Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting
morbiditas dan mortalitas pada anak. Yang dimaksud dengan infeksi respiratori
adalah mulai dari infeksi respiratori atas dan adneksanya hingga parenkim paru.
Infeksi respiratori atas meliputi rhinitis, faringitis, tonsillitis, rinosinusitis, dan
otitits media. Sedangkan, infeksi respiratori bawah terdiri atas epiglotitis, croup,
bronchitis, bronkiolitis, dan pneumonia. Sebagian besar ISPA terbatas pada ISPA
atas saja, namun sekitar 5% melibatkan ISPA bawah.
Insiden ISPA di Negara berkembang adalah 2 sampai 10 kali lebih banyak
dari Negara maju, perbedaan tersebut berhubungan dengan etiologi dan faktor
risiko. Di Negara maju, ISPA didominasi oleh virus, sedangkan di Negara
berkembang oleh bakteri, seperti S. pneumonia dan H. Influenzae. Di Negara
berkembang, ISPA dapat menyebabkan, 10 - 25% kematian, dan bertanggung
jawab terhadap 1/3 -1/2 kematian pada balita. Pada bayi, angka kematiannya dapat
mencapai 45 per 1000 kelahiran hidup.
Di Indonesia, kasus ISPA menempati urutan pertama dalam jumlah pasien
rawat jalan terbanyak. Hal ini menunjukkan angka kesakitan akibat ISPA masih
tinggi yaitu lebih kuran 5 per 1000 balita. Pemerintah telah merencanakan untuk
menurunkannya 3 per 1000 balita pada tahun 2010. Akan tetapi keberhasilannya
tergantung pada banyaknya faktor risiko, terutama yang berhubungan dengan
strategi baku, penatalaksanaan kasus, imunisasi, dan modifikasi faktor risiko.

Sebagai kelompok penyakit, ISPA juga merupkan salah satu penyebab


utama kunjungan pasien

ke sarana kesehatan. Sebanyak 40-60% kunjungan

berobat di puskesmas dan 15-30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan
rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA. Penyebab ISPA paling berat
disebabkan infeksi S. pneumonia dan H. Influenzae. Banyak kematian diakibatkan
ole pneumonia terjadi dirumah, diantaranya setelah mengalami sakit selama
beberapa hari. Program pemberantasan ISPA secara khusus dimulai sejak tahun
1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
khusunya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun
kelihatannya angka kesakitan dan kematian masih tetah tinggi.ISPA paling sering
terjadi pada anak. kasus ISPA merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak
berusia dibawah 5 tahun, dan 30% pada anak berusia 5 - 12 tahun. Anak berusia 1
- 6 tahun dapat mengalami episode ISPA sebanyak 7 sampai 9 kali pertahun, tetapi
biasanya ringan. Puncak insiden biasanya terjadi pada usia 2 - 3 tahun.
Data tahun 2014 di Puskesmas Tapen menunjukkan bahwa, dari 10 besar
penyakit terbanyak, infeksi saluran pernafasan atas menjadi urutan teratas sebesar
3339 (20%) dari total kunjungan selama satu tahun.
1.2 Tujuan
1.2.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran epidemiologi ISPA Pneumonia di Wilayah
Puskesmas Tapen.

1.2.2

Tujuan khusus

1.

Untuk mengetahui gambaran epidemiologi ISPA berdasarkan waktu..

2.

Untuk mengetahui gambaran epidemiologi ISPA berdasarkan usia.

3.

Untuk mengetahui gambaran epidemiologi ISPA berdasarkan Jenis


kelamin.

4.

Untuk menentukan intervensi ISPA yang dilakukan di

Puskesmas

Tapen.
5.

Untuk menentukan pencegahan terjadinya insiden ISPA di lingkungan


Puskesmas Tapen.

6.

Mengetahui faktor-faktor penyebab tingginya angka kejadian ISPA di


Tapen.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut


ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem
pertahanan tubuh anak masih rendah.
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut,
dimana pengertiannya sebagai berikut:
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam
tubuhmanusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala
penyakit.
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. Batas 14
hari

diambil

untuk

menunjukkan

proses

akut

meskipun

untuk

beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat be
rlangsung lebih dari 14 hari.
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru paru) dan organ adneksa

saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan parut termasuk dalam saluran
pernafasan (respiratory tract). Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan
hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan
dengan antibiotik, namun demikian anak dapat menderita pneumonia bila infeksi
paru ini tidak diobati, dan dapat mengakibatkan kematian.
Selama bertahun-tahun ISPA merupakan masalah kesehatan anak dan
penyumbang terbesar penyebab kematian balita (Said, 2006). Jumlah tiap
tahunnya kejadian ISPA di Indonesia 150.000 kasus atau seorang balita
meninggal tiap 5 menitnya. Penelitian Myrnawati juga menemukan bahwa 2030% kematian balita disebabkan oleh ISPA. Penyebab ISPA terdiri dari 300 jenis
bakteri, virus dan rikcetsia. Penularannya melalui kontak langsung dengan
penderita atau melalui udara pernapasan. Gejala umumnya adalah batuk, kesulitan
bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga, dan demam (Depkes RI, 2006).
Salah satu faktor yang mempengaruhi ISPA adalah defisiensi Vitamin A.
Penyakit ini bisa di kenali dengan tanda atau gejala yangditimbulkan yaitu:
1. Suara nafas lemas bahkan hilang dan seperti ada cairan sehingga
terdengar keras, ada gejala sesak hingga kebiruan, nafas cuping hidung,
retraksi dan sistem pernafasan yang tidak teratur serta cepat.
2. Gagal jantung, hipotensi, hipertensi, denyut jantung bisa menjadi cepat
atau lambat.
3. Kejang dan koma, bingung, sakit kepala, mudah terangsang, sering
gelisah yang menyerang di sistem saraf.
4. Letih dan sering berkeringat banyak.

