(PENDAHULUAN)
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan ilmu kedokteran yang sangat dinamis sehingga menuntut
mahasiswa untuk terus belajar dan menggali ilmu tanpa mengenal waktu. Hal itu sangat
diperlukan terhadap mahasiswa yang menjadi calon dokter masa depan dinegara
Indonesia, jadi dengan konsep keilmuan yang baik maka lahirlah seorang dokter yang
kompeten dan dipercaya oleh masyarakat, itulah yang merupakan salah satu latar
belakang pada penyusun makalah ini.
Resusitasi jantung paru adalah serangkaian usaha penyelamatan hidup pada henti
jantung. Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat berbeda-beda, tergantung
penyelamat, korban dan keadaan sekitar, tantangan mendasar tetap ada, yaitu baigaimana
melakukan RJP yang lebih dini, lebih cepat dan lebih efektif. Untuk menjawabnya,
pengenalan akan adanya henti jantung dan tindakan segera yang harus dilakukan menjadi
prioritas dari tulisan ini.
Henti jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa negara. Terjadi baik
di luar rumah sakit maupun di dalam rumah sakit. Diperkirakan sekitar 350.000 orang
meninggal pertahunnya akibat henti jantung di Amerika dan Kanada. Perkiraan ini tidak
termasuk mereka yang diperkirakan meninggal akibat henti jantung dan tidak sempat
diresusitasi.
Walaupun usaha untuk melakukan resusitasi tidak selalu berhasil, lebih banyak
nyawa yang hilang akibat tidak dilakukannya resusitasi. Sebagian besar korban henti
jantung adalah orang dewasa, tetapi ribuan bayi dan anak juga mengalaminya setiap
tahun. Henti jantung akan tetap menjadi penyebab utama kematian yang prematur, dan
perbaikan kecil dalam usaha penyelamatannya akan menjadi ribuan nyawa yang dapat
diselamatkan setiap tahun.
Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orangyang
terlatih dalambidang kesihatan. Ini bermaksud bahwa RJP boleh dilakukandan dipelajari
dokter, perawat,para medis dan juga orang awam.Menurut American Heart Association,
rantai kehidupan mempunyai hubungan erat dengantindakan resusitasi jantung paru,
kerana penderita yang diberikan RJP, mempunyaikesempatan yang amat besar untuk
dapat hidupkembali.
1.2.
Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan
berguna bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya
dibagi menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan menambah
wawasan mahasiswa/I dalam menguraikan suatu persoalan secara holistik dan tepat, dan
melatih pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/I fakultas kedokteran, dimana
pemikiran ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu
menganalisis suatu persoalan secara cepat dan tepat. Sedangkan secara khusus tujuan
penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut :
Melengkapi tugas small group discussion 06 skenario 6 modul XXI tentang
Kedaruratan Medik.
Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis.
Sebagai bahan referensi mahasiswa/I Fakultas Kedokteran UISU dalam
menghadapi ujian akhir modul.
Itulah merupakan tujuan dalam penyusunan makalah ini, dan juga sangat diharapkan
dapat berguna setiap orang yang membaca makalah ini. Semoga seluruh tujuan tersebut
dapat tercapai dengan baik.
BAB II
(PEMBAHASAN)
2.1. Skenario 6
2.2.
LEARNING OBJECTIVE
1.
2.
3.
4.
5.
Berkurangnya
preload
ventrikel
kiri
saat
inspirasi
menyebabkan
berkurangnya volume sekuncup yang dapat diketahui dari penurunan tekanan darah
sistolik. Berkurangnya preload saat inspirasi akan dinormalkan kembali pada saat
ekspirasi. Mekanikme ini dikenal sebagai pulsus paradoksus, diperkenalkan pertama
kali oleh Adolf Kussmaul, yang didefinisikan sebagai pulsasi yang menghilang saat
inspirasi dan kembali saat ekspirasi.
