Anda di halaman 1dari 13

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

JOURNAL READING

Promethazine compared with metoclopramide


for hyperemesis gravidarum
Disusun Oleh :
Febri Qurrota Aini 1320221136

Pembimbing :
dr. Adi Rahmanadi, SpOG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA SEMARANG
PERIODE 16 Maret 24 Mei 2015
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR
KEPANITERAAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

Journal Reading
Promethazine compared with metoclopramide for hyperemesis gravidarum
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidananan
Rumah Sakit Umum Ambarawa

Disusun Oleh :
Febri Qurrota Aini

1320.221.136

Telah disetujui oleh Pembimbing


Nama Pembimbing

Tanda Tangan

Tanggal

dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG


Mengesahkan :
Koordinator Kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan

dr. Hary Purwoko, Sp.OG,KFER

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNyalah penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul PERDARAHAN POST PARTUM
ec RETENSIO PLASENTA. Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan di RSUD Ambarawa.
Penyusunan laporan ini dapat terselesaikan tak lepas dari pihak-pihak yang telah banyak
membantu penulis dalam merampungkan laporan ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada
1. dr. Hary Purwoko, Sp.OG, KFER atas bimbingan dan kesabarannya selama penulis
menempuh pendidikan di kepaniteraan klinik.
2. dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG atas kesabaran dan bimbingannya selama penulis menempuh
pendidikan di kepaniteraan klinik.
3. Para staf medis dan non-medis yang bertugas di Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan
di RSUD Ambarawa atas bantuannya untuk penulis.
4. Teman-teman seperjuangan di kepaniteraan klinik Ilmu Kandungan dan Kebidanan di
RSUD Ambarawa.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang dapat membangun laporan ini kedepannya sangat penulis harapkan demi
perbaikan materi penulisan dan menambah wawasan penulis.

Ambarawa,

Mei 2015

Penulis

Promethazine dibandingkan dengan Metoclopramide untuk


hyperemesis gravidarum
Percobaan kontrol secara acak
Peng Chiong Tan, FRCOG, Pwint Phyu Khine, MBBS, Narayan Valliknannu, MOG, dan
Siti Zawiah Omar, MOG.
Objektif: untuk mebandingkan efek promethazine dengan metoclopramide untuk
hyperemesis gravidarum.
Metode: wanita yang baru pertama kali masuk rumah sakit dengan hyperemesis
gravidarum yang membutuhkan terapi antiemesis intravena. Mereka secara acak
diberikan 25 mg promethazine atau 10 mg metoclopramide tiap 8 jam dalam 24
jam dengan studi double blind. Hasil utama berupa catatan episode muntah dan
penilaian numeric secara visual (10 point skala) dalam periode studi 24 jam.
Partisipan juga mengisi kuesioner mengenai efek samping dalam 24 jam dan skala
numeric mual secara visual pada 8, 16, dan 24 jam.
Hasil: total 73 wanita dan 76 wanita, diacak dalam pemberian metoclopramide dan
promethazine, secara bergantian, lalu dianalisa. Nilai tengah episode muntah
adalah 1 (rentang 0-26) dibadingkan dengan

2 (renntanng 0-26) (P= 0,81), dan

penilai numeric secara visual yaitu 8 (rentang 1-10) dibandingka dengn 7 (rentang
2-10) (P=0,24) unntuk metoclopramide dan promethazine, secara berturut-turut.
Pengukuran secara berulang pada analisa perbedaan antara penilaian mual pada
skala numeric secara visual menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antar studio bat ( F score= 0,842, P= 0,47). Dilaporkan efek mengantuk (58,6%
dibandingkan 83,6%, P= 0,001 [NNTb] 5), pusing (34,3% dibandingkan dengan
71,2%, P<0,001, NNTb 3), dystonia (5,7% dibandingkan dengan 19,2%, P=0,02,
NNTb 8), dan pembatasan terapi terhadap efek samping (0 dari 73 [0%]
dibandingkan 7 dari 76 [9,2%], P=0,014) frekuensi yang terjadi lebih sedikit pada
penggunaan metoclopramide.
Kesimpulan: promethazine dan metoclopramide mmiliki efek terapi yang sama
pada pasien rawat inap yang terdiagnosa hyperemesis gravidarum. Efek samping
lebih baik dimiliki oleh metoclopramide.

