Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peranan teknologi informasi pada aktivitas manusia pada saat ini begitu
besar. Informasi telah menjadi fasilitator utama bagi perusahaan dan maupun
organisasi. Hal inilah yang memberikan kemudahan bagi manusia untuk
malakukan pekerjaan serta mendapatkan informasi dengan lebih cepat. Peranan
teknologi informasi pada aktivitas manusia pada saat ini memang begitu besar.
Teknologi informasi telah menjadi fasilitas utama bagi kegiatan berbagai sector
kehidupan dimana memberikan andil besar terhadap perubahan perubahan yang
mendasar pada struktur operasi dan manajemen organisasi, pendidikan,
trasportasi, kesehatan dan penelitian.
Teknologi Informasi dan Komunikasi merupakan elemen penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu ciri menonjol negara demokrasi
adalah adanya kebebasan untuk berekspresi. Kebebasan berekspresi dapat
terwujud dalam berbagai bentuk, seperti berkesenian, menyampaikan protes, atau
menyebarkan gagasan melalui media cetak. Pada kehidupan masyarakat
demokratis, salah satu peranan penting teknologi informasi adalah sebagai
penggerak prakarsa masyarakat, memperkenalkan usaha-usahanya sendiri, dan
menemukan potensi-potensinya

yang kreatif dalam usaha memperbaiki

perikehidupannya. Teknologi informasi melalui media sosialnya juga mengemban


misi sebagai salah satu alat kontrol sosial terhadap pemerintah, telah mampu
memberikan kontribusi guna melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan dalam
melaksanakan pemerintahan. Oleh sebab itu, agar tidak terjadi pemberitaan yang
menjurus fitnah, setiap orang harus mengetahui Kode Etik Jurnalistik. Pada dunia
teknologi informasi dalam perspektif demokrasi telah menemukan jati diri dan
dan kebebasannya yang mampu menembus batas-batas Negara baik dalam bidang
politik, ekonomi, sosial-budaya, hokum, pertahanan keamanan, dan sebagainya.

Oleh sebab itu, memasuki era globalisasi kita sebagai masyarakat demokrasi
harus dapat mengevaluasi peranan teknologi informasi dalam berdemokrasi.
Dengan alasan tersebut tugas makalah ini tercipta. Sehingga membuat
kami terus berusaha dan bekerja keras sebagai mahasiswa dan generasi muda
untuk menciptakan karya-karya yang kreatif agar bisa diterima oleh semua orang
serta melalui tugas ini kami berharap teman-teman dan para pembaca lainnya
dapat menerima tugas kami ini dengan baik dan selalu memberikan dorongan
kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan tersebut, maka
yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini adalah Bagaimanakah
peran teknologi informasi dalam berdemokrasi di Indonesia ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran teknologi informasi
dalam berdemokrasi di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

Di era globalisasi di mana dunia terasa dekat tanpa jarak dan ditambah lagi
mudahnya mengakses internet menjadikan komunikasi lebih mudah lagi. Hal tersebut
tentu akan memberi kontribusi besar bagi kegiatan politik. Internet berkembang
menjadi lebih personal sejak munculnya berbagai jenis jejaring social seperti
Facebook, grup milis, Twitter, Path dan blog. Dengan banyaknya media social yang
mulai bermunculan, masyarakat dapat dengan bebas menyuarakan atau menulis
apapun di berbagai media sosial, dimana hal itu akan senantiasa dibaca serta diakses
oleh semua orang. Media sosial memiliki posisi dan peran yang sangat penting dalam
mengawal jalannya demokrasi saat ini.
Seiring waktu berjalan, posisi serta peranan media sosial dalam kehidupan
berdemokrasi di Indonesia akan semakin berkembang. Tidak tertutup kemungkinan
terjadi transformasi pada media massa di Indonesia baik atas fungsi, isi, tujuan
ataupun hal lainnya yang secara sadar juga akan merubah posisi dan peranan media
sosial di Indonesia menuju ke arah yang lebih baik, sehingga menciptakan
masyarakat yang berdemokrasi secara penuh, demi mencapai cita-cita luhur bangsa
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, perlu
perhatian yang lebih khusus lagi dari pemerintah, masyarakat maupun elemen
lainnya.
Harus diakui bahwa Indonesia dewasa ini jauh lebih terbuka dan transparan
dibandingkan dengan beberapa dekade sebelumnya. Masyarakat pun semakin kritis
dalam melihat permasalahan politik dan juga permasalahan sensitif menyangkut hajat
hidup lainnya. Sindiran dan kritikan politik dilakukan lebih terbuka dan bebas. Hal
ini sebagai salah satu imbas dari di amandemennya konstitusi kita. Media sosial
kemudian menjelma menjadi salah satu instrumen kontrol terhadap pemerintahan
yang berkuasa, dengan menggunakan fasilitas internet tentunya. Fungsi kontrol media
sosial terhadap pemerintah tampak pada penyampaian gagasan dan argumentasi
berdasarkan fakta-fakta maupun realita di lapangan yang apa adanya dan tidak