Selain itu pada saat inspirasi terjadi penurunan tekanan intrapleural yang
menyebabkan
tekanan
transmural
atrium
kanan
meningkat.1-3,5
Beberapa
C. Ventrikel Kanan
Pada penggunaan ventilasi mekanik untuk terapi gagal napas akut, sering
dijumpai penurunan tekanan darah arteri yang disebabkan oleh berkurangnya
pengisian ventrikel kanan akibat berkurangnya aliran balik vena dan oleh kompresi di
sekitar jantung dan vena cava.13 Volume akhir diastolik ventrikel akan berkurang
pada saat tekanan jalan napas (pressure airway) meningkat, menyebabkan
berkurangnya volume sekuncup dan curah jantung.
Preload
Modul XXI Skenario 6
Tekanan rerata sistemik merupakan hasil dari volume darah dan kapasitansi
sirkulasi sistemik.2,16,17 Saat terjadi peningkatan tekanan atrium kanan akan terjadi
kompensasi peningkatan tekanan rerata sistemik untuk mencegah terjadinya
berkurangnya aliran balik vena.2 Meskipun tekanan positif saat ventilasi mekanik
meningkatkan volume paru dengan meningkatkan tekanan jalan napas, besarnya
peningkatan volume dan tekanan intratorakal bergantung pada resistensi jalan napas
dan compliance pulmonal. Apabila compliance pulmonal berkurang atau resistensi
jalan napas meningkat, maka sebaran tekanan jalan napas ke rongga jantung juga
berkurang.
Preload dapat berkurang pada pemberian PEEP, sedangkan resistensi vaskuler
pulmonal meningkat akibat penambahan volume paru saat inspirasi yang
menyebabkan bertambahnya afterload dari ventrikel kanan.6 Fenomena ini
mengakibatkan berkurangnya volume akhir diastolik ventrikel saat inspirasi yang
akan menurunkan curah jantung.19 Pasien dengan sindrom gagal napas akut
afterload ventrikel kanan meningkat, sehingga penambahan level PEEP pada pasien
ini dapat memperburuk aliran balik vena yang menyebabkan berkurangnya curah
jantung dan mengakibatkan hipotensi sistemik. Selain itu, peningkatan afterload
dapat pula mengakibatkan pendesakan ventrikel kiri oleh septum sehingga
menurunkan volume akhir diastolik ventrikel kiri. Pada kondisi ini pengukuran
tekanan baji paru pulmonary artery wedge pressure (PCWP) menjadi tidak akurat.
Cao, dkk mendapatkan bahwa pemberian PEEP akan meningkatkan nilai
tekanan vena sentral secara bermakna. Pada pemberian PEEP 0,5 dan 10cmH2O akan
meningkatkan tekanan vena sentral 1,30.9, 3,11,3 dan 4,51,3mmHg. Hal ini
membuktikan bahwa pengukuran tekanan vena sentral menjadi tidak akurat pada saat
pemberian PEEP.20 Hal yang serupa didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Geerts, dkk pada pasien pasca bedah jantung di unit rawat intensif dengan menambah
PEEP +10cmH2O dari PEEP awal dan didapatkan peningkatan tekanan vena sentral
dari 9,23,6 menjadi 11,53,2mmHg, dan penurunan curah jantung dari 5,21,3
menjadi 4,61,2 L/mnt.
Selain itu, PEEP yang terlalu tinggi menyebabkan overdistensi paru yang
dapat mengaktifkan faktor plasma yang berefek inotropik negatif terhadap jantung.
Aktivasi faktor plasma ini kemungkinan akibat respon inflamasi karena overdistensi
paru.22 Respon ventrikel kanan terhadap peningkatan tekanan jalan napas dan PEEP
bergantung pula pada penyakit dasar pasien dan pengaruh volume paru-paru terhadap
resistensi vaskuler pulmonal. Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering
ditemui pada penyakit paru kronis. Eksaserbasi, hipoksemia dan hipoksia yang terjadi
akibat vasokonstriksi dapat memperberat peningkatan tekanan arteri pulmonal dan
peningkatan afterload ventrikel kanan.