Hyperemesis gravidarum terdefinisi secara klinis merupakan keadaan muntah


yang membahayakan pada kehamilan yang memerlukan rawat inap. Hal tersebut
berhubungan dengan dehidrasi, gangguan elektrolit, dan kelapaan yang berakibat
terjadinya penurunan berat badan. Hal itu mempengaruhi 0,3% hingga 2,3% pada
populasi ibu hamil., dimana mual dan muntah sering terjadi yang mempengaruhi
hingga 85% ibu hamil.
Terapi utama untuk hyperemesis gravidarum berupa rehidrasi, antiemesis,
dan peningkatan mekanisme coping. Pada guideline 2004 tentang mual dan muntah
pada

kehamilan,

the

American

College

of

Obstetricians

and

Gynecologist

merekomendasikan dimehidrinate, metoclopramide, atau promethazine intravena


sebagai lini pertama antiemesis untuk wanita yang mengalami dehidrasi yang
dikarenakan hyperemesis graviarum.
Pada

konteks

managemen

hyperemesis

gravidarum,

promethazine

dibandinngkan dengan ondansetron dan kortikosteroid. Metoclopramide pada


konteks managemen hyperemesis gravidarum telah dijelaskan pada literature
penggunaannya

dikombinasi

dengan

diphenhydramine

dan

promethazine,

penelitian pada pasien rawat jalan menggunakan infus subkutan an dibandigkan


dengann hidrokortison dan dengan akupunktur.
Mengacu pada penelitian metaanalisis Cochrane pada intervensi di awal
kehamilan, percobaa kontrol placebo dilaporkan untuk penggunaan promethazine
namun bukan untuk metoclopramide. Walaupun studi komparatif metoclopramide
plus pyridoxine dibandingkan dengan promethazine dilaporkan wanita hamil dengan
gejala mual dan yang tidak berat. Penambahan pyridoxine hanya dengan
metoclopramide tidak diijinka secara langsung
promethazine.
metoclopramide

Penelitian
untuk

untuk dibandingkan

kami

membandingkan

hyperemesis

gravidarum

promethazine

untuk

menentukn

dengan
dengan
apakah

metoclopramide lebih efektif sebagai antiemesis.

Metode
Percoaan penelitian dilakukan di RS universitas Kuala Lumpur, Malaysia.
Sekitar 10 pasien baru dengan hyperemesis gravidarum diijinkan ke pusat

kami tiap tahunnya. Penelitian ini di tampilkan untuk memenuhi Deklarasi


Helsinki. Semua partisipan dilengkapi dengan informed consent. Penelitian
dilakukan mulai 25 November 2008 hingga 14 Agustus 2009.
Wanita yang dirawat inap untuk pertama kalinya yang kehamilan saat
ini di duga terdiagnosa hyperemesis gravidarum yang menjadi partisipa pada
penelitian ini yang secara klinis memerlukan terapi antiemesis intravena.
Tujuan diberikannya terapi antiemesis untuk mengira adanya hyperemesis
gravidarum sebelum dilakukan pemeriksaan (USG pelvic, kultur urine) yang
dilakukan secara lengkap sesuai dengan prosedur. Pada pusat penelitian
kami standar terapi pada pasi hyperemesis gravidarum dengan menerim
rehidrasi intravena dengan saline ( penambahan pada potassium chloride
yang dibutuhkan jika terjadi hypokalemia), pemberian oral thiamine 10 mg
per hari , dan antiemesis intravena.
Kriteria inklusi yaitu secara klinis mengalami hyperemesis gravidarum
dengan dehidrasi dan ditemukannya ketourinaria pada pemeriksaan urine di
usia kehamilan 16 minggu atau kurang. Kriteria eksklusi yaitu multigravida,
diketahui kehamilan yang tidak viable, kondisi medis sebelumnya yang
menyebabkan mual dan muntah (kultur urine pada gejala infeksi saluran
kemih atau demam berdarah), keadaan gastrointestinal yang menyebabkan
muntah (contoh: gastroenteritis), kondisi medis yang menyebabkan muntah
(contoh:

ketoasidosis

diabetikum),

dan

diketahuinya

alergi

pada

metoclopramide ataupun promethazine.


