Anda di halaman 1dari 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ekstrak adalah sediaan pekat atau kering yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan sehingga diperoleh masa kental atau
serbuk.
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut dari suatu
bahan simplisia sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut. Didalam satu simplisia ada
senyawa yang dapat larut dalam cairan penyari dana ada yang tidak larut seperti serat,
karbohidrat, protein dan lain-lain. Ekstrak yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
ekstrak daun jambu biji.
1. Jambu biji
Tanaman jambu biji tumbuh alami di daerah tropis Amerika, dan saat ini dijumpai
diseluruh daerah tropis dan sub tropis. Seringkali ditanam di pekarangan rumah. Tanaman
ini sangat adaptif dan dapat tumbuh tanpa pemeliharaan. Terlalu banyak hujan selama
musim pembuahan dapat menyebabkan buah pecah dan busuk, sering ditanam sebagai
tanaman buah, sangat sering hidup alamiah ditepi hutan dan padang rumput (Sudarsono
dkk, 2002).
Kandungan kimia yang terdapat dalam daun jambu biji antara lain : asam psidiloat,
asam ursolat, asam krategolat, asam oleanolat, asam guaiavolat, quercetin dan minyak atsiri
(Sudarsono dkk., 2002).Flavonoid adalah salah satu kelompok senyawa fenol terbesar yang
ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan
sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.Flavonoid
mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin
benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga membentuk suatu susunan
C6-C3-C6. Susunan inid apat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau
flavonoid, 1,2-diarilpropan atau isoflavonoid, dan 1,1-diarilpropan atau neoflavonoid. Ketiga
struktur tersebut dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 1. Struktur (a) flavonoid (b) isoflavonoid (c) neoflavonoid.

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman


hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi
(Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan Oglikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida dan
dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida dan dihidroflavonol Oglikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan
dalam bentuk aglikonnya.Senyawa-senyawa flavonoid terdapat dalam semua bagian
tumbuhan tinggi, seperti bunga, daun, ranting, buah, kayu, kulit kayu dan akar. Akan tetapi,
senyawa flavonoid tertentu seringkali terkonsentrasi dalam suatu jaringan tertentu,
misalnya antosianidin adalah zat warna dari bunga, buah, dan daun.
Quercetin adalah senyawa kelompok flavonol terbesar, quercetin dan glikosidanya
berada dalam jumlah sekitas 60-75% dari flavonoid. Quercetin adalah salah satu zat aktif
kelas flavonoid yang secaara biologis amat kuat. Bila vitamin C mempunyai aktifitas

antioksidan 1, maka quercetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7. Flavonoid merupakan


sekelompok besar antioksidan bernama polifenol yang terdiri atas antosianididn, boflavon,
katekin, flavanon, flavon, dan flavonol. Kersetin termasuk ke dalam kelompok flavonol.
Quercetin dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit
degenerative dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak. Quercetin
memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi dariQuercetin dipercaya dapat
melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degenerative dengan cara mencegah
terjadinya proses peroksidasi lemak. Quercetin memperlihatkan kemampuan mencegah
proses oksidasi dari Low Density Lipoproteins (LDL) dengan cara menangkap radikal bebas
dan mengkhelat ion logam transisi.Ketika flavonol quercetin beraksi dengan radikal bebas,
quercetin mendonorkan protonnya dan menjadi senyawa radikal, tapi electron tidak
berpasangan yang dihasilkan didelokalisasi oleh resonansi, hal ini membuat senyawa
quercetin radikal memiliki energi yang sangat rendah untuk menjadi radikal yang reaktif.
Gambar 2. Struktur Quercetin.

Flavonoid ini dapat diekstraksi dengan etanol 70% (Harborne, 1987; Anonim, 1979).
Pelarut etanol dapat digunakan untuk menyari zat yang kepolaran relatif tinggi sampai
relatif rendah, karena etanol merupakan pelarut universal, etanol tidak menyebabkan
pembengkakan membran sel, dapat memperbaiki stabilitas bahan obat yang terlarut dan
juga efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal (Voigt, 1994).

2. Pola Kromatogram
Pola/ profil kromatogram bertujuan untuk memberikan gambaran awal komposisi
kandungan kimia berdasar pola kromatogram(KLT, KCKT, KG). Prinsip penentuan pola
kromatogram adalah dengan menyari ekstrak menggunakan pelarut tertentu, kemudian
dianalisis dengan kromatografi.
Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia yang
berdasarkan pada perbedaan migrasi dari masing-masing komponen campuran yang
terpisah pada fase diam di bawah pengaruh pergerakan fase yang bergerak.
Kromatografi sendiri bertujuan untuk pemisahan komponen dari matriks sampel dan
tetap dibiarkan dalam fase diam kemudian ditentukan untuk analisis. Dalam konteks
pekerjaan ini kromatografi dipakai sebagai salah satu metode analisis. Disamping itu
kromatografi dipakai pula untuk tujuan produksi atau preparatif, dalam hal ini komponen
yang ingin dipisahkan dari matriks sampel harus dikeluarkan dari dalam fase diam, sehingga
didapatkan bentuk komponen murni (isolasi).
Pada umumnya, semua teknik pemisahan kromatografi akan dapat dipakai untuk
analisis sedangkan untuk preparatif atau produksi lebih terbatas pada kromatografi kolom,
lapis tipis atau filtrasigel.
2.1 Keuntungan Metode Kromatografi
Sampai saat ini setelah mengalami perkembangan dengan pesat ternyata metode
kromatografi sudah merupakan metode yang rutin dilakukan di laboratorium-laboratorium

a.
b.
c.