5. Untuk anak dengan umur 2 bulan hingga 5 tahun, yaitu kejang, intensitas
kesadaran menurun, stridor, gizi buruk dan tidak bisa minum. Sedangkan
untuk anak di bawah 2 bulan yaitu kemampuan minum yang menurun
secara drastis yang biasanya kurang dari setengah volume dari setiap
kebiasaan, mendengkur, demam,

dingin

dan intensitas

kesadaran

menurun.
Ada 3 cara penyebaran ISPA, yaitu:
1.

Melalui

aerosol

(partikel

halus) yang

lembut,

terutama

oleh

karena batuk-batuk.
2. Melalui aerosol yang lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk
dan bersin.
3. Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda-benda yang
telah dicemari oleh jasad renik.
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat
keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul,
dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun
pembagiannya sebagai berikut:
a. ISPA ringan, ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut:
-

Batuk

Pilek dengan atau tanpa demam

b. ISPA sedang, meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu ataulebih gejala
berikut:
-

Pernafasan cepat.Umur < 1 tahun : 50 kali / menit atau lebih.Umur 1-4


tahun : 40 kali / menit atau lebih.

Wheezing (mengi).

Sakit/keluar cairan dari telinga.

Bercak kemerahan (campak). Khusus untuk bayi <2 bulan hanya


dikenal ISPA ringan dan ISPA berat dengan batasan frekuensinya
nafasnya 60 kali /menit.

c. ISPA berat, meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebihgejala


berikut:
- Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.
- Kesadaran menurun.
- Bibir / kulit pucat kebiruan.
- Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.
- Adanya selaput membran difteri.
Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakityang
kompleks dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA
lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya antara lain:
- Genus Streptococcus
,

- Stafilococcus,
- Pnemococcus,
- Haemofilus,
- Bordetella,
-

Korinebacterium

Virus penyebabnya antara lain Golongan mikovirus, Adenovirus,


Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpes virus

Namun dari sekian banyak mikroorganisme yang bisa

menyebabkan

timbulnya infeksi saluran pernafasan akut, ada beberapa mikroorganisme yang


merupakan penyebab utama kejadian ISPA diantaranya adalah:
- B-hemolityc streptococcus,
- Staphylococcus,
- Haemophylus influenzae,
- Clamydia trachomatis,
- Mycoplasma dan
-Pneumokokus
Mikroorganisme tersebut yang terdapat di udara bebas menempel dan
dengan kemampuan menyerang dan menginflamasi saluran pernafasan baik
saluran pernafasan atas seperti nasal, nasal cavity, faring dan laring, serta juga
melibatkan

saluran

pernafasan

bawah

seperti

trakea, bronchi dan sebagainya yang kemudian melalui kemampuan


menginfeksinya, menimbulkan manifestasi klinik pada individu yang terserang.
Kelompok virus umumnya menyerang saluran pernafasan bagian atas
dengan kata lain, ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan
ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan mycoplasma. ISPA
bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi
klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.

Gambar

di

atas

menunjukkan

bagaimana

tiap

mikroorganisme

penyebab infeksi saluran pernafasan menyerang organ-organ saluran pernafasan.


Dimana tiap mikroorganisme tersebut seperti memiliki organ

sasaran

spesifik

yang satu dengan yang lainnya berbeda.


Di

samping

itu

terdapat

beberapa

faktor

mempengaruhiterjadinya infeksi saluran pernafasan yakni:


9

yang

dapat

a. Agent
Yakni

mikroorganisme

yang

dapat

menyebabkan

terjadinya

penyakitinfeksi saluran pernafasan yang telah dipaparkan sebelumnya.


b. Manusia (Host)
Faktor ini meliputi beberapa faktor lain diantaranya:
1. Usia
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia
dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena
anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen
saluran nafasnya masih sempit.
2. Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada
laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Namun menurut beberapa
penelitian kejadian ISPA lebih sering didapatkan pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan, terutama anak usia muda, di bawah 6
tahun.
3. Status Gizi
Rendahnya status gizi dapat berakibat pada rendahnya daya tahan
tubuh, hal ini memudahkan dan mempercepat perkembangbiakan bibit
penyakit dalam tubuh.

10

4. Lingkungan
Hal ini meliputi bersih tidaknya lingkungan yang ada di sekitar atau
tercemar tidaknya udara yang kita hirup dan selain itu lingkungan juga
dapat berupa status ekonomi dan pendidikan.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadapkejadian
Infeksi saluran pernafasan akut adalah:
-

Rendahnya asupan antioksidan

Status gizi kurang, dan

Buruknya sanitasi lingkungan

Cuaca

Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya


infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara
langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti
paru.
Cara pengobatan penyakit ISPA adalah sebagai berikut:
a. Pneumonia: diberi obat antibiotik per oral. Pilihan obatnya:
Kotrimoksasol, jika terjadi alergi/tidak cocok dapat diberikan
Amoksilin, Penisilin, Ampisilin.
b. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
melalui jalur infus, di beri oksigen dan sebagainya.
c. Bukan

pneumonia:

tanpa

pemberian

obat

antibiotik.

Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat


batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
berbahaya. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu

11

parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada


pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai
pembesaran kelenjar getah bening di leher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik
selama 10 hari.
Pencegahan ISPA yang dilakukan adalah upaya yang bertujuan agar
seseorang terutama anak-anak dapat terhindar baik itu infeksinya, maupun
melawan dengan sistem kekebalan tubuh, karena vektor penyakit ISPA telah
sangat meluas di dunia, sehingga perlu kewaspadaan diri untuk menghadapi
serangan infeksi, bukan hanya dalam hal pengobatan ISPA. Sebagaimana yang
telah di sebutkan tadi, hal-hal yang dapat kita lakukan untuk melindungi diri
dalam rangka pencegahan ISPA adalah:
a. Dengan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Hal ini menjadisangat
sulit bagi anak-anak karena perlu pengawasan yang baik sertamemberikan
kesadaran kepada mereka.
b. Keadaan gizi yang harus terjaga agar tidak mudah terinfeksi penyakit.Hal
ini disebabkan karena apabila kondisi tubuh tidak terjaga, maka kadar
imunitas tubuh juga akan menurun.
c. Melakukan kontrol terhadap keadaan lingkungan merupakan hal
yang penting bagi pencegahan penyakit. Penggunaan masker sederhana
bisa menjadi alternatif yang cukup praktis untuk melindungi diri dari
lingkungan yang tidak sehat serta menghindari kontak langsung
dengan penderita ISPA.
d.

Dengan melakukan imunisasi untuk menjaga kekebalan tubuh.

12

e. Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan ISPA,
sebaliknya

perilaku

yang

tidak

mencerminkan

hidup

sehat

akan

menimbulkan berbagai penyakit.


Istilah ISPA mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan
akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Adapun
saluran pernapasan adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta organ
adneksa seperti sinus-sinus, rongga telinga dan pleura. Istilah ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paruparu) dan organ adneksanya saluran pernapasan.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala
klinis batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian
bawah/kedalam.
2.2.

Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari frekuensi dan distribusi

penyakit dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit tersebut pada


manusia (Mahon, 1970). Sedangkan menurut CDC (1992) epidemiologi adalah
studi distribusi dan faktor determinan kejadian yang berkaitan dengan kesehatan
dalam populasi manusia.
Menurut John Gordon bahwa timbulnya suatu penyakit dipengaruhi oleh
adanya pengaruh faktor pejamu (host), agent, dan lingkungan (Environment) yang
digambarkan dengan tri angle (teori segitiga epidemiologi) (gambar 2.1.).

13

Environment
Agent
Host
Gambar 2.1. Neraca keseimbangan terjadinya gangguan kesehatan atau
penyakit termasuk didalamnya kejadian ISPA.
Berdasarkan hasil penelitian di berbagai negara, termasuk Indonesia dan
berbagai publikasi ilmiah dilaporkan berbagai faktor resiko yang meningkatkan
kejadian (morbiditas) ISPA yang akan dijelaskan berikut, yaitu:
a.

Host (pejamu)
Faktor host adalah faktor-faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi

kerentanan pejamu terhadap faktor agent. Manusia yang keberadaannya


dipengaruhi oleh ; umur, jenis kelamin, status ASI, status gizi, berat badan lahir
dan status imunisasi.
1.

Umur
Bayi yang berumur kurang dari 2 bulan mempunyai resiko yang lebih

tinggi untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan anak umur 2 bulan


sampai 5 tahun.
2.

Jenis Kelamin
Jenis kelamin laki-laki mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena

ISPA dibandingkan dengan anak perempuan, yaitu laki-laki 59% dan


perempuan 41%, terutama pada anak usia muda.
3.

Status Gizi
Anak yang menderita malnutrisi berat dan kronis lebih sering terkena

ISPA dibandingkan anak dengan berat badan normal. Status gizi kurang pada

14

anak balita mempunyai resiko untuk terkena ISPA 2,5 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak yang bergizi baik.
4.

Berat Badan Lahir


Berat Lahir Rendah (BBLR) meningkatkan risiko kesakitan dan kematian

karena rentan terhadap kondisi infeksi saluran pernapasan bagian bawah.


4.

Status ASI dan Makanan


Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu

sampai 6 bulan. Pemberian ASI melindungi bayi terhadap infeksi saluran


pernapasan berat.
5.

Status Imunisasi
Anak yang belum pernah diimunisasi campak lebih berisiko terhadap

terjadinya kematian karena pneumonia.


b.

Agent (Infectious agent)


Agent suatu penyakit meliputi agent biologis dan non-biologis, misalnya

agent fisik, kimia. Agent biologis meliputi bakteri, virus, dan parasit. ISPA
disebabkan oleh berbagai infectious agent yang terdiri dari 300 lebih jenis virus,
bakteri, ricketsia. ISPA umumnya disebabkan oleh bakteri. Di negara berkembang
yang tersering sebagai penyebab ISPA pada anak ialah Streptococcus pneumonia
dan Haemofilus influenza. Sedangkan di negara maju, dewasa ini pneumonia pada
anak umumnya disebabkan oleh virus.
c.

