Indonesia tengah bersiap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Dampak
terciptanya MEA adalah pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa, serta tenaga kerja.
Memang tujuan dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk meningkatkan
stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalahmasalah dibidang ekonomi antar negara ASEAN.
ASEAN merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana
terdiri dari 10 Negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, thailand, Brunei
Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja.
Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berawal dari kesepakatan para pemimpin
ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur,
Malaysia. Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa menyaingi
Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk meningkatkan
lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN.
Pada KTT selanjutnya yang berlangsung di Bali Oktober 2003, petinggi ASEAN
mendeklarasikan bahwa pembentukan MEA pada tahun 2015.
Ada beberapa dampak dari konsekuensi MEA, yakni dampak aliran bebas barang bagi negaranegara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja
terampil, dan dampak arus bebas modal.
Tidak hanya dampak, ada beberapa hambatan Indonesia untuk menghadapi MEA.
Pertama, mutu pendidikan tenaga kerja masih rendah, di mana hingga Febuari 2014 jumlah
pekerja berpendidikan SMP atau dibawahnya tercatat sebanyak 76,4 juta orang atau sekitar 64
persen dari total 118 juta pekerja di Indonesia.
Kedua, ketersediaan dan kualitas infrastuktur masih kurang sehingga memengaruhi kelancaran
arus barang dan jasa.
Ketiga, sektor industri yang rapuh karena ketergantungan impor bahan baku dan setengah jadi.
Keempat, keterbatasan pasokan energi.
Kelima, lemahnya Indonesia menghadapi serbuan impor, dan sekarang produk impor Tiongkok
sudah membanjiri Indonesia.
Menjelang MEA yang sudah di depan mata, pemerintah Indonesia diharapkan dapat
mempersiapkan langkah strategis dalam sektor tenaga kerja, sektor infrastuktur, dan sektor
industri.
(Sumber: Kompas Cetak)
Selain kondisi diatas MEA juga akan mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia antara
lain:
kebangkrutan
Kalah bersaingnya produk dalam negeri atau membanjirnya produk impor di pasaran
Indonesia
Membuka kesempatan bagi pengusaha di indonesia untuk melahirkan produk-produk
diproduksi di Indonesia
Ancaman dari sektor keuangan dunia yang semakin bebas dan menjadi ajang spekulasi
Ancaman pasar produk ekspor Indonesia karena kalah bersaing dengan produksi negara
lain.
ASEAN menilai bahwa sektor jasa di Asia Tenggara telah menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi di
kawasan itu, saat sektor pertanian telah menurun dalam tujuh tahun terakhir. Pada 2012, sektor jasa
berkontribusi bagi mayoritas GDP sepuluh negara ASEAN, rata-rata mulai dari 35 persen hingga lebih
dari 60 persen dari GDP. Ekonomi ASEAN5 kini secara bertahap bergerak ke sektor tertier, sementara
kelompok BCLMV tengah membangun sektor sekunder dan tertier di negeri masing-masing. BCMLV
adalah sebutan untuk kelompok negara anggota di luar ASEAN5, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja,
Myanmar, Laos, dan Vietnam. Namun, di balik pesatnya pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara dalam
beberapa tahun terakhir, ASEAN masih harus mengatasi tantangan besar, yaitu mengatasi jurang
kesenjangan pembangunan di kalangan anggota. Data terkini ASEAN itu menunjukkan bahwa masih
belum meratanya pertumbuhan ekonomi dan penyebaran kemakmuran di Asia Tenggara, sehingga
perhimpunan ini masih terbagi atas dua kelompok, yaitu ASEAN5 dan BCLMV.
Kesenjangan ini diakui oleh Sekretaris Jenderal ASEAN, Le Luong Minh. "Mempersempit kesenjangan
pembangunan merupakan syarat untuk menuju ASEAN yang setara, namun masih ada beberapa jarak
dalam pembangunan di kalangan negara ASEAN dalam beberapa sektor, termasuk kesehatan, pendidikan,
dan pendapatan," kata Minh dalam buku "Narrowing the Development Gap in ASEAN: Drivers and
Policy Options" yang terbit tahun ini.
Buku itu memberi contoh betapa timpangnya pembangunan di ASEAN. Pada 2010, sebagai negara
terkaya di ASEAN, Singapura memiliki pendapatan tahunan per kapita yang besarnya hampir 45 kali lipat
dari yang dimiliki anggota termiskin di perhimpunan itu, Myanmar.
"Pada tahun yang sama, proporsi rakyat yang hidup dengan uang di bawah US$1 di Laos sebesar 33,9
persen dari total populasinya dan di Kamboja 28,3 persen. Padahal di Singapura maupun di Brunei
Darussalam tidak ada orang yang bisa hidup di bawah US$1," tulis buku itu, yang menghimpun pendapat
ilmiah para pakar tentang ASEAN.
Perkuat Integrasi
Kendati masih harus menyelesaikan masalah kesenjangan pembangunan, data terkini mengenai
pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara itu membuat ASEAN makin optimistis untuk mewujudkan integrasi
anggota-anggotanya. Bernama Masyarakat ASEAN, pada dua tahun mendatang perhimpunan itu akan
mengintergrasikan politik, ekonomi, dan sosial-budaya antaranggota.
Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN, Asia Tenggara mulai 2015 akan mewujudkan suatu pasar bebas
yang menjamin bebasnya aliran barang, jasa, investasi, pekerja terlatih, dan lalulintas modal antaranggota.
Pertumbuhan ekonomi yang stabil di kawasan menuju 2015 menjadi persiapan yang baik untuk
dalam
pertumbuhan
ekonomi
ASEAN.
"Ekonomi Indonesia itu 50 persen ekonomi ASEAN. Jadi, kalau ekonomi Indonesia naik,
ekonomi ASEAN juga ikut naik,"Namun, sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia
juga harus mampu memanfaatkan momentum stabilnya perekonomian tingkat kawasan untuk
meningkatkan ekonomi nasional. Kalangan pengusaha berharap bahwa Indonesia jangan terlena
dengan statusnya sebagai anggota terbesar dan berpopulasi terbanyak di Asia Tenggara, sehingga
lebih sering dimanfaatkan sebagai pasar oleh negara-negara mitra tanpa mengembangkan
kapasitas produksi dalam negeri. Indonesia berusaha untuk tidak terlena dengan statusnya
sebagai anggota terbesar dan berpopulasi terbanyak di Asia Tenggara, sehingga lebih sering
dimanfaatkan sebagai pasar oleh negara-negara mitra tanpa mengembangkan kapasitas produksi
dalam negeri. Indonesia berupaya untuk dapat memanfaatkan peluang yang tercipta ketika
Komunitas ASEAN diterapkan pada 2015 mendatang, para pengusaha memiliki pangsa pasar
yang lebih besar lagi untuk digenggam, yakni sekitar 600 juta orang. Namun apabila Indonesia
gagal memanfaatkan peluang itu, justru penduduk di negara sendiri yang malah dijadikan pangsa
pasar oleh negara lain "Kalau di dalam bisnis dikenal istilah business soft skill yang dapat
dimanfaatkan untuk bisa melayani orang lebih banyak lagi. Siapa tahu kita bisa menggarap pasar
yang berjumlah 600 juta orang itu,
Apakah Indonesia siap menjelang Komunitas ASEAN 2015, itu semua bergantung kepada daya
saing yang dimiliki oleh masyarakatnya. "Pada intinya persaingan itu bisa memberikan yang
terbaik bagi konsumen. Sementara selama ini kita tidak ingin hanya menjadi konsumen, sehingga
harus berani untuk menjadi pemain juga.Untuk dapat menjadi pemain dalam masyarakat
ekonomi ASEAN, Indonesia harus menentukan terlebih dahulu ingin menguatkan produk atau
jasa di bidang apa. "Sehingga itu harus ditentukan dulu dan dibuat analisanya. Yang pasti
Indonesia harus berpikir besar karena negara lain juga melakukan hal tersebut.
