Anda di halaman 1dari 17

Nama

NPM
LI. 1.

:
:

Mutiara Alderisa
1102012185 (Kelas B)

Memahami dan Menjelaskan Demam


LO.1.1 Definisi

Demam adalah peningkatan abnormal suhu badan rektal minimal 38C.


Sumber: Muscari, M. E. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: EGC. Hal.
184
Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada rektal >38C (100,4F), diukur
pada oral >37,8C, dan bila diukur melalui aksila >37,2C (99F). Demam mengacu pada peningkatan
suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk
mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransangan pirogenik
lain.
Sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21445/4/Chapter%20II.pdf
LO.1.2 Patogenesis

Endogen pyrogen(endotoksin)
Sel fagositrusak mikroorganisma di dalam sel host hasilkan IL1,IL6,TNFalpha,IFN gama
bekerja di preoptik nukleus di hipothalamuslpskan prostaglandin E dan sitokin yg lain.
Respon integrasi (behavioral,neurologic dan endocrine) bermula.

Interaksi sitokin-reseptor pada daerah preoptik hipothalamus anterior


Aktivasi phospholipase A
Melepaskan asam arakhidonat pada membran plasma yg berfungsi sbg substrat jalur
fosfooksigenase
Peningkatan Prostaglandin E2
Mempengaruhi respon neuron pada pusat thermoregulasi
Vasokonstriksi perifer, pengeluaran panas menurun
Demam
Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh akibat dari peradangan atau infeksi. Proses
perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin
yang masuk kedalam tubuh.
Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam
tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar
tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses
peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita.
Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin
tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen.

Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan
pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya
(fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tubuh akan mengeluarkan senjata, berupa
zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai
anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel
hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat
dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang
dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).
Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran
prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya,
hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya
peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu
tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Selain
itu vasokontriksi kulit juga berlangsung untuk mengurangi pengeluaran panas. Kedua
mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Adanya proses menggigil (pergerakan otot
rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah
demam.
( Sherwood, 2012)

Pirogen
Pirogen adalah zat yang menginduksi demam.Pirogen dapat berupa faktor internal
(endogen) atau eksternal (eksogen).Substansi bakteri lipopolisakarida (LPS) yang ada
dalam dinding sel dari beberapa bakteri adalah contoh dari pirogen
eksogen.Pirogenitas dapat bervariasi, misalnya beberapa bakteri yang dikenal sebagai
pirogen superantigens dapat menyebabkan demam cepat dan berbahaya. Depirogenasi
dapat dicapai melalui proses filtrasi, distilasi, kromatografi, atau inaktivasi.
Endogen