Environment (lingkungan)
Faktor

lingkungan

adalah

elemen-elemen

ekstrinsik

yang

dapat

mempengaruhi keterpaparan pejamu terhadap faktor agent. Faktor di luar


penderita yang akan mempengaruhi keberadaan host yang terdiri dari lingkungan

15

biologis, fisik dan sosial. Lingkungan fisik (termasuk unsur kimia) meliputi udara,
kelembaban, air, dan pencemaran udara. Kualitas udara dalam ruangan
dipengaruhi oleh :
1. Asap Dalam Ruangan
Penggunaan bahan bakar biomasa seperti kayu bakar, arang dan minyak
tanah muncul sebagai faktor resiko terhadap terjadinya ISPA. Rumah dengan
bahan bakar minyak tanah baik memberikan resiko terkena ISPA pada balita
3,8 kali lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar gas. Keadaan dapur
yang penuh dan lembab juga merupakan faktor resiko terjadinya infeksi
pernapasan. Paparan asap rokok memperberat timbulnya ISPA.
2. Ventilasi
Rumah yang berventilasi buruk lebih banyak anggota keluarganya yang
menderita ISPA dibandingkan dengan rumah yang ventilasinya memenuhi
syarat kesehatan.
3. Tata Ruang dan Kepadatan Hunian
Anak yang tinggal dirumah yang padat (<10 m2/orang) akan mendapat
resiko ISPA sebesar 1,75 kali dibandingkan anak yang tinggal dirumah yang
tidak padat.
4. Status Ekonomi dan Kependidikan
Keluarga dengan status ekonomi dan pendidikan lebih tinggi akan lebih
banyak membawa anak berobat ke fasilitas kesehatan daripada status
ekonomi dan pendidikan rendah.
Konsep di atas adalah suatu konsep yang dinamis, setiap perubahan dari
ketiga lingkungan tersebut akan menyebabkan bertambah atau berkurangnya

16

kejadian suatu penyakit. Konsep penanggulangan masalah kesehatan tidak bisa


dilepaskan dari faktor-faktor timbulnya masalah kesehatan.
Faktor tersebut dapat digambarkan dalam skema timbulnya masalah
kesehatan yang dikemukakan oleh La Londe dan Henri L Blum, sebagai berikut:

P
A
N
K
E
T

E L
Y A
A N
E S
H A
A N

P
E
R
I L
A
K
P
U :
S
B
G
G
T

S I K
O

S I O

L I
N
G
K
U
N
G
A
N
:

K
E S
E
H
A T
A
N :

I O L O
I /
E N E
I K

Gambar 2.2 Skema Faktor Yang Berperan Terhadap Timbulnya Masalah


Kesehatan Pada Individu, Keluarga dan Komunitas
2.3

Kebijakan program P2 ISPA


Kebijakan program P2 ISPA di wilayah Puskesmas Tapen mengacu pada

Kebijakan P2 ISPA Provinsi Jawa Timur terdiri dari:


1. Menetapkan P2 ISPA Pneumonia sebagai Program Prioritas.
2. MTBS adalah pendekatan strategis efektif di seluruh UPK.
3. Pemerintah menjamin ketersediaan obat essensial, alat bantu diagnostik
terutama sound timer & Oksigen konsentrator untuk tatalaksana
Pneumonia.

17

4. Penanggulangan ISPA dilaksanakan bekerjasama dengan berbagai pihak/


kemitraan.
5. Menjaga dan meningkatkan jaminan mutu pelayanan dan akuntabilitas
pelaksanaan program
2.4

Target Program P2 ISPA


Tujuan khusus P2 ISPA pada tahun 2010-2014 yaitu menemukan dan

melakukan tatalaksana standar, dengan target :

Tahun 2010 60 % pneumonia balita

Tahun 2011 70 % pneumonia balita

Tahun 2012 80% pneumonia balita

Tahun 2013 90 % pneumonia balita

Tahun 2014 100 % pneumonia balita

18

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas Tapen Jombang


Hasil laporan sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas Tapen Jombang
pada tahun 2014 didapatkan, infeksi akut pernafasan atas, nasofaringitis akut/flu
biasa/common cold, demam tifoid, penyakit pulpa/jaringan periapikal/kita gigi,
radang sendi serupa reumatik, penyakit tekanan darah tinggi primer/hipertensi
primer, penyakit system pencernaan, diare dan infeksi usus yang kurang jelas
batasannya, diabetes mellitus/penyakit kecing manis dan penyakit lain-lain. Hal
ini digambarkan dengan diagram 3.1 berikut:
ISPA
Penyakit pulpa/jaringan periapikal/kita gigi

3% 3%

Nasofaringitis akut/flu
biasa/common cold
4%
Lain-lain

26%

8%

Penyakit 9%
Sistem Pencernaan
Radang sendi serupa reumatik

9%

16%

Hipertensi primer

10%
Diabetes mellitus

10%

Demam Tifoid
Diare dan infeksi usus yang kurang jelas batasannya

Diagram 3. 1 Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Tapen Tahun 2014


Berdasarkan diagram diatas didapatkan terbanyak pertama ialah penyakit
ISPA sebanyak 4.956 orang (26%) dan pada peringkat kedua adalah Penyakit
Pulpa/ jaringan Periapikal sebanyak 3.102 orang (17% ).

19

Tahun
2014
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Total

367
491
296
157
469
449
456
475
570
425
290
520
4956

Tabel 3.1 Angka Kejadian ISPA tahun 2014


3.2 Data angka kesakitan ISPA di Puskesmas Tapen
ISPA merupakan pembunuh utama bayi dan balita di Indonesia. Sebagian
Besar kematian tersebut diakibatkan oleh ISPA pneumonia.
Untuk mengetahui angka kesakitan ISPA Pneumonia dan bukan
pneumonia di Puskesmas Tapen, berikut gambaran pada tahun 2014:
Tahun

Pneumonia

Bukan pneumonia
6.873

2014
125
Tabel 3.2 Angka Kesakitan ISPA

Tahun 2014
5%
Pneumonia

Bukan Pneumonia

95%

Diagram 3.3 Angka Kesakitan ISPA tahun 2014


20

Dapat dilihat pada diagram 3.3 tahun 2014 angka kesakitan ISPA
Pneumonia di Puskesmas Tapen sebanyak 125 orang (5%) .
3.2.1

