Anda di halaman 1dari 35

Teori-teori Perubahan Sosial

Apa itu Teori Perubahan Sosial?


Teori tentang bagaimana masyarakat
berubah serta dinamika dan proses
sekitar perubahan itu.

Kenapa teori Perubahan


Sosial penting dipelajari?
Teori Perubahan Sosial bukan hanya penting
sebagai alat baca realitas sosial, melainkan
juga telah menjadi landasan teoritik untuk
melakukan perubahan sosial.

Sejak tahun 60an sampai 80an teori Perubahan Sosial


mengalami perkembangan yang luar biasa. Berbagai
teori tentang perubahan sosial bermunculan dengan
berbagai variasinya. Untuk mengetahui macammacam teori tersebut bisa dilihat dalam tabel berikut:

Bagaimana memilih teori-teori sosial yang banyak


macamnya tersebut?

Kita tidak dapat memastikan teori mana yang paling benar. Penilaian benar atau
salah akan tergantung dari mana kita menilainya. Misalnya, teori Rostow yang
menjadi landasan teoritik dalam pembangunan Orde Baru dianggap salah bagi rakyat
kebanyakan yang dalam proses pembangunan tersebut justru terjerumus dalam
lubang kemiskinan yang makin dalam, namun sebaliknya bisa juga benar dari sudut
pandang elite yang diuntungkan dalam proses tersebut.
Jadi, ketika suatu pemerintah menggunakan teori perubahan sosial tertentu sebagai
landasan kebijakan-kebijakannya tidak bisa dilihat sebagai suatu pilihan yang tanpa
kepentingan. Untuk mengetahui apa kepentingan tersebut kita harus mengetahui
paradigma apa yang menjadi pijakan teori tersebut.

Apa itu paradigma?


Dapat diartikan sebagai kerangka rujukan atau pandangan
dunia yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan dalam teori.
Paradigma membentuk apa yang mau kita lihat/teliti, bagaimana
kita cara kita melihat sesuatu, apa yang kita anggap masalah
dan perlu dipecahkan, serta metode apa yang digunakan untuk
meneliti dan berbuat. Akibatnya, paradigma juga mempengaruhi
apa yang tidak kita pilih, kita lihat, dan tidak ingin kita ketahui.
Perbedaan paradigma menyebabkan analisa yang berbeda
dalam membaca gejala sosial yang sama. Misalnya,
kemiskinan. Satu paradigma melihat kemiskinan sebagai akibat
kemalasan. Sedang paradigma lain melihatnya sebagai akibat
sistem yang timpang.

Jurgen Habermas

Jurgen Habermas membagi


ilmu sosial dalam 3 paradigma:
1. Instrumental Knowledge
2. Paradigma Interpretif
3. Paradigma Kritik

Instrumental Knowledge
Ilmu sosial dimaksudkan untuk menguasai dan mendominasi
obyeknya. Paradigma ini disebut juga positivisme. Positivisme pada
dasarnya adalah ilmu sosial yang menggunakan pandangan,
metode, dan teknik ilmu alam. Positivisme berambisi untuk
menemukan hukum universal, atau berlaku di mana saja dan kapan
saja. Karenanya, riset sosial harus didekati dengan metode ilmiah,
yakni obyektif, netral, dan bebas nilai atau tidak berpihak.

Paradigma Interpretif
Perkembangan paradigma ini dapat ditelusuri sebelum tahun 70an,
sebagai reaksi atas ilmu sosial positivisme. Paradigma ini
menentang ilmu sosial positivis yang mempelajari realitas sosial
sebagai upaya untuk merekayasanya. Aliran dalam paradigma ini,
misalnya hermeneutic knowledge lebih menekankan minat yang
besar untuk memahami. Semboyannya yang terkenal adalah
biarkan fakta berbicara atas namanya sendiri.

Paradigma Kritik
Ilmu sosial dalam paradigma ini lebih dipahami sebagai proses katalisasi
untuk membebaskan manusia dari segenap ketidakadilan. Berbeda dengan
positivisme, paradigma ini menyakini bahwa sikap netral tidak mungkin
dilakukan. Pilihannya bukanlah mau netral atau tidak, melainkan di posisi
mana harus mengambil sikap. Paradigma kritis juga memperjuangkan
pendekatan yang bersifat holistik, serta menghindari cara berpikir deterministik
dan reduksionistik. Karenanya, mereka selalu melihat realitas sosial dalam
perspektif kesejarahan.