dibuat-buat. Media sosial dapat dengan cepat membentuk opini publik tertentu dan
bahkan menggalang dukungan massa untuk digerakkan di dunia nyata.
Contohnya seperti situasi media social sesaat Presiden Joko Widodo (Jokowi)
dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengumumkan daftar menteri yang menjadi
anggota Kabinet Kerja. Kehadiran menteri baru ini masih memicu pro kontra. Ada
yang merasa puas dengan tim kabinet, namun sebagian lain kurang sreg dengan
menteri pilihan Jokowi-Kalla. Yang menjadi perhatian masyarakat Indonesia adalah
sosok menteri kelautan dan perikanan, Susi Pudjiastuti. Susi Pudjiastuti ini adalah
pemilik maskapai penerbangan SUSI AIR, yang konon hanya melayani penerbangan
untuk wilayah terpencil saja, dan menjadi maskapai pertama yang mampu
menjangkau wilayah bencana saat tsunami Aceh (Fernando, 2014 ).
Beliau tidak lulus SMA, memulai usaha dari nol dengan menjadi pengumpul
ikan di TPI Pangandaran dan sekarang menjadi pengusaha sukses eksportir lobster
dengan "Susi Brand"nya. Yang menjadi perbincangan public bukan hal-hal diatas
tadi, tetapi kebiasaan unik beliau, yaitu merokok. Kemarin setelah pengumuman
kabinet, beliau duduk santai menikmati rokoknya sembari melayani pertanyaan awak
media. Beribu tanggapan muncul dari media social menanggapi kebiasaan unik Susi
Pudjiastuti ini. Mulai dari tanggapan berdasarkan etika, moral, sampai hukum. Ada
yang pro dan pasti banyak yang kontra. Mungkin beliau ingin menunjukkan kepada
masyarakat tentang sifat dirinya yang terbuka, blak-blakan, apa adanya dan tidak
munafik. Beliau ingin memproklamirkan diri kepada masyarakat inilah saya. Kita
harus menghargai maksud beliau (Fernando, 2014).
Media sosial dengan kekuatan kontrol sosialnya seharusnya diapresiasi oleh
pemerintah sebagai bentuk partisipasi publik dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Melihat suksesnya beberapa kejadian akibat penggunaan media sosial,
tidak bisa dipungkiri bahwa media jenis ini telah cukup berhasil melakukan fungsi
kontrol sosialnya secara bertanggung jawab. Karena pada dasarnya meskipun media
sosial tidak seperti media konvensional yang memiliki kode etik tertentu, namun
penulisan dan penyampaian pendapat melalui media sosial tetap harus memenuhi
etika jurnalistik dan tetap akuntabel (dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya).

Salah satu tujuan utama dalam penggunaan politik dibantu dengan teknologi
informasi adalah adanya peranan besar masyarakat dalam pengembangan pemerintah.
Dengan e-government maka hal ini bisa tercapai. Bayangkan saja jika ada anggota
DPR yang dapat berinteraksi dengan rakyat yang telah memilihnya, kegiatan tanya
jawab, melakukan voting, saran dan kritik akan dapat tersalurkan dengan cepat,
langsung, dan nyaman. Ini membuat masyarakat lebih tanggap dan mendapatkan
kemungkinan suaranya didengar secara mudah. Masyarakat yang dapat bercakapcakap langsung dengan anggota DPR itu juga dapat melakukan review kenapa
mereka memilih perwakilan mereka tersebut dan dapat menentukan pilihan untuk
wakil mereka di masa depan (Shafira, 2014).
Selain itu, dengan menggunakan teknologi informasi berarti informasi yang
disampaikan kebanyakan menggunakan media digital. Surat menyurat yang mungkin
pada awalnya dapat bertumpuk-tumpuk kini cukup dengan menggunakan e-mail
sudah dapat dilaksanakan. Dengan demikian penggunaan kertas dapat dikurangi yang
berarti penebangan pohon dapat berkurang. Kegiatan komunikasi untuk keperluan
politik dengan menggunakan teknologi informasi menyebabkan sampainya berita
lebih cepat, dilakukan secara efisien, dan nyaman. Misalnya jika ada masyarakat yang
ingin mengajukan pendapatnya ke wakil rakyat maka cukup dengan menggunakan email surat dapat sampai dengan segera.
Di bidang politik internasional, juga terdapat kecenderungan tumbuh
berkembangnya regionalisme. Kemajuan di bidang teknologi komunikasi telah
menghasilkan kesadaran regionalisme. Ditambah dengan kemajuan di bidang
teknologi transportasi telah menyebabkan meningkatnya kesadaran tersebut.
Kesadaran itu akan terwujud dalam bidang kerjasama ekonomi, sehingga
regionalisme akan melahirkan kekuatan ekonomi baru.
Namun bak pisau tajam yang memiliki dua sisi yang sama tajamnya,
penggunaan teknologi informasi dalam politik pun menyimpan energi positif dan
negatif. Masih hangat dalam pikiran kita mengenai kasus Prita Mulyasari yang
ditahan sejak 13 Mei 2009 di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sebagai
tersangka kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Internasional Omni, Alam