d.
e.
2.2
a.
b.
c.

a.
b.
c.
d.

analisis. Kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom, dan kromatografi kertas dapat
dilaksanakn hampir disemua laboratorium karena mudah sekali pelaksaannya.
Metode kromatografi kegunaan dan frekuensi pemakaiannya menempati urutan
kedua sesudah spektrofotometri, hal ini disebabkan ada beberapa aspek kegunaan metode
kromatografi yang menguntungkan antara lain :
kromatografi merupakan suatu proses berlipat ganda, artinya selama proses kromatografi
terjadi banyak terulang kali kontak adsorbsi dan partisi komponen yang dipakai
jangkauan analisis untuk analisis kualitatif sangat luas dari rentang kadar yang sangat tinggi
bahkan untuk preparatif, sampai kadar yang sangat rendah.
dapat dilaksanakan dengan mudah dan cepat, untuk hal ini diperlukan operator yang
memiliki keterampilan yang baik, berpengalaman dan memiliki dasar pengetahuan teori
yang memadai.
biaya relatif murah dengan bahan yang mudah didapat bahkan pelarut pengembangannya
dapat dipakai beberapa kali.
ketelitian dan ketepatan yang memadai
Kromatografi Lapis Tipis
Ada tiga macam metode pemisahan kromatografi planar yaitu:
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi kertas dan
Elektro Kromatografi (elektro foresa)
Berbeda dengan kromatografi kolom yang fase diamnya diisikan atau terpaking
didalam kolom, kromatografi planar fase diamnya merupakan lapisan uniform bidang datar
yang didukung oleh pelat kaca, pelat alumunium, pelat plastik atau pelat sellulose pada
kromatografi kertas.boleh dikatakan kromatografi planar ini merupakan bentuk terbuka dari
kromatografi kolom. Sehinggakromatogarfi planar ini pelaksanaannya lebih mudah dan
lebih murah dibandingkan kromatografi kolom.
Dibandingkan dengan kromatografi cair kinerja tinggi(KCKT), dan kromatografi
gas(KG), KLT memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
KLT memberikan fleksibilitas yang lebih besar, dalam hal memilih fase gerak.
Berbagai macam teknik untuk optimasi pemisahan seperti pengembangan 2 dimensi,
pengembangan bertingkat, dan pembaceman penjerap dapat dilakukan pada KLT.
Proses kromatografi dapat diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan kapan saja.
Semua komponen dalam sampel dapat dideteksi

Pada identifikasi atau analisis lebih spesifik beberapa golongan kandungan kimia
yang ditetapkan diantaranya adalah minyak atsiri, steroid, tanin, flavonoid, triterpenoid,
alkaloid, dan antrakuinon dengan menggunakan metode spektrofotometri, titrimetri,
volumetri, gravimetri, atau lainnya. Namun metode analisis harus sudah diuji validitasnya,
terutama linearitas dan selektivitas. Tujuan dari penetapan kandungan kimia tertentu adalah
memberikan data kadar kandungan kimia tertentu sebagai senyawa identitas atau senyawa
yang diduga bertanggung jawab pada efek farmakologi.
3. Analisis Kualitatif dengan Metode KLT

Kromatografi Lapis Tipis ( KLT ) menandai puncak perkembangan kromatografi


adsorpsi yang dicetuskan pertama kali oleh Izamailov dan Shraiber pada tahun 1938.
Sebagai fase diam adalah bahan padat yang diletakkan pada pelat gelas secara uniform
dengan ketebalan lebih kurang 0.250 mm. Disamping pelat gelas juga sudah umum dipakai
pelat dari logam atau plastic untuk memudahkan dokumentasi. Teknik KLT sangat penting
artinya dalam bidang analisis dan kedudukan KLT telah menggeser kedudukan kromatografi
kertas. Hanya saja elusi pada KLT pada umumnya dilakukan dengan cara menaik satu atau
dua dimensi. Sebagai fase diam dipakai cairan atau campuran cairan yang dikenal sebagai
pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur.
KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen atas dasar perbedaan
adsorbs atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut
pengembangan campur. Pemilihan pelarut pengembangan campur sangat dipengaruhi oleh
macam dan polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan. Pada umumnya perbandingan pelarut
pengembangan campur memakai perbandingan volume ( v/v ), akan tetapi perbandingan
berat ( b/b ) akan lebih menguntungkan sebab perbandingan berat ( b/b ) akan tetap, baik
pada fase cair atau uap dan dapat dipakai berulangkali dengan perbandingan tetap seperti
semula.
3.1 Fase Diam KLT
Sama seperti pada fase diam KCKT, fase diam KLT juga dikenal beberapa macam
sifat polaritasnya. Silika gel dikenal sebagai fase diam fase diam yang polar dan dapat dibuat
non polar ( RP = Reversed Phase ) setelah dilakukan pengikatan gugus hidroksilnya dengan
C2, C8 atau C18. Mekanisme pemisahan pada KLT juga dikenal bermacam-macam adsorpsi,
partisi, pertukaran ion atau fase terbalik ( adsorpsi-partisi ).
Untuk pemisahan komponen sampel non polar atau hidrofobik ( tidak larut dalam air
) pada proses pemisahan adsorpsi diusahakan pelarut pengembangan atau pelarut
pengembang campur yang bersifat non polar. Sebaliknya pada proses pemisahan partisi
sampel yang polar atau hidrofilik ( larut dalam air ) dipakai pelarut pengembangan atau
pelarut pengembang campur yang bersifat polar. Pada prinsipnya diusahakan pemisahan
dengan KLT dilakukan dalam keadaan netral. Beberapa substansi bahan kimia dapat
dipisahkan dengan fase diam seperti pada table berikut ini sebagai salah satu alternatif.

Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan uji kandungan kimia ekstrak menggunakan
pola kromatogram dan analisis kualitatif, dimana ekstrak yang kami gunakan adalah ekstrak
daun jambu biji (Psidium guajava folium). Penentuan pola/profil kromatogram bertujuan
untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola
kromatogram (KLT). Prinsip penentuan pola kromatrogram adalah dengan menyari ekstrak
menggunakan pelarut tertentu kemudian dilakukan analisis kromatogram.
Ekstrak yang kami gunakan dalan praktikum kali ini diperoleh dengan cara
perkolasi. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang dilakukan pada temperatur ruangan.

Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan pola kromatogram, dimana


sampel yang digunakan terdiri dari 2 macam (sampel I dan Sampel II). Sampel I merupakan
sampel terhidrolisis, dimana pada sampel ini ditambahkan 21 ml etanoluntuk melarutkan
ekstrak dan 0,6 ml HCl 57% untuk memutuskan ikatan glikosidaantara quercetin dan
glikonnya. Alasan pemilihan etanol sebagai pelarut karena dapat memisahkan komponen
senyawa yang terkandung dalam serbuk daun jambu bii secara optimal dan tidak merusak
kandungan senyawa didalamnya serta memiliki aktivitas antimikroba. Pemanasan pada
suhu 700c selama 30 menit bertujuan untuk mempercepat proses hidrolisis dan juga
mempercepat terputusnya ikatan gikosida antara quercetin dan glikonnya. Sedangkan pada
sampel II, ekstrak hanya dilarutkan dengan etanol.
Perbedaan dari 2 sampel ini adalah ada tidaknya proses hidrolisis. Pada sampel yang
mengalami hidrolisis kandungan senyawanya bersifat non polar karena proses hidrolisis
akan memutus ikatan glikosida antara quercetin dan glikonnya (glukosa), sehingga quercetin
tidak mengandung gugug OH. Sebaliknya pada sampel II yang tidak mengalami proses
hidrolisis, kandungan senyawanya bersifat polar karena quercetin mengandung gugus OH
dari glukosa.
Kondisi analisis dalam penentuan pola kromatogram adalah sebagai berikut :
Fase gerak
: kloroform:aseton:asam formiat = 150:33:17
Fase diam
: silica gel F254
Panjang gelombang : 254 dan 365 nm
Berdasarkan kondisi analisis diatas, maka fase diam bersifat polar sedangkan fase gerak
bersifat non-polar.
Pada lempeng KLT dilakukan penotolan sampel dan standar dengan jumlah yang
berbeda dimana pada sampel sebanyak 10l dan pada standar hanya 2 l. Hal ini
dikarenakan pada standar dipastikan mengandung senyawa quercetin saja dalam jumlah
yang telah diketahui konsentrasinya, sedangkan pada sampel hanya mengandung sedikit
senyawa quercetin. Maka dari itu penotolan sampel lebih banyak dari standar.
Scanning dilakukan pada panjang gelombang 254 nm dan 365 nm karena pada
panjang gelombang tersebut pola kromatogram dari quercetin dapat teramati secara
maksimal. Pada panjang gelombang 254 nm terjadi pemadaman bercak, yaitu silica yang
berpendar sedangkan nodanya menutupi silica, sedangkan pada panjang gelombang 365 nm
senyawa pada noda mengalami eksitasi.
Berikut adalah hasil analisis lempeng KLT dengan densitometer pada 2 panjang
gelombang pengamatan (245 nm dan 365 nm).
Dari profil kromatogram di atas terlihat perbedaan antara puncak sampel yang
terhidrolisis dan puncak sampel yang non-hidrolisis pada pengamatan di 2 panjang
gelombang (254 nm dan 365 nm). Pada sampel yang non-hidrolisis, puncak terdeteksi
berada di dekat penotolan. Puncak ini tidak dapat dideteksi identitasnya karena tidak
dilakukan analisis pembanding Sampel yang tidak dihirolisis memiliki puncak di dekat
penotolan karena kuersetin pada sampel tersebut masih dalam bentuk glikosidanya. Bentuk
glikosida ini bersifat polar sehingga cenderung lebih tertarik pada fase diam (fase diam
polar, fase gerak: non-polar). Akibatnya glikosida kuersetin tidak tereluasi.

Sedangkan pada sampel yang telah dihidrolisis, puncak memiliki Rf yang hampir sama
dengan Rf standar kuersetin. Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
puncak tersebut merupakan puncak kuersetin. Sampel yang telah dihidrolisis memiliki Rf
yang hampir sama dengan Rf standar kuersetin karena proses hidrolisis menyebabkan
ikatan glikosida pada glikodisa kuersetin terputus sehingga menjadi kuersetin.
Langkah kedua adalah melakukan analisis kualitatif dengan menggunakan sampel
yang telah dipreparasi sebelumya dan larutan standar quersetin. Sampel yang telah
dipreparasi sebelumnya dan standar quercetin ditotolkan pada lempeng KLT sebanyak 10 l
untuk sampel dan 2l untuk standar quercetin. Dari hasil KLT diamati warna noda dengan
lampu UV dan ditandai noda-noda yang terlihat baik sampel maupun standar, kemudian
hitung harga Rf secara manual. Rf merupakan suatu nilai yang diperoleh dari jarak yang
ditempuh oleh eluen terhadap jarak yang ditempuh oleh zat. Lempeng kemudian discan menggunakan densitometer pada panjang gelombang 200-500 nm. Hal ini dilakukan
untuk menentukan panjang gelombang maksimum kuersetin yang digunakan untuk
menghitung
kadar
kuersetin
dalam
sampel.
Berikut
adalah
spectra
hasil scaning menggunakan densitometer.
Dari hasil di atas, panjang gelombang maksimum dipilih pada track nomor 5 karenatrack
tersebut merupakan miliki kuersetin sehingga panjang gelombang maksimum yang terpilih
adalah panjang gelombang maksimum kuersetin.
Nilai Rf yang diperoleh dari perhitungan manual:
Sampel terhidrolisis
: 0,568
Sampel non-hidrolisis
:0
Standar
: 0,557

Sedangkan perhitungan Rf dari data densitometer adalah sebagai berikut:


Track 2 (sampel hidrolisis 254 nm)

Rf Peak 1 : 0,575
Rf Peak 2 : 0,699
Track 5 (standar quercetin 254 nm)

Rf Peak 1 : 0,688
Track 7 (sampel non hidrolisis 254 nm)

Rf Peak 1 : 0,675
Rf Peak 2 : 0,069
Track 2 (sampel hidrolisis 365 nm)

Rf Peak 1 : 0,643
Rf Peak 2 : 0, 700
Track 5 (standar quercetin 365 nm)

Rf Peak 1 : 0,699
Track 7 (sampel non hidrolisis 365 nm)
Rf Peak 1 : 0,712
Rf Peak 2 : 0,663
Rf digunakan untuk mengetahui apakah kandungan kimia sampel yang kami
gunakan sama atau tidak dengan standar (kuersetin). Dari nilai Rf yang diperoleh

menunjukkan bahwa puncak sampel memiliki nilai Rf yang mendekati standar.


Untukpanjang gelombang 254 nm, standarnya sebesar 0, 688. Dan Rf untuk sampelnya
mendekati Rf standar. Sedangkan untuk panjang gelombang 365 nm, didapatkan Rf standar
sebesar 0,699, dan sampelnya juga mendekati nilai tersebut. Hal inimenunjukkan bahwa
kandungan kimia sampel sama dengan standar yaitu mengandung quercetin.

BAB V KESIMPULAN
1) Penentuan pola/profil kromatogram bertujuan untuk memberikan gambaran awal
komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram (KLT).
2) Dengan penentuan pola kromatogram, maka dapat diketahui gambaran awal komposisi
kandungan kimia suatu ekstrak. Dalam praktikum ini, yaitu kandungan senyawa quercetin
dalam ekstrak Psidii Folium. Sampel mengandung quercetin berdasarkan nilai Rf yang
mendekati dengan Rf standar.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I. Jakrta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Anonim. 1986. Handbook of Pharmaceutical Excipients. USA: the American Pharmaceutical
Assoociation.
Anonim. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta; Depkes RI
Direktorat Jendaral Pengawasan Obat dan Makanan dan Direktorat Jendaral Pengawasan
Obat Tradisional.
Harborne, J.B, dkk. 1994. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Bandung: Penerbit ITB.
Rohman, Abdul. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.

