Anda di halaman 1dari 2

Mulailah berpikir matang dalam setiap keputusan

Kendalikan ego dan emosi penting untuk jenjang karier seseorang.


Ada beberapa alasan yang memang tidak logis dan terdengar 'kekanak-kanakan' saat seseorang mengajukan
pendunduran diri. Apa saja kira-kira?
"Keputusan bodoh yang pernah gue buat adalah waktu gue memutuskan untuk resign dari kantor gue waktu
itu. Gue emang ada konflik sama atasan gue karena menurut gue sistem kerjanya bikin eksekusi proyek jadi
enggak efisien. Akhirnya gue mengalah dan gue resign, dan belakangan gue tau kalau pekerjaan gue itu
sebenernya key success buat gue, tapi cuma karena konflik sama atasan, akhirnya gue kehilangan satu
pekerjaan yang bisa jadi batu lompatan besar untuk karier gue ke depan..."
-Mr. X, 29 tahun, Completion EngineerPernah mengalami situasi seperti teman saya tadi? Untungnya saya pribadi belum pernah. Saat meniti
karier, sering kali seseorang tersandung dengan beberapa masalah di tempat kerja yang memang tak
jarang menyentuh area prinsip dan privasinya. Bagi sebagian orang, konflik internal dalam pekerjaan itu
adalah hal yang wajar sebagai bumbu profesi untuk dapat memacu kinerja masing-masing individu. Lantas,
bagaimana jika konflik berkepanjangan yang terjadi dalam lingkungan kerja itu berujung pada sikap
pengalahan diri dan berhenti dari pekerjaan? Jelas saja, tindakan ini dapat dipandang sebagai aksi salah
langkah karena hanya akan membuat Anda 'gigit jari' di esok hari.
Banyak faktor lain yang terkadang membuat orang gelap mata untuk kemudian mengambil
keputusan tanpa berpikir panjang, resign. Yang disesalkan, biasanya alasan-alasan pengunduran diri itu
tidak diperkuat dengan argumen dan latar belakang yang kuat. Apa yang sesungguhnya memotivasi orang
untuk mengundurkan diri dari tempat kerjanya? Apakah sekadar gaji yang tidak mencukupi, taraf hidup
meningkat, ingin mencari pengalaman di tempat lain, terlibat perselisihan di lingkungan kerja, hilangnya
kenyamanan, atau... love affair? Hal-hal tadi seharusnya menjadi perhatian pokok seorang pria sebelum ia
membuat suatu keputusan besar. Apakah dengan keluar dari pekerjaan akan menyelesaikan masalahnya?
Apakah cadangan tabungannya mencukupi untuk menghidupi dirinya (atau malah keluarga) selama ia
menganggur?
Hati-hati, di zaman serba sulit seperti saat ini, pekerjaan adalah salah satu pundi uang yang sayang jika Anda
sia-siakan begitu saja. Anda boleh membenci atasan, tapi jangan pernah membenci pekerjaan Anda. Berikut
ini ada beberapa alasan yang menurut kalangan profesional tergolong alasan 'bodoh' untuk berhenti
kerja. Perhatikan, jangan sampai kredibilitas Anda jadi taruhannya!
Beberapa alasan konyol saat berhenti dari pekerjaan, berkonflik dengan rekan kerja salah satunya.
Sumber: flickr.com

The Boss Killer

Alasan yang satu ini cukup sering terlontar dari orang-orang yang memutuskan untuk berhenti dari
pekerjaannya. Anda mungkin lupa, saat tidak menyukai karakter dan attitude atasan, lantas setiap berangkat
ke kantor Anda lupa tugas sesungguhnya. Yang Anda tahu hanyalah bagaimana dapat menangkis atau
bahkan membalas saat atasan melancarkan serangan pada diri Anda. Sikap defensif Anda malah bisa
menjadi bumerang yang berbahaya saat posisi kurang beruntung, karena Anda sudah lebih dulu
menjadikan diri sebagai pasukan boss haters dari pada profesionalitas. Sekali lagi coba tekankan pada
diri untuk mencintai pekerjaan, bukan mencintai bos Anda! Hal serupa bisa jadi Anda alami saat
mengemban posisi sebagai atasan, apa yang dilakukan atasan Anda saat ini harusnya bisa menjadi cerminan
untuk membentuk karakter leadership yang akan Anda jalani.