Positivisme vs Kritis

1.

2.

Ilmu sosial positivisme melihat realitas sosial sama halnya seperti ilmu alam melihat
benda-benda semata obyek, yang musti dipahami agar bisa dimanipulasi untuk
kepentingan tertentu. Itulah kenapa dalam paradigma ini rakyat dilihat sebagai obyek pasif
yang menjadi obyek penelitian dan obyek rekayasa. Dalam pandangan tersirat asumsi
bahwa rakyat itu bodoh sehingga tak mampu memecahkan persoalan sendiri, bahkan
mereka merupakan bagian dari masalah itu. Adalah tugas para ahli, peneliti, pengambil
kebijakan untuk merancang dan menyusun berbagai rencana. Lalu para teknisilah yang
turun menjalan rencana-rencana itu untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi
rakyat yang menjadi obyek tersebut. Rakyat dianggap tidak tahu apa-apa yang terbaik
bagi hidup mereka sendiri.
Sebaliknya, paradigma kritis justru menempatkan rakyat sebagai subyek utama
perubahan sosial. Rakyat harus diletakan sebagai pusat proses perubahan dan
penciptaan maupun dalam mengontrol pengetahuan mereka. Bagi paradigma ini, cita-cita
akan keadilan sosial mustahil dapat dicapai tanpa melibatkan kesadaran mereka yang
tertindas. Karenanya, ilmu sosial kritis tidak hanya menjelaskan realitas sosial melainkan
juga membawa praktik pembebasan. Dengan demikian ada dua tugas ilmu sosial:
harus mampu menjelaskan bagaimana sistem sosial yang ada telah menciptakan suatu
bentuk pemahaman atau kesadaran palsu tentang realitas sosial. Akibatnya, masyarakat
dikondisikan untuk menerima suatu keadaan yang tidak adil dan bahkan turut
melanggengkannya. Dengan kata lain, ilmu sosial harus mampu membangkitkan
kesadaran kritis masyarakat.
ilmu sosial harus memfasilitasi timbulnya visi alternatif tentang relasi sosial yang bebas
dari segala bentuk penindasan, eksploitasi, dan ketidakadilan.

Paulo Freire

Freire membagi ideologi ilmu sosial berdasar pandangannya pada


tingkat kesadaran masyarakat.

1. Kesadaran Magis
Suatu teori perubahan sosial yang tidak
mampu melihat hubungan antara satu faktor
dengan faktor lain. Misalnya, teori-teori
semacam ini menjelaskan kemiskinan suatu
masyarakat pada penyebab-penyebab yang
sifatnya di luar faktor manusia, baik alam
maupun supra alam. Teori semacam itu oleh
Freire disebut juga ilmu sosial fatalistik, karena
implikasinya manusia tak berdaya apa-apa
untuk merubah kemalangan itu. Atau
menunggu munculnya Satrio Piningit.

2. Kesadaran Naif
Teori ini melihat manusia sebagai faktor penyebab masalah
sosial. Misalnya, kemiskinan disebabkan oleh kemalasan dan
kebodohan. Solusi yang ditawarkan teori semacam ini
dengan sendirinya berkaitan dengan peningkatan kapasitas
personal. Misalnya, meningkatkan jiwa kewirauswastaan atau
peningkatan motivasi.

3. Kesadaran Kritis
Teori ini melihat aspek struktur sebagai sumber masalah.
Pendekatan struktural menghindari blaming the victims.
Pendekatan ini menunjukkan dan memberi ruang masyarakat
untuk mampu mengidentifikasi ketidakadilan dalam sistem
yang ada, mampu menganalisa cara kerja sistem tersebut,
untuk kemudian memahami bagaimana mentransformasinya.

Teori Pembangunanisme dan


Paska-Pembangunanisme
Untuk memahami bagaimana teori perubahan
sosial dijadikan sebagai paradigma dan
landasan suatu kebijakan sebaiknya kita
telaah pembangunan nasional sejak jaman
Orba sampai sekarang.