Sitokin (khususnya interleukin 1) adalah bagian dari sistem imun bawaan yang
diproduksi oleh sel fagosit dan dapat menyebabkan peningkatan set point
thermoregulatory di hipotalamus. Contoh lain dari pirogen endogen adalah interleukin
6 (IL-6) dan faktor nekrosis tumor-alfa.
Sitokin dilepaskan dalam sirkulasi umum bermigrasi ke organ sirkumventrikular dari
otak karena penyerapan lebih mudah disebabkan oleh penghalang darah-otak filtrasi
karena mereka dapat mengurangi aksi.Faktor sitokin kemudian berikatan dengan
reseptor endotel.Saat sitokin mengikat, jalur asam arakidonat kemudian teraktivasi.
Eksogen
Salah satu mekanisme demam yang disebabkan oleh pirogen eksogen adalah LPS
yang merupakan komponen dari dinding sel bakteri gram-negatif.Sebuah protein
imunologi yang disebut protein lipopolisakarida (LBP) mengikat LPS.LBP-LPS
kompleks kemudian mengikat reseptor CD14 di dekat makrofag.Hal tersebut
menyebabkan sintesis dan pelepasan endogen dari berbagai faktor sitokin, seperti
interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), dan faktor nekrosis tumor-alfa. Dengan kata
lain, faktor eksogen menyebabkan teraktivasinya faktor endogen.
Sekresi PGE2
Sekresi PGE2 berasal dari jalur asam arakidonat. Jalur tersebut ditengahi oleh enzim
fosfolipase A2 (PLA2), siklooksigenase-2 (COX-2), dan prostaglandin sintase E2 .
Enzim-enzim tersebut berada di antara proses sintesis dan pelepasan PGE2.
PGE2 merupakan mediator utama dari respon demam. Temperatur set point dari tubuh
akan tetap tinggi sampai PGE2 tidak lagi diproduksi. PGE2 bekerja pada neuron di
daerah preoptik anterior hipotalamus (POA) melalui reseptor prostaglandin E3
(EP3).EP3 mengekspresikan neuron di POA hipotalamus dorsomedial (DMH), rostral
rafe inti pallidus di medula oblongata (rRPa), dan inti paraventrikular (PVN) dari
hipotalamus.Sinyal demam dikirim ke DMH dan memimpin rRPa untuk stimulasi
simpatik keluaran sistem, yang membangkitkan termogenesis non-menggigil untuk
menghasilkan panas tubuh dan vasokonstriksi kulit untuk menurunkan panas yang
hilang dari permukaan tubuh.Diduga bahwa persarafan dari POA ke PVN menengahi
efek neuroendokrin demam melalui jalur yang melibatkan kelenjar pituitari dan
berbagai organ endokrin.
Hipotalamus
Otak mengatur efektor mekanisme panas melalui sistem saraf otonom.Hal tersebut
dapat terjadi karena peningkatan produksi panas oleh peningkatan aktivitas otot
misalnya dengan menggigil, dan aktivitas hormon seperti epinefrin.Pencegahan dari
kehilangan panas, seperti vasokonstriksi.Sistem saraf otonom juga dapat
mengaktifkan jaringan adiposa coklat untuk menghasilkan panas (non-menggigil
termogenesis), tapi ini tampaknya penting terutama untuk bayi.Peningkatan denyut
jantung dan vasokonstriksi berkontribusi untuk meningkatkan tekanan darah pada
demam.
LO.1.3 Sifat / pola

Pola demam dapat remiten (setiap hari, suhu yang naik kembali ke garis dasar tetapi di atas
normal), intermiten (demam kembali normal setiap hari), hektik (intermiten atau remiten dengan
variasi suhu >1,4C (2,5F)), atau menetap atau terus-menerus (fluktuasi kenaikan suhu <0,3C (0,5
F)). Pada sebagian besar proses infeksi atau radang sifat-sifat pola demam tidak begitu penting secara
diagnostik.
Sumber: Arvin, B. K. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: EGC. Hal. 855
LI. 2.

Memahami dan Menjelaskan Bakteri Salmonella


LO.2.1 Definisi bakteri salmonella

Salmonella sp. merupakan bakteri berbentuk batang, tidak membentuk spora, dapat hidup
pada lingkungan aerob, maupun pada kondisi kurang oksigen, serta tumbuh baik pada suhu kamar,
dengan suhu optimumnya 37C. Sumber kontaminasi Salmonella sp adalah manusia dan hewan, yaitu
dari saluran pencernaannya.
Sumber: Purnawijayanti, H. A. (2006). Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan
Makanan. Jakarta: Kanisius. Hal. 76
Salmonella sp.
merupakan
kingdom Bacteria, filum Proteobacteria,
class
Gamma Proteobacteria,
ordo Enterobacteriales, Salmonella sp.,
family Enterobacteriaceae,
genus Salmonella dan species e.g. S. enteric (Todar, 2008).
Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, pada pengecatan gram berwarna merah muda (gram
negatif). Salmonella sp. berukuran 2 sampai 4 0;6 , mempunyai flagel (kecuali S. gallinarum
dan S. pullorum), dan tidak berspora. Suhu optimum pertumbuhan Salmonella sp. ialah 37C dan
pada pH 6-8 (Julius, 1990).
Jenis atau spesies Salmonella sp. yang utama adalahS. typhi (satu serotipe), S. choleraesuis, dan S.
enteritidis (lebih dari 1500 serotipe). Sedangkang spesies S. paratyphi A, S. paratyphi B, S. paratyphi
C termasuk dalam S. enteritidis (Jawezt et al, 2004).
Sumber: Jawetz, Ernest, et al. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta : EGC,

http://www.sodiycxacun.web.id/2010/05/salmonella-sp.html
LO.2.2 Morfologi bakteri salmonella