Afterload
Jardin, dkk23 menunjukkan mekanikme yang bertanggung jawab terhadap
penurunan curah jantung akibat ventilasi mekanik. Mereka membuktikan pada pasien
gagal napas akut dengan fungsi ventrikel kanan normal terjadi penurunan curah
jantung secara progresif seiring dengan peningkatan PEEP yang diakibatkan oleh
peningkatan resistensi vaskuler pulmoner secara progresif dan gangguan fungsi
sistolik ventrikel kanan. Mekanikme ini berperan terhadap berkurangnya curah
jantung saat ventilasi mekanik. Sehingga penting untuk melakukan titrasi PEEP untuk
optimisasi oksigenasi, curah jantung, dan transpor O2 sistemik.
D. Ventrikel Kiri
Peningkatan aktivitas saraf vagus aferen dan eferen serta stimulasi reseptor
saat terjadi tarikan jaringan paru saat inspirasi mengakibatkan gangguan fungsi
biventrikuler dan menyebabkan berkurangnya resistensi vaskuler perifer saat
peningkatan tekanan jalan napas/PEEP yang menyebabkan fungsi jantung kanan dan
kiri menjadi saling berpengaruh melalui interaksi antar ventrikel.24,25 Distensi
ventrikel kanan melalui efeknya pada septum dapat meyebabkan penurunan
compliance ventrikel kiri, sehingga mengurangi pengisian dan keluaran ventrikel.
Maestroni, dkk meneliti tentang efek PEEP terhadap diatolik ventrikel kiri dengan
Modul XXI Skenario 6
2.3.2. RJPO
2.3.2.1 Definisi
Resusitasi jantung paru otak (RJPO) merupakan metode untuk mengembalikan
fungsi pernafasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti nafas dan henti
jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan kombinasi
pernafasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan
oksigen otak dan substrat lain sementara jantung dan paru tidak berfungsi.
2.3.2.2 Tahap-tahap
A. Bantuan Hidup Dasar
Bantuan hidup dasar bertujuan melakukan oksigenasi darurat. Pada awal
langkah ABC RJPO dilakukan penilaian kesadaran dengan memberikan guncangan
dan teriakan. Bila tidak ada tanggapan, korban/pasien diletakkan dalam posisi
telentang dan bantuan hidup dasar segera diberikan. Sementara itu penolong dapat
meminta pertolongan dan bila mungkin mengaktifkan sistem pelayanan medis darurat.
10
Metode kedua atau ketiga lebih efektif membuka jalan nafas atas daripada
metode pertama.
Bila diketahui atau dicurigai adanya trauma kepala dan leher, korban
hanya digerakkan/dipindahkan bila memang mutlak perlu. Pada dugaan patah
tulang leher, pendorongan mandibula saja tanpa ekstensi kepala merupakan
metode paling aman untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Bila belum
berhasil, dapat dilakukan sedikit ekstensi kepala.
Bila terdapat pernafasan spontan dan adekuat (tidak sianosis), letakkan
pasien dalam posisi miring mantap untuk mencegah aspirasi. Saat itu kita dapat
meminta pertolongan ambulans. Sedangkan pada ventilasi adekuat tetapi nafas
tidak adekuat (ada sianosis), korban perlu diberikan oksigen lewat kateter nasal
atau sungkup muka.
11
menghilang.
Retraksi lebih jelas.
Gerak paradoksal lebih jelas.
Kerja otot nafas tambahan meningkat dan makin jelas.
Balon cadangan tidak kembang-kempis lagi.
Sianosis lebih cepat timbul.
Secara klinis, salah satu tanda atau gejala tersebut sudah merupakan satu
peringatan untuk segera mengatasinya, dengan lebih dulu (bila mungkin) mencari
penyebabnya.
12
Langkah 1
a. Posisi kepala dibuat sedikit hiperekstensi, supaya jalan nafas lurus dan
bebas. Caranya, pegang dagu dan tarik ke belakang.
b. Ujung (pangkal) mandibula didorong ke atas seperti akan keluar dari
sendinya dan mulut sedikit dibuka. Posisi kepada tetap hiperekstensi.
