BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Panuveitis adalah suatu kondisi yang melibatkan peradangan pada uvea
(yaitu, iris, korpus siliaris dan koroid) dan struktur mata yang berdekatan
(misalnya, retina, saraf optik, vitreous atau sklera). Dalam kebanyakan kasus
panuveitis, etiologi masih sulit dipahami dan sering bersifat autoimun. Namun,
pada beberapa kasus panuveitis di mana etiologinya diketahui, agen infeksi atau
trauma adalah penyebab penting. Panuveitis disebabkan oleh infeksi
(borreliosis), penyakit granulomatosa (sarcoidosis), atau penyakit autoimun
(Oftalmia simpatis), atau dapat menjadi bagian dari penyakit sistemik imunologi
parah (penyakit Behcet, sindrom Vogt Koyanagi-Harada).1,2
Penyakit uveitis jarang terjadi, diperkirakan bahwa 2 sampai 5 di setiap
10.000 orang akan terpengaruh oleh panuveitis di negara Inggris setiap tahun.
Hal ini biasanya mempengaruhi orang berusia 20-59 tahun, namun juga dapat
terjadi pada anak-anak. Penyakit uveitis dapat terjadi pada laki-laki maupun
perempuan. Penyakit uveitis lebih mungkin terjadi pada orang dengan kondisi
kekebalan tubuh yang rendah atau orang yang sedang mengalami kondisi
inflamasi yang lain. Meskipun jarang, penyakit uveitis adalah penyebab utama
gangguan penglihatan di negara Inggris. Oleh sebab itu, sangat penting untuk
mendiagnosa dan mengatasi kondisi tersebut sesegera mungkin.3
Prevalensi panuveitis adalah 7-38% kasus dari semua kasus uveitis (15
kasus per 100.000 per tahun) di Amerika tahun 2007. Menurut Quan Dong
Nguyen (2007) dalam jurnalnya yang berjudul current medical therapy for noninfectious uveitis and ocular inflammatory disease, Penyebab paling umum
panuveitis adalah idiopatik (22,2%), diikuti oleh sarkoidosis (14,1%) dan
choroiditis multifokal (12,1%).4 Selain itu, pada penelitian Hum Chung dan
Deng-ghu Choi (1989) terhadap 683 pasien yang mengunjungi untuk advisi
terapi di poli mata College of Medicine, Seoul National University, Korea dari
Januari 1978 hingga Disember 1987 didapatkan 107 pasien (15,7%) yang
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui tentang panuveitis mulai dari
definisi,embriologi
uvea,
anatomi
dan
fisiologi
uvea,
histology
uvea,
BAB 2
2
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Panuveitis adalah suatu kondisi yang melibatkan peradangan pada uvea
(yaitu, iris, korpus siliaris dan koroid) dan struktur mata yang berdekatan
(misalnya, retina, saraf optik, vitreous atau sklera).2,
2.2
Anatomi Uvea
Jaringan uvea merupakan lapisan vaskular yang terdapat di pertengahan
bola mata. Dari bagian anterior ke posterior uvea dapat dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu, iris, badan siliaris dan koroid. Namun, seluruh komponen uvea
tersebut secara struktural maupun fungsional tidak dapat dibedakan.7,8,9
1. Iris merupakan:7,8
a. Bagian berwarna dari mata dan fungsi utamanya adalah untuk
mengontrol jumlah cahaya masuk ke retina.
b. Struktur paling anterior dari uvea, yang berbentuk seperti diskus sirkular
yang tipis.
c. Di pertengahan iris terdapat celah dengan diameter sekitar 4 mm yang
disebut pupil mata, yang juga berfungsi mengatur jumlah cahaya yang
mencapai retina.
d. Di bagian perifer, iris melekat ke bagian pertengahan permukaan anterior
badan siliaris yang membagi ruang antara kornea dan lensa menjadi
ruang anterior dan posterior mata.
2. Korpus siliaris adalah:8,9
a. Struktur melingkar yang menonjol ke dalam mata terletak di antara ora
serrata dan limbus. Struktur ini merupakan perluasan lapisan koroid ke
arah depan.
b. Korpus siliar disusun oleh jaringan penyambung jarang yang
mengandung serat-serat elastin, pembuluh darah dan melanosit.
c. Korpus siliaris membentuk tonjolan-tonjolan pendek seperti jari yang
dikenal sebagai prosessus siliaris. Dari prosessus siliaris muncul benangbenang fibrillin yang akan berinsersi pada kapsula lensa yang dikenal
sebagai zonula.
d. Korpus siliaris dilapisi oleh 2 lapis epitel kuboid. Lapisan luar kaya akan
pigmen dan merupakan lanjutan lapisan epitel pigmen retina. Lapisan
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
3.
elastin.
