PENDAHULUAN
berobat di puskesmas dan 15-30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan
rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA. Penyebab ISPA paling berat
disebabkan infeksi S. pneumonia dan H. Influenzae. Banyak kematian diakibatkan
ole pneumonia terjadi dirumah, diantaranya setelah mengalami sakit selama
beberapa hari. Program pemberantasan ISPA secara khusus dimulai sejak tahun
1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
khusunya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun
kelihatannya angka kesakitan dan kematian masih tetah tinggi.ISPA paling sering
terjadi pada anak. kasus ISPA merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak
berusia dibawah 5 tahun, dan 30% pada anak berusia 5 - 12 tahun. Anak berusia 1
- 6 tahun dapat mengalami episode ISPA sebanyak 7 sampai 9 kali pertahun, tetapi
biasanya ringan. Puncak insiden biasanya terjadi pada usia 2 - 3 tahun.
Data tahun 2014 di Puskesmas Tapen menunjukkan bahwa, dari 10 besar
penyakit terbanyak, infeksi saluran pernafasan atas menjadi urutan teratas sebesar
3339 (20%) dari total kunjungan selama satu tahun.
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran epidemiologi ISPA Pneumonia di Wilayah
Puskesmas Tapen.
1.2.2
Tujuan khusus
1.
2.
3.
4.
Puskesmas
Tapen.
5.
6.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
diambil
untuk
menunjukkan
proses
akut
meskipun
untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat be
rlangsung lebih dari 14 hari.
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru paru) dan organ adneksa
saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan parut termasuk dalam saluran
pernafasan (respiratory tract). Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan
hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan
dengan antibiotik, namun demikian anak dapat menderita pneumonia bila infeksi
paru ini tidak diobati, dan dapat mengakibatkan kematian.
Selama bertahun-tahun ISPA merupakan masalah kesehatan anak dan
penyumbang terbesar penyebab kematian balita (Said, 2006). Jumlah tiap
tahunnya kejadian ISPA di Indonesia 150.000 kasus atau seorang balita
meninggal tiap 5 menitnya. Penelitian Myrnawati juga menemukan bahwa 2030% kematian balita disebabkan oleh ISPA. Penyebab ISPA terdiri dari 300 jenis
bakteri, virus dan rikcetsia. Penularannya melalui kontak langsung dengan
penderita atau melalui udara pernapasan. Gejala umumnya adalah batuk, kesulitan
bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga, dan demam (Depkes RI, 2006).
Salah satu faktor yang mempengaruhi ISPA adalah defisiensi Vitamin A.
Penyakit ini bisa di kenali dengan tanda atau gejala yangditimbulkan yaitu:
1. Suara nafas lemas bahkan hilang dan seperti ada cairan sehingga
terdengar keras, ada gejala sesak hingga kebiruan, nafas cuping hidung,
retraksi dan sistem pernafasan yang tidak teratur serta cepat.
2. Gagal jantung, hipotensi, hipertensi, denyut jantung bisa menjadi cepat
atau lambat.
3. Kejang dan koma, bingung, sakit kepala, mudah terangsang, sering
gelisah yang menyerang di sistem saraf.
4. Letih dan sering berkeringat banyak.
5. Untuk anak dengan umur 2 bulan hingga 5 tahun, yaitu kejang, intensitas
kesadaran menurun, stridor, gizi buruk dan tidak bisa minum. Sedangkan
untuk anak di bawah 2 bulan yaitu kemampuan minum yang menurun
secara drastis yang biasanya kurang dari setengah volume dari setiap
kebiasaan, mendengkur, demam,
dingin
dan intensitas
kesadaran
menurun.
Ada 3 cara penyebaran ISPA, yaitu:
1.
Melalui
aerosol
(partikel
halus) yang
lembut,
terutama
oleh
karena batuk-batuk.
2. Melalui aerosol yang lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk
dan bersin.
3. Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda-benda yang
telah dicemari oleh jasad renik.
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat
keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul,
dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun
pembagiannya sebagai berikut:
a. ISPA ringan, ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut:
-
Batuk
b. ISPA sedang, meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu ataulebih gejala
berikut:
-
Wheezing (mengi).
- Stafilococcus,
- Pnemococcus,
- Haemofilus,
- Bordetella,
-
Korinebacterium
menyebabkan
saluran
pernafasan
bawah
seperti
Gambar
di
atas
menunjukkan
bagaimana
tiap
mikroorganisme
sasaran
spesifik
samping
itu
terdapat
beberapa
faktor
yang
dapat
a. Agent
Yakni
mikroorganisme
yang
dapat
menyebabkan
terjadinya
10
4. Lingkungan
Hal ini meliputi bersih tidaknya lingkungan yang ada di sekitar atau
tercemar tidaknya udara yang kita hirup dan selain itu lingkungan juga
dapat berupa status ekonomi dan pendidikan.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadapkejadian
Infeksi saluran pernafasan akut adalah:
-
Cuaca
pneumonia:
tanpa
pemberian
obat
antibiotik.
