Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan daerah tropis sehingga sering terjadi biang keringat (miliaria)
karena cuaca yang panas sangat berpengaruh untuk terjadinya biang keringat. Miliaria
merupakan suatu penyakit akibat penyumbatan saluran keringat dimana biasanya terdapat pada
bayi dengan kondisi premature. Namun, seiring dengan pertumbuhan anak, kemungkinannya
berkurang sehingga hanya kisaran 40% dewasa yang mempunyai kecenderungan untuk terkena
miliaria. .Hal ini tampaknya mencerminkan peningkatan kekuatan stuktur dari saluran ekrin
berdasarkan umur, sehingga disamping perkembangan dari penutupan pori dan anhidrosis, ruptur
saluran gagal terjadi dan tidak terdapat bentuk vesikel dari miliaria.
Di dalam kondisi tropis yang ekstrim dan kronik, jumlah dari orang dewasa yang
kemungkinan terkena miliaria terbukti meningkat dari 70% menjadi 90% dan lebih dari 40%
pada kondisi panas yang sedang. Tidak ada predisposisi berdasarkan jenis kelamin ataupun ras
dan miliaria bisa didapatkan pada semua umur.5 Paparan panas dalam jangka waktu lama,
lingkungan yang lembab, seperti terdapat pada daerah tropis dan pekerjaan yang berhubungan
dengan hal itu, memungkinkan untuk terkena miliaria. 4 Miliaria kristalina biasanya diperlihatkan
pada umur tua, pasien lemah yang relatif berbaring dan tidak bergerak di tempat tidur, keadaan
yang menimimalkan kemungkinan rupturnya vesikel-vesikel ini. Tidak ada keadaan penyakit
yang diketahui memungkinkan sebagai penyebab miliaria.
Data terbaik mengenai insidens miliaria pada bayi baru lahir adalah hasil survey di
Jepang pada lebih dari 5000 bayi. Survei ini mengatakan bahwa Miliaria kristalina didapatkan
4,5% dari neonatus, dengan usia rerata 1 pekan. Miliaria Rubra didapatkan 4% dari
neonatus dengan usia rerata 11 14 hari. Di seluruh dunia, miliaria paling banyak di lingkungan
tropis, terutama pada orang yang baru pindah dari lingkungan tropis yang temperaturnya lebih
panas.
Miliaria pada dasarnya dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan serta prognosisnya baik
jika ditanganin secara tepat. Oleh karena itu, penulis membuat makalah mengenai miliaria ini
dengan harapan dapat memberikan informasi mengenai penyakit miliaria sehingga dapat
dilakukan penanganan secara tepat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai dengan adanya vesikel
milier. Retensi dari kelenjar keringat ini merupakan dampak dari oklusi ductus keringat ekrin,
mengakibatkan erupsi yang biasanya terjadi saat cuaca panas, iklim yang lembab, seperti pada
daerah tropis dan selama musim panas.
Miliaria terjadi sebagai akibat dari gangguan integritas saluran kelenjar keringat dan
sekresi keringat ke lapisan epidermis. Paparan sinar ultraviolet, adanya orgaanisme di kulit, dan
episode berkeringat yang berulang mendukung faktor-faktor ini. Berdasarkan gambaran klinis
dan temuan histopatologis, miliaria dibedakan menjadi 4 kelas : miliaria kristalina, miliaria
rubra, miliaria pustulosa, dan miliaria profunda. Miliaria juga dikenal dengan sebutan biang
keringat, keringat buntet, liken tropikus, atau prickle heat.
B. Epidemiologi
Miliaria umum terjadi pada bayi pada minggu pertama kehidupannya dimana saat ini bayi
sedang beradaptasi dengan lingkungannya, dan pada segala usia pada suhu yang panas,
berkeringat berlebihan, terjadi sumbatan pada kelenjar keringat atau kombinasi faktor-faktor ini.
Miliaria terjadi pada individu dari semua ras, meskipun beberapa studi menunjukan
bahwa orang Asia yang memproduksi keringat lebih sedikit dibandingkan kulit putih kurang
cenderung memiliki miliaria rubra. Predileksi jenis kelamin umumnya sama. Miliaria rubra dan
miliaria kristalina dapat terjadi pada segala usia. Tetapi yang paling umum pada bayi. Data
terbaik tentang kejadian miliaria pada bayi baru lahir adalah dari survei jepang lebih dari 5000
bayi, survey ini mengungkapkan bahwa miliaria kristalina ditemukan pada 4,5% dari neonatus
dengan usia rata-rata 1 minggu. Miliaria rubra muncul 4% pada neonatus, dengan usia rata-rata
11-14 hari. Sebuah studi survei 2006 dari Iran menemukan angka kejadian miliaria dari 1,3 %
pada bayi baru lahir. Dan sebuah survei pasien anak di Norheastren India memperlihatkan
kejadian miliaria 1,6%. Miliaria profunda lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan
pada bayi dan anak-anak. Di seluruh dunia, miliaria paling banyak di lingkungan tropis,

utamanya orang-orang yang baru saja pindah dari lingkungan tropis yang temperaturnya lebih
panas. Miliaria telah menjadi masalah penting bagi personil tentara Amerika dan Eropa yang
bertugas di Asia Tenggara dan Pasifik.
C. Etiologi
Tiga bentuk miliaria (miliaria kristalina/sudamina, miliaria rubra/prickly heat, dan
miliaria profunda) terjadi akibat dari baik oleh adanya obliterasi ataupun oleh adanya gangguan
pada saluran kelenjar keringat. Tipe miliaria ini berbeda dalam bentuk gejala klinis akibat adanya
perbedaan level dimana letak obliterasi ini terjadi, meskipun beberapa penulis meyakini bahwa
adanya gangguan pada ductus kelenjar keringat ini lebih memegang peranan penting
dibandingkan dengan tingkat obliterasinya. Pada miliari kristalina, obstruksi yang terjadi sangat
superficial pada stratum corneum dan vesikel terletak pada subcorneum. Pada miliaria rubra,
perubahan lebih lanjut yang terjadi termasuk keratinisasi dari bagian intraepidermal dari saluran
2

kelenjar keringat, dengan adanya kebocoran dan pembentukan vesikel di sekitar saluran.
Sedangkan pada miliari profunda, terdapat ruptur pada saluran kelenjar keringat pada tingkat
atau dibawah dermal-epidermal junction.
D. Patogenesis
Patogenesisnya belum diketahui pasti, terdapat 2 pendapat. Pendapat pertama
mengatakan primer, banyak keringat dan perubahan kualitatif, penyebabnya adanya sumbatan
keratin pada muara kelenjar keringat dan perforasi sekunder pada bendungan keringat di
epidermis.
Jika kondisi lembab dan panas tetap bertahan, individu terus memproduksi keringat
secara berlebihan tetapi tidak dapat mengeluarkan keringat kepermukaan kulit karena adanya
penyumbatan duktus. Hasil penyumbatan ini adalah terjadinya kebocoran saluran kelenjar
keringat yang menuju ke permukaan kulit, baik dalam dermis maupun epidermis dengan
anhidrosis relatif. Ketika titik kebocoran terletak pada stratum corneum atau tepat dibawahnya,
seperti miliaria kristalina, peradangan kecil yang akan muncul, dan lesinya akan asimptomatik.
Sebaliknya, di miliaria rubra, yang kebocoran keringat ke dalam lapisan subcorneal
menghasilkan vesikel spongiotik dan infiltrat sel radang periductal kronis pada lapisan papillare
dermis dan epidermis bagian bawah. Pada miliaria profunda, keluarnya keringat ke lapisan

papillare dermis menghasikan infiltrat limfositik periductal dan spongiosis saluran intraepidermal.
Pendapat kedua mengatakan bahwa primer kadar garam yang tinggi