4
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Lapisan pembuluh merupakan lapisan yang paling tebal tersusun dari pembuluh
darah dan melanosit.
Lapisan koriokapiler, merupakan lapisan yang terdiri atas pleksus kapiler, jaringjaring halus serat elastin dan kolagen, fibroblas dan melanosit. Kapiler-kapiler
ini berasal dari arteri koroidalis. Pleksus ini mensuplai nutrisi untuk bagian luar
retina.
Lamina elastika, merupakan lapisan koroid yang berbatasan dengan epitel
pigmen retina. Lapisan ini tersusun dari jaring-jaring elastik padat dan suatu
lapisan dalam lamina basal yang homogen.
(a)
(b)
Gambar 1 (a) dan (b) Menunjukkan anatomi uvea yang terdiri diatas iris, ciliary body dan
choroid. 8
memberikan
cabang
lain.
Arteri
posterior
longus
siliaris
beranastomosis dengan satu sama lain dan dengan arteri siliaris anterior;
memberikan cabang yang masuk korpus siliaris.
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
2.3
Embriologi Uvea
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Bola mata mulai terbentuk pada hari ke 22 pada fase embrio. Struktur bola mata
dan komponenya berasal dari sel-sel primordial seperti:7
1. Optic vesicle, merupakan salah satu komponen mata yang berkembang dari
proencephalon.
2. Lens placode, merupakan permukaan ektoderma yang mengalami modifikasi
dan spesialisasi.
3. Mesenchyme, yang mengelilingi optic vesicle dan mesoderma visceral dari
prosesus tulang maksilaris.
Optic vesicle tersebut berkembang menjadi optic cup. Hal ini terjadi akibat
pertumbuhan dan diferensiasi dinding optic vesicle. Bagian yang terdalam yang
banyak mengandung pembuluh darah akan terbentuk dari komponen
mesenchyme yang mengelilingi optic cup dan menjadi bagian koroid.
Seterusnya, korpus siliaris berkembang dari dua lapisan epitelium bagian
anterior dari optic cup. Selain itu, bagian stroma korpus siliaris, otot-otot siliaris
dan pembuluh darah siliaris berkembang dari lapisan vasukular dari
mesenchyme yang mengelilingi optic cup. Dua lapisan epitelium yang berasal
dari bagian marginal optic cup akan berkembang menjadi iris. Muskulus spinter
dan muskulus dilator pupil akan terbentuk dari epithelium anterior tersebut.
Kemudian, pada bagian anterior optic cup komponen stroma dan pembuluh
darah iris akan terbentuk dari vascular mesenchyme.7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
(a)
(c)
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
(b)
(d)
2.4
Histologi Uvea
Secara histologi Uvea terdiri dari tiga bagian, iris, badan siliaris, dan koroid.
Bagian ini adalah lapisanvaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan
sklera, bagian ini mensuplai darah ke retina. Uvea dibagi menjadi 3 bagian:1
1. Iris dibagian anterior, terdiri dari 3 lapisan yaitu :11
a. Lapisan anterior iris terdiri dari fibroblast, melanosit, dan kolagen.
b. Lapisan tengah iris (stroma) merupakan bagian paling besar dari iris
terdiri dari sel berpigmen dan non pigmen, matrik kolagen,
mukopolisakarida, pembuluh darah, saraf, otot spingter pupil.
c. Bagian posterior : otot dilatator pupil dan sel berpigmen.
(a)
(b)
Gambar 4 Menunjukkan gambaran histologi uvea (a) Histologi iris secara umum (b) Histologi
iris dan komponennya 1) Pigmented epithelium, 2) Muskulus dilator iris, 3) Muskulus spinter
Pupil, 4) Stroma iris, 5) Pembuluh darah, 6) Mesothelium of the anterior face of the iris, 7)
Crypts of Fuchs, 8) Kamar bilik depan mata.11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
a. Bagian diantara iris pada bagian anterior dan oraserata pada bagian
posterior.
b. Bagian anterior sekitar 25 mm dari dari pars plica ( corona siliaris) yang
terdiri dari 70-80 bagian badan yang memproduksi aquos humor.
c. Pada corpus siliaris terdiri dari 3 bagian porsi longitudinal, obliq dan
sirkular yang mengatur akomodasi dengan mengatur ketegangan dari
zonular dan outflow cairan aquos dengan mengatur tegangan antara
trabekula dan skleral spur.