11
12
e. Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan ISPA,
sebaliknya
perilaku
yang
tidak
mencerminkan
hidup
sehat
akan
Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari frekuensi dan distribusi
13
Environment
Agent
Host
Gambar 2.1. Neraca keseimbangan terjadinya gangguan kesehatan atau
penyakit termasuk didalamnya kejadian ISPA.
Berdasarkan hasil penelitian di berbagai negara, termasuk Indonesia dan
berbagai publikasi ilmiah dilaporkan berbagai faktor resiko yang meningkatkan
kejadian (morbiditas) ISPA yang akan dijelaskan berikut, yaitu:
a.
Host (pejamu)
Faktor host adalah faktor-faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi
Umur
Bayi yang berumur kurang dari 2 bulan mempunyai resiko yang lebih
Jenis Kelamin
Jenis kelamin laki-laki mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena
Status Gizi
Anak yang menderita malnutrisi berat dan kronis lebih sering terkena
ISPA dibandingkan anak dengan berat badan normal. Status gizi kurang pada
14
anak balita mempunyai resiko untuk terkena ISPA 2,5 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak yang bergizi baik.
4.
Status Imunisasi
Anak yang belum pernah diimunisasi campak lebih berisiko terhadap
agent fisik, kimia. Agent biologis meliputi bakteri, virus, dan parasit. ISPA
disebabkan oleh berbagai infectious agent yang terdiri dari 300 lebih jenis virus,
bakteri, ricketsia. ISPA umumnya disebabkan oleh bakteri. Di negara berkembang
yang tersering sebagai penyebab ISPA pada anak ialah Streptococcus pneumonia
dan Haemofilus influenza. Sedangkan di negara maju, dewasa ini pneumonia pada
anak umumnya disebabkan oleh virus.
c.
Environment (lingkungan)
Faktor
lingkungan
adalah
elemen-elemen
ekstrinsik
yang
dapat
15
biologis, fisik dan sosial. Lingkungan fisik (termasuk unsur kimia) meliputi udara,
kelembaban, air, dan pencemaran udara. Kualitas udara dalam ruangan
dipengaruhi oleh :
1. Asap Dalam Ruangan
Penggunaan bahan bakar biomasa seperti kayu bakar, arang dan minyak
tanah muncul sebagai faktor resiko terhadap terjadinya ISPA. Rumah dengan
bahan bakar minyak tanah baik memberikan resiko terkena ISPA pada balita
3,8 kali lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar gas. Keadaan dapur
yang penuh dan lembab juga merupakan faktor resiko terjadinya infeksi
pernapasan. Paparan asap rokok memperberat timbulnya ISPA.
2. Ventilasi
Rumah yang berventilasi buruk lebih banyak anggota keluarganya yang
menderita ISPA dibandingkan dengan rumah yang ventilasinya memenuhi
syarat kesehatan.
3. Tata Ruang dan Kepadatan Hunian
Anak yang tinggal dirumah yang padat (<10 m2/orang) akan mendapat
resiko ISPA sebesar 1,75 kali dibandingkan anak yang tinggal dirumah yang
tidak padat.
4. Status Ekonomi dan Kependidikan
Keluarga dengan status ekonomi dan pendidikan lebih tinggi akan lebih
banyak membawa anak berobat ke fasilitas kesehatan daripada status
ekonomi dan pendidikan rendah.
Konsep di atas adalah suatu konsep yang dinamis, setiap perubahan dari
ketiga lingkungan tersebut akan menyebabkan bertambah atau berkurangnya
16
P
A
N
K
E
T
E L
Y A
A N
E S
H A
A N
P
E
R
I L
A
K
P
U :
S
B
G
G
T
S I K
O
S I O
L I
N
G
K
U
N
G
A
N
:
K
E S
E
H
A T
A
N :
I O L O
I /
E N E
I K
17
18
BAB 3
PEMBAHASAN
3% 3%
Nasofaringitis akut/flu
biasa/common cold
4%
Lain-lain
26%
8%
Penyakit 9%
Sistem Pencernaan
Radang sendi serupa reumatik
9%
16%
Hipertensi primer
10%
Diabetes mellitus
10%
Demam Tifoid
Diare dan infeksi usus yang kurang jelas batasannya
19
Tahun
2014
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Total
367
491
296
157
469
449
456
475
570
425
290
520
4956
Pneumonia
Bukan pneumonia
6.873
2014
125
Tabel 3.2 Angka Kesakitan ISPA
Tahun 2014
5%
Pneumonia
Bukan Pneumonia
95%
Dapat dilihat pada diagram 3.3 tahun 2014 angka kesakitan ISPA
Pneumonia di Puskesmas Tapen sebanyak 125 orang (5%) .
