Anda di halaman 1dari 7

A.

DEFINISI
Apendiksitis adalah kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi.
Apendiksitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab nyeri abdomen akut. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu
yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang
merupakan usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat merupakan
sekum ((Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendiksitis akut adalah nyeri atau rasa tidak enak di sekitar umbilicus
berlangsung antara 1 sampai 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran
kanan bawah (titik Mc Burney) dengan disertai mual, anoreksia dan muntah (Lindseth,
2006)
Apendiksitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu dan
keluhan menghilang setelah Apendektomi (Pieter, 2005)

B. PATOFISIOLOGI
Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .
C. PENYEBAB
1. Ulserasi pada mukosa
2. Obstruksi pada colon oleh fecalit (feses yang keras)
3. Pemberian barium
4. Berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh cacing
5. Tumor
6. Striktur karena fibrosis pada dinding usus

D. PATHWAY

E. PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Biodata:
Data yang dikumpulkan meliputi:
Nama, pekerjaan, umur, pendidikan, alamat, agama, tanggal masuk RS
Riwayat Keperawatan :

a.
b.
c.
d.

Keluhan Utama : keluhan utama yang dirasakan pasien saat dikaji


Riwayat Keperawatan Sekarang
Riwayat Keperawatan Dahulu
Riwayat Keperawatan Keluarga

Data Subyektif
a. Sebelum operasi
1) Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah
2) Mual, muntah, kembung
3) Tidak nafsu makan, demam
4) Diare atau konstipasi
b. Sesudah operasi
1) Nyeri daerah operasi
2) Lemas
3) Pusing
4) Mual
Data Obyektif
a. Sebelum Operasi
1) Nyeri tekan di titik Mc Burney
2) Spasme otot
3) Takhikardi, takipnea
4) Pucat, gelisah
5) Bising usus berkurang atau tidak ada
6) Demam 38 38,5 C
b. Sesudah Operasi
1) Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen
2) Ekpresi wajah nampak kesakitan
3) Bising usus berkurang
4) Selaput mukosa kering
Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit : 10.000 18.000 / mm3. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis
untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang pada
appendicitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
b. Netrofil meningkat 75 %
c. WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya perforasi
(jumlah sel darah merah)
Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi :foto colon yang memungkinkan adanya fecalit pada katup
b. Barium enema : ependiks terisi barium hanya sebagian

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut b.d. obstruksi dan peradangan apendiks
b. Resiko kekurangan volume cairan b.d. mual, muntah, anoreksia
c. Kerusakan integritas kulit b.d luka pembedahan
3. PERENCANAAN ASUHAN KEPERAWATAN (NCP)
N
O
1.

DP

TUJUAN/KRITERIA

Nyeri akut b.d.

Setelah diberikan

obstruksi dan

tindakan keperawatan

peradangan

selama 3x24 jam

apendiks

diharapkan nyeri
berkurang dengan
kriteria hasil:
a. Klien
mengungkapkan rasa
sakit berkurang
b. Skala nyeri berkurang
1-3
c. TTV dalam batas
normal

2.

Resiko kekurangan

Setelah diberikan

volume cairan b.d.

tindakan keperawatan

mual, muntah,

selama 3x24 jam

anoreksia

diharapkan cairan dan


elektrolit dalam keadaan
seimbang dengan kriteria
hasil:

RENCANA TINDAKAN
a. Kaji TTV
b. Kaji keluhan nyeri, tentukan
lokasi, jenis, dan intensitas
nyeri. Ukur dengan skala 110
c. Ajarkan teknik relaksasi
d. Anjurkan klien untuk tidur
pada posisi nyaman (miring
dengan menekuk lutut kanan)
e. Puasa makan dan minum
apabila akan dilakukan
tindakan operasi
f. Pantau efek terapeutik dan
non terapeutik dari
pemberian analgetik
a. Observasi cairan yang keluar
dan masuk
b. Jauhkan makanan/ minuman/
bau-bauan yang dapat
merangsang mual dan
muntah
c. Kolaborasi pemeberian infus
dan pipa lambung

a. Turgor kulit baik


b. Cairan yang masuk
3.

Kerusakan

dan keluar seimbang


Setelah diberikan

integritas kulit b.d

tindakan keperawatan

luka pembedahan

selama 3x24 jam


diharapkan intregitas
kulit baik dengan kriteria

a. Rawat luka dengan prinsip


steril
b. Pantau perkembangan luka
c. Anjurkan untuk makan
makanan yang mempercepat

hasil:
a. Luka insisi sembuh
tanpa ada tanda

proses penyembuhan
d. Beri antibiotika sesuai
program medik

infeksi
b. Leukosit normal

4. EVALUASI KEPERAWATAN
F. REFERENSI
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
G. LAMPIRAN
1. Gambar

Anda mungkin juga menyukai