Gambar 5 Menunjukkan gambaran makroskopik dari badan silier (1) dan zonula lensa11 (2).
10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
2.5
Epidemiologi
Penyakit uveitis jarang terjadi, diperkirakan bahwa 2 sampai 5 di setiap
10.000 orang akan terpengaruh oleh penyakit uveitis di negara Inggris setiap
tahun. Hal ini biasanya mempengaruhi orang berusia 20-59 tahun, namun juga
dapat terjadi pada anak-anak. Penyakit veitis dapat terjadi pada laki-laki maupun
perempuan. Penyakit uveitis lebih mungkin terjadi pada orang dengan kondisi
kekebalan tubuh yang rendah atau orang yang sedang mengalami kondisi
inflamasi yang lain.3 Panuveitis merupakan salah satu penyakit uveitis yang
melibatkan peradangan pada seluruh bagian uvea dan dapat melibatkan
peradangan pada jaringan sekitarnya. Prevalensi panuveitis adalah 7-38% kasus
dari semua kasus uveitis (15 kasus per 100.000 per tahun) di Amerika tahun
2007. Meskipun jarang, penyakit uveitis adalah penyebab utama gangguan
penglihatan di negara Inggris. Oleh sebab itu, sangat penting untuk mendiagnosa
dan mengatasi kondisi tersebut sesegera mungkin.2,3
2.6
Etiologi
Dalam kebanyakan kasus panuveitis, etiologi masih sulit dipahami dan
sering bersifat autoimun. Namun, pada beberapa kasus panuveitis di mana
etiologinya diketahui, agen infeksi atau trauma adalah penyebab penting.1,10
Terdapat
beberapa
etiologi
yang
menyebabkan
panuveitis,
antaranya:
11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
sistemik
dan
okular.
Seterusnya,
penyakit
Behcet
dapat
menyebabkan vaskulitis oklusif yang dapat kambuh serta bersifat kronis, uveitis
serta gangguan pada sistem dermatologi, rematologi, gastrointestinal, dan
neurologis. Oftalmia simpatis terjadi pada kedua mata, bersifat kronis dan dari
pereiksaan histopatologi diklassifikasikan oftalmia simpatis sebagai panuveitis
granulomatosa dengan eksaserbasi yang sering terjadi. 13
Sifilis adalah penyakit yang ditularkan dari hubungan seksual dan
merupakan suatu penyakit yang kronis, dapat berkembang menjadi infeksi
sistemik. Penyakit sifilis ini disebabkan oleh bakteri spirochete Treponema
pallidum. Umumnya manifestasi okular sifilis, termasuk keratitis interstisial,
anterior, intermediet dan posterior uveitis, korioretinitis, retinitis, vaskulitis
retina, dan saraf kranial, dan neuropati optik, dapat terjadi pada setiap stadium
penyakit sifilis.14
2.7
Diagnosis
2.7.1
Anamnesis
Diagnosis panuveitis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang lengkap,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang mendukung. Pertama sekali,
anamnesis pasien tentang keluhan utama matanya dengan menanyakan: onset,
durasi, sejauh mana kehilangan penglihatannya, ada tidak nyeri pada matanya,
kemerahan, sekret, dan sebagainya. Kemudian menanyakan tentang riwayat
penurunan visus, riwayat trauma mata, penyakit, infeksi, atau operasi
sebelumnya. Tanyakan kepada pasien ada tidak apakah mengalami kebutaan
secara tiba-tiba, kerana kehilangan penglihatan secara tiba-tiba berkaitan dengan
penyakit vaskular; atau kehilangan penglihatan secara bertahap (menyarankan
suatu penyakit katarak atau degenerasi makula). Tanyakan juga apakah pasien
sedang atau pernah menderita penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi
mata.15,16,17
12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
2.7.2
Gejala Klinis
1.
2.
h.
i.
Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan sedang, berat atau hilang
timbul, tergantung penyebab, seperti: pengendapan fibrin, edema kornea
dan kekeruhan akuos humor karena eksudasi sel radang dan fibrin dan
bisa juga disebabkan oleh kekeruhan lensa, badan kaca, dan kalsifikasi
kornea.
2.7.3
Pemeriksaan Fisik
Panuveitis merupakan kondisi inflamasi dengan infiltrasi sel-sel radang
kurang lebih merata di semua bagian uvea. Ciri morfologi khas seperti infiltrat
geografik secara khas tidak ada pada panuveitis. Namun, tanda-tanda objektif
yang dapat dijumai pada panuveitis adalah seperti: 15,16,17
1.