(Jawezt et al, 2004)

1. Berbentuk batang, tidak berspora, bersifat negatif pada pewarnaan Gram.


2. Mudah tumbuh pada medium sederhana, misalnya garam empedu.
3. Menghasikan H2S.

4. Besar koloni rata-rata 24 mm.-Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrik.
5. Tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 1541 oC (suhu
pertumbuhan optimal 37,5oC) dan pH pertumbuhan 68.
6. Tidak dapat tumbuh dalam larutan KCN.
7. Membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa
8. Ukuran Salmonella bervariasi 13,5 m x 0,50,8 m.
Struktur Antigen
Salmonella sp. mempunyai tiga macam antigen utama untuk diagnostik atau
mengidentifikasi yaitu : somatik antigen (O), antigen flagel (H) dan antigen Vi (kasul).

Antigen O (Cell Wall Antigens) merupakan kompleks fosfolipid protein polisakarida yang
tahan panas (termostabil), dan alkohol asam. Antibodi yang dibentuk adalah IgM. Namun
antigen O kurang imunogenik dan aglutinasi berlangsung lambat. Maka kurang bagus untuk
pemeriksaan serologi karena terdapat 67 faktor antigen, tiap-tiap spesies memiliki beberapa
faktor. Oleh karena itu titer antibodi O sesudah infeksi lebih rendah daripada antibodi H.
Antigen H pada Salmonella sp. dibagi dalam 2 fase yaitu fase I : spesifik dan fase II : non
spesifik. Antigen H adalah protein yang tidak tahan panas (termolabil), dapat dirusak dengan
pemanasan di atas 60C dan alkohol asam. Antigen H sangat imunogenik dan antibodi yang
dibentuk adalah IgG.
Antigen Vi adalah polimer dari polisakarida yang bersifat asam. Terdapat
dibagian paling luar dari badan kuman bersifai termolabil. Dapat dirusak dengan pemanasan
60C selama 1 jam. Kuman yang mempunyai antigen Vi bersifat virulens pada hewan dan
mausia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan terhadap bakteriofaga dan dalam laboratorium
sangat berguna untuk diagnosis cepat kuman S. typhi. Adanya antigen Vi menunjukkan
individu yang bersangkutan merupakan pembawa kuman (carrier).

Struktur Antigen
Enterobacteri memiliki struktur antigenik yang kompleks.Enterobakteri
digolongkan berdasarkan lebih dari 150 antigen somatik O (liposakarida) yang tahan panas,
lebih dari 100 antigen K (kapsular) yang tidak tahan panas dan lebih dari antigen H (flagela).
Pada Salmonella thypi antigen kapsular disebut antigen vi. (Jawetz, 2008)
Antigen O bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit polisakarida
yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik.Antigen O
resisten terhadap panas, alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri.Antibodi pada
antigen O terutama adalah IgM.
Antigen K terletak diluar antigen O pada beberapa enterobakteri tetapi tidak semuanya.
Beberapa antigen K merupakan polisakarida termasuk antigen K pada E.coli dan yang lain
merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O dan dapat
berhubungan dengan virulensi (contoh; strain E.coli yang menghasilkan anti gen K 1 sering
ditemui pada meningitis neonatal dan antigen K pada E.coli menyebabkan peletakan bakteri
pada sel epitel sebelum invasi ke saluran pencernaan / saluran kemih.)
Antigen H terdapat di flagela dan didenaturasi atau dirusak oleh panas atau alkohol.Antigen
ini dipertahankan dengan memberikan formalin pada varian bakteri yang motil.Antigen H
seperti ini beraglutinasi dengan antibodi anti-H terutama IgG.Penentu dalam antigen H adalah
fungsi sekuens asam amino pada protein flagella (flagelin).Didalam satu seriotip, antigen
flagel terdapat dalam satu / dua bentuk disebut fase 1 dan fase 2. Organisme ini cenderung
berganti dari satu fase ke fase lainyang disebut variasi fase. Antigen H pada permukaan
bakteri dapat mengganggu aglutinasi dengan antibodi O.

Sumber : Julius, E.S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Binarupa Aksara.


Jawetz, Melnick, dan Adelbegs. 2004. Mikrobiologi Kedokteran, Ed 23. Jakarta : EGC.
LO.2.3 Klasifikasi bakteri salmonella

Salmonella enterica:
Kingdom
: Eubacteria
Phylum
: Proteobacteria
Class
: Gamma Proteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Salmonella
Spesies
: Salmonella enterica
Subspesies
:
Salmonella
enterica
enterica
Salmonella enterica salamae
Salmonella enterica arizonae
Salmonella enterica diarizonae
Salmonella enterica houtenae
Salmonella enterica indica
LO.2.4 Siklus hidup bakteri salmonella
LI. 3.

Memahami dan Menjelaskan Demam Typhoid


LO.3.1 Definisi

Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Demam tifoid


adalah penyakit demam sistemik akut generalisata yang disebabkan oleh Salmonella typhi,
biasanya menyebar melalui ingesti makanan dan air yang terkontaminasi, ditandai dengan
bakteremia berkepanjangan serta invasi oleh patogen dan multifikasinya dalam sel-sel fagosit
mononuklear pada hati, limpa, kelenjar getah bening, dan plak Peyeri di ileum. (Sudoyo, dkk.
2009).
Demam tifoid adalah infeksi Salmonella typhi yang mengenai folikel limfoid
ilenum yang disertai dengn menggigil, demam, sakit kepalam batuk, lemah, distensi
abdomen, Ruam molulopupular, dan spelenomegali. Bila tidak diobati maka akan terjadi
perforasi usus pada pasien. Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang
ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses, dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto,
2002)
LO.3.2 Etiologi

Bakteri Salmonella typhi.Bakteri tifoid ditemukan di dalam tinja dan air kemih
penderita.Penyebaran bakteri ke dalam makanan atau minuman bisa terjadi akibat pencucian
tangan yang kurang bersih setelah buang air besar maupun setelah berkemih.Lalat bisa
menyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan.Bakteri masuk ke dalam saluran
pencernaan dan bisa masuk ke dalam peredaran darah. Hal ini akan diikuti oleh terjadinya
peradangan pada usus halus dan usus besar.Pada kasus yang berat, yang bisa berakibat fatal,
jaringan yang terkena bisa mengalami perdarahan dan perforasi (perlubangan).Sekitar 3%
penderita yang terinfeksi oleh Salmonella typhi dan belum mendapatkan pengobatan, di

dalam tinjanya akan ditemukan bakteri ini selama lebih dari 1 tahun.Beberapa dari pembawa
bakteri ini tidak menunjukkan gejala-gejala dari demam tifoid.
LO.3.3 Epidemiologi

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai


negara sedang berkembang. Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis)
dilaporkan antara 3-19 tahun sama seperti di Amerika Selatan.
Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekresikannya melalui sekret
urin, saluran pernafasan, dan tinja dalam waktu yang bervariasi. S. typhi yang berada di luar
tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu, atau
kotoran yang kering maupun pada pakaian. S. typhi mudah mati dengan klorinasi dan
pasteurisasi.
Penularan kuman dapat juga terjadi melalui transmisi transpasental ari seorang
ibu hamil yang berada dalam keadaan bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula
transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada
bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian.

Insidens demam tifoid yg disebabkan oleh Salmonella bervariasi tiap daerah dan
biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan, didaerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per
100.000 penduduk, sedangakn di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000
penduduk.Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih
yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang
memenuhi syarat kesehatan lingkungan.
a. Carrier
Setelah infeksi nyata atau subklinis, beberapa individu terus menyimpan
salmonella di dalam jaringannya selama waktu yang tidak tentu (carrier konvalesen atau
carrier permanen yang sehat). 3% individu yang sembuh dari tifoid menjadi carrier permanen,
mempunyai organisme didalam kandung empedu, saluran empedu,atau kadang didalam usus
atau saluran kemih.
b. Sumber Infeksi :