Sutera, Serpong, Tangerang Selatan. Pada 15 Agustus 2008, Prita mengirimkan email
yang berisi keluhan atas pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit ke
customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain dengan judul
Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra. Emailnya menyebar ke beberapa
milis dan forum online. Prita juga mengirim isi emailnya ke surat pembaca
Detik.com. Berselang beberapa bulan, RS Omni mengajukan gugatan pidana ke
Direktorat reserse Kriminal Khusus. Tidak perlu waktu yang lama, pada 11 mei 2009
Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan Perdata RS Omni. Prita divonis
terbukti melanggar Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, yang isinya, Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Prita divonis membayar kerugian
materiil 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta
untuk kerugian imateril oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Namun Prita mengajukan
peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung mengabulkan
permohonan PK tersebut. Dengan putusan PK ini, Prita bebas dari hukuman enam
bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.
Selain itu, kasus yang dialami Wahyu Dwi Pranata mahasiswa Universitas
Dian Nuswantoro (UDINUS) Kota Semarang yang aktif menulis di blog, dipaksa
oleh pihak rektorat kampus untuk keluar dari kampus karena mengkritik kebijakan
kampus yang dinilainya merugikan. Misalnya, pada 23 Desember 2012 lalu, ia
membuat tulisan berjudul "Banner Udinus Tipu Mahasiswa" yang dimuat di situs
http://www.wawasanews.com. Wahyu juga membagikan link tulisannya itu di akun
Facebook serta Kompasiana. Tulisan Wahyu mengkritik pengiriman mahasiswa
Udinus ke Malaysia yang katanya kuliah selama satu tahun. Nyatanya, Wahyu
mendapatkan informasi dari teman-temannya yang ikut program tersebut: kuliah
hanya satu semester. Selain iyu, Wahyu juga bersikap kritis atas biaya kuliah. Ia
mempersoalkan biaya dan fasilitas kampus melalui tulisannya di blog. Wahyu
menyatakan puncak kemarahan rektorat atas dirinya terjadi pada saat inagurasi

mahasiswa baru pada 5 September 2013. Sebagai Ketua MPM periode 2013/2014, ia
mengisi acara dengan membaca puisi tentang Indonesia dan Kampusku. Lewat
pembacaan puisi itu, Wahyu dianggap menghasut mahasiswa baru. Padahal, ketika itu
ia hanya menyatakan negara Indonesia yang kaya-raya tapi banyak rakyat yang
tertindas. Ia pun dipanggil rektorat. Mereka minta agar tulisan itu dihapus. Setelah
itu, rektorat Udinus memanggil orang tua Wahyu. Dalam pertemuan rektorat dan
orang tuanya, Wahyu ditawari dua pilihan: dijerat pasal pencemaran nama baik
dengan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik ataukah mengundurkan diri.
Pada saat itu, Wahyu mengaku tidak punya waktu menganalisis masalah itu oleh
karena pihak kampus sudah menyodori kertas yang harus ia tanda tangani dan
bermaterai, yaitu surat pengunduran diri. Rektorat kemudian mengembalikan uang
kuliah, transkrip nilai, dan semua surat-surat yang dibutuhkan agar bisa melanjutkan
ke perguruan tinggi lain.
Dari kedua kasus diatas, itu terbukti bahwa penggunaan teknologi informasi
dalam politik khususnya media sosial guna menciptakan masyarakat yang
berdemokrasi secara penuh di Indonesia ini seringkali terhalang kebebasannya oleh
beberapa peraturan perundang-undangan yang dirasa merugikan dan menekan
kebebasan berekspresi di internet. Maka, secara tidak langsung kekuatan fungsi
kontrolnya akan terganggu. Terlebih dalam iklim sistem politik yang demokratis
sekarang ini, pasal-pasal karet yang membelenggu kebebasan berekspresi di internet
khususnya melalui media sosial, sudah selayaknya dihapuskan.
Selain bisa mengakibatkan munculnya beberapa kasus yang terkait dengan
pencemaran nama baik akibat kurang memenuhi etika jurnalistik, penggunaan
teknologi informasi dalam politik juga dapat memberikan dampak negative seperti
berikut ini (Shafira, 2014).
1. Biaya
Walaupun politik yang menggunakan informasi dan teknologi dapat
melakukan pengeluaran yang lebih sedikit daripada konvensional, namun
sebelumnya untuk membuat infrastruktur dan teknisinya akan memiliki biaya
yang sangat mahal.
2. Jangkauan akses
7

