung
dengan negara RI Yogyakarta. Pada tanggal 19 Mei 1950 dicapailah kesepakatan
antara negara RI dengan negara RIS bahwa dalam waktu sesingkat-singkatnya
bersama-sama mendirikan satu negara kesatuan yang dituangkan dalam suatu
piagam persetujuan. Proses selanjutnya adalah membuat rancangan perubahan
konstitusi RIS menjadi UUD Sementara Republik Indonesia oleh pihak RIS dan
negara RI. Pada tanggal 15 Agustus 1950 di depan rapat gabungan Senat dan
DPR RIS, Presiden Soekarno menyatakan bahwa rancangan perubahan tersebut
telah disetujui oleh pihak RIS dan negara RI dan karena itu naskah UUD
Sementara telah ditandatanganu bersama oleh Perdana Menteri dan Menteri
Kehakiman RIS serta kemudian diumumkan oleh Menteri Kehakiman dan
berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950.
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 merupakan konstitusi ketiga.
Menurut Undang-Undang Dasar ini, sistem pemerintahan yang dianut adalah
sistem

pemerintahan

parlamenter

bukan

sistem

kabinet

presidensiil.

Pelaksanaan pemerintahan di bawah UUDS 1950 tidaklah bertambah baik,


sebaliknya terjadi ketidakstabilan politik, dan pemerintahan dikarenakan sering
bergantinya kabinet. Oleh karena itu, timbullah pendapat dari rakyat yang ingin
agar kembali kepada sistem presidensial seperti dianut oleh UUD 1945.
Pada pemilu tahun 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi
harapan dan keinginan masyarakat, bahkan mengakibatkan ketidakstabilan pada
politik, sosial, ekonomi, dan Hankam. Hal ini disebabkan oleh Konstituante
gagal dalam tugasnya untuk mendapatkan UUD yang tetap sebagai pengganti
UUDS 1950, keadaan yang demikian dianggap oleh presiden sebagai keadaan
yang dapat membahayakan keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara
Indonesia, maka atas dasar kenyataan tersebut maka pada tanggal 5 Juli 1959

dikeluarkanlah oleh Presiden Dekrit yang didasarkan pada suatu hukum darurat
negara (Staatnoodrecht). Menurut presiden sebagai kepala negara, keadaan
seperti itu menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan
dan keselamatan negara, nusa, bangsa, maka tindakan presiden tersebut
dibenarkan berdasarkan hukum darurat negara.
Adapun Diktum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 itu adalah :
(1) Menetapkan pembubaran Konstituante
(2) Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal
penetapan dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi Undang Undang Dasar
Sementara 1950.
(3) Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang
terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusanutusan

dari

daerah-daerah

dan

golongan-golongan,

serta

Dewan

Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), akan diselenggarakan dalam


waktu yang sesingkat-singkatnya.

II. Masa Orde Lama (1959 1966)


Pada periode 1956-1965, dikenal sebagai periode demokrasi
terpimpin. Demokrasi pada masa orde lama ini (demokrasi terpimpin) bukan
berada pada kekuasaan rakyat dengan berdasarkan nilai nilai dalam
pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi Presiden Soekarno. Terjadilah
berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi.
Akibatnya Presiden Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden
seumur hidup, politik konfrontasi, menggabungkan Nasionalis, Agama, dan
Komunis (NASAKOM) yang ternyata tidak cocok bagi NKRI. Terbukti
adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup
bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila
dengan ideologi lain.
Dalam mengimplentasikan Pancasila, Bung Karno melakukan
pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut USDEK. Untuk