2.
3.
4.
5.
Injeksi silier
Keratic precipitate (KP)
Nodul iris
Sel-sel akuos
Flare
13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
6. Sinekia posterior
7. Sel-sel vitreus anterior.
8. Kadangkala mata akan tampak putih dan sedikit nyeri.
Pemeriksaan kamera oculi anterior dengan mikoroskop slit lamp dapat
dijumpai white cells dan flare. Kumpulan dari white cells yang kecil pada
endotel kornea disebut sebagai keratic presipitate. Kumpulan dari sel
mononuklear akan membentuk nodul pada iris. Pupil yang irregular
menunjukkan adanya perlengketan antara tepi iris dan permukaan anterior dari
lensa (sinekia posterior). Sinekia anterior atau posterior pada uveitis akan
menjadi predisposisi dari glaukoma. Sel-sel ini kadang kala akan berada di
vitreus dan kadang kala akan menimbulkan edema pada retina (disebut juga
udema makular) 15,16,17
(a)
(b)
Gambar 7 Menunjukkan gambaran klinis panuveitis (a) mutton-fat keratic precipitates, nodul
Koeppe dan Busacca; (b) nodul Busacca pada iris dan mutton-fat KP di bagian inferior 11
(c) Hipopion
14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
(b) Fler
Gambar 8 Menunjukkan beberapa gambaran klinis panuveitis dari pemeriksaan slit lamp11
2.7.4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menentukan
diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, dapat dilakukan pemeriksaan
seperti berikut:1,16,18
1. Flouresence Angiografi (FA)
Flouresence Angiografi merupakan pencitraan yang penting dalam
mengevaluasi penyakit korioretinal dan komplikasi intraocular dari
panuveitis
untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai
adalah edema intraocular, vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada
koroid atau retina, N. optikus dan radang pada koroid.
2. Ultrasonografi Orbita
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan retina dan
pelepasan retina.
3. Biopsi Korioretinal
Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala
dan pemeriksaan laboratorium lainnya.
2.8
Diagnosis Banding
Banyak penyakit mata mempunyai gejala dan tanda klinis yang mirip
dengan panuveitis. Oleh sebab itu, anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang diperlukan untuk menentukan diagnosis pasti dan
15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Toxoplasmosis,
Toxocara
canis,
Komplikasi
Komplikasi terpeting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler
(TIO) akut yang terjadi sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi,
atau penggunaan kortikosteroid topikal. Peningkatan TIO dapat menyebabkan
atrofi nervus optikus dan kehilangan penglihatan permanen. Komplikasi lain
meliputi corneal band-shape keratopathy, katarak, pengerutan permukaan
makula, edema diskus optikus dan makula, edema kornea, dan retinal
detachment.2,10,18
2.10
Penatalaksanaan
Tujuan terapi panuveitis adalah mencegah komplikasi yang mengancam
penglihatan, menghilangkan keluhan pasien, dan jika mungkin mengobati
penyebabnya. Ada empat kelompok obat yang digunakan dalam terapi
panuveitis, yaitu midriatikum, steroid, sitotoksik, dan siklosporin. Sedangkan
panuveitis akibat infeksi harus diterapi dengan antibakteri atau antivirus yang
sesuai. Penatalaksanaan panuveitis meliputi pemberian obat-obatan dan terapi
operatif, yaitu:2,10,18,19
1. Kortikosteroid topikal, periokuler, sistemik (oral, subtenon, intravitreal) dan
sikloplegia.
2. Pemberian antiinflamasi non steroid.
16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
lebih
jarang
digunakan
karena
kurang
efektif
dibandingkan
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
periokular memiliki efek samping serupa, ditambah ptosis, perforasi sklera, serta
perdarahan. Penggunaan kortikosteroid sistemik juga telah lama dikenal
menimbulkan
berbagai
efek
samping
seperti
osteoporosis,
hipertensi,
Prognosis
Prognosis untuk perbaikan dari visus setelah mengalami panuveitis tergantung
pada keparahan penyakitnya setiap kasus panuveitis, namun pada kebanyakan
kasus panuveitis, prognosisnya sering buruk.2,10,19
BAB 3
KESIMPULAN
18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Panuveitis adalah suatu kondisi yang melibatkan peradangan pada uvea (yaitu, iris,
korpus siliaris dan koroid) dan struktur mata yang berdekatan (misalnya, retina, saraf
optik, vitreous atau sklera). Dalam kebanyakan kasus panuveitis, etiologi masih sulit
dipahami dan sering bersifat autoimun. Namun, pada beberapa kasus panuveitis di mana
etiologinya diketahui, agen infeksi atau trauma adalah penyebab penting.