Penjelasan kromatografi Lapis Tipis


***Kromatografi Lapis Tipis
kromatografi lapis tipis merupakan salah satu kromatografi yang
berdasarkan adsorpsi, tahapan analisis dengan kromatografi lapis tipis
sama seperti pada kromatografi kertas. Kelebihan kromatografi laspis tipis
dibandingkan dengan kromatografi kertas adalah waktu elusi yang relative
lebih pendek dan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.
Deteksi noda pada kromatografi lapis tipis tekadang lebih mudah dari pada
kromatografi kertas karena noda tidak berwarna atau tidak berpendar jika
dikenai sinar UV(ultraviolet) dan dapat ditampakkan dengan cara papan
pengembang uap iod akan bereaksi dengan komponen. Komponen sample
baik secara kimia atau berdasarkan kelarutan membentuk warna-warna
tertentu.
Teknik ini dikembangkan pada tahun 1930 oleh ismallof dan schldber,
adsorben dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai
penunjang fasa diam. Fasa gerak akan merayap sepanjang fasa diam dan
terbentuklah kromatogram kecepatan tinggi dan mudah untuk memperoleh
kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan.
Kelebihan kromatografi tipis yang lain adalah pemakaian pelarut dan
cuplikan yang jumlahnya sedikit, kemungkinan penotolan cuplikan
berganda dan tersedianya berbagai metode seperti KCP, KCC dan
kromatografi ekslusi.
Kromatografi lapis tipis menunjukkan berbagai gerakan pelarut, pelarut
mengalir keatas melalui lapisan, menguap dari lapisan sebelah bawah
garis pelarut dan terserap oleh lapisan disebelah atas garis depan.
Sampel yang biasanya berupa campuran senyawa organic diteteskan
didekat salah satu lempengan dalam bentuk larutan dengan jumlah kecil,
biasanya beberapa mikroliter berisi sejumlah microgram senyawa. Sebuah
suntikan hipodemik atau sebuah pipet gelas kecil dapat digunakan. Noda
sample dikeringkan kemudian sisi lempengan tersebut dicelupkan kedalam
fase bergerak yang sesuai. Pelarut organic naik disepanjang lapisan tipis
zat padat diatas lempengan dan bersamaan dengan pergerakan pelarut
tersebut zat terlarut sample dibawa dengan laju yang tergantung pada
kelarutan zat terlarut tersebut dalam fasa bergerak dan interaksinya
dengan zat padat. Setelah garis depan pelarut bergerak sekitar 10cm,
lempengan dikeringkan dan noda-noda zat terlarutnya diperiksa seperti
pada kromatografi kertas. Pemisahan dapat dikerok dari lempengan
dengan menggunakan spatula. Zat terlarutnya akan terelusi dari bahan
padat bersama-sama pelarutnya dan konsentrasi dari larutan ditentukan
dengan suatu teknik seperti spektrofotometri.

Sifat umum dari penyerap-penyerap untuk kromatografi lapis tipis adalah


mirip dengan sifat-sifat penyerap untuk kromatografi kolom. Dua sifat yang
penting untuk penyerap adalah besar partikel dan homogenitasnya karena
adhesi terhadap penyokong sangat bergantung kepada mereka. Contoh
penyerap yang digunakan untuk pemisahan-pemisahan dalam
kromatografi lapis tipis ialah misalkan silica atau alumina. Silica gel
kebanyakan digunakan dengan diberi pengkilat (binder) yang dimaksud
untuk memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adhesi pada
gelas penyokong. Pengikat yang digunakan kebanyakan adalah kalsium
sulfat, tetapi biasanya dalam perdagangan silica gel telah diberi pengikat.
Silica ini digunakan untuk memisahkan asam amino, alkaloid, gula, asam,
lemak, lipida, minyak essensial, anion dan kation organic, sterol dan
terpenoid. Selain silica ada juga penyerap lainnya seperti alumina, bubuk
selulosa, pati, dan sphadex.
Harga Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas
dan kromatografi lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan
migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan
merupakan besaran karakteristik dan reprodusibel. Harga Rf didefinisikan
sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi
muka pelarut dari titik awal.
Rf = jarak titik tengah noda dari titik awal / jarak tepi muka pelarut dari titik
awal
Ada beberapa factor yang menentukan harga Rf yaitu pelarut, suhu,
ukuran dari bejana, kertas dan sifat dari campuran.
Yang menyebabkab warna dari senyawa-senyawa pada kromatografi lapistipis adalah perbedaan tingkat kepolaran warna dari senyawa-senyawa
yang sejauh mana tingkat kepolaran itu mempengaruhi perbedaan atau
pemisahan yang ditandai dengan tebentuknya spot-spot senyawa dalam
kromatografi lapis-tipis itu tergantung dari migrasi pelarut (fase mobil/fase
gerak) terhadap fasa diamnya, yaitu kromatografi lapis-tipis tersebut.
Pelaksanaan kromatografi lapis tipis
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika
atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau
plastik yang keras.
Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk
kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana
dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet, alasannya akan dibahas
selanjutnya. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang

sesuai.
Kromatogram
Kita akan mulai membahas hal yang sederhana untuk mencoba melihat
bagaimana pewarna tertentu dalam kenyataannya merupakan sebuah
campuran sederhana dari beberapa pewarna.