3.2.1
September sebanyak 570 orang (11,5%). Sedangkan tahun 2014 bulan April
merupakan terendah sebanyak 157 orang (3,2%).
3.2.2
tahun sampai 4 tahun merupakan usia terbanyak terjadinya ISPA yaitu sebanyak
654 balita, kemudian usia < 1 tahun sebanyak 482 balita, usia lebih dari 5 tahun
sebanyak 449 orang. Angka kesakitan berdasarkan usia digambarkan pada tabel
3.5 dan diagram 3.7 dibawah ini:
Usia
2014
<
1 1-4
>5tahu
Januari
tahun
58
Tahun
63
n
44
Februari
29
65
43
Maret
35
34
26
April
29
65
43
Mei
58
65
43
Juni
35
34
26
Juli
29
34
26
Agustus
Septembe
29
58
65
65
43
43
21
r
Oktober
29
65
43
November 35
34
26
Desember 58
65
43
Total
482
645
449
Tabel 3.5 Angka Kesakitan ISPA berdasarkan usia
700
600
500
< 1 tahun
400
1-4 tahun
300
> 5 tahun
200
100
0
2014
Diagram 3.7 Angka Kesakitan ISPA berdasarkan usia pada Tahun 2014
terbanyak usia 1 tahun sampai 4 tahun sebanyak 645 (40,93%).
3.2.3
didapatkan terbanyak jenis kelamin laki laki sebanyak 1.887 orang (71,4%)
sedangkan
2014
Jenis Kelamin
Total
1.887
755
Tabel 3.6 Angka Kesakitan ISPA berdasarkan jenis kelamin
22
2014
29%
Perempuan
Laki laki
71%
Diagram 3.8 Angka Kesakitan ISPA berdasarkan jenis kelamin tahun 2014
3.2.4
23
800
700
600
500
400
300
2013
200
2014
100
0
Bayi
2014
ASI Eksklusif
9%
Tidak ASI
Eksklusif
91%
24
3.3.2
25
60.00%
Tapen
Bakalanrayung
40.00%
Randuwatang
Sumberteguh
20.00%
Menturus
0.00%
26
160.00%
140.00%
120.00%
100.00%
Kudubanjar
80.00%
Made
60.00%
Kepuhrejo
Katemas
40.00%
Column2
20.00%
0.00%
140.00%
120.00%
100.00%
Sidokaton
80.00%
Tapen
Bakalanrayung
Randuwatang
60.00%
Sumberteguh
Menturus
40.00%
20.00%
0.00%
POLIO 1 POLIO 2 POLIO 3 POLIO 4 CAMPAK
160.00%
140.00%
120.00%
100.00%
Kudubanjar
Made
80.00%
Kepuhrejo
Katemas
60.00%
Column1
40.00%
20.00%
0.00%
POLIO 1
POLIO 2
POLIO 3
POLIO 4 CAMPAK
Berdasarkan data Gizi di Puskesmas Tapen, pada tahun 2014 gizi baik
daerah Sidokaton sebanyak 161 bayi (80,1%), Tapen 96 bayi (92,3%),
Bakalanrayung 167 bayi (94,8%), Randuwatang 70 bayi (94,6%), Sumberteguh
180 bayi (92,7%), Menturus 109 bayi (93,9%), Kudubanjar 173 bayi (93%), Made
102 bayi (91,8%), Kepuhrejo 195 bayi (87%), Katemas 263 bayi (94,2%),
Bendungan 174 bayi (95,6%), sedangkan gizi buruk daerah Sidokaton sebanyak
28 bayi (13,9%), Tapen 8 bayi (7,7%), Bakalanrayung 8 bayi (5,2%), Raduwatang
3 bayi (5,4%), Sumberteguh 13 bayi (7,3%), Menturus 7 bayi (6,1%), Kudubanjar
12 bayi (27%), Made 8 bayi (8,2%), Kepuhrejo 28 bayi (13%), Katemas 15 bayi
(5,8%), Bendungan 8 bayi (4,4%).
Hal ini digambarkan pada tabel 3.8, diagram 3.20 dan diagram 3.21
berikut:
28
GIZI
Sidokaton
Tapen
Bakalanrayung
Randuwatang
Sumberteguh
Menturus
Kudubanjar
Made
Kepuhrejo
Katemas
Bendungan
Jumlah
2014
Baik
Kurang
161
28
96
167
70
180
109
173
102
195
263
174
3
13
7
12
8
28
15
8
1.690
138
300
250
200
150
Baik
100
Column1
50
0
BBLR
Sidokaton
2014
Tapen
Bakalanrayung
Randuwatang
Sumberteguh
Menturus
Kudubanjar
Made
Kepuhrejo
Katemas
Bendungan
2
15
Jumlah
30
BBLR 2014
Sidokaton
Tapen
Bakalanrayung
13%
Randuwatang
13%
13%
27%
13%
13%
7%
Sumberteguh
Menturus
Kudubanjar
Made
Kepuhrejo
Katemas
Bendungan
Data Survey PHBS Wilayah Kerja Puskesmas Tapen Per Desa Tahun 2014
Indikator perilaku sehat
Persentasi (%)
Persalinan
ASI eksklusif
Menimbang
Cuci tangan pakai sabun
Air bersih
Jamban sehat
PSN seminggu sekali
Diet sayur dan buah
Aktivitas fisik
Tidak merokok dalam rumah
30%
12%
30%
100%
92%
81%
90%
100%
100%
65%
persentase aktivitas fisik sebesar 100%, dan persentase tidak merokok sebesar
65%.
3.4 Analisis Karakteristik Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
ISPA berdasarkan La Londe dan Hendri L.Blum
Faktor resiko adalah segala sesuatu atau faktor yang akan meningkatkan
kemungkinan atau probabilitas seseorang terkena efek (penyakit atau bukan
penyakit)/health event
Dari hasil data di atas didapatkan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas
Tapen Jombang menempati urutan tertinggi pada tahun 2014. Pada tahun 2014
angka kesakitan ISPA tertinggi terjadi pada bulan September. Usia 1 tahun sampai
4 tahun merupakan usia terbanyak pada ISPA di Puskesmas Tapen pada tahun
2014.
Berdasarkan data, tingginya angka kesakitan ISPA pada tahun 2014 hal ini
disebabkan dari berbagai sebab, diantaranya faktor perilaku, lingkungan, psikososio-biologi/genetik, dan pelayanan kesehatan atau menurut teori segitiga
epidemiologi host, agent, dan environment.
3.4.1
Faktor Perilaku
Umur 1 4 tahun merupakan usia yang paling banyak menderita ISPA.
Hal ini disebabkan karena tingkat pola hidup bersih dan sehat yang masih rendah
di beberapa hal seperti cakupan ASI ekslusif, menimbang bayi/balita di posyandu,
dan masih merokok di dalam rumah.
3.4.2
Faktor Psikososiobiologi/Genetik
Banyaknya penyebab terjadinya ISPA di Puskesmas Tapen diakibatkan
oleh sifat patogen bakteri dan virus; rendahnya cakupan imunisasi di beberapa
32
desa, masih banyaknya anak dengan gizi kurang dan BBLR di wilayah kerja
Puskesmas Tapen.
3.4.3
Faktor Lingkungan
Kejadian ISPA Pneumonia yang fluktuatif dipengaruhi oleh musim. Selain
itu, antara musim hujan dan musim kemarau di Jombang tidak
menunjukkan batas waktu yang jelas, cenderung bergeser tiap tahunnya,
disebabkan perubahan iklim secara global dan kelembapan udara di
Jombang cukup tinggi, sehingga ada pengaruh musim terhadap penyakit
ISPA yang terjadi sepanjang tahun.
3.4.4
34
Pemberian ASI eksklusif kepada bayi baru lahir, karena ASI banyak
mengandung kalori, protein, dan vitamin, yang banyak dibutuhkan
oleh tubuh, pencegahan ini bertujuan untuk membentuk sistem
kekebalan tubuh bayi sehingga terlindung dari berbagai penyakit
infeksi termasuk ISPA.
35
36
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Distribusi penyakit ISPA Pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Tapen
Jombang
37
Saran
4.2.1. Bagi instansi terkait (Puskesmas Tapen)
Hendaknya petugas kesehatan melakukan penyuluhan tentang pentingnya
pemberian perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Selain itu, dapat pula
dilakukan kegiatan penyuluhan untuk memotivasi masyarakat dalam PHBS dan
pemberian ASI Eksklusif. Upaya
penyuluhan
dari
Dinas
Kesehatan
dan
kesadaran
kepada
orang
tua
balita
agar
lebih
38
39