1. Air
Kontaminasi dengan feses sering menimbulkan epidemik yg luas.
2. Susu dan produk susu lainnya (es krim, keju,puding)
Kontaminasi dengan feses dan pasteurisasi yang tidak adekuat atau penanganan
yang salah.
3. Kerang
Dari air yang terkontaminasi.
4. Telur beku atau dikeringkan
Dari unggas yang terinfeksi atau terkontaminasi saat pemrosesan.
5. Daging dan produk daging
Dari hewan yang terinfeksi (hewan ternak) atau kontaminasi oleh feses melalui
hewan pengerat atau manusia.
6. Obat rekreasi
Mariyuana dan obat lainnya.
7. Pewarnaan hewan
Pewarnaan (misal: carmine) digunakan untuk obat, makanan, dan kosmetik.
8. Hewan peliharaan
Kura-kura, anjing, kucing,dll.
Faktor distribusi demam tifoid dipengaruhi oleh :
Penyebaran Geografis dan Musim
Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian
dunia.Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim.Penyakit itu sering
merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin
Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin
lelaki atau perempuan.Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak.Orang dewasa
sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri.
Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Usia
12- 29 tahun
30- 39 tahun
> 40 tahun

%
70-80
10-20
5-10

LO.3.4 Patofisiologi

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk ke dalam tubuh melalui


makanan yang terkontaminasi. Sebagian kuman dimusnahkan oleh lambung, sebagian lolos

masuk ke dalam usus dan berkembang biak. Bila respon imunitas hormonal mukosa usus
kurang baik, maka kuman menembus sel epitel (terutam sel M) ke lamina propia dan
berkembang biak kemudian di fagosit oleh sel-sel fagosit oleh makrofag dibawa ke plak
Peyeri ileum lalu ke kelenjar getah bening mesenterika diangkut ke dalam sirkulasi darah
melalui duktus torasikusmenyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati
dan limpa.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kantung empedu berkembang biak dan
bersama cairan empedu diekskresikan ke dalam usus. Sebagian dikeluarkan melalui feses,
sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Saat fagositosis kuman
Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang akan menimbulkan gejala
reaksi inflamasi.
Di dalam plak Peyeri, makrofag yang hiperaktif menimbulkan reaksi
hiperplasia jaringan.Pendarahan saluran dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel
mononuklear di dinding usus.
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti
organisme, yaitu:
1. Penempelan dan invasi sel-sel M plak Peyeri.
2. Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag plak Peyeri, rodus limfatikus
mesenterikus, dan organ-organ ekstraintestinal sistem retikuloendotelial.
3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah.
4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumeri intestinal.
LO.3.5 Gejala klinis

Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan tidak memerlukan
perawatan khusus sampai gejala klinis berat dan memerlukan perawatan khusus.Variasi gejala
ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit
dirumahnya.

Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada
awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang
berkepanjangan yaitu setinggi 39 C hingga 40 C, sakit kepala, pusing, pegalpegal,
anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah,
pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak
enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih
sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa
kering dan meradang. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada
abdomen di salah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari,
kemudian hilang dengan sempurna. Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore
atau malam.

Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu
badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan
relatif nadi penderita.Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu,
saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Umumnya terjadi
gangguan pendengaran, lidah tampak kering, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah
menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran hati dan limpa, perut
kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus, dan mulai
kacau jika berkomunikasi.

Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir minggu.
Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejalagejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari
ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana septikemia memberat dengan
terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus,
inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan
nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat
disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya
perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas, dan kolaps dari nadi yang
teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik
merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu
ketiga.

Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat
dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Pada mereka yang
mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang
lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan
dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada
infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan
mengakibatkan timbulnya relaps.
(Sumarmo et al, 2010)
LO.3.6 Diagnosis

a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia
klinik,imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis),
menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya
penyulit.

Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau
perforasi.Pemeriksaan darah dilakukan pada biakan kuman (paling tinggi pada minggu I
sakit), diagnosis pasti Demam Tifoid. (Minggu I : 8090%, minggu II : 20-25%, minggu III :
10-15%) Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.
Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED meningkat.

