Anda di halaman 1dari 17

ORGANIZATIONAL BEHAVIOR

POWER AND POLITICS

Diajukan untuk memenuhi tugas


Fakultas Manajemen Rumah Sakit
Universitas Islam Bandung
FEBY ARYADI
20090314019

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2015

BAB I

1.1 Latar Belakang


Organisasi memiliki sifat untuk selalu melakukan penyesuaian agar dapat
bertahan dan mencapai tujuannya. Hal ini berarti suatu organisasi harus mampu
mengajak anggotanya untuk selalu bersikap dengan cara-cara yang bermanfaat
bagi organisasi misalnya bersikap adaptif terhