Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti air terjun. Pandangan
pasien dengan katarak tampak seperti terhalang air terjun. Kesan tersebut terjadi akibat keruhnya
lensa akibat hidrasi lensa, denaturasi protein lensa atau keduanya. Proses tersebut erat kaitannya
dengan proses penuaan tetapi dapat pula terjadi akibat berbagai proses lainnya, seperti trauma
( fisik, kimia ), penyakit sistemik, infeksi virus pada masa pertumbuhan janin. dan lainnya.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
EPIDEMIOLOGI
Katarak merupakan penyebab kebutaan terbanyak dan menempati urutan pertama di
dunia. Penelitian- penelitian potong lintang mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10 %
orang Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50 % untuk mereka yang
berusia antara 65 dan 74 tahun dan sampai sekitar 70 % untuk mereka yang berusia lebih dari 75
tahun.
FAKTOR RISIKO
Usia
Semakin meningkat usia seseorang, kemungkinan terkena katarak senile semakin
meningkat. Berdasarkan studi mata Framingham pada thaun 1975 pada orang usia 45-64
insidensi katarak adalah 3,5 per 100.000 dan meningkat menjadi 40,8 per 100.000 pada usia 85
tahun ke atas.
Status Sosioekonomi
Katarak lebih sring mengenai orang-orang dengan status ekonomi rendah karena
kekurangan dalam pemenuhan nutrisi, kesehatan umum yang buruk, dan pajanan terhadap faktor
penyebab katarak lain yang lebih sering.
Pajanan ultraviolet
Kesimpulan faktor risiko ini didapat dari kecenderungan orang - orang dengan pajanan
sinar UV tinggi mengalami katarak dan uji coba in vitro penyinaran mata kelinci
1
Nutrisi
Diet kurang antioksidan vitamin A, C, dan E menyebabkan seseorang lebih mudah
terkena katarak.
Pajanan terhadap radiasi
Merokok & Alkohol
Perokok cenderung terkena katarak nukelar sementara peminum alkohol mudah terkena
berbagai tipe katarak.
Kortikosteroid
Obat ini terkait dengan katarak tipe subcapsular posterior
Genetik
Ada beberapa gen tertentu yang spesifik diekspresikan pada lensa mata yaitu gen
penyusun serat kristalin dan gen untuk ekspresi protein yang berperan dalam metabolisme dan
respirasi seperti gen conexin dan gen major intrinsic polypeptide (MIP). Mutasi pada gen
spesifik ini menyebabkan terbentuk protein yang kerjanya berlawanan dengan protein normal
sehingga struktur lensa menjadi rusak
PATOGENESIS
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan
cahaya yang datang dari jauh, otot- otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan
memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini,
daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula
berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi
oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula, dan lensa
untuk memfokuskan benda dekat ke retina di kenal sebagai akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, konsistensi materi lensa berubah selama kehidupan.
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam penyakit
mata dapat mengkibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa.
Katarak dapat pula berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya. Gangguan lensa
adalah kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomali geometrik. Pasien yang mengalami gangguangangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan tanpa nyeri.
Lensa
proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Lensa mata mempunyai bagian
yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus
lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa. Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang
pada orangtua nukleus ini menjadi keras. Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan
subkapsularis lensa. Secara umum, edema lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan
katarak.
Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi
lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya
memfokuskan benda dekat berkurang. Hal ini mulai terlihat pada usia 40 tahun di mana mulai
timbul kesukaran melihat dekat (presbiopia). Dengan bertambahnya usia, lensa mulai berkurang
kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak. Katarak
biasanya berkembang pada kedua mata akan tetapi progresivitasnya berbeda. Kadang-kadang
penglihatan pada satu mata nyata berbeda dengan mata yang sebelahnya.
Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan oksigen dan
mula-mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi. Kandungan natrium dan
kalsium meningkat; kandungan kalium, asam askorbat, dan protein berkurang. Pada lensa yang
mengalami katarak tidak ditemukan glutation. Usaha-usaha untuk mempercepat atau menahan
perubahan-perubahan kimiawi ini dengan terapi medis sampai saat ini belum berhasil.
GEJALA KLINIS
Gambaran klinik dari penyakit katarak meliputi gejala subjektif dan objektif, antara lain:
Gejala Subjektif : Penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang mnurun secara
progresif.
Penurunan tajam penglihatan tergantung dari tipe katarak:
3
Katarak polar kortikal dan anterior kelainan tampak mencolok namun gangguan
penglihatan biasanya ringan
Derajat klinis pembentukan katarak, dengan menganggap bahwa tidak terdapat penyakit
mata lain, dinilai terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen. Secara umum, penurunan
ketajaman penglihatan berhubungan langsung dengan kepadatan katarak.
Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan pada kornea, saraf penglihatan dan tekanan bola
mata.