2.
3.
Langkah 3
Lakukan pemasangan pipa orofaring atau pipa nasofaring untuk
menahan lidah agar tidak jatuh ke hipofaring. Langkah ini dapat juga
membantu bila langkah 1 melelahkan.
13
Langkah 4
Intubasi trakea, yaitu memasukkan pipa khusus ke dalam trakea
yang dapat dilakukan langsung. Tindakan ini sulit dan traumatis bila
dipaksakan, sehingga sebaiknya dibantu dengan obat pelemas otot (misal:
suksinilkolin).
14
Teknik intubasi:
a.
bagian pegangan atau batang (handle) dan bilah (blade). Ada 3 sampai 4
ukuran bilah, yaitu ukuran bayi, anak, dewasa normal dan yang besar.
15
b.
i.
ii.
Cara intubasi:
Berikan obat pelemas otot (suksinilkolin)
Batang laringoskop dipegang dengan tangan kiri dan tangan
yang lain mendorong kepala sehingga sedikit ekstensi, dan
mulut pasien akan dengan sendirinya membuka. Bila mulut
tidak juga membuka, maka setelah melakukan ekstensi kepala,
iii.
iv.
v.
16
vi.
5.
vii.
viii.
ix.
Langkah 5
Krikotirotomi, dilakukan pada keadaan di mana tidak ada alat
intubasi (pipa endotrakea dan laringoskop) atau bila tidak mungkin
dilakukan intubasi.
Caranya: Diantara tulang rawan krikoid dan tiroid di buat tusukan
dengan jarum besar. Tindakan darurat ini akan sementara menolong pasien
dari asfiksia.
saat
melakukan
ventilasi
mulut
ke
mulut,
penolong
mempertahankan kepala dan leher korban dalam posisi jalan nafas terbuka
dengan menutup hidung korban dengan pipi penolong atau memencet hidung
Modul XXI Skenario 6
17
dengan satu tangan. Selanjutnya dilakukan dua kali ventilasi dalam, segera
raba denyut nadi, diberikan ventilasi dalam setiap lima detik.
Tanda-tanda jalan nafas bebas saat diberikan ventilasi buatan yang
adekuat adalah bila dada terlihat naik turun dengan amplitudo cukup, ada
udara yang keluar melalui hidung dan mulut selama ekspirasi, serta tidak
terasa tahanan dan compliance paru selama pemberian ventilasi.
Bila ventilasi mulut ke mulut atau ke hidung tidak berhasil baik
walaupun jalan nafas terbuka, periksa faring untuk melihat daya sumbatan oleh
benda asing atau sekresi.
Bila diduga ada sumbatan benda asing, lakukan hentakan punggung di
antara dua scapula. Bila tidak berhasil, lakukan hentakan abdomen (abdominal
thrust, manuver Heimlich), atau hentakan dada (chest thrust) untuk pasien
anak atau ibu hamil. Urutan gerakan Heimlich adalah memberikan 6-10 kali
hentakan abdomen, membuka mulut dan melakukan sapuan jari, reposisi
korban, membuka jalan nafas, dan mencoba memberikan ventilasi buatan.
Urutan diulang sampai benda asing keluar dan ventilasi buatan berhasil
dilakukan. Teknik hentakan dada dapat dilakukan pada korban/pasien yang
telentang. Teknik ini sama dengan kompresi dada luar.
Bila ada sekresi, lakukan penyapuan dengan jari. Bila gagal, lakukan
hentakan abdomen atau hentakan dada. Pada tindakan jari menyapu, gulingkan
korban pada satu sisi. Sesudah membuka mulut korban, dengan satu tangan
memegang lidah dan rahangnya, masukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan
yang lain dari penolong ke dalam satu sisi mulut korban. Melalui bagian
belakang faring kedua jari menyapu dan keluar lagi melalui sisi lain mulut
korban dalam satu gerakan.