Panveitis jarang terjadi, diperkirakan bahwa 2 sampai 5 di setiap 10.000 orang akan
terpengaruh oleh panuveitis di negara Inggris setiap tahun. Hal ini biasanya
mempengaruhi orang berusia 20-59 tahun, namun juga dapat terjadi pada anak-anak.
Panveitis dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Panuveitis lebih mungkin
terjadi pada orang dengan kondisi kekebalan tubuh yang rendah atau orang yang sedang
mengalami kondisi inflamasi yang lain. Meskipun jarang, panuveitis adalah penyebab
gangguan penglihatan di negara Inggris. Oleh sebab itu, sangat penting untuk
mendiagnosa dan mengatasi kondisi tersebut sesegera mungkin. Prevalensi panuveitis
adalah 7-38% kasus dari semua kasus uveitis (15 kasus per 100.000 per tahun) di
Amerika tahun 2007.
Dalam kebanyakan kasus panuveitis, etiologi masih sulit dipahami dan sering
bersifat autoimun. Panuveitis merupakan kondisi terdapat infiltrasi sel kurang lebih
merata di semua unsur di traktus uvealis. Ciri morfologi khas seperti infiltrat geografik
secara khas tidak ada. Diagnosis panuveitis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang
lengkap, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang menyokong. Pengobatan
panuveitis pada umumnya digunakan obat-obatan seperti sikloplegik, obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) atau kortikosteroid. Selain itu, pada pengobatan yang
tidak beresponsif terhadap kortikosteroid, dapat digunakan imunomodulator. Prognosis
untuk perbaikan dari visus setelah mengalami panuveitis tergantung pada keparahan
penyakitnya setiap kasus panuveitis, namun pada kebanyakan kasus panuveitis,
prognosisnya sering buruk.
DAFTAR PUSTAKA
19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Saadia Zohra Farooqui, Hampton Roy Sr. Uveitis Classification. Updated: Mar 26,
2014. Medscape. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1208936-
overview
T. Schlote, J. Rohrbach, M. Grueb, J. Mieke. Pocket Atlas of Ophthalmology.
United
Kingdom:
NHS
UK.
Available
From:
http://www.nhs.uk/Pages/Preview.rtf?URL=http://www.nhs.uk/Pages/Preview.aspx?
4
site=Uveitis&print=635645288320423122&JScript=1&FMT=PDFHEALTHAZ
Quan Dong Nguyen. Current medical theraphy for non- infectious uveitis and
ocular
inflamatory
disease.
Touch
Briefings.
2007.
Available
from:
http://www.touchophthalmology.com/articles/current-medical-therapy-non5
infectious-uveitis-and-ocular-inflammatory-disease
Hum Chung and Dong-Gyu Choi. Clinical Analysis of Uveitis. Department of
Ophtalmology, College of Medicine, Seoul National University, Seoul, Korea. 1989.
Vol 3: p33-37.
Talin Barisani- Asenbaver, Saskia M. Maca, Lamiss Mejdoubi, Wolfgang
Emminger, Klaus Machold, Herbert Aver. Uveitis- a Rare disease often associated
with systemic review of 2619 patients. Vienna, Austria: Orphanet Journal of Rare
Disease. 2012.
A. K. Khurana. Comphrehensive Ophthalmology, Fourth Edition. Chapter 7Diseases of the Uveal Tract. India: New Age International (P). 2007. p5-11 & p134-
8
9
136
Tim Root, Basic Eye Anatomy chapter 2. 2008. p18-28.
Vaughan, Daniel. G., Asbury, Taylor., Riordan-Eva, Paul. (2007). General
20
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
14 May Ching Hong, Shwu Jhan Sheu, Tsung Tien Wu, Chiu Tung Chuang. Occular
Uveitis as the Intial Presentation of Syphilis. 2007. Elsevier.
15 P. T. Khaw, P. Shah, A. R. Elkington. ABC of Eyes, Fourth Edition. London: BMJ
Books. 2004. p1-6.
16 Tim Root, Physical Examination, Chapter 1. 2008. p6-16
17 H. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. 2003. Jakarta: FKUI.
18 S. R. Rathinam. Uveitis Made Simple, Workup and Management. India: ALOS CME
Series (No. 20). 2010.
19 Martin Hertanto. Perkembangan Tatlaksana Uveitis: dari Kortikosteroid hingga
Imunomodulator. 2011. Jakarta: IDI. Volume 61. Hal. 235-236.
21