Teori pembangunan Orde Baru atau


Pembangunanisme

Pembangunanisme
Selain untuk membendung komunisme dan anti
kapitalisme, teori ini sebenarnya dikembangkan untuk
mengganti formasi sosial kolonialisme yg baru runtuh.
Diskursus pembangunanisme muncul pertamakali pada
tahun 1949, yakni saat presiden AS Harry Truman
mengumumkan kebijakan pemerintahnya. Selanjutnya,
pada masa itu para ahli ilmu sosial amat aktif dan
produktif dalam melahirkan teori-teori modernisasi atau
pembangunan, di antaranya Rostow dan McClelland.
Meski demikian, teori-teori tersebut umumnya melihat
faktor manusia menjadi penyebab utama
keterbelakangan negara-negara dunia ketiga.

Pembangunanisme
Pembangunanisme diterapkan di
Indonesia seiring dengan terbentuknya
rezim Orde Baru, setelah penghancuran
gerakan komunis. Kedua hal tersebut
bukanlah peristiwa yang tidak terkait.
Indonesia pada masa itu di ambang
ancaman revolusi anti kapitalisme. Nasib
sistem kapitalisme di Indonesia yang
dibangun sejak kolonialisme di ujung
tanduk.

Penghancuran PKI
menjadi syarat utama untuk
menyelamatkan kapitalisme
di Indonesia.

Pembangunanisme
Tidak heran, keberhasilan rezim Soeharto
menumpas PKI dan orang-orang yang
dianggap simpatisanya mendapat
sambutan yang hangat di media-media
dan pemerintahan Barat. Modal baik dari
hutang maupun investasi dan tenagatenaga ahli pun segera berdatangan untuk
mendorong apa yang disebut sebagai
pembangunan nasional

Pembangunanisme didasarkan
teori WW. Rostow dan David McClelland.

a.
b.
c.
d.
e.

Teori Rostow menjelaskan bahwa modernisasi adalah proses


bertahap dimana berkembang dari masyarakat tradisional
meningkat ke tahap tertinggi, yakni masyarakat konsumsi tinggi.
Adapun tahapan teori Rostow :
Masyarakat tradisional
Masyarakat pra kondisi tinggal landas
Masyarakat tinggal landas
Masyarakat kematangan pertumbuhan
Masyarakat dengan konsumsi tinggi
Teori ini menjelaskan bahwa untuk melalui tahap-tahap tersebut
diperlukan motor untuk menggerakan proses tersebut, yakni elite
wiraswasta.

Teori David McClelland


Jika Rostow berangkat dari teori ekonomi,
David McClelland melihat kemajuan suatu
negara diasalkan pada aspek psikologi
sosial. Menurutnya, suatu negara yang
pertumbuhan ekonominya mengalami
kemajuan yang pesat disebabkan oleh
tingginya Nach (the need for achievment).
Nach adalah suatu nilai-nilai dan motivasi
untuk bekerja lebih keras, pintar mencari
peluang, dan berusaha mencapai prestasi.

Repelita
Berdasarkan kedua teori tersebutlah, Orde Baru
perencanaan pembangunan nasional. Dari
Rostow, pemerintah membuat program lima
tahunan atau lebih dikenal Repelita (Rencana
Pembangunan Lima Tahun). Dari Rostow dan
McClelland, pemerintah giat menggalakan jiwa
kewiraswastaan dengan mengadakan pelatihanpelatihan dan seminar-seminar serta
mengarahkan pendidikan yang para lulusannya
menjadi siap pakai. Kita masih ingat konsep Link
and Match yang dulu kerap
digembargemborkan.

LSM-LSM
Teori Rostow dan McClelland ini ternyata juga
sangat kuat pengaruhnya di kalangan LSM pada
tahun 80an. Teori-teori tersebut bahkan dengan
sangat tekun dilaksanakan oleh LSM-LSM di
bawah judul program pembangunan
masyarakat, usaha bersama, pengembangan
industri kecil dan pengingkatan kewiraswastaan
dan usaha kecil. Dalam pelatihan-pelatihan
community development yang dibuat LSM,
pelatuhan Achievement Motivation Training yang
dikembangkan oleh McClelland menjadi mata
pelatihan wajib.

Mengapa teori pembangunanisme diterima dan diadopsi meski


sebenarnya tak lebih dari bungkus baru dari kolonialisme yang lebih
halus?
1. politik bantuan/hutang. Hutang menjadi alat yang efektif untuk
menekan negara penghutang mematuhi syarat-syarat yang
ditetapkan. Dikursus pembangunanisme dapat ditanamkan secara
efektif melalui penggelontoran hutang.
2. mendidik para pemimpin dunia ketiga, baik dalam bentuk pelatihan
maupun perjalanan observasi ke AS. Mencontoh Indonesia pada
66.
3. melalui sarana agama. Banyak studi agama diarahkan pada peran
agama dalam pembangunan, sehingga perlunya sekularisasi
menjadi bahasa resmi para pemimpin agama dunia ketiga.
4. menggunakan fungsi pelatihan dan riset dari tenaga universitas
AS.

Pasca-Pembangunanisme
Krisis ekonomi pada tahun 97an mengahiri rejim Orde Baru
sekaligus diskursus pembangunanisme yang dianutnya. Namun,
krisis tersebut tidak dianggap sebagai kegagalan pembangunanisme
oleh para pendukungnya. Rejim yang koruplah menjadi biang
keladinya. Negara terlalu turut campur dalam urusan ekonomi
menciptakan peluang munculnya kronisme pemburu rente, yang
mendistorsi efesiensi pengunaan alokasi sumberdaya dan
menghasilkan rezim yang diberi utang dan investasi yang berlebihan.

Lantas bagaimana solusinya?


Jawaban itu sebenarnya sudah
disiapkan jauh-jauh hari, bahkan sejak
krisis kapitalisme pada tahun 30an.
Jawabannya adalah globalisasi
kapitalisme.

Mengapa demikian?
ini sebenarnya hanyalah bagian dari sejarah
dominasi dan eksploitasi manusia atas
manusia yang diperkirakan sudah
berlangsung sejak 500 tahun yang lalu.

Proses sejarah dominasi dan eksploitasi tersebut dapat


dibagi menjadi 3 periode:

Fase pertama: kolonialisme


Pada masa ini kapitalisme mengalami
perkembangan awal. Kolonialisme
dibutuhkan untuk menyediakan bahan
mentah dan membuka pasar baru
sehingga menghindarkan krisis
overakumulasi.

Fase kedua: pembangunanisme


Ditandai dengan kemerdekaan negaranegara dunia ketiga secara fisik, namun
dominasi dari negara-negara penjajah
masih tetap berlangsung melalui kontrol
terhadap teori dan perubahan sosial
mereka. Teori pembangunanisme
berperan untuk melegetimasi proses ini.

Fase ketiga: neoliberalisme


Ditandai dengan upaya untuk mendorong
negara-negara dunia ketiga dalam
ekonomi global. Teori neoliberal atau
pasar bebas menyakini bahwa
kemakmuran akan dapat dicapai apabila
perekonomian semakin terintegrasi dalam
sistem ekonomi dunia.

Penutup
Pada masa kolonialisme, ilmu sosial mengembangkan teori evolusi
atau darwinisme untuk melegitimasi kolonialisasi tersebut.
Selanjutnya, pada masa pembangunan ilmu sosial mengembangkan
teori pembangunanisme. Sedangkan, pasca-pembangunanisme
teori neoliberal atau pasar bebas menjadi alat legetimasinya. Meski
demikian, secara teoritik sebenarnya tidak ada perubahan ideologi
dari ketiga teori tersebut. Semuanya kalau kita perhatikan teori-teori
perubahan sosial di atas dapat dikategorikan dalam paradigma
Instrumental Knowledge dalam pembagian Habermas dan
paradigma kesadaran naif dalam pembagian Freire. Dengan kata
lain, teori-teori tersebut lebih menekankan pada manusia sebagai
sumber masalah dan persoalan-persoalan yang bersifat teknis,
sedangkan struktur yang timpang dan relasi kuasa yang muncul dari
situasi itu diabaikan. Sekali lagi, kenapa paradigma-paradigma
semacam itu dipilih bukanlah karena pilihan itulah yang terbaik
melainkan lebih karena sejauh mana paradigma-paradigma itu
mampu melanggengkan sistem yang menguntungkan elite-elite
penguasa.

Anda mungkin juga menyukai