Bila sesudah dilakukan gerakan tripel manuver serta pembersihan
mulut dan faring, masih ada sumbatan, pasang pipa jalan nafas (oropharyngeal
airway atau nasopharyngeal airway). Bila belum berhasil, lakukan intubasi
Modul XXI Skenario 6
18
Dengan jari-jari terkunci, lengan lurus, dan kedua bahu tepat di atas
sternum korban, beri tekanan ventrikel ke bawah yang cukup untuk menekan
sternum 4-5 cm dengan berat badan penolong. Setelah kompresi harus ada
relaksasi, tetapi kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban.
Modul XXI Skenario 6
19
Dilanjutkan lama kompresi sama dengan lama relaksasi. Baik satu penolong
maupun dua penolong, dilakukan 15 kompresi dada luar (laju 80-100
kali/menit = 9-12 detik) harus diikuti dengan pemberian dua kali ventilasi
dalam (2-3 detik). Dalam satu menit harus ada empat daur kompresi dan
ventilasi, yaitu minimal 60 kompresi dada dan 8 ventilasi. Jadi 15 kali
kompresi dada luar ditambah dua ventilasi harus selesai maksimal dalam
waktu 15 detik.
Bila ada pernafasan dan nadi, pantau dengan ketat. Bila tidak ada
pernafasan, lakukan ventilasi buatan 12 kali/menit dan pantau nadi dengan
ketat. Bila denyut dan pernafasan belum ada, RJPO dilanjutkan. Sesudah 4
daur, periksa kembali apakah sudah timbul nadi dan ventilasi spontan, begitu
seterusnya.
Modul XXI Skenario 6
20
ABC RJPO yang dilakukan pada korban dengan henti jantung dapat
memberikan kemungkinan hasil:
hidup lanjut)
denyut jantung
spontan
timbul,
tetapi
korban
belum
pulih
Lakukan ventilasi epat 2 kali sebelum pijat jantung luar, kemudian raba
kecepatan 60 x/ menit
Diselingi 1 kali ventilasi oleh operator yang satu, setiap 5 kali kompresi
21
22
5. Electrocardioscopy (Cardiography)
Monitoring EKG dilakukan untuk melihat bentuk henti jantung apakah
asistol ventrikular, fibrilasi ventrikular atau kompleks aneh yang lain seperti
disosiasi elektromekanis.
23
tetesan infus (1-4 mg/menit). Kemudian ulangi syok listrik. Bila belum
berhasil juga,dapat diberi prokainamid 1-2 mg/kg BB IV dengan tetap
mengulangi syok listrik. Bila gagal juga, dapat diberikan bretilium dapat
ditinggikan hingga 10 mg/kg BB sampai dosis total 30 mg/kg BB. Bretilium
ini merupakan obat terakhir yang tersedia saat ini. Bila dengan obat ini juga
tidak berhasil, maka ditegakkan diagnosis kematian jantung.
Bila EKG terdapat asistol ventrikular atau disosiasi elektromekanis,
ulangi tahap D, yaitu dengan memberikan kalsium, dan vasopresor seperlunya.
Dosis kalsium klorida 10% : 500 mg/70 kg BB IV, bila perlu diulang tiap 10
menit. Pemakaian kalsium saat ini merupakan hal yang kontroversial.
Selain obat-obat tersebut di atas,yang juga berguna selama resusitasi
jantung
7. Gauging
Langkah ini dilakukan untuk menentukan dan memberi terapi
penyebab henti jantung dan menilai tindakan selanjutnya, apakah penderita
dapat diselamatkan atau tidak. Pasien yang tidak mempunyai defisit neurologis
dan tekanan darah terpelihara normal tanpa aritmia hanya memerlukan
pemantauan
intensif
dan
observasi
terus-menerus
terhadap
sirkulasi
pernafasan, fungsi otak, ginjal dan hati. Pasien yang mengalami kegagalan satu
Modul XXI Skenario 6
24
atau lebih organ memerlukan bantuan ventilasi atau sirkulasi, terapi aritmia,
dialisis atau resusitasi otak.