Studi

langsung

membandingkan

metoclopramide

dengan

promethazine hal tersebut tidak tersedia untuk kalkulasi ukuran sampel.


Sampel kami bedasarkan kalkulasi ukuran sample dengan hipetesis bahwa
metoclopramide akan diproduksi dan akan dilakukan penilain dengan
penilaian numeric secara visual pada 24 jam penelitian dimana 1 unit
metoclopramide lebih baik dibaningkn dengan promethazine (penilaian 10
point numeric secara visua), dimana nilai standar deviasi adalah 2, = 0,05,
dan dengan kekuatan 80%. 64 wanita di salah satu kelompok penelitian

dimaa data tidak terdistribusi normal maka Mann-Whitney U Test mugkin


diperlukan untuk menggantikan student t test.
Partisipan dipilih oleh peneliti dan diijinka menuju ruangan ginekologi.
Setelah mendapatkan informed consent, partisipan ditentukan secara acak
dengan

membuka

nomer

secara

berturut-turut,

yang

disegel,

dan

menggunakan amplop yang tdak tembus oleh cahaya yang dinyatakan


dengan Drug A atau Drug B. amplop yang telah diberi nomer dan label ini
dibuat oleh peneliti secara acak
Penelitian obat diletakan pada vial yang sama. Tiap vial berisi 5 mL
solution yang tidak berwarna, dan vial yang diberi nama A atau B untuk
penelitian double blinding. Solution berisi 10 mg metoclopramide dan 25 mg
promethazine. Kam menukar isi dari vial A atau B antara metoclopramide
dan promethazine pada waktu tertentu untuk memperkuat penelitian
blinding.
Terapi antiemesis secara acak diberika pertama kali dengan injeksi
pelan dan akan tetap ada pada kateter intravena 1-2 menit yang dilakukan
oleh penelitii setelah pengacakan dan 8, 16, 24 jam dengan dosis penuh
yang terbagi dalam 4 dosis waktu. Partisipan ditugaskan untuk menuliskan
bagan episode muntah yang mereka alami alam 24 jam selama penelitian
berlangsung dan memberi tanda derajat mual dengan penilaian numeric
secara visual (10 point, nilai tertinggi ditandai dengan derajat mual yang
berat) dimana penilaian dilakukan sebelum dilakukan penelitian dan 8, 16,
24 jam setelah pemberian awal paa penelitian obat. Juga dalam waktu 4 jam
partisipan di minta untuk memberi tanda bahwa mereka mengetahui
penelitian dengan 10 piont numeric yang dinilai secara visual dan menjaab
kuesioner (ya atau tidak) pada gejala yang dirasakan selama penelitian
berlangsung.
Selama penelitian berlangsung, obat mungkin dapat ditukar dari label
A ke B atau sebaliknya tanpa unblinding, jika peneliti merasa meman

menjadi

indikasi

klinis.

Penukaran

obat

ini

dapat

ijadikan

sebagai

pembatasan pengobatan. Kesimpulan selama 24 jam penelitian berlangsung


menyimpulkan bahwa penelitian mengenai antiemesis intravena dapat
dihentikan atau dilanjutkan atau pengobatan dengan label yang tebuka
(intravena
pengobatan

ataupu

oral)

standar

sesuai

dengan

hyperemesis

kebijkan

gravidarum

jika

peneliti.

Procedure

tidak

diterapkan

sebelumnya akan dijelaska pada pusat kami.