Angka Kesakitan ISPA berdasarkan waktu


Berdasarkan angka kesakitan ISPA 2014 mencapai puncak pada bulan

September sebanyak 570 orang (11,5%). Sedangkan tahun 2014 bulan April
merupakan terendah sebanyak 157 orang (3,2%).
3.2.2

Angka Kesakitan ISPA berdasarkan usia


Angka kesakitan ISPA di Puskesmas Tapen berdasarkan usia 2014, usia 1

tahun sampai 4 tahun merupakan usia terbanyak terjadinya ISPA yaitu sebanyak
654 balita, kemudian usia < 1 tahun sebanyak 482 balita, usia lebih dari 5 tahun
sebanyak 449 orang. Angka kesakitan berdasarkan usia digambarkan pada tabel
3.5 dan diagram 3.7 dibawah ini:

Usia

2014
<
1 1-4

>5tahu

Januari

tahun
58

Tahun
63

n
44

Februari

29

65

43

Maret

35

34

26

April

29

65

43

Mei

58

65

43

Juni

35

34

26

Juli

29

34

26

Agustus
Septembe

29
58

65
65

43
43

21

r
Oktober

29

65

43

November 35

34

26

Desember 58
65
43
Total
482
645
449
Tabel 3.5 Angka Kesakitan ISPA berdasarkan usia

700
600
500
< 1 tahun

400

1-4 tahun

300

> 5 tahun

200
100
0
2014

Diagram 3.7 Angka Kesakitan ISPA berdasarkan usia pada Tahun 2014
terbanyak usia 1 tahun sampai 4 tahun sebanyak 645 (40,93%).
3.2.3

Angka Kesakitan ISPA berdasarkan jenis kelamin


Angka Kesakitan ISPA berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2014

didapatkan terbanyak jenis kelamin laki laki sebanyak 1.887 orang (71,4%)
sedangkan

jenis kelamin perempuan sebanyak 755 orang (28,6%). Hal ini

digambarkan pada tabel 3.6 dan diagram 3.8 dibawah ini:


TAHUN

2014

Jenis Kelamin

Total

1.887
755
Tabel 3.6 Angka Kesakitan ISPA berdasarkan jenis kelamin

22

2014

29%

Perempuan
Laki laki

71%

Diagram 3.8 Angka Kesakitan ISPA berdasarkan jenis kelamin tahun 2014
3.2.4

Angka Kesakitan ISPA Berdasarkan Tempat/Desa


Angka Kesakitan ISPA berdasarkan tempat/desa pada tahun 2014

didapatkan desa terbanyak penderita ISPA adalah Sidokaton dengan jumlah


penderita sebanyak 689 orang sedangkan desa paling sedikit penderita ISPA
adalah Sumberteguh sebanyak 261 orang. Hal ini digambarkan pada tabel 3.7
dan diagram 3.9 dibawah ini:
2013
Desa
2014
Sidokaton
521
689
Tapen
301
562
Bakalanrayung
298
331
Randuwatang
253
428
Sumberteguh
456
261
Menturus
226
310
Kudubanjar
198
423
Made
289
511
Kepuhrejo
424
487
Katemas
370
412
Bendungan
330
524
Jumlah
3338
4956
Tabel 3.7 Angka Kesakitan ISPA Berdasarkan Tempat/Desa

23

800
700
600
500
400
300

2013

200

2014

100
0

Diagram 3.9 Angka Kesakitan ISPA Berdasarkan Tempat/Desa

3.3 Faktor-faktor penyebab ISPA di Puskesmas Tapen


3.3.1

Data ASI Eksklusif

Berdasarkan data laporan bulanan ASI eksklusif di Puskesmas Tapen pada


tahun tahun 2014, dari 435 bayi yang diperiksa didapatkan 395 bayi (90,8%)
yang mendapat ASI Eksklusif. Hal ini digambarkan pada tabel 3.7, diagram 3.10
dan diagram 3.11 berikut:
ASI Eksklusif
395

Bayi

Tidak ASI Eksklusif


40

Tabel 3.7 Data ASI Eksklusif di Tapen

2014
ASI Eksklusif

9%

Tidak ASI
Eksklusif

91%

Diagram 3.10 Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Tapen tahun 2014

24

3.3.2

Data cakupan imunisasi

Berdasarkan data di Puskesmas Tapen pada tahun 2014 didapatkan


cakupan imunisasi antara lain imunisasi HB unijeck tertinggi di wilayah
Sidokaton sebesar 115 % dan terendah di wilayah Randuwatang sebesar 68%,
BCG tertinggi di wilayah Katemas sebesar 115% dan terendah di wilayah
Bakalanrayung sebesar 36%, DPT Combo 1 bulan tertinggi di wilayah Sidokaton
sebesar 117% dan terendah di wilayah Randuwatang sebesar 53%, DPT Combo 2
bulan tertinggi di wilayah Sidokaton sebesar 117% dan terendah di wilayah
Kudubanjar sebesar 65%, DPT Combo 3 bulan tertinggi di wilayah Sumberteguh
112% dan terendah di made sebesar 70%, Polio 1 bulan tertinggi di wilayah
Katemas sebesar 114 % dan terendah Made sebesar 62%, polio 2 bulan tertinggi
di wilayah Sidokaton 118 % dan terendah di wilayah Randuwatang sebesar
53%,polio 3 bulan tertinggi di wilayah Sidokaton sebesar 115 % dan terendah di
wilayah Kudubanjar sebesar 62%, polio 4 bulan tertinggi di wilayah Sumberteguh
sebesar 104% dan terendah di wilayah Made sebesar 70%, dan campak tertinggi
di wilayah Sumberteguh sebesar 100% dan terendah di wilayah Bakalanrayung
sebesar 62%. Hal ini digambarakan pada diagram 3.12 dan diagram 3.13 dibawah
ini:
Cakupan imunisasi tahun 2012 antara lain imunisasi HB unijeck tertinggi
di wilayah Kepuhrejo sebesar 120% dan terendah di wilayah Tapen dan Made
masing masing sebesar 57%, BCG tertinggi di wilayah Kepuhrejo sebesar 134%
dan terendah di wilayah Tapen sebesar 55%, DPT Combo 1 bulan tertinggi di
wilayah Kepuhrejo sebesar 134% dan terendah di wilayah Tapen sebesar 57%,
DPT Combo 2 bulan tertinggi di wilayah Kepuhrejo sebesar 122 % dan terendah