8. Human Mentation
Mentasi manusia diharapkan dapat dipulihkan dengan tindakan
resusitasi otak yang baru. Tindakan-tindakan ini meliputi penggunaan agen
vasoaktif untuk memelihara tekanan darah sisitemik yang normal, penggunaan
steroid untuk mengurangi sembab otak, dan penggunaan diuretik untuk
menurunkan tekanan intrakranial. Obat yang dianjurkan adalah tiopental
dengan dosis 30 mg/kgBB dengan 1/3 dosis diberikan secara bolus intravena
dan 2/3 dosisi dengan infuse/drip lambat. Oksigen tambahan hendaknya
diberikan dan hiperventilasi derajat sedang juga membantu (PaCO2 25-30
mmHg) beberapa pengarang menganjurkan diberikan pada pasien yang
mengalami koma barbiturat dan hipotermia sedang, tetapi keuntungannya
masih kontroversial.
9. Intensive Care
Langkah ini merupakan pengelolaan intensif berorientasi otak pada
penderita dengan kegagalan organ multipel pascaresusitasi.
2.3.2.3 Indikasi
Indikasi dilakukannya resusitasi adalah henti nafas (apneu) dan henti jantung
(cardiac arrest)
25
bronkiolus respiratorius.
Dapat juga disertai retraksi
Gejala akibat sumbatan jalan nafas yang segera dapat diketahui dari keadaan
klinis:
26
PCO2 arteri.
Hipoksemia, yaitu takikardi, gelisah, berkeringat atau sianosis. Pada
hipoksemia, terjadinya sianosis tergantung Hb reduksi >5g% akan terjadi
sianosis. Keadaan hipoksemia dipastikan dengan penurunan PO2 arteri.
kelabu
Dilatasi pupil dalam waktu 45 detik setelah henti jantung
27
Tidak teraba arteri besar (A. Femoralis dan A. Karotis pada orang dewasa atau
A. brakialis pada bayi dan anak kecil) yang segera muncul setelah henti
jantung
Diagnosis henti jantung sudah dapat ditegakkan bila pasien tidak sadar
dan tidak teraba denyut arteri besar. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
Kematian normal yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronis yang berat.
Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu
saat.
Stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembunyikan lagi.
Bila hampir dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu setelah 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJPO.
2.3.2.4 Komplikasi
Penyulit yang dapat terjadi akibat RJPO adalah edema paru (46,0%), fraktur
iga (34,0%), dilatasi lambung (28,0%), fraktur sternum (22,2%), vomitus orofaring
(9,5%), vomitus trakea (8,9%), darah masuk ke dalam perikardium (8,1%), salah
Modul XXI Skenario 6
28
penempatan pipa endotrakea (3,9%), ruptur hepar (1,9%), aspirasi (1,3%), ruptur
lambung (0,1%), atau kontusio miokard (1,3%).
29
BAB III
(PENUTUP)
3.1.
Kesimpulan
Dari hasil pembelajaran pada Small Group Discussion 06 dan pembelajaran
mandiri serta kuliah pakar, dapat disimpulkan bahwa resusitasi adalah semua tindakan
darurat untuk menghentikan proses yang menuju kematian (penyelamatan jiwa).
Beberapa tindakan penyelamatan jiwa ini adalah :
1. Basic Life Support (BLS)
2. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP)
3. Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
Jika pasien berhenti bernapas lebih dari 4-6 menit akan menyebabkan suplai
glukosa dan oksigen berkurang, dan jika tidak ada tindakan penyelamatan jiwa, napas
pasien akan berhenti (meninggal). Oleh karena itu, tindakan ini sangat penting untuk
dipelajari.
3.2.
Saran
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca
dan mahasiswa melakukan pembuatan makalah berikutnya :
30
Beberapa poin diatas merupakan saran yang kami berikan apabila ada yang ingin
melanjutkan penelitian terhadap makalah ini, dan demikian makalah ini disusun serta
bear harapan nantinya makalah ini dapat berguna bagi pembaca khususnya mahasiswa
Fakultas Kedokteran UISU semester VI 2014 dalam penambahan wawasan dan ilmu
pengetahuan.
31