memberi arah perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang


teguh UUD 1945, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi
terpimpin dan kepribadian nasional. Hasilnya terjadi kudeta PKI atau
pemberontakan yang dikenal dengan pemberontakan G 30 S PKI,
pemberontakan yang memiliki tujuan untuk mengganti dasar falsafah negara
pancasila dengan dasar falsafah lain, meskipun pemberontakan tersebut masih
bisa diatasi oleh rakyat Indonesia. Tidak hanya itu saja, pada masa orde lama
ini kondisi ekonomi sangat memprihatinkan. Namun, posisi Indonesia tetap
dihormati di dunia internasional dan integritas wilayah serta semangat
kebangsaan dapat ditegakkan.
III. Masa Orde Baru
Pada Masa Orde Baru, Pelaksanaan terhadap nilai nilai pancasila
dilakukan secara murni dan konsekuen. Pada awal pelaksanaan pancasila
secara murni dan konsekuen pada era orde baru, memang memberi angin segar
dalam pengamalan Pancasila, namun beberapa tahun kemudian kebijakankebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa Pancasila.
Walaupun terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat dan penghormatan dari
dunia internasional, tapi kondisi politik dan keamanan dalam negeri tetap
rentan, karena pemerintahan sentralistik dan otoritarian. Pancasila ditafsirkan
sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah dan tertutup bagi tafsiran lain.
Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi dimanamana yang dilakukan oleh aparat pemerintah atau negara, dimana masyarakat
atau rakyat Indonesia terkekang dengan kebijakan-kebijakan dari pemerintah
sehingga aspirasi rakyat tidak berjalan dengan baik pada masa orde baru ini.
Pancasila seringkali digunakan sebagai legimitator tindakan yang menyimpang.
Ia dikeramatkan sebagai alasan untuk stabilitas nasional daripada sebagai
ideologi yang memberikan ruang kebebasan untuk berkreasi. Hal ini dapat
diidentifikasi dengan adanya Ketetapan MPR No. II / MPR / 1978 tentang P-4
yang dalam kenyataannya digunakan sebagai media untuk propaganda
kekuasaan Orde Baru. Kesimpulan, Pancasila selama Orde Baru diarahkan
menjadi ideology yang hanya menguntungkan satu golongan, yaitu loyalitas
tunggal pada pemerintah dan demi persatuan dan kesatuan hak-hak demokrasi
dikekang.

IV.

Masa Reformasi (1998 Sekarang)


Pelaksanaan pancasila pada masa reformasi ini sudah berjalan cukup
baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara daripada masa sebelumnya.
Pancasila pada masa reformasi ini menjadi tonggak atau pedoman dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain itu, pada masa reformasi ini terjadi penataan seluruh sistem
ketatanegaraan Indonesia agar menjadi lebih baik lagi hal ini dikarenakan
penyimpangan penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Baru seperti
penyimpangan atas makna UUD 1945 itu disebabkan karena selain moral
penguasa negara, juga disebabkan karena terdapat berbagai kelemahan yang
terkandung dalam beberapa pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Untuk
itu, selain melakukan reformasi dalam bidang politik juga perlu diadakan
amandemen beberapa pasal dalam UUD 1945, terutama terhadap pasal pasal
yang dianggap dapat menimbulkan interpretasi ganda.
Dalam rangka reformasi dalam bidang hukum telah dapat dihasilkan
berbagai produk peraturan perundang-undangan dengan berikut ini.
1. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1999 tentang Partai Politik.
2. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
3. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR , dan DPRD.
4. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
5. Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
6. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Selain itu, bangsa Indonesia juga telah mampu mengadakan pemilu pada
tahun 1999 yang dianggap sebagai pemilu paling demokratis sepanjang pemilu
yang pernah dilaksanakan dan telah menghasilkan MPR, DPR, dan DPRD yang
benar-benar merupakan aspirasi rakyat.
MPR yang terbentuk berdasarkan hasil pemilu tahun 1999 dalam Sidang
Tahunannya tahun 2002 telah berhasil membuat beberapa keputusan yang

dianggap penting dalam rangka melaksanakan reformasi, antara lain sebagai


berikut :
1. Menetapan perubahan / amandemen keempat UUD 1945.
2. Ketetapan MPR RI Nomor I /MPR/2002 tentang Pembentukan Komisi
Konstitusi.
3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2002 tentang pencabutan TAP MPR RI
No. VI/MPR/1999 tentang tata cara pencalonan dan pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden RI, yang isinya menetapkan bahwa presiden dan wakil
presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum pada
tahun 2004.

Sumber :
Adnan, Fachari M. dkk. 2003. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi.
Padang: UNP Press.

Anda mungkin juga menyukai