Tentang sosialisasi Komunitas ASEAN di kalangan pengusaha, rata-rata para pengusaha dan
pebisnis sudah tahu. Ketua Dewan Direktur Bakrie Global Ventura itu berharap Komunitas
Masyarakat ASEAN tahun 2015 mendatang dapat mengerek status sosial semua warga di
Indonesia agar naik kelas dan turut merasakan kesejahteraan.
Pungutan liar
Langkah dan Kebijakan ekonomi bagi Indonesia agar mampu bersaing di MEA
1. Mempermudah perizinan bagi UKM (Usaha Kecil Menengah).
2. Melakukan pelatihan kepada tenaga kerja RI agar memiliki kemampuan yang dapat bersaing
dengan tenaga kerja dari ASEAN lainnya.
3. Mendorong UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dan koperasi dengan memperkuat
kualitas produksi. Salah satu jalanya dengan melakukan inovasi, perbaikan dengan
menghasilkan sesuatu tiap tahunya sehingga ada variasi dan peningkatan pada produk hasil
UMKM dan koperasi.
4. UU baru yang melarang adanya mengekspor mineral mentah.
5. Indonesia harus meningkatkan ekspornya dari mayoritas bahan mentah dari sumber daya alam
menjadi barang jadi, dengan membangun teknologi tinggi serta industri padat modal untuk
mengolah mineral tersebut.
6. Perhatian terhadap pengembangan SDM tetap perlu mendapat prioritas. Pengembangan SDM
khusus untuk ahli-ahli teknik dan eksakta perlu di prioritaskan.
7. Belanja infrastruktur perlu ditingkatkan. Jika pemerintah lewat APBN tidak sanggup maka
bisa memanfaatkan kerjasama swasta / memanfaatkan dana tanggung jawab sosial perusahaan
/ corporate social responsibility (CSR).
8. Peningkatan mutu tenaga kerja disektor jasa-jasa juga perlu mendapat perhatiam serius. Sebab
Indonesia kalah jauh dari tenaga kerja dari negara-negara ASEAN lainya.
Sumber: httm://m.kompasiana.com
Perlu Kerja keras untuk segera diantisipasi oleh pemerintah dalam menghadapi AFTA 2015,
yaitu: 1) Indonesia berpotensi sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industrilasasi di
kawasan ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam mininal,
tetapi defisit neraca perdagangan barang Indonesia yang saat ini paling besar di antara negaranegara ASEAN semakin bertambah,
2) melebarkan defisit perdagangan jasa seiring peningkatan perdagangan barang,
3) membebaskan aliran tenaga kerja sehingga Indonesia harus mengantisipasi dengan
menyiapkan strategi karena potensi membanjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA), dan
4) masuknya investasi ke Indonesia dari dalam dan luar ASEAN.
Untuk menghadapi berlakunya AFTA 2015, Pemerintah Indonesia harus segera mengambil
langkah-langkah strategis,diantaranya :
1). Peningkatan Daya Saing Ekonomi,
2). Peningkatan Laju Ekspor,
3). Reformasi Regulasi,
4). Perbaikan Infrastruktur,
5). Reformasi Iklim,
6). Reformasi Kelembagaan,
7). Pemberdayaan UMKM,
8). Pengembangan Pusat UMKM Berbasis WebsiteTeknologi informasi, dan
bekerja di luar negeri masih di bawah Philipina. Sebagai contoh, Kasus di Singapura yang
memberikan gambaran bahwa Tenaga Kerja Asing (TKA) dari Philipina yang bekerja di sektor
informal lebih dihargai dibandingkan dengan TKW dari Indonesia. Penyebabnya adalah masalah
kemampuan berbahasa Inggris para TKW yang kurang mahir. Perlu adanya kerjasama
Pemerintah dan stakeholders lainnya secara konsisten dalam mengatasi kualitas produk kita agar
bisa bersaing di kawasan ASEAN.