pada kulit

menyebabkan spongiosis dan sekunder terjadi pada muara kelenjar keringat. Staphylococcus
diduga juga mempunyai peranan. Miliaria juga dihubungkan dengan pseudohypoaldosteronisme,
meskipun agak jarang. Kadar garam yang tinggi pada keringat dapat memicu kerusakan saluran
ekrin, yang akan menyebabkan lesi yang mirip dengan lesi pada miliaria rubra. Bakteri yang
mendiami permukaan kulit, seperti Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus,
diperkirakan memainkan peran dalam patogenesis miliaria. Dalam miliaria tahap akhir, terdapat
hiperkeratosis dan parakeratosis dari acrosyringium. Sumbat hiperkeratotik mungkin muncul dan
menghalangi saluran ekrin, tapi hal ini sekarang diyakini sebagai tahap akhir dan bukan
penyebab atau pencetus dari oklusi.
E. Diagnosis
1. Gejala Klinis
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan tambahan, umumnya disertai rasa gatal,
terutama ada bagian tubuh yang tertutup pakaian. Penyakit ini diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Miliaria kristalina
Pada miliaria kristalina, oklusi dari saluran ekrin pada permukaan kulit menyebabkan
andanya akumulasi dari keringat dibawah permukaan stratum corneum. Vesikel
bersifat jernih, berdinding tipis, dengan ukuran 1-2 mm, dan tanpa adanya area
inflamasi, umumnya asimptomatik. Vesikel ini kemudian akan ruptur, dan diikuti
dengan deskuamasi superficial. Vesikel berisi keringat ini terletak dekat dengan
permukaan kulit dan tampak seperti tetesan embun yang jernih. Tidak tampak eritem
atau hanya sedikit, dan lesinya bersifat asimptomatik. Vesikel dapat muncul sedikit
atau berkelompok dan paling sering menyerang balita, orang dengan tirah baring, atau
orang yang sedang kepanasan.

Gambar 1 : miliaria kristalina (dikutip dar kepustakaan 2)


b. Miliaria rubra
Miliaria rubra (pricky heat) terjadi akibat obstruksi pada kelenjar keringat yang
menuju di epidermis dan dermis bagia atas, menyebabkan munculnya papul inflamasi
yang gatal disekitar pori-pori. Miliaria rubra sering pada anak-anak dan orang dewasa
setelah episode berkeringat yang berulang dalam keadaan yang panas dan lembab.
Erupsi ini biasanya mereda dalam sehari setelah pasien berada pada lingkunga yang
lebih dingin. Beberapa kasus dari miliari rubra akan membentuk pus, yang akan
menjadi miliari pustulosa. lesi miliaria rubra ini muncul sebagai lesi yang khas,
sangat gatal, berbentul papulovesikel eritematous yang disertai dengan rasa seperti
tertusuk-tusuk, terbakar, atau kesemutan.

Gambar 2 : Miliaria rubra (dikutip dari kepustakaan 2 dan 6)

c. Miliaria profunda

Bentuk ini hampir selalu mengikuti serangan berulang dari miliaria rubra, dan tidak
lazim ditemukan kecuali pada daerah-daerah tropis. Lesinya pada umumnya mudah
terlewatkan dalam pemeriksaan. Kulit yang terkena pada umumnya muncul dengan
papul pucat dan solid dengan ukuran 1-3 mm, khususnya pada batang tubuh, dan
kadang-kadang pada anggota gerak. Tidak ada rasa gatal ataupun rasa tidak nyaman
pada lesi kulit. Miliaria profunda terjadi ketika keringat merembes ke lapisan dermis
yang lebih dalam. Selama paparan panas yang intens atau setelah injeksi lokal agen
kolinergik, kulit yang terkena dapat tertutupi dengan papul yang berwarna daging
yang multipel. Adanya oklusi saluran ini dalam tingkatan yang bervariasi merupakan
penyebab miliaria.

Gambar 3 : Miliaria profunda (dikutip dari kepustakaan 7)


d. Miliaria pustulosa
Miliaria pustulosa didahului oleh dermatitis lain yang telah menyebabkan jejas,
destruksi, atau bloking pada saluran keringat. pustul gatal ini paling sering terletak
pada area intertriginosa, permukaan flexor ekstremitas, scrotum, dan punggung pasien
dengan tirah baring. Dermatits kontak, lichen simplex kronis, dan intertrigo sering
dihubungkan dengan miliaria pustulosa, meskipun miliaria terjadi beberapa minggu
setelah adanya penyakit-penyakit ini. Episode yang rekuren mungkin sebagai tanda
adanya pseudohipoaldosteronisme tipe I.