KLASIFIKASI KATARAK
Berdasarkan usia katarak dibagi menjadi
Kongenital, juvenil, senilis
Berdasarkan morfologi, katarak diklasifikasikan menjadi
Subkapsular, inti, kortikal
Berdasarkan stadium kematangan yakni
Insipien, imatur, matur, hipermatur
KATARAK SENILIS
Katarak senilis adalah jenis yang paling sering dijumpai. Kekeruhan lensa dengan
nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 50
tahun.
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Patofisiologi katarak senilis sendiri kompleks dan belum bisa dimengerti secara penuh.
Patogenesisnya multifaktorial, meliputi interaksi yang kompleks antara bermacam-macam proses
fisiologis. Seiring pertambahan usia lensa, berat dan ketebalannya bertambah sementara
kekuatan akomodasinya berkurang. Ditambah lagi, terdapat pengurangan transport dari air,
nutrisi dan antioksidan. Akibatnya kerusakan oksidatif yang progresif pada lensa menyebabkan
berkembangnya katarak senilis. Satu-satunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan
yang semakin kabur.
Konsep penuaan meliputi beberapa teori antara lain teori putaran biologik, teori mutasi
spontan, teori radikal bebas, teori cross link.
Perubahan lensa pada usia lanjut meliputi :
1. Kapsul: menebal, kurang elastis, presbiopia, bentuk lamel berkurang
2. Epitel: makin tipis, sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar, epitel
bengkak dan vakuolisasi mitokondria
3. Serat lensa: lebih ireguler, pada korteks terjadi kerusakan serat sel, sinar UV lama
kelamaan merubah protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin)
lensa menjadi brown sclerotic nucleus
4. Korteks: tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi
fotooksidasi, serat tidak banyak mengubah protein pada serat muda
GEJALA KLINIS
Katarak betul betul dipertimbangkan secara klinis jika terdapat pada efek ketajaman
penglihatan yang berarti.
Silau
Peningkatan kesilauan adalah keluhan utama lain pada pasien dengan katarak senilis.
Pergesaran Miopik
Progresifitas dari katarak akan sering meningkatkan kekuatan dioptri lensa terlihat pada
tingkat ringan sampai sedang dari myopia. Selanjutnya, pasien pasien presbiop, dilaporkan
peningkatan penglihatan dekat dan tidak membutuhkan kacamata baca yang disebut second sight
Monocular Diplopia
Pada saat perubahan nucleus terpusat pada lapisan paling dalam lensa menyebabkan area
refraksi pada sentral lensa, yang lebih sering jelas terlihat pada reflek merah dengan retinoskopi
atau opthalmoskopi direk. Seperti fenomena yang mengarah kepada diplopia monocular yang
tidak dikoreksi dengan kacamata dan kontak lensa.
Kekeruhan
Cairan lensa
Iris
Bilik mata depan
Sudut bilik mata
Shadow test
Penyulit
Insipien
Ringan
Normal
Normal
Normal
Normal
Negatif
-
Imatur
Sebagian
Bertambah
Terdorong
Dangkal
Sempit
Positif
Glaukoma
Matur
Seluruh
Normal
Normal
Normal
Normal
Negatif
-
Hipermatur
Masif
Berkurang
Tremulans
Dalam
Terbuka
Pseudopos
Uveitis
dan
glaukoma
1.
Katarak insipien
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior
(katarak kortikal). Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena indeks bias refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang - kadang menetap dalam waktu
yang lama.
2.
Katarak imatur
Lensa sebagian keruh, belum mengenai seluruh lapisan lensa. Volume lensa bertambah
akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
3.
Katarak matur
Kekeruhan telah mengenai seluruh
lapisan lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi
akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh.
Bila katarak imatur atau intumesen tidak
dikeluarkan maka cairan akan keluar
sehingga ukuran lensa kembali normal
dan terjadi kalsifikasi lensa. Bilik mata
depan kembali normal, tidak terdapat
bayangan iris pada lensa yang keruh sehingga shadow test menjadi negatif.
4.
Katarak hipermatur
Katarak yang mengalami degenerasi lanjut,
lensa
sehingga
ukuran
lensa
mengecil,
memperlihatkan bentuk sebagai kantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam
korteks lensa karena lebih berat atau disebut dengan Katarak Morgagni.
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGIS:
Pemeriksaan mata lengkap dimulai dari pemeriksaan visus.Jika pasien mengeluhkan
glare, visus juga harus diperiksa di ruangan yang sangat terang. Pemeriksaan sensitivitas
terhadap kontras juga harus dilakukan, terutama jika ada keluhan. Tes shadow akan
menunjukkan hasil positif pada stadium katarak imatur.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya dikonsentrasikan untuk melihat kekeruhan lensa,
namun juga menilai struktur okular lainnya seperti konjungtiva, kornea, iris dan bilik mata
depan. Penampakan lensa harus dilihat secara seksama sebelum dan sesudah dilatasi pupil. Posisi
lensa dan keutuhan serat zonular juga harus diperiksa karena subluksasio lensa dapat
mengindikasikan trauma pada mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur.