Sebuah garis menggunakan pensil digambar dekat bagian bawah


lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada
garis itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk
menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan
tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk.
Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam
sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu
banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis
dimana posisi bercak berada.
Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah
kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk
mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan
beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam
gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen
yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang
berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.

Gambar menunjukkan lempengan setalah pelarut bergerak setengah dari


lempengan.
Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan
memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang
berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.
Perhitungan nilai Rf
Jika anda ingin mengetahui bagaimana jumlah perbedaan warna yang
telah terbentuk dari campuran, anda dapat berhenti pada bahasan
sebelumnya. Namun, sering kali pengukuran diperoleh dari lempengan
untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul.
Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan
jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing.
Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan
dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum
mengalami proses penguapan.
Pengukuran berlangsung sebagai berikut:

Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:


Rf=jarak yang ditempuh oleh komponen
jarak yang ditempuh oleh pelarut
Sebagai contoh, jika komponen berwarna merah bergerak dari 1.7 cm dari

garis awal, sementara pelarut berjarak 5.0 cm, sehingga nilai Rf untuk
komponen berwarna merah menjadi:

Jika anda dapat mengulang percobaan ini pada kondisi yang tepat sama,
nilai Rfyang akan diperoleh untuk setiap warna akan selalu sama. Sebagai
contoh, nilai Rfuntuk warna merah selalu adalah 0.34. Namun, jika terdapat
perubahan (suhu, komposisi pelarut dan sebagainya), nilai tersebut akan
berubah. Anda harus tetap mengingat teknik ini jika anda ingin
mengidentifikasi pewarna yang tertentu. Mari kita lihat bagaimana
menggunakan kromatografi lapis tipis untuk menganalisis pada bagian
selanjutnya.
Bagaimana halnya jika substansi yang ingin anda analisis tidak
berwarna?
Ada dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak berwarna.
Menggunakan pendarflour
Mungkin anda masih ingat yang telah disebutkan bahwa fase diam pada
sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang
ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika
diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti jika anda menyinarkannya
dengan sinar UV, akan berpendar.
Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram
berada, meskipun bercak-bercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat
dengan mata. Itu berarti bahwa jika anda menyinarkan sinar UV pada
lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi
bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap.

Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, anda harus menandai


posisi-posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan pinsil dan

melingkari daerah bercak-bercak itu. Seketika anda mematikan sinar UV,


bercak-bercak tersebut tidak tampak kembali.
Penunjukkan bercak secara kimia
Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak
menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga
menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah
kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino.
Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan
larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan
senyawa-senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu.

Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian


ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan
gelas arloji) bersama dengan kristal iodium.
Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada
kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada
lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak
kecoklatan.
Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian
ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan
gelas arloji) bersama dengan kristal iodium.
Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada
kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada
lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak
kecoklatan.
Penggunaan kromatografi lapis tipis untuk mengidentifikasi senyawasenyawa

Anggaplah anda mempunyai campuran asam amino dan ingin menemukan


asam amino-asam amino tertentu yang terkandung didalam campuran
tersebut. Untuk sederhananya, mari kira berasumsi bahwa anda
mengetahui bahwa campuran hanya mungkin mengandung lima asam
amino.
Setetes campuran ditempatkan pada garis dasar lempengan lapis tipis dan
bercak-bercak kecil yang serupa dari asam amino yang telah diketahui juga
ditempatkan pada disamping tetesan yang akan diidentifikasi. Lempengan
lalu ditempatkan pada posisi berdiri dalam pelarut yang sesuai dan
dibiarkan seperti sebelumnya. Dalam gambar, campuran adalah M dan
asam amino yang telah diketahui ditandai 1-5.
Bagian kiri gambar menunjukkan lempengan setelah pelarut hampir
mencapai bagian atas dari lempengan. Bercak-bercak masih belum
tampak. Gambar kedua menunjukkan apa yang terjadi setelah lempengan
disemprotkan ninhidrin.

Tidak diperlukan menghitung nilai Rf karena anda dengan mudah dapat


membandingkan bercak-bercak pada campuran dengan bercak dari asam
amino yang telah diketahui melalui posisi dan warnanya.
Dalam contoh ini, campuran mengandung asam amino 1, 4 dan 5.
Bagaimana jika campuran mengandung lebih banyak asam amino
daripada asam amino yang digunakan sebagai perbandingan? Ini
memungkinkan adanya bercak-bercak dari campuran yang tidak sesuai
dengan asam amino yang dijadikan perbandingan itu. Anda sebaiknya
mengulangi eksperimen menggunakan asam amino lain sebagai
perbandingan.
Bagaimana kromatografi lapis tipis berkerja?
Fase diam-jel silika

Jel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon
dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar.
Namun, pada permukaan jel silika, atom silikon berlekatan pada gugus
-OH.
Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si.
Gambar ini menunjukkan bagian kecil dari permukaan silika.