Gambar 4 : Miliaria pustulosa (dikutip dari kepustakaan 2)

2. Pemeriksaan Fisis Dermatologi


a. Lesi primer
Lesi histologis primer awal pada miliaria yaitu vesikel intraepidermal kristalin yang
berkembang menjadi papul eritem kecil dengan oklusi. Pustul dapat terbentuk
kemudian.
b. Lesi sekunder
Infeksi sekunder dapat menyebabkan impetiginiasi
c. Distribusi lesi
Distribusi mikro
Periporal (mengelilingi orificium saluran keringat)
Distribusi makro
Papul periporal dalam jumlah besar muncul secara simetris pada area batang
tubuh, dan intertriginosa. Area wajah, lengan, telapak tangan, dan telapak kaki
tidak ditemukan.

Gambar 5 : Mikrodistribusi miliaria (dikutip dari kepustakaan 8)

3. Gambaran histopatologi
Pada miliaria kristalina vesikel intrakorneal atau subkorneal tanpa sel-sel inflamasi
disekitarnya, obstruksi saluran ekrin dapat diamati dalam stratum korneum. Pada miliaria
rubra, spongiosis dan vesikel spongiotik yang diamati dalam stratum malphigi, berkaitan
dengan saluran keringat ekrin, tampak peradangan periduktal. Pada lesi awal miliaria
profunda, infiltrat periductal limfositik ini terdapat dalam papillare dermis dan epidermis
bagian bawah. Eosinofilik resisten diastase Periodic Acid Schiff (PAS) positif dapat
dilihat dalam lumen duktus. Pada lesi tingkat lanjut, sel-sel inflamasi mungkin ada pada
dermis bagian bawah, dan limfosit memasuki saluran ekrin. Spongiosis dari epidermis
sekitarnya dan hiperkeratosis parakeratotic dari acrosyringium yang dapat diamati.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada miliaria kristalina pemeriksaan sitologi dari isi vesikuler gagal untuk menemukan
sel-sel inflamasi atau sel raksasa berinti (seperti yang diharapkan pada herpes vesikel).
Pada miliaria pustulosa pemeriksaan sitologi isi pus menunjukan sel-sel inflamasi. Tidak
seperti eritema toxicum neonatorum, eosinofil tidak menonjol. Pewarnaan Gram dapat
mengungkapkan adanya coccus Gram positif (misalnya staphylococcus).

F. Diagnosis banding
1. Folikulitis

Folikulitis adalah infeksi bakteri lokal pada satu folikel rambut. Disertai dengan pustule
dan eritema. Folikulitis pada wajah dikenal sebagai Acne vulgaris. Pada tahap lanjut
menjadi furunkel atau karbunkel. Lesi pada kulit bisa terjadi krusta dalam beberapa hari
dan kambuh tanpa skar pada kebanyakkan kasus.

Gambar 6 : Staphylococcal folliculitis (dikutip dari kepustakaan 3)


2.

Kandidasis
Kandidosis adalah infeksi pada kulit atau mukosa yang disebabkan oleh jamur genus
Candida. Tes KOH (+). Lesi satelit (+).(3)

Gambar 7 : Kandidiasis intertriginosa dengan lesi satelit tipikal (dikutip dari kepustakaan 3)

G. Penatalaksanaan
1.

Penatalaksanaan Umum
Penderita sebaiknya menghindari aktivitas/keadaan yang memicu berkeringat, karena hal
ini dapat mengeksaserbasi gejala dan mereaktivasi erupsi. Suhu yang tinggi, khususnya
dengan kadar kelembaban tinggi atau ketika memakai pakaian ketat aakan memperburuk

10

penyumbatan kelenjar keringat. Pakaian yang dikenakan sebaiknya berbahan ringan,


2.

longgar, dan menyerap keringat untuk menjaga tingkat kelembaban kulit.(8)