Hasil primer pada penelitian ini adalah skal numeric yang dinilai secara
visual dan frekuensi muntah pada 24 jam pertama. Hasil sekuder dari
penelitian ini adalah skala numeric yang dinilai secara visual untuk derajat
mual yang terjadi saat pertama kali diberikan obat, 8, 16, 24 jam kemudian.
Efek samping; ketonuria di akhir 24 jam penelitian; pembatasan terapi
selama penelitian; dosis total antiemesis intravena yang dibutuhkan selama
rawat inap; penerimaan dan pembebasan interval; waktu yang dibutuhkan
untuk rehidrasi intravena.
Data menggunakan SPSS 16. Analisa ditujukan untuk mengobati
setelah dilakukannya kroteria eksklusi. Data dengan distribusi normal
deperiksa dengan menggunaan satu sample Kolmogorov smirnov tes. Data
yang terdistribusi normal akan dianalisa dengan student t tes. Data dengan 2
kategori akan dianalisa dengan dengan test Fisher exact dan data yang
kategorikal memanjang akan dilakukan X 2 tes; data ordinal dan berdistribusi
tidak normal akan dilanjutkan denga dengan analisa menggunakan Mann
Whitney U test. Pengukuran ulang analisa mengenai perbedaan diaplikasikan
pada skala numeric visual derajat mual. Data diperiksa dengan 2 arah, dan P
< 0,05 yang menadakan signifikan.
Hasil
Diagram partisipai respondan penelitian tergambar pada Figure 1.A
total responden 160 orang di acak dengan menggunakan amplop terbuka
(termasuk 1 amplop terbuka dengan sembarang, dimana amplop tersebut

dibuang dan tidak digunakan; dialokasikan untuk metoclopramide). 79


responden dibagikan secara acak untuk menerima metoclopramide dan 80
responden

menerima

promethazine.

10

wanita

di

eksklusi

setelah

pengacakan, 6 dari kelompok metoclopramide dan 4 dari kelompok


promethazine. Mereka di keluarkan dari penelitian karena tidak memenuhi
kriteria penelitian (gambar Fig. 1) untuk memastikan jumlah responnde
setelah pengacakan. Hanya 149 responden yang dimulai untuk diberikan
terapi.
Table

menunjukkn

karakteristik

responden

dari

kelompok.

Responde dari 2 kelompok sama. penambahan karakterisktik responden


digambarkan ada table 1, semua parameter dari parameter tes standar
fungsi renal dan perhitungan darah lengkap juga terlihat sama. tes glukosa
sewaktu dan tes fungsi hepar dan tes fungsi tiroid dilihat dari data yang
dimiliki

peneliti

memiliki

kesamaan

antara

kelompok

(data

tidak

digambarkan).
Table 2 menggambarkanhasil analisa dari alokasi pengobatan. Hasil
primer penelitian setelah 24 jam penelitian hasilnya menunjukkan tidak ada
perbedaan

yang

signifkan

antara

kelompok

metoclopramide

dan

promethazine: nilai median frekuensi muntah adalah satu (rentang 0-26)


dibandingkan dengan 2 (rentang 0-26) (P=0,81) dan penilian skala numeric
secara visual yaitu 8 (rentang 0-10) dibandingkan dengan 7 (rentang 2-10)
(P=0,24) untuk metoclopramide dan promethazine, secara berturut-turut.
Hasil sekunder dari penelitian ini adalah penilain secara visual dengan skala
numeric dari vaariabel mual pada penilaian pada jam ke 8, 16, 24 setelah
pengacakan

memiliki

kelommpok

yang

kesamaan

dinilai

secara

pada

tiap

individu.

jam

dari

Pengukuran

masing-masing
ulang

analisa

perbedaan juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara kelompok


percobaan (P=0,95) untuk pengukuran skala numeric secara visual variable
mual. Lamanya dirawat dirumah sakit, ketonuria yang menetap dalam 24
jam, pembatasan keseluruhan terapi, durasi rehidrasi intravena, dosis total

intravena antiemesis yang diberkan selama perawatan dirumah sakit


menunjukkan tidak ada perbedaa antara kedua kelompok percobaan. Untuk
kuesioner yang memiliki jawaban ya atau tidak

mengenai gejala yang

dialami hingga 24 jam penelitian , mengantuk (58,6% dibandingkan 83,6%,


P= 0,001, [NNTb] 5), pusing (34,3% dibandingkan degan 71,2%, P<0,001,
NNTb 3), dystonia (5,7% dibandingkan dengan 19,2%, P=0,02, NNTb 8) telah
dilaporkan