Kontribusi Pemerintah untuk mewujudkan produk dalam negeri yang berkualitas di pasaran
ASEAN sangatlah menentukan. Dalam perindustrian, masalah ketersedian modal yang cukup
para pelaku usaha, teknologi informasi yang memadai, dan tenaga kerja yang terampil di
bidangnya serta diimbangi dengan keahlian pengusaha, organisasi dan manajemem perusahaan,
pemakaian teknologi maju dan input lainnya akan memberikan andil yang besar dalam mencetak
produk dalam negeri bermutu tinggi di pasaran ASEAN. Disinilah kerja sama Pemerintah dan
pengusaha sangat dibutuhkan untuk menciptakan hasil produksi perusahaan yang bermutu.
juga membutuhkan sarana infrastruktur yang memadai, agar permintaan luar negeri terhadap
tenaga kerja kita bisa sesuai jadwal.
Perlu disadari, bahwa infrastruktur di negeri kita masih jauh dari apa yang diharapkan. Masalah
infrastruktur merupakan pekerjaan rumah Pemerintah yang harus diselesaikan sesegera mungkin
dalam menghadapi AFTA 2015, adalah:
1) Memperbaiki semua infrastruktur yang rusak, seperti jalan-jalan raya yang berlubang dan
bergelombang (sebagian hancur karena tanah longsor dalam waktu singkat);
2) Membangun jalan tol atau jalan kereta api ke pelabuhan, dan memperluas kapasitas pelabuhan
seperti Tanjung Priok, Tanjung Perak dan lainnya yang selama ini menjadi pintu keluar masuk
barang dalam beberapa tahun ke depan;
3) Meningkatkan akselerasilistrik dalam dua tahun ke depan, dan banyak lagi. Sangatlah penting
untuk mempermudah aliran logistik yang merupakan urat nadi perdagangan pada khususnya,
seperti pengiriman hasil produksi dan logistik dari pabrik ke pelabuhan atau sebaliknya atau dari
pelabuhan ke pusat pemasaran. Memerlukan sarana transportasi yang memadai, seperti kondisi
jalan raya yang baik dan mencukupi, fasilitas pelabuhan yang memadahi dan lain-lain perlu
penanganan yang serius dan terkoordinir. Tercapainya infrastruktur yang memadahi akan
berpengaruh besar terhadap daya saing produk dalam negeri. Dengan demikian,daya saing sangat
ditentukan oleh kecepatan barang masuk dan keluar. Saking pentingnya infrastruktur dalam
mensukseskan AFTA 2015, Pemerintah seharusnya menjadikan sektor ini adalah sektor yang
paling diprioritaskan.
Pemerintah Pusat dan daerah hendaknya bersinergi secara harmonis dalam membuat berbagai
kebijakan, agar pembangunan infrastruktur, seperti perbaikan pelabuhan, jalan raya dan sarana
transportasi lainnya bisa dilakukan secepatnya. Bahkan pembangunan sarana transportasi ini
mampu menjangkau sampai ke pedesaan, di mana terdapat UMKM atau home industryyang
menciptakan ekonomi kreatif agar bisa membantu negara dalam meningkatkan laju ekspor.
Akses insfrastruktur benar-benar merupakan faktor penentu dalam memperlancar sirkulasi
produk yang mempunyai daya saing tinggi. Apalagi, ketersediaan infrastruktur mampu
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sudah saatnya kita mempersiapkan diri untuk menghadapi
AFTA 2015.
Referensi:
APEC. (2006a). A Research on the Innovation Promoting Policy for SMEs in APEC Survey and
Case Studies. APEC SME Innovation Center, Korea Technology and Information
Promotion Agency for SMEs, Seoul.
APEC.
(2006b). Economic
Impacts
of
Innovative
SMEs
and
Effective
Promotion