PEMERIKSAAN LAIN
Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan oftalmologis. Pemeriksaan laboraturium diperlukan sebagai bagian skrining
preoperative untuk mendeteksi penyakit penyerta (misalnya diabetes mellitus, hipertensi dan
kelainan jantung). Pemeriksaan radiologis seperti USG, CT Scan dan MRI diperlukan jika
dicurigai adanya kelainan di daerah posterior dan kurangnya gambaran pada bagian belakang
mata karena katarak yang sudah sangat padat. Pemeriksaan ini membantu dalam perencanaan
tatalaksana bedah.
TATALAKSANA
Tidak ada terapi medikamentosa untuk katarak.
INDIKASI UMUM OPERASI KATARAK
1. Indikasi Optik
Meningkatkan fungsi penglihatan merupakan indikasi paling umum untuk ekstraksi
katarak, walaupun kepentingannya bersifat individual.
2. Indikasi medis
9
10
anterior
(anterior
capsulectomy)
lebih
kecil
sehingga
kemungkinan
PHACOEMULSIFICATION
Pada fakoemulsifikasi (disintegrasi ultrasonic
dari nukleus) dilakukan insisi kecil (3mm) untuk
mengeluarkan lensa.Teknik ini memerlukan jarum yang
diarahkan dengan gelombang ultrasonik ke arah nukleus
untuk mengaspirasi substrat lensa .Teknik ini memiliki
beberapa
kelebihan
dibandingkan
ekstraksi
11
KOMPLIKASI POST-OPERATIF
Walaupun operasi katarak secara umum mudah dan efektif, sejumlah komplikasi postoperatf dapat terjadi. Komplikasi yang jarang terjadi ( < 0,3% ) pada ekstraksi katarak tapi paling
serius yaitu endoftalmitis yang dapat berakibat kebutaan. Gejala timbul biasanya pada beberapa
hari setelah operasi seperti keluhan mata merah disertai nyeri, penurunan visus, terdapat
hipopion pada COA Penatalaksanaan dimulai dengan identifikasi organisme penyebab dengan
pemeriksaan sampel akuous dan vitreus. Walaupun demikian hasil kultur yang negatif tidak
menyingkirkan diagnosis. Sampel harus diambil dalam ruang operasi. Pengobatan dengan cara
intravitreal, topikal dan antibiotik sistemik.
Vitreous Loss , jika kapsula posterior mengalami kerusakan selama operasi, vitreous
gel kemungkinan akan masuk ke COA yang akan meningkatkan risiko glaukoma atau
menyebabkan penarikan retina. Aspirasi cairan harus hati hati ( vitrektomi saat operasi
berlangsung ), dan penempatan lensa intraokular harus ditunda.
Prolapsus iris, iris kemungkinan menonjol
ditunjukkan adanya area hitam pada area insisi. Pupil mengalami distorsi, hal ini membutuhkan
koreksi bedah segera.
Cystoid macular edema, sebagian disertai karena kehilangan vitreous. Hal ini bisa
menyebabkan penurunan visus yang berat. Topikal NSAID dan steroid dapat meringankan
edema pada sebagian pasien.
Ablasio retina bisa meningkat bila terjadi kehilangan vitreous serta bisa terjadi
kekeruhan kapsula posterior.
PROGNOSIS
Saat operasi tidak disertai dengan penyakit mata lain sebelumnya, yang akan
mempengaruhi hasil secara signifikan seperti degenerasi makula atau atropi saraf optik, standar
ECCE yang berhasil tandap komplikasi atau fakoemulsifikasi memberikan prognosis penglihatan
yang sangat menjanjikan sekurang kurangnya 2 baris snellen chart. Faktor risiko utama yang
mempengaruhi prognosis visual adalah adanya diabetes melitus dan retinopati diabetik.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata (ed. 3, cet. I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010.
2. John P. Lensa. Dalam: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi umum (ed.
14). Jakarta: Widya Medika. 2000. h. 175-77.
3. Kansky Jack J, editor. Clinical ophtalmology a sistemic approach. 3 Rev ed. Oxford:
Butterworth Heinemann Ltd. 1994.p 286-99
4. Miller, Stephen J.H.; 1984; Parsons Disease of the Eye; London; Churchill Livingstone
International Student Editions.
5. James, Bruce et all.; 2009; Lecture Notes Opthalmology; England; Blackwell Publishing.
6. http://dro.hs.columbia.edu/corticalcat.htm.Diunduh tanggal 14 Desember 2011.
7. http://www.tamilnadutourism.org/medicaltourism/t-eye-care_old.html. Diunduh tangga
14 Desember 2011
13