frekuensinya

pada

penggunaan

metoclopramide

dan

promethazine. Kesulitan untuk tidur, mulut kering, diare, sakit kepala,


palpitasi, dan kemerahan pada kulit dilaporkan memiliki proporsi yang sama
antara kedua kelompok percobaan. 13 wanita tidak menerima 4 dosis penuh
pada penelitian ini (alasan ketidaksesuaian terdapat pada foototes di table
2). Pada wanita 4 dari 73 wannita (5,5%) dibandingkan 9 dari 76 wanita
(11,8%) (P=0,25) diberikan seacar acak metoclopramide dan promethazine,
secara berturut-turut, tetapi metoclopramide lebih sedikit yang dilakukan
pembatasan terapi akibat efek sampan (0 dari 73 [0%] dibandingkan dengan
7 dari 76 [9,2%], P=0,014).
Post Hoc, melihat (rata-ratastandar deviasi) penilaian secara visual
dengan

skala

numeric

yaitu

7,62,2

dibandingkan

7,12,3

untuk

metoclopramide dibandingkan promethazine (table 2), kalkulasi statistic


yang kuat pada penelitian kami adalah 38,5%. Bagaimanapaun perbedaan
kecil yaitu 0,5 pada 10 point yang dinilai secara visual dengan skala numeric
itu menunjukkan tidak signifikan.
Diskusi
Metoclopramide 10 mg intravena dibandingkan promethazine 25 mg
intravena tiap 8 jam dalam 24 jam pertama setelah awat inap untuk
hyperemesis gravidarum memiliki efek terapi yang sama. bagaimanapunm
terdapat lebih sedikit laporan mengenai efek samping (seperti mengaantuk,
pusing, dan dystonia) pada responden yang menerima metoclopramide.
Terapi metoclopramide lebih sedikit dilakukan pembatasan terapi yang
diakibatkan efek samping.

Walaupun

terapi

promethazine

dan

metoclopramide

intravena

direkomendasikan menjadi terapi antiemesis lini pertama untuk hyperemesis


gravidarum, untuk pengetahuan kami (PubMed meneliti pada 23 September
2009 menggunakan penelitian metoclopramide dan promethazine dan
hyperemesis grvidarum secara bersamaan tanpa pembatasan) percobaan
secara langsung membandingkan promethazine dengan metoclopramide
untuk hyperemesis gravidarum belum selesai dilakukan. Bagaimanapun 3
kelompok percobaan antara placebo dibandingkan dengan metoclopramide
dan dibandingkan dengan promethazine (dengan dosis awal pethidine) untuk
analgetik

persalinan

menunjukkan

metoclopramide

dn

promethazine

memiliki efektifitas yang sama dalam mengurangi insidensi mual dan


muntah tetapi efek sedative lebih berlangsung lama pada kelompok yang
mendapatkan promethazine. Penemuan ini memiliki kesamaan pada data
kami.
Metoclopramide memiliki efek yang diiginkan pada fungsi sfingter
esophagus bawah, tetapi promethazine memiliki kaitan dengan bukti
peningkatan terjadinya reflux gastroesofageal. Penemuan kami menandai
bahwa reflux esophagus mungkin tidak memiliki kotribusi gejala yang
pentinng untuk hyperemesis gravidarum.
Dosis kami untuk promethazine adalah 25 mg intravena tiap 8 jam
pemberian dimana dalam rekomendasi dosis untuk dosis dewasa mulai 12,5
mg hingga 25 mg tiap 4 jam (Baxter Healthcare Corporation. Phenergan.
Injeksi solution promethazine hidroklorid. Package insert). Rata-rat berat
badan pada studi populasi penelitian kami adalah 54,3 kg (standar deviasi
9,3 kg). control placebo melibatkan berat badan dalam pengaturan dosis
metoclopramide dn promethazine pada pasien mual pasca operasi dan
muntah pada bedah ginekologi menggunnakan dosis metoclopramide 0,2
mg/kg dan 0,5 mg/kg untuk promethazine, dimana hal tersebut sama
dengan dosis kami. Pada percobaan control placebo dengan kortikostreoid
pada hyperemesis gravidarum, responden menerima promethazine 25 mg