Urinalis
Tes Diazo Positif : Urine + Reagens Diazo + beberapa tetes ammonia 30% (dalam tabung
reaksi)dikocokbuih berwarna merah atau merah muda
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).Leukosit dan eritrosit normal;
bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Biakan kuman (paling tinggi pada minggu II/III
diagnosis pasti atau sakit carrier.

Tinja (feses)
Ditemukian banyak eritrosit dalam tinja (Pra-Soup Stool), kadang-kadang darah (bloody
stool).Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier posttyphi) pada minggu II atau III sakit.

Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis
akut.

Serologi
Pemeriksaan Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thypi. Pada uji widal terjadi
suatu reaksi aglutinasi antara kuman S.thypi dengan antibodi yang disebut aglutinin . Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah
di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita tersangka demam tifoid yaitu :

1. Aglutinin O (dari tubuh kuman)


2. Aglutinin H (flagela kuman)
3. Aglutinin Vi (simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis
demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Widal dinyatakan positif bila :
a) Titer O Widal I 1/320 atau
b) Titer O Widal II naik 4 kali lipat atau lebih dibanding titer O Widal I atau Titer O Widal I (-)
tetapi titer O II (+) berapapun angkanya.
Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali nilai
batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia.
Titer O meningkat setelah akhir minggu.Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini
pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat.Bila hasil reaktif
(positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak
sebelumnya.
Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM

Merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik
dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid.Sebagai tes cepat (Rapid
Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui.Diagnosis Demam Tifoid/ Paratyphoid dinyatakan
1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/jika lgG positif menandakan pernah kontak/
pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.( John, 2008)
IDL Tubex test
Tubex test pemeriksaan yang sederhana dan cepat. Prinsip pemeriksaannya adalah
mendeteksi antibodi pada penderita.Serum yang dicampur 1 menit dengan larutan A.
Kemudian 2 tetes larutan B dicampur selama 12 menit.Tabung ditempelkan pada magnet
khusus.Kemudian pembacaan hasil didasarkan pada warna akibat ikatan antigen dan antibodi.
Yang akan menimbulkan warna dan disamakan dengan warna pada magnet khusus (WHO,
2003).
Typhidot test
Uji serologi ini untuk mendeteksi adanya IgG dan IgM yang spesifik untuk S. typhi.Uji ini
lebih baik dari pada uji Widal dan merupakan uji Enzyme Immuno Assay (EIA) ketegasan
(75%), kepekaan (95%). Studi evaluasi juga menunjukkan Typhidot-M lebih baik dari pada
metoda kultur. Walaupun kultur merupakan pemeriksaan gold standar. Perbandingan
kepekaan Typhidot-M dan metode kultur adalah >93%. Typhidot-M sangat bermanfaat
untuk diagnosis cepat di daerah endemis demam tifoid.
IgM dipstick test
Pengujian IgM dipstick test demam tifoid dengan mendeteksi adanya antibodi yang dibentuk
karena infeksi S. typhi dalam serum penderita. Pemeriksaan IgM dipstick dapat menggunakan
serum dengan perbandingan 1:50 dan darah 1 : 25. Selanjutnya diinkubasi 3 jam pada suhu
kamar. Kemudian dibilas dengan air biarkan kering..Hasil dibaca jika ada warna berarti
positif dan Hasil negatif jika tidak ada warna. Interpretasi hasil 1+, 2+, 3+ atau 4+ jika positif
lemah (WHO, 2003).

Mikrobiologi
Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demam tiroid/paratifoid.
Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk demam tifoid/ paratifoid.
Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid/ paratifoid, karena hasil
biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah
terlalu sedikit kurang dari 2 mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah
dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat
pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan
sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui
karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum
ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari).Pilihan bahan spesimen yang digunakan
pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan
tinja. (Sumarmo et al, 2010)

Biologi molekular.

PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di
lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang
spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit
(sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula.Spesimen yang digunakan
dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
Kriteria diagnosis yang biasa digunakan adalah :
1. Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negative tidak
menyingkirkan demam tifoid.
2. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid.
3. Peningkatan titer uji widal 4 kali lipat selama 23 minggu memastikan diagnosis demam
tifoid.
4. Reaksi widal tunggal dengan titer antibodi Antigen O 1: 320 atau titer antigen H 1: 640
menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas .
5. Pada beberapa pasien, uji widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang walaupun biakan darah
positif.
(Sumarmo, 2010)
LO.3.7 Penatalaksanaan

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu : Istirahat
dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif), dan pemberian
antimikroba.

Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan,
minum,mandi, buang air kecil, buang air besar akan mempercepat masa penyembuhan.
Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan
yang dipakai. (Djoko, 2009)
Diet dan terapi penunjang merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan
penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan
gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Pemberian
bubur saring bertujuan untukk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau
perforasi usus. (Djoko, 2009)
Tatalaksana medikamentosa demam tifoid dapat berupa pemberian antibiotik,
antipiretik, dan steroid.Obat antimikroba yang sering diberikan adalah kloramfenikol,
tiamfenikol, kotrimoksazol, sefalosporingenerasiketiga, ampisilin,danamoksisilin
LO.3.8 Komplikasi

Komplikasi intestinal o
Pendarahan intestinal Pada plak
peyeri usus yang terinfeksi
(ileum terminalis) dapat
terbentuk luka. Bila menembus

usus dan mengenai pembuluh


darah, maka akan terjadi
pendarahan.
Pendarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah.Pendarahan hebat
dapat terjadi hingga penderita mengalami syok.Kategori pendarahan akut, jika darah yang
keluar 5ml/kg bb/jam dan faktor hemostatis masih dalam batas normal.
Tindakan yang harus di lakukan adalah transfusi darah.Tetapi jika transfusi yang
diberikan tidak mengimbangi pendarahan, maka tindakan bedah perlu dipertimbangkan.
o Perforasi usus
Biasanya timbul pada minggu ke-3, tetapi dapat juga terjadi pada minggu
pertama.Penderita biasanya mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran
kanan bawah dan menyebar ke seluruh perut dengan tanda tanda ileus. Gejala lain biasanya
bising usus yang melemah, nadi cepat, tekanan darah turun, bahkan dapat syok. Faktor-faktor
yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur, lama demam, modalitas
pengobatan, berat penyakit, dan mobilitas penderita.
Antibiotik di berikan secara selektif, umumnya diberikan antibiotik yang spekrumnya
luas dengan kombinasi kloramfenikol dan amfisilin intravena.Untuk kontaminasi usus dapat
di berikan gentamisin atau metronidazol.Cairan harus di berikan dalam jumlah yang cukup
serta penderita di puasakan dan di pasang nasogastric tube.Transfusi darah dapat di berikan
bila terdapat kehilangan darah akibat pendarahan intestinal.
Komplikasi ekstraintestinal o
Komplikasi hematologi
Dapat berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia, peningkatan protrombin time (pt),
peningkatan partial tromboplastin time (ptt), dan peningkatan fibrin degradation products
sampai koagulasi intravaskular diseminata (KID).
Tindakan yang perlu dilakukan bila terjadi KID dekompensata adalah transfusi darah,
substitusi trombusit dan atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin. o Hepatitis tifosa
Pembengkakan hati dari ringan sampai berat dapat di jumpai pada demam tifoid,
biasanya lebih disebabkan oleh S. typhi daripada S. paratyphi.

Pankretitis tifosa
Merupakan komplikasi yang jarang pada demam tifoid, biasanya disebabkan oleh
mediator proinflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologi.Pemeriksaan enzim
amilase dan lipase serta ultrasonografi/CTscan dapat membantu diagnosis dengan akurat.
Obat yang diberikan adalah antibiotik seftriakson atau kuinolon yang didepositkan
secara intravena.