How to Deal With Conflict

Berbeda cara pandang, inisiatif, sampai urusan sikut-sikutan dengan kolega di tempat kerja rasanya sudah
biasa. Tetapi jika persaingan menjadi bibit perselisihan, maka saat itulah Anda harus hati-hati.
Beberapa orang berkata jangan pernah percaya pada siapa pun di tempat Anda bekerja, percaya pada diri

sendiri dan tunaikan pekerjaan Anda. Bagaimana menurut Anda? Rasanya pernyataan tadi ada benarnya
juga. Saat Anda mulai merasa tidak comfort dengan hubungan pertemanan di tempat kerja, maka usahakan
untuk tetap fokus pada profesionalitas Anda. Jangan sampai dengan adanya perselisihan itu Anda
menunjukkan sikap kekanan-kanakan seperti tidak mau kalah, balas membalas, atau saling menjatuhkan.
Berkonflik boleh, tapi buatlah konflik yang elegan, tetap bermain cantik, and keep it lay low!

Conducive Working Environment

Siapa tak suka bekerja dalam lingkungan yang nyaman, bersahabat, dan penuh 'kebebasan'? Jelas itu adalah
impian setiap orang. Makanya, mungkin Anda pernah mendengar seseorang berhenti dari pekerjaannya
karena ia tidak merasa nyaman dengan lingkungan tempatnya bekerja. Dapatkah itu dijadikan suatu alasan
yang baik saat mengundurkan diri? Sayangnya tidak. Saat Anda memutuskan untuk berhenti karena
lingkungan kerjanya menurut Anda tidak kondusif, maka orang lain akan menilai diri Anda masih
dipenuhi ego dan sikap idealis yang berlebihan. Percaya atau tidak, saat Anda mencari pekerjaan lain dan
menemukan lingkungan kerja yang lagi-lagi menurut Anda tidak kondusif, maka Anda sedang membuat
daftar hitam bagi diri sendiri. Tidak ada perusahaan yang sempurna, yang ada hanyalah kelihaian pribadi
seseorang untuk dapat beradaptasi dengan sistem dan lingkungan yang ada.

Nobody Cares About You?

Jelas saja, Anda sedang bekerja di sebuah tempat kerja yang masing-masing individu memiliki kepentingan,
kewajiban, hak, dan kebutuhannya masing-masing. Anda sedang tidak berada di Sekolah Dasar di mana saat
Anda tidak mengerti suatu materi, maka Bu Guru akan dengan senang hati mengajari. Beranikan diri untuk
menyampaikan inisiatif atau aspirasi saat ada kesempatan, tapi ingat, tetap dalam batasan-batasan yang
wajar. Kalau Anda merasa terpuruk karena tidak ada yang mempedulikan atau tidak menghargai
keberadaan Anda, jelas berarti kesalahan ada pada diri Anda. Itu semua akan semakin fatal jika rasa
tidak dipedulikan dan tidak dihargai tadi menjadi senjata pengunduran diri Anda. Atasan pasti akan
menerima pengunduran diri Anda, tapi dalam hati ia pasti tertawa. Saat itulah track hitam menjadi catatan
dalam CV Anda... be careful, bro!

Offended at Being Ignored

Selalu merasa diabaikan. Apa jadinya saat Anda melamar pekerjaan pada saat sesi interview ada pertanyaan
seputar hal ini; apa yang membuat Anda berhenti dari pekerjaan sebelumnya? Saya tidak menyukai
lingkungan kerjanya karena saya merasa terasing dan diabaikan. Maaf, tapi pewawancara nampaknya
membutuhkan jawaban yang sifatnya lebih strategis dan profesional. Bukan urusan siapa-siapa saat Anda
merasa terasing atau diabaikan di tempat kerja. Anda lah yang harus menunjukkan eksistensi diri
dengan kinerja yang terus meningkat dari waktu ke waktu, bukan juga dengan saling
menggunjingkan rekan kerja. Ketika orang-orang di sekitar seperti acuh tak acuh dengan diri Anda,
cobalah untuk introspeksi, siapa tahu ada kesalahan yang mungkin tidak Anda sadari.

Always Feel Bored

Saat Anda melamar dalam suatu lapangan pekerjaan dan mendapatkannya, seharusnya Anda sudah
memahami betul seluk-beluk bidang pekerjaan yang akan digeluti. Beda-beda tipis dengan relationship,
kebosanan dalam pekerjaan dapat Anda atasi dengan mencari alternatif baru untuk menyegarkan
ritme bekerja. Jangan lantas putus asa saat kebosanan melanda dan memutuskan untuk berhenti dari
pekerjaan Anda. Jika Anda melakukannya, pasti atasan akan melabeli diri Anda sebagai seorang quitter.
Rasa bosan bisa timbul di mana saja dan kapan saja, tapi jangan jadikan hal itu sebagai alasan untuk Anda
berhenti berkarya. Alihkan kebosanan Anda pada hal lain untuk memberi pikiran distraksi sementara
sebelum kembali pada rutinitas sebelumnya. Dalam hal ini, diri Anda lah yang harus cerdik mengakali agar
tidak terjebak dalam rasa bosan yang berpotensi memupuskan segala kreatifitas Anda.

Anda mungkin juga menyukai