Terapi Topikal
Penanganan yang dapat dipertimbangkan untuk mempercepat resolusi miliaria adalah
dengan lubrikasi epidermal. Penggunaan lubrikan OCT yang mengandung urea dan hydroxy acid. Penggunaan topikal Lanolin Anhidrose juga dilaporkan bermanfaat.
Lanolin Anhidrose meringankan penyumbatan pori-pori dan dapat membantu sekresi
keringat yang normal. Oinment hidrofilik juga membantu dalam mengurangi sumbatan
keratinosa dan membantu

memperlancar aliran sekresi keringat. Beberapa data

mengungkapkan penggunaan sabun antibakteri juga dapat menguntungkan, dan pada


kasus-kasus refrakter, penggunaan intermitten sabun atau losion Benzoil Peroxida juga
dapat membantu. Losion Kalamine juga mungkin bermanfaat untuk mengurangi rasa
tidak nyaman, tetapi karena efek mengeringkannya, emolien lunak seperti krim minyak
dapat mencegah timbulnya kerusakan epidermis yang lebih lanjut.
3. Terapi Sistemik
Antibiotik sistemik sebaiknya digunakan ketika ada bukti yang jelas adanya infeksi
sekunder. Penggunaan antibiotik harus berdasarkan kultur dan sensitivitasnya. Obat ini
tidak berefek pada proses primer dan tidak dibutuhkan untuk penanganan pada kasus
miliaria saja. Terapi awal sebaiknya yang berkenaan dengan spektrum sensitivitas S.
epidermidis dan antibiotik yang dipilih harus dapat mencapai kelenjar keringan dan
permukaan kulit. Jika tidak ada sepsis sekunder yang luas, efek dari antibiotik topikal
atau sistemik ataupun obat-obatan antibakterial lainnya dalam penanganan miliaria
mengecewakan, namun terdapat beberapa aturan dalam penggunaan profilaksis. Asam
Askorbat oral 500 mg dua kali sehari dapat menurunkan derajat keparahan miliaria dan
derajat anhidrosis pada penyakit yang akan muncul kemudian. Isotretinoin juga
dilaporkan dapat membantu pada kasus miliari profunda yang sulit.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling umum pada miliaria adalah infeksi sekunder yang dapat muncul
sebagai impetigo atau karena beberapa abses terpisah dikenal sebagai periporitis staphylogenes.
Selain itu, intoleransi panas yang paling mungkin untuk berkembang pada pasien dengan

11

Miliaria profunda yang dikenal dengan anhidrosis kulit. Dalam bentuk yang paling parah,
intoleransi panas ini dikenal sebagai anhidrotic tropis asthenia.
I.

PENCEGAHAN

Usaha-usaha preventif dilaksanakan dengan mengontrol panas dan kelembaban sehingga


keringat tidak distimulasi. Cara-caranya antara lain:
-

Mengobati demam

Tidak menggunakan pakaian yang tidak menyerap keringat

Mencegah evaporasi

Membatasi aktivitas yang berlebihan, penggunaan air kondisioner

Pindah ke tempat yang iklim lebih dingin.

J. Prognosis
Kebanyakan pasien sembuh dalam hitungan minggu, setelah mereka pindah ke
lingkungan yang dingin.

BAB III
KESIMPULAN
Miliaria merupakan penyimpanan keringat yang dihasilkan karena sumbatan pada duktus
eksokrin, yang menghasilkan sebuah erupsi yang biasanya pada cuaca panas, lembab seperti
iklim tropis dan selam musim panas pada iklim sedang.
Terdapat 4 bentuk klasifikasi miliaria yaitu miliaria kristalina, miiaria rubra, miliaria
profunda serta miliaria pustula. Miliaria kristalina dikarakteristikan dengan vesikel kecil, bersih,
sangat superfisial, tidak ada reaksi peradangan, bersifat asimptomatik. Miliaria rubra muncul
sebagai diskret, pruritik, papulovesikel, eritema, disertai nyeri seperti tertusuk, rasa terbakar, dan
rasa geli. Miliaria pustulosa ditandai dengan pustula jelas, gatal, superfisial, sendiri-sendiri

12

sesuai folikel rambut, dan biasanya didahului oleh infeksi kulit yang lain. Miliaria profunda
ditandai dengan papul yang keputihan, tidak gatal, warna seperti daging, kedudukan lebih dalam,
bersifat asimptomatik.
Faktor utama yang berperan bagi perkembangan miliaria adalah kondisi panas tinggi dan
kelembaban yang menyebabkan berkeringat berlebihan. Penyumbatan kulit karena pakaian,
perban dapat berkontribusi untuk pengumpulan keringat pada permukaan kulit dan pengeluaran
cairan atau keringat berlebih (overhydration) dari lapisan korneum. Pada orang yang rentan,
termasuk bayi, yang relatif belum matang kelenjar ekrinnya, pengeluaran cairan atau keringat
(overhydration) dari stratum korneum dianggap cukup untuk menyebabkan penyumbatan
sementara dari acrosyringium.
Pada prinsipnya pengobatan yang paling efektif untuk pasien mialiaria adalah
menempatkan pasien di lingkungan yang dingin. Lotion anhidros diberikan untuk mencegah atau
menghilangkan sumbatan sehingga keringat dapat keluar ke permukaan kulit. Selain itu juga
diberikan salep hidrofilik, talk untuk bayi dan losio. Pemberian kolamin lotion dapat
memberikan rasa sejuk juga dapat diberikan antibiotik topikal seperti krim kloramfenikol.

DAFTAR PUSTAKA
12

1. James WD, Berger TG, Elston DM. Miliaria. Andrews Disease of The Skin Clinical
Dermatology. 10th ed. Philadhephia: Elsiviers Health Sciences Rights Department. WB
Saunders Company; 2006: p.23-24.
2. Shimizu H. In Shimizus Textbook of Dermatology. Japan: Department of Dermatology
Hokkaido University; 2006. Chapter 19, Disorders of the skin appendages; p.312-315.
3. Levin NA. Dermatologic Manifestations of Miliaria Treatment & Management. New York:
Medscape.

2012.

(diakses

pada

tanggal

http://emedicine.medscape.com/article/1070840-overview)

Desember

2013

13

4. Carter R, Garcia AM, Souhan BE. Patients presenting with miliaria while wearing flame
resistant clothing in high ambient temperatures: a case series. J Med US Case Report. 2011;
5: 474.
5. Siregar RS. Miliaria. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran Universitas Indonesia. EGC; 2005: h.50-51.
6. Natahusada EC. Miliaria. Dalam: Juanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007:
h.276-277.
7. Sastrodiprodjo S, Harahap M. Miliaria. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000:
h.245-247.

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa , atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan paper ini, dengan judul Miliaria sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti kegiatan di Kepaniteraan Klinik Senior SMF Ilmu Kulit dan Kelamin

RSU

Kaban Jahe.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dokter Pembimbing
yaitu dr.Frida Adelina Ginting, Sp.Kk atas bimbingan dan arahannya selama mengikuti di
Kepaniteraan Klinik Senior SMF Ilmu Kulit dan Kelamin serta dalam penyusun paper ini.

14

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa paper ini memiliki banyak kekurangan baik dari
kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk perbaikan dimasa mendatang. Harapan kami semoga paper ini dapat
memberi manfaat bagi kita semua. Amin.

Kaban Jahe , Febuari 2015

Penulis

MILIARIA
Disusun sebagai salah satu persyaratan dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Kaban Jahe

15

Disusun Oleh :
Ratna Kumalasari 09310155
Hesti Kusmayanti 10310436

Pembimbing:
dr.Frida Adelina Ginting , Sp.Kk
BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT UMUM KABAN JAHE
KABAN JAHE
2015
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................................................

DAFTAR ISI .....................................................................................

ii

16
BAB I Pendahuluan...........................................................................

BAB II Tinjauan Pustaka.................................................................

A. DEFINISI....................................................................

B. EPIDEMIOLOGI...................................................................

C. ETIOLOGI ............................................................................

D. PATOGENESIS......................................................................

E. DIAGNOSIS ...........................................................................

F. DIAGNOSIS BANDING ........................................................

G. PENATALAKSANAAN ........................................................

10

H. KOMPLIKASI........................................................................

11

I. PENCEGAHAN........................................................................

11

J. PROGNOSIS............................................................................

11

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................

13

Anda mungkin juga menyukai