25

di wilayah Tapen sebesar 52%, DPT Combo 3 bulan tertinggi di wilayah


Kepuhrejo sebesar 120% dan terendah di Tapen sebesar 49%, Polio 1 bulan
tertinggi di wilayah Kepuhrejo sebesar 134 % dan terendah Tapen sebesar 55%,
polio 2 bulan tertinggi di wilayah Kepuhrejo sebesar 134 % dan terendah di
wilayah Tapen sebesar 57%, polio 3 bulan tertinggi di wilayah Kepuhrejo sebesar
122 % dan terendah di wilayah Tapen sebesar 55%, polio 4 bulan tertinggi di
wilayah Kepuhrejo sebesar 120% dan terendah di wilayah Tapenn sebesar 49%,
dan campak tertinggi di wilayah Sumberteguh sebesar 118% dan terendah di
wilayah Randuwatang sebesar 56%. Hal ini digambarakan pada diagram 3.12 dan
diagram 3.13 dibawah ini:
120.00%
100.00%
80.00%
Sidokaton

60.00%

Tapen
Bakalanrayung

40.00%

Randuwatang
Sumberteguh

20.00%

Menturus

0.00%

Diagram 3.16 Data Imunisasi di Puskesmas Tapen tahun 2014

26

160.00%
140.00%
120.00%
100.00%
Kudubanjar

80.00%

Made

60.00%

Kepuhrejo
Katemas

40.00%

Column2

20.00%
0.00%

Diagram 3.17 Data Imunisasi di Puskesmas Tapen tahun 2014

140.00%

120.00%

100.00%
Sidokaton
80.00%

Tapen
Bakalanrayung
Randuwatang

60.00%

Sumberteguh
Menturus

40.00%

20.00%

0.00%
POLIO 1 POLIO 2 POLIO 3 POLIO 4 CAMPAK

Diagram 3.18 Data Imunisasi di Puskesmas Tapen tahun 2014


27

160.00%
140.00%
120.00%
100.00%

Kudubanjar
Made

80.00%

Kepuhrejo
Katemas

60.00%

Column1

40.00%
20.00%
0.00%
POLIO 1

POLIO 2

POLIO 3

POLIO 4 CAMPAK

Diagram 3.19 Data Imunisasi di Puskesmas Tapen tahun 2014


3.3.3

Data Cakupan Gizi

Berdasarkan data Gizi di Puskesmas Tapen, pada tahun 2014 gizi baik
daerah Sidokaton sebanyak 161 bayi (80,1%), Tapen 96 bayi (92,3%),
Bakalanrayung 167 bayi (94,8%), Randuwatang 70 bayi (94,6%), Sumberteguh
180 bayi (92,7%), Menturus 109 bayi (93,9%), Kudubanjar 173 bayi (93%), Made
102 bayi (91,8%), Kepuhrejo 195 bayi (87%), Katemas 263 bayi (94,2%),
Bendungan 174 bayi (95,6%), sedangkan gizi buruk daerah Sidokaton sebanyak
28 bayi (13,9%), Tapen 8 bayi (7,7%), Bakalanrayung 8 bayi (5,2%), Raduwatang
3 bayi (5,4%), Sumberteguh 13 bayi (7,3%), Menturus 7 bayi (6,1%), Kudubanjar
12 bayi (27%), Made 8 bayi (8,2%), Kepuhrejo 28 bayi (13%), Katemas 15 bayi
(5,8%), Bendungan 8 bayi (4,4%).
Hal ini digambarkan pada tabel 3.8, diagram 3.20 dan diagram 3.21
berikut:

28

GIZI
Sidokaton
Tapen
Bakalanrayung
Randuwatang
Sumberteguh
Menturus
Kudubanjar
Made
Kepuhrejo
Katemas
Bendungan
Jumlah

2014
Baik

Kurang

161

28

96

167

70
180
109
173
102
195
263
174

3
13
7
12
8
28
15
8

1.690

138

Tabel 3.8 Data Gizi tahun 2014

300
250
200
150
Baik

100

Column1

50
0

Diagram 3.20 : Data Gizi tahun 2014


3.3.4

Data Cakupan BBLR


29

Berdasarkan data BBLR di Puskesmas Tapen, didapatkan tahun 2014


daerah Sidokaton sebanyak 2 orang (13%), Tapen sebanyak 0 orang (0%),
Bakalanrayung sebanyak 2 orang (13%), Randuwatang sebanyak 0 orang (0%),
sumberteguh sebanyak 2 orang (13%), Menturus sebanyak 1 orang 7(%),
Kudubanjar sebanyak 0 orang (0%), Made sebanyak 0 orang (0%), Kepuhrejo
sebanyak 2 orang (13%), Katemas sebanyak 4 orang (28%) dan Bendungan
sebanyak 2 orang (13%).. Hal ini digambarkan pada tabel 3.8 dan diagram 3.22:

BBLR
Sidokaton

2014

Tapen

Bakalanrayung

Randuwatang

Sumberteguh

Menturus

Kudubanjar

Made

Kepuhrejo

Katemas

Bendungan

2
15

Jumlah

Tabel 3.9 Data BBLR tahun 2014

30

BBLR 2014
Sidokaton
Tapen
Bakalanrayung

13%

Randuwatang

13%
13%

27%
13%
13%

7%

Sumberteguh
Menturus
Kudubanjar
Made
Kepuhrejo
Katemas
Bendungan

Diagram 3.22: Data BBLR tahun 2014


3.3.5

Data Survey PHBS Wilayah Kerja Puskesmas Tapen Per Desa Tahun 2014
Indikator perilaku sehat

Persentasi (%)

Persalinan
ASI eksklusif
Menimbang
Cuci tangan pakai sabun
Air bersih
Jamban sehat
PSN seminggu sekali
Diet sayur dan buah
Aktivitas fisik
Tidak merokok dalam rumah

30%
12%
30%
100%
92%
81%
90%
100%
100%
65%

Tabel 3.10 Data Survey PHBS Tahun 2014


Berdasarkan data survey PHBS di Puskesmas Tapen tahun 2014
didapatkan persentase persalinan yang ditolong tenaga kesehatan sebesar 30%,
persentase ASI eksklusif sebesar 12%, persentase menimbang di Posyandu
sebesar 30%, persentase cuci tangan pakai sabun sebesar 100%, persentase air
bersih sebesar 92%, persentase jamban sehat sebesar 81%, persentase PSN
seminggu sekali sebesar 90%, persentase makan sayur dan buah sebesar 100%,
31

persentase aktivitas fisik sebesar 100%, dan persentase tidak merokok sebesar
65%.
3.4 Analisis Karakteristik Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
ISPA berdasarkan La Londe dan Hendri L.Blum
Faktor resiko adalah segala sesuatu atau faktor yang akan meningkatkan
kemungkinan atau probabilitas seseorang terkena efek (penyakit atau bukan
penyakit)/health event
Dari hasil data di atas didapatkan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas
Tapen Jombang menempati urutan tertinggi pada tahun 2014. Pada tahun 2014
angka kesakitan ISPA tertinggi terjadi pada bulan September. Usia 1 tahun sampai
4 tahun merupakan usia terbanyak pada ISPA di Puskesmas Tapen pada tahun
2014.
Berdasarkan data, tingginya angka kesakitan ISPA pada tahun 2014 hal ini
disebabkan dari berbagai sebab, diantaranya faktor perilaku, lingkungan, psikososio-biologi/genetik, dan pelayanan kesehatan atau menurut teori segitiga
epidemiologi host, agent, dan environment.
3.4.1

Faktor Perilaku
Umur 1 4 tahun merupakan usia yang paling banyak menderita ISPA.

Hal ini disebabkan karena tingkat pola hidup bersih dan sehat yang masih rendah
di beberapa hal seperti cakupan ASI ekslusif, menimbang bayi/balita di posyandu,
dan masih merokok di dalam rumah.
3.4.2

Faktor Psikososiobiologi/Genetik
Banyaknya penyebab terjadinya ISPA di Puskesmas Tapen diakibatkan

oleh sifat patogen bakteri dan virus; rendahnya cakupan imunisasi di beberapa

32

desa, masih banyaknya anak dengan gizi kurang dan BBLR di wilayah kerja
Puskesmas Tapen.
3.4.3

Faktor Lingkungan
Kejadian ISPA Pneumonia yang fluktuatif dipengaruhi oleh musim. Selain
itu, antara musim hujan dan musim kemarau di Jombang tidak
menunjukkan batas waktu yang jelas, cenderung bergeser tiap tahunnya,
disebabkan perubahan iklim secara global dan kelembapan udara di
Jombang cukup tinggi, sehingga ada pengaruh musim terhadap penyakit
ISPA yang terjadi sepanjang tahun.

Masih banyaknya warga yang merokok di dalam rumah juga dapat


mempengaruhi terjadinya ISPA.

3.4.4

Faktor Pelayanan Kesehatan


Dari segi pelayanan kesehatan, di puskesmas Tapen tidak didapatkan suatu

permasalahan, dimana wilayah kerja puskesmas Tapen sarana prasana kesehatan


dan tenaga kesehatan telah memadai. Terlihat dari 11 kelurahan, jumlah penduduk
pada tahun 2014 yaitu 32.447 jiwa. Untuk tenaga kesehatan terdapat 3 orang
dokter umum, dokter gigi sebanyak 1 orang, bidan 11 orang, perawat kesehatan
sebanyak 21 orang, asisten apoteker 2 orang, sanitarian sebanyak 1 orang ,
petugas gizi sebanyak 1 orang dan terdapat dokter swasta, bidan sawasta maupun
klinik-klinik kesehatan lainnya. Kesadaran masyarakat untuk berobat masih
tinggi. Akan tetapi petugas Puskesmas masih kurang sering melakukan
penyuluhan mengenai ISPA sehingga warga kecamatan Kudu kurang mengerti
dan memahami tentang ISPA.
3.5

Upaya-Upaya Pencegahan dan Intervensi Penyakit ISPA


33

Pencegahan penyakit ISPA berdasarkan konsep natural history of disease,


maka kita mengenal 3 fase proses perkembangan penyakit, dimulai dari fase
prepatogenesis, fase Patogenesis dan fase Convalesence. Upaya Pencegahan ini
dikenal sebagai tiga tingkatan kesehatan pencegahan (three level of prevention),
sebagai berikut:
1. Primary Level of Prevention
a. Promosi Kesehatan (Promotion of Health)
Promotion of Health penyakit ISPA dapat dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya:

Penyuluhan ISPA, ASI Ekslusif, dan Imunisasi minimal satu kali


seminggu.