dan metoclopramide 10 mg intravena tiap 6 jam selama 24 jam sebagai


terapi standar. Terapi seperti ini lebih intensif dari pada protocol kami.
Analisa poshoc dalam penelitian kami mengenai kelompok promethazine
setelah dibuat tingkatan-tingkatan pada responden antara yang terendah dn
yang tertinggi , rentang berat badan menunjukkan tidak terdapat perbedaan
yang dilaporkan pada kejadian mengantuk (83,8% dibandingkan dengan
84,4%, P=1,0) pusig (73% dibandingkan dengan 71,9%, P=1,0), atau
dystonia (24,3% dibandingkan dengan 15,6%, P=0,55). Analisa yang sama
juga memberikan hasil yang sama pada kelompok metoclopramide.. tidak
terdapat indikasi dengan dosis yang menggunakan berat badan dengan
perubahan yang terjadi pada efek samping.
Terdapat banyak pembatasan terapi karena efek samping yang dimiliki
kelompok promethazine. 3 dari 7 episode pembatasan terapi yng diakibatkan
efek samping yang dialami responden yaitu responden menola untuk
dilakukan injeksi karena nyeri dari injeksi yang sebelumnya. Hal tersebut
terjadi

walaupun

faktanya

kami

mengunkana

konsentrasi

mg/mL

promethazine dengan injeksi lambat dengan rata-rata 1-2 minet di dalam


protocol kami dibandingkan dengan rekomendasi konsetrasi maksimum 25
mg/mL dan rata-rat infus 25 mg per menit. (Baxter Healthcare Corporation.
Phenergan. Injeksi solution promethazine hidroklorid. Package insert). Pada
16 September 2009, U.S Food ad Drug Administration mengingatkan potensil
kerusakan jaringan local, termausk gangrene, dari injeksi promethazine dan
dibawah pengawasan kotaak hitam pada penyisipan obat.
Peneltian kami memiliki keterbatasan. Haisl utama hanya berasal dari
24 jam penelitian saja.

Data yang berasal dari peneltian akhir-akhir ini

berasal dari pusat kami mengindikasikan antara 24% da 32% wanita dengan
hyperemesis graavidarum dibebaskan setelah rawat inap 1 malam, di
indikasikan bahwa 24 jam sesuai untuk mengukur efektivitas antiemesis
pada pasien kami. Selain itu 76% populasi pada studi kami memelukan 4
dosis terapi antiemesis intravena selama rawat inap. Kami merekrut dengan

berasumsi pasie hyperemesis gravidarum seblum hasil akhir investigasi


disediakan. Penyembuhan selanjutnya dari kriteria eksklusi percobaan
menghaslkan data setelah pengacakan yaitu 10 dari 159 (6,3%) wanita.
Terdapat beberapa nomer kecil dari responden yag tidak komplit. Kami
melihat dari rentang umum dari efek gejala yang termasuk statistic tipe
error, tetapi yang terjadi pada kelompok kamu sesuai literature. Hal itu juga
perlu diingat bahwa

terap rehidrasi intravea sendiri mungkin lebih efektif

untuk hiperemesis graavidarum, dan menurut Cochrane mengindikasikan


bahwa tidak ada terapi percobaan yang memberikan keuntungan untuk
hyperemesis gravidarum.
Pasien kami dengan hyperemesis gravidarum memiliki metaboli dan
biochemical karakterisktik yan dibandingkan dengan wanita lain yag
dilaporkan memiliki hyperemesis gravidarum. Hence, penemuan kami perlu
di samakan.
Metoclopramide intravena dan promethazine inntravena untuk pasien
hyperemesis gravidarum yang di rawat inap memiliki efek terapi yang sama.
metoclopramide
pembatasan

mengahasilkan

terapinya

terhadap

lebih
efek

sedikit

efek

samping

sampingnya

juga

lebih

da

sedikit.

Metoclopramide intravena lebih disukai dibadinnkan promethazine intravena


sebagai terapi hyperemesis gravidarum.

Anda mungkin juga menyukai