Miokarditis

Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis dianggap sebagai demam tifoid
berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg di tambah
ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.
Komplikasi Ekstra Intestinal lainnya :
a) Komplikasi Kardiovaskuler
:
kegagalan
sirkulasi
perifer
(renjatanseptik),miokarditis,trombosis dan tromboflebitis
b) Komplikasi darah :
anemia
hemolitik
,trombositopenia,
dan
/atau
DisseminatedIntravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik
c) Komplikasi paru : Pneumonia,empiema,dan pleuritis~ Komplikasi hepar dan kandung
empedu : hepatitis dan kolesistitis
d) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis
e) Komplikasi tulang : osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis
f) Komplikasi Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,
sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia.
LO.3.9 Pencegahan
Mencegah penyakit tifus dapat dilakukan dengan cara menjaga lingkungan tetap bersih
sehingga bakteri tifus tidak dapat berkembang biak. Selain itu pilihlah makanan dan minuman yang
bersih untuk dikonsumsi.
Sumber : http://yankes.itb.ac.id/?page_id=355
Tifus dapat dicegah dengan vaksinasi. Tindakan ini umumnya dianjurkan untuk mereka yang
akan berpergian ke tempat yang tingkat kebersihannya tidak terjaga dengan baik, dan ada
kemungkinan besar tidak dapat menghindari makanan atau minuman yang tercemar S.typhi. Vaksin
tersedia dalam bentuk kapsul atau suntikan.
Sumber: http://www.mentorhealthcare.com/news.php?nID=213&action=detail
LO.3.10 Prognosis
Without treatment, death may occur in 10 - 60% of patients with epidemic typhus.
Patients over age 60 have the highest risk of death. Patients who receive treatment quickly should
completely recover. Less than 2% of untreated patients with murine typhus may die. Prompt antibiotic
treatment will cure nearly all patients.
Possible Complications
Renal insufficiency
Pneumonia
Central nervous system damage
Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001363.htm
LI. 4.

Memahami dan Menjelaskan Antibiotik Untuk Thypoid


LO.4.1 Farmakokinetik
LO.4.2
LO.4.3
LO.4.4
LO.4.5
LO.4.6

Farmakodinamik
Indikasi
Kontraindikasi
Efek Samping
Interaksi Obat

LO.4.7 Dosis
LO.4.8 Cara pemberian
4.1
FARMAKODINAMIK Farmakodinamik ialah disiplin ilmu yang menyangkut pengaruh obat
terhadapsel hidup atau mahklukm secara keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi, biokimia
dan patologi.4.2
FARMAKOKINETIK Farmakokinetik
yaitu
disiplin
yang memfokuskan kepada
apa yang dialamiobat yang diberikan pada suatu mahluk, yaitu adsorbsi, distribusi, biotransformasi
danekskresi.
Daftar Pustaka

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta :EGC.

http://dokterblogger.wordpress.com/2011/04/20/demam-dan-pola-polanya/ diambil pada Jumat, 30


Maret 2012 pkl. 19.00 WIB

http://www.medicalcriteria.com/criteria/inf_fuo.htm diambil pada Kamis, 29 Maret2012 pkl. 20.00


WIB

Jawetz, Ernest, et al. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta : EGC

Sudoyo, w Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 5. Hal.2797-2805. Jakarta :
Interna Publishing.

Soegeng Soegijanto. 2002.


Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan
.Jakarta : Salemba Medika.

Sumarmo, dkk. 2010.


Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropisedisi 2
. Jakarta: EGC.

Widodo, Djoko. 2009. Demam Tifoid dalam Sudoyo, Aru W. et.al.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V
. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu PenyakitDalam FKUI.

http://www.medicastore.com/apotik_online/antibiotika/sefalosporin.htm diambil padaJumat, 30 Maret


2012 pkl. 21.00 WIB
Infeksi salmonella disebabkan makanan yang tercemar bakteri tersebut, yang sering menginfeksi sapi
dan unggas, meskipun hewan lain seperti kucing dan hamster terbukti membawa bakteri ini juga.
Peralatan rumah tangga seperti kantong vacuum cleaner juga dapat bertindak sebagai hospes
reservoar.Daging ayam mentah dan telur angsa juga dapat menjadi sumber bakteri Salmonella
enterica.Pendinginan dan pembuahan tidak akan membunuh semua bakteri, tetapi secara substansial

memperlambat atau menghentikan pertumbuhan Salmonella enterica. Pasteurisasi dan iradiasi


makanan dan membunuh Salmonella enterica.

Anda mungkin juga menyukai