Permukaan jel silika sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai
disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipoldipol..
Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium
oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa
yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk
alumina.
Apa yang memisahkan senyawa-senyawa dalam kromatogram?
Ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut pertama akan
melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada
garis dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan
kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut.
Bagaimana cepatnya senyawa-senyawa dibawa bergerak ke atas pada
lempengan, tergantung pada:

Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung


pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan
pelarut.

Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya jel silika. Hal
ini tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan jel
silika.

Anggaplah bercak awal mengandung dua senyawa, yang satu dapat


membentuk ikatan hidrogen, dan yang lainnya hanya dapat mengambil
bagian interaksi van der Waals yang lemah.
Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada jel
silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya. Kita mengatakan bahwa
senyawa ini terjeraplebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan
merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada
permukaan.
Penjerapan bersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari
molekul antara yang terjerap pada permukaan jel silika dan yang kembali
pada larutan dalam pelarut.
Dengan jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan
selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada jel silikauntuk sementara waktu proses penjerapan berhenti-dimana pelarut
bergerak tanpa senyawa. Itu berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap,
semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan.
Dalam contoh yang sudah kita bahas, senyawa yang dapat membentuk
ikatan hidrogen akan menjerap lebih kuat daripada yang tergantung hanya
pada interaksi van der Waals, dan karenanya bergerak lebih jauh pada
lempengan.
Bagaimana jika komponen-komponen dalam campuran dapat membentuk
ikatan-ikatan hidrogen?
Terdapat perbedaan bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan
dapat larut dalam pelarut pada tingkatan yang sama pula. Ini tidak hanya
merupakan atraksi antara senyawa dengan jel silika. Atraksi antara
senyawa dan pelarut juga merupakan hal yang penting-hal ini akan
mempengaruhi bagaimana mudahnya senyawa ditarik pada larutan keluar
dari permukaan silika.
Bagaimanapun, hal ini memungkinkan senyawa-senyawa tidak terpisahkan
dengan baik ketika anda membuat kromatogram. Dalam kasus itu,
perubahan pelarut dapat membantu dengan baik-termasuk memungkinkan
perubahan pH pelarut.

Ini merupakan tingkatan uji coba ? jika satu pelarut atau campuran pelarut
tidak berkerja dengan baik, coba pelarut lainnya.
*** Pipa PVC
Polivinil adalah salah satu jenis plastik yang dibuat secara
termoplastic. Salah satu contohnya yang paling banyak digunakan
adalah Polivinilclorida (PVC). Sifat PVC adalah keras, kaku, dan sedikit
rapuh, dapat melunak pada pemanasan
80oC tanpa titik lebir yang
tajam. Jika suhu diturunkan, maka PVC akan menjadi rapuh dan jika
massanya dinaikkan maka sifat liatnya semakin besar. PVC murni sangat
stabil terhdap minyak tumbuhan, minyak mineral, alkohol, dan senyawa
anorganik. Bahan yang bersifat basa kuat dan bersifat mengoksidasi dapat
mempengaruhi PVC.
PVC dihasilkan dari dua jenis bahan baku utama, yaitu minyak bumi
dan garam dapur (NaCl). Bahan baku minyak bumi diolah melalui proses
pemecahan molekul yang disebut cracking menjadi berbagai macam zat
termasuk etilena. Garam dapur diolah melalui proses elektrolisa menjadi
natrium hidroksida dan gas klor. Etilena direakikan dengan gas klor
menghasilkan etilena diklorida. Prosescracking atau pemecahan molekul
etilen diklorida tersebut menghasilkan suatu gas vinil klorida (CHCl=CH 2)
dan asam klorida (HCl). Melalui proses polimerisasi (penggabungan
molekul monomer) dihasilkan molekul besar dengan rantai panjang
(polimer) polivinil klorida yang berupa bubuk halus berwarna putih.
Polimerisasi:
Diposkan oleh Setiawati di 08.21