Pemasangan poster poster tentang ISPA, pentingnya imunisasi,


ASI Eksklusif, dan anjuran tidak merokok

Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas).

Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air


bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.

Pelayanan rutin ibu hamil dan anak di posyandu

Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu

b. Perlindungan khusus (spesific protection)

34

Perbaikan status gizi individu/peorangan ataupun masyarakat untuk


membentuk daya tahan tubuh yang lebih baik dan dapat melawan
agent penyakit yang akan masuk ke dalam tubuh, seperti
mengonsumsi bahan makanan yang mengandung zat gizi yang lebih
baik dan diperlukan tubuh.

Pemberian ASI eksklusif kepada bayi baru lahir, karena ASI banyak
mengandung kalori, protein, dan vitamin, yang banyak dibutuhkan
oleh tubuh, pencegahan ini bertujuan untuk membentuk sistem
kekebalan tubuh bayi sehingga terlindung dari berbagai penyakit
infeksi termasuk ISPA.

Penderita ISPA memakai masker agak tidak menularkan penyakit


kepada orang lain.

2. Secondary Level of Prevention


1. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early case detection and prompt
treatment)

Penyeragaman penegakkan diagnosis ISPA berdasarkan dengan


perhitungan Respiratory Rate selama satu menit sebanyak > 40-50
kali, serta penegakan diagnosis berdasarkan Pedoman Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular Dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

35

Mensosialisasikan tanda dini ISPA Pneumonia kepada kader


posyandu dan seluruh penduduk.

2. Pembatasan cacat (disability limitation)

Penyeragaman pengobatan awal ISPA Pneumonia berupa beri


antibiotik yang sesuai, beri pelega tenggorokan dan pereda batuk
yang aman, jika batuk

>3 minggu, rujuk untuk pemeriksaan

lanjutan dan bila terjadi pneumonia berat.


3. Tertiary Level of Prevention

Rehabilitasi dengan perbaikan gizi dan kontrol perkembangan


kesembuhan penyakit.

36

BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai

berikut:
1. Distribusi penyakit ISPA Pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Tapen
Jombang

berdasarkan variabel waktu (bulan) menunjukkan pergerakan

grafik yang fluktuatif, dipengaruhi musim pancaroba, peningkatan tertinggi


terjadi pada Bulan September 2014 dan distribusi penyakit ISPA di wilayah
kerja Puskesmas Tapen Jombang berdasarkan variabel tempat (desa)
menunjukkan desa dengan jumlah penderita ISPA terbesar adalah Kelurahan
Sidokaton pada tahun 2014.
2. Distribusi penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas Tapen Jombang
berdasarkan variabel orang (kelompok umur) menunjukkan jumlah penderita
ISPA terbesar adalah penderita pada kelompok balita yaitu usia 1 tahun
sampai 4 tahun pada tahun 2014 dan angka kesakitan ISPA berdasarkan jenis
kelamin pada tahun 2014 didapatkan penderita terbanyak adalah jenis
kelamin laki laki.
3. Faktor resiko tingginya kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Tapen
Jombang antara lain cakupan imunisasi yang rendah, masih banyaknya
angka kejadian BBLR, masih rendahnya balita yang datang ke Posyandu,
serta masih banyaknya warga yang merokok di dalam rumah

37

4. Untuk melakukan pencegahan penyakit ISPA dapat dilakukan dengan tiga


tingkat pencegahan penyakit (three level of prevention), yakni pertama yaitu
dengan pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahaan tersier.
Melalui salah satu strategi program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA)
dengan 8 kegiatan pokok yaitu promosi penanggulangan pneumonia balita,
kemitraan, peningkatan penemuan kasus, peningkatan kualitas tatalaksana
kasus ISPA, peningkatan kualitas sumber daya, surveilans ISPA,
pemantauan evaluasi dan pengembangan program ISPA.
4.2

Saran
4.2.1. Bagi instansi terkait (Puskesmas Tapen)
Hendaknya petugas kesehatan melakukan penyuluhan tentang pentingnya

pemberian perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Selain itu, dapat pula
dilakukan kegiatan penyuluhan untuk memotivasi masyarakat dalam PHBS dan
pemberian ASI Eksklusif. Upaya

penyuluhan

dari

Dinas

Kesehatan

dan

Puskesmas hendaknya dilakukan secara terus menerus sampai masyarakat


betul-betul mamahami akan pentingnya pemberian ASI eksklusif, PHBS, selain
itu juga penyuluhan tentang ISPA, faktor risiko, mengenali tanda dan gejala, cara
pencegahan serta pertolongan pertama pada penderita ISPA.
4.2.2. Bagi masyarakat
a) Meningkatkan

kesadaran

kepada

orang

tua

balita

agar

lebih

memperhatikan pola gizi, imunisasi, dan rutin datang ke Posyandu.


b) Meningkatkan kesadaran kepada orang sekitar yang merokok, sebagai
upaya pencegahan terjadinya ISPA.

38

c) Meningkatkan kesadaran untuk menggunakan masker bila dalam keadaan


sakit
d) Meningkatkan kewaspadaan terhadap terjadinya peningkatan kasus ISPA.

39

Anda mungkin juga menyukai