Harus diakui tidak semua orang melek terhadap teknologi. Bagi warga yang
berada jauh di pedalaman akan susah untuk mengakses website, blog, atau
video streaming tentang politik di Indonesia.
3. Transparansi
Pada beberapa negara maju, banyak yang meragukan berita-berita negara
yang diterbitkan oleh negara sendiri. Alasannya karena yang menulis berita itu
adalah negara dan penerbitnya adalah negara. Kecurigaan akan modifikasi
berita dapat terjadi
4. Privasi
Sebuah badan politik seperti negara memerlukan tanggapan dari warganya.
Jika negara terus meminta informasi maka privasi dari seseorang semakin
sulit untuk dijaga. Ini akhirnya menjadi dilema, di sisi yang satu data dari
masyarakat dihimpun untuk mengembangkan kegiatan negara namun di sisi
yang lain negara pun harus menjunjung tinggi hak privasi warganya.
Dalam membuat kegiatan politik menggunakan teknologi informasi menjadi
nyaman maka dampak negatif yang ada harus sebisa mungkin diminimalisir. Adapun
solusi yang dapat dirujuk dan dikembangkan adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat

diajarkan

fungsi

dan

manfaat

teknologi

informasi.

Perkembangannya yang semakin pesat akan harus selalu dikejar masyarakat


agar dalam kegiatan politik dan teknologi informasi masyarakat dapat
mengikuti. Tanpa adanya pemahaman akan teknologi informasi maka kegiatan
e-government sendiri tidak akan berjalan.
2. Kegiatan-kegiatan negara sedini mungkin menunjukkan transparansi kepada
masyarakat. Masyarakat yang dapat melihat kegiatan negara maka dapat
menjadi semakin kritis dan memberikan solusi tepat guna. Kegiatan yang
ditutup-tutupi oleh negara hanya akan memberikan rasa tidak percaya dari
masyarakat.
3. Masyarakat diberikan pemahaman menyeluruh tentang etika dalam teknologi
informasi agar dapat membentengi diri dalam penyalahgunaan privasi, baik
itu dari orang lain maupun negara. Dengan demikian data-data yang

tersalurkan adalah data yang memang dibutuhkan untuk pengembangan


negara dan bukan data pribadi yang tidak berhak untuk disebarkan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

Di era globalisasi di mana dunia terasa dekat tanpa jarak dan ditambah
lagi mudahnya mengakses internet menjadikan komunikasi lebih mudah lagi. Hal
tersebut tentu akan memberi kontribusi besar bagi kegiatan politik. Internet
berkembang menjadi lebih personal sejak munculnya berbagai jenis jejaring
social seperti Facebook, grup milis, Twitter, Path dan blog. Dengan banyaknya
media social yang mulai bermunculan, masyarakat dapat dengan bebas
menyuarakan atau menulis apapun di berbagai media social. Media sosial
memiliki posisi dan peran yang sangat penting dalam mengawal jalannya
demokrasi saat ini.
Namun bak pisau tajam yang memiliki dua sisi yang sama tajamnya,
penggunaan teknologi informasi dalam politik pun menyimpan energi positif dan
negatif. Dalam membuat kegiatan politik menggunakan teknologi informasi dapat
dilakukan dengan nyaman maka dampak negatif yang ada harus sebisa mungkin
diminimalisir agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Karena pada dasarnya
meskipun media sosial tidak seperti media konvensional yang memiliki kode etik
tertentu, namun penulisan dan penyampaian pendapat melalui media sosial tetap
harus memenuhi etika jurnalistik dan tetap akuntabel (dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya).
3.2 Saran
Diharapkan kepada masyarakat untuk memanfatkan secara bijaksana
teknologi komunikasi dan informasi khususnya media sosial. Karena pada dasarnya
meskipun media sosial tidak seperti media konvensional yang memiliki kode etik
tertentu, namun penulisan dan penyampaian pendapat melalui media sosial tetap
harus memenuhi etika jurnalistik dan tetap akuntabel (dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya).
DAFTAR PUSTAKA

10

Fernando

(2014).

Susi

Pudjastuti,

Bu

Menteri

yang

Merokok.

From

dalam

Politik.

From

http://www.ruangnulisnando.com, 28 Oktober2014.
Soraya

(2011).

Peranan

Teknologi

Informasi

http://oyhaqueen.blogspot.com, 28 Oktober 2014.


Shafira (2014). Perkembangan Teknologi Komunikasi Terhadap Bidang Ekonomi,
Politik, Sosial dan Budaya. http://shafirsaa.wordpress.com, 28 Oktober 2014.

11

Anda mungkin juga menyukai