PEMBAHASAN
Analisis kuantitatif dengan KLT ada dua macam. Yang pertama noda cuplikan setelah dikembangkan diukur
langsung luasnya atau kerapatannya (density). Secara manual atau menggunakan alatalat yang disebut
densitometer. Tehnik ini disebut evaluasi in one. Luas atau kerapatan noda dibandingkan dengan kerapatan
noda senyawa standar yang telah diketahui konsentrasinya. Cara yang kedua, noda diambil dengan cara dikerok
atau diisap dengan suatu alat kemudian dilarutkan dalam suatu pelarut dan larutan terakhir diamati dengan
spectrometer UV vis atau ditimbang (gravimetric) setelah pelarut diuapkan. Cara gravimetric hanya dapat
dilakukan apabila jumlah cuplikan cukup besar. Cara ini tidak membutuhkan standar pembanding
Pada percobaan ini, tehnik kromatografi lapis tipis yang digunakan adalah suatu plat tipis (aluminium) yang
berfungsinya untuk tempat berjalannya adsorbens sehingga proses migrasi analit oleh solventnya bisa berjalan.
Hal inilah yang membedakan antara kromatografi kertas dengan kromatografi lapis tipis. Yang dimana pada KLT
menggunakan plat tipis sedangkan pada KK menggunakan kertas (lapisan selulosa) sehingga proses elusinya
lebih lama (kirakira 1020 menit lebih lama dari KLT). Perbedaan lainnya dari kedua kromatografi tersebut
adalah pembentukan noda pada adsorbensnya dimana pada KLT noda yang dihasilkan lebih tajam dibandingkan
noda yang nampak dalam KK. Hal ini disebabkan pada KK penyusun dari adsorbens berupa selulosa yang dapat
mengikat air, sehingga ketika dielusi dengan suatu pelarut atau fase gerak maka noda yang dihasilkan
mengalami penyebaran akibat terdapatnya gugus OH dalam adsorbens yang masih tertingal dalam fase
diamnya sehingga penampakan nodanya terlihat lebih pudar dan bentuk nodanya tidak bulat. Sedangkan dalam
KLT adsorbens yang digunakan berupa slika gel (SiO2) yang tidak mengikat molekul air, sehingga noda yang
tercipta lebih terfokus dan tajam.
Pada percobaan ini, adsorbens yang digunakan adalah aseton-HCl. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab
sampai tidak munculnya warna noda pada KLT dalam percobaan ini. Sedangkan faktor penyebab lainnya disebut
dengan faktor yang mempengaruhi nilai Rf pada KLT seperti kualitas adsorben, ketebalan lapisan, kejenuhan
ruang kromatografi, tehnik pengembangan (elusi), suhu, dan kualitas pelarut. Fase gerak adalah campuran 2
pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga
pemisahan dapat terjadi secara optimal. Pada percobaan kali ini digunakan campuran aseton-HCl. Digunakan
HCl karena HCl dapat mengikat zat sampel dan membawanya menuju garis akhir plat dengan bantuan aseton
yang merupakan zat organic yang mudah menguap.
Penentuan nilai Rf suatu standar analit pada KLT pada dasarnya sama dengan penentuan nilai Rf dalam KK,
dimana nilai Rf ditentukan dengan membandingkan jarak noda yang dihasilkan dari migrasi solvent/ pelarutnya
dengan jarak sample/ standar. Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat dengan kromatografi planar (KK
mapun KLT), dimana jika nilai Rf-nya besar berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluenya) maksimum
sedangkan jika nilai Rf-nya kecil berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluenya) minimum. Tidak
munculnya noda dalam percobaan kali ini dapat disebabkan oleh faktorfaktor yang mempengaruhi nilai Rf
seperti diatas, akan tetapi ada juga kemungkinan lain misalnya noda yang tidak nampak, sehingga untuk
menampakkan noda tersebut harus direaksikan dengan reagen penampak warna berupa ion logam transisi untuk
membentuk kompleks, karena salah satu ciri senyawa kompleks adalah berwarna akibat adanya bilangan
koordinasi dari atom pusatnya. Adapun untuk identifikasi dan deteksi zat setelah terbentuknya noda dilakukan
dengan beberapa cara misalnya; planimetri, densitometri, spektrofotometri, dan fluorensis, dimana masing
masing alat tersebut memeliki kelebihan dan kekurangan yang jika dijabarkan akan lebih panjang dan rumit
karena dihubungkan dengan proses penggunaanya.
Pada percobaan ini, didapatkan nilai Rf yang berbeda-beda dari tiap analit. Pada penentuan nilai Rf pada ion
logam, secara berturut-turut nilai Rf dari Ni2+, Mn2+, Co2+, dan Zn2+ adalah 0,43 , 0,46 , 0,46 , dan 0,52.
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dari percobaan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Tehnik pemisahan dengan kromatografi lapis tipis merupakan tehnik pemisahan kromatografi planar
dimana zat zat dipisahkan berdasarkan perbedaan migrasi solute/ zat terlarut antara dua fase (fase

gerak dan fase diamnya). Dimana fase diamnya/ adsorbensnya dilapisi dengan plat tipis (aluminium)
sebagai penunjang adsorbennya.
nilai Rf yang didapatkan adalah nilai Rf dari Ni2+, Mn2+, Co2+, dan Zn2+ adalah 0,43 , 0,46 , 0,46 , dan 0,52.
DAFTAR PUSTAKA

Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Kedokteran EGC.
Iskandar, Yusuf. 2007. Karakteristik Zat Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum
cinerariaefolium) Sebagai Bahan Pembuatan Biopestisida. FMIPA. Semarang.
Khopkar, S,M. 2009. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Rudi, L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari: Universitas Haluoleo.
Shevla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.
Sofia, Lenny. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metoda Uji Brine
Shrimp. Sumatera Utara: USU Repository.
Sudjadi. 1988. Metode pemisahan. Yogyakarta : Kanisius
Underwood, AL dan JR. Day R.A. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif edisi keenam. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai