A.Pendahuluan
B. Integrasi Nasional dan Pluralitas Masyarakat Indonesia
C. Strategi Integrasi
D.Integrasi Nasional Indonesia
A. Pendahuluan
Masalah integrasi nasional merupakan persoalan yang dialami
hampir semua negara, terutama negara-negara yang usianya
masih relatif muda, termasuk Indonesia.
Sejak proklamasi kemerdekaan sampai sekarang negara
Indonesia masih menghadapi persoalan bagaimana menyatukan
penduduk Indonesia yang di dalamnya terdiri atas berbagai
macam suku, memeluk agama yang berbeda-beda, berbahasa
dengan bahasa daerah yang beranekaragam, serta memiliki
kebudayaan daerah yang berbeda satu sama lain, untuk menjadi
satu entitas baru yang dinamakan bangsa Indonesia.
Persoalan integrasi nasional Indonesia sejauh ini masih belum
tuntas perlu terus dilakukan pembinaan.
Harus juga disadari bahwa integrasi nasional dalam arti
sepenuhnya tidak mungkin diwujudkan, dan konflik di antara
sesama warga bangsa tidak dapat dihilangkan sama sekali.
B. Integrasi Nasional dan Pluralitas Masyarakat
Indonesia
3. Strategi pluralis
Paham pluralis merupakan paham yang menghargai
terdapatnya perbedaan dalam masyarakat. Paham
pluralis pada prinsipnya mewujudkan integrasi nasional
dengan memberi kesempatan pada segala unsur
perbedaan yang ada dalam masyarakat untuk hidup dan
berkembang.
Ini berarti bahwa dengan strategi pluralis, dalam
mewujudkan integrasi nasional negara memberi
kesempatan kepada semua unsur keragaman dalam
negara, baik suku, agama, budaya daerah, dan
perbedaan-perbedaan lainnya untuk tumbuh dan
berkembang, serta hidup berdampingan secara damai.
Jadi integrasi nasional diwujudkan dengan tetap
menghargai terdapatnya perbedaan-perbedaan dalam
masyarakat.
Hal ini sejalan dengan pandangan multikulturalisme,
bahwa setiap unsur perbedaan memiliki nilai dan
kedudukan yang sama, sehingga masing-masing berhak
mendapatkan kesempatan untuk berkembang.
D. Integrasi Nasional Indonesia
1. Dimensi integrasi nasional
Integrasi nasional dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu
dimensi vertikal dan dimensi horisontal.
Dimensi vertikal adalah dimensi yang berkenaan dengan
upaya menyatukan persepsi, keinginan, dan harapan
yang ada antara elite dan massa atau antara pemerintah
dengan rakyat.
Jadi integrasi vertikal merupakan upaya mewujudkan
integrasi dengan menjebatani perbedaan-perbedaan
antara pemerintah dan rakyat.
Integrasi nasional dalam dimensi yang demikian biasa
disebut dengan integrasi politik.
Dimensi horisontal adalah dimensi yang berkenaan
dengan upaya mewujudkan persatuan di antara
perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat itu
sendiri, baik perbedaan wilayah tempat tinggal,
perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya,
dan pernedaan-perbedaan lainnya.
Jadi integrasi horisontal merupakan upaya mewujudkan
integrasi dengan menjembatani perbedaan antar
kelompok dalam masyarakat.
Integrasi nasional dalam dimensi ini biasa disebut
dengan integrasi teritorial.
Persoalan integrasi nasional menyangkut keserasian
hubungan antara pemerintah dan rakyat, serta keserasian
hubungan di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat dengan latar belakang perbedaan di dalamnya.
Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia,
tantangan yang dihadapi datang dari keduanya.
a) Dalam dimensi horizontal tantangan yang ada
berkenaan dengan pembelahan horizontal yang berakar
pada perbedaan suku, agama, ras, dan geografi.
b) Dalam dimensi vertikal tantangan yang ada adalah
berupa celah perbedaan antara elite dan massa, di
mana latar belakang pendidikan kekotaan
menyebabkan kaum elite berbeda dari massa yang
cenderung berpandangan tradisional.
2. Mewujudkan integrasi nasional Indonesia
Salah satu persoalan yang dialami oleh negara-negara
berkembang termasuk Indonesia dalam mewujudkan
integrasi nasional adalah masalah primordialisme yang
masih kuat.
Titik pusat goncangan primordial biasanya berkisar pada
beberapa hal, yaitu masalah hubungan darah (kesukuan),
jenis bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan kebiasaan.
Namun demikian harus tetap diyakini bahwa nasionalisme
sebagai karakter bangsa tetap diperlukan di era Indonesia
merdeka sebagai kekuatan untuk menjaga eksistensi,
sekaligus mewujudkan taraf peradaban yang luhur,
kekuatan yang tangguh, dan mencapai negara-bangsa yang
besar.
Nasionalisme sebagai karakter semakin diperlukan dalam
menjaga harkat dan martabat bangsa di era globalisasi
karena gelombang “peradaban kesejagatan” ditandai oleh
semakin kaburnya batas-batas teritorial negara akibat
gempuran informasi global yang nyaris tanpa hambatan
yang dihadirkan oleh jaringan teknologi informasi dan
komunikasi.
Dasar negara Pancasila, menunjukkan pada kita betapa
tokoh-tokoh pendiri negara (the founding fathers) pada
waktu itu menghargai perbedaan-perbedaan yang
terdapat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Para pendiri negara rela mengesampingkan persoalan
perbedaan-perbedaan yang ada demi membangun sebuah
negara yang dapat melindungi seluruh rakyat Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya walaupun berbeda-
beda tetapi tetap satu adanya.
Semboyan tersebut sama maknanya dengan istilah “unity
in diversity”, artinya bersatu dalam keanekaragaman,
sebuah ungkapan yang menggambarkan cara menyatukan
secara demokratis suatu masyarakat yang di dalamnya
diwarnai oleh adanya berbagai perbedaan.
Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut segala
perbedaan dalam masyarakat ditanggapi bukan sebagai
keadaan yang menghambat persatuan dan kesatuan
bangsa, melainkan sebagai kekayaan budaya yang dapat
dijadikan sumber pengayaan kebudayaan nasional kita.
Untuk terwujudnya masyarakat yang menggambarkan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika, diperlukan pandangan
atau wawasan multikulturalisme.
Multikulturalisme adalah pandangan bahwa setiap
kebudayaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama
dengan kebudayaan lain, sehingga setiap kebudayaan
berhak mendapatkan tempat sebagaimana kebudayaan
lainnya.
Perwujudan dari multikulturalisme adalah kesediaan
orang-orang dari kebudayaan yang beragam untuk hidup
berdampingan secara damai.
Multikulturalisme menekankan pentingnya belajar
kebudayaan lain dan mencoba memahaminya secara
penuh dan empatik sehingga dapat menghargai
kebudayaan lain di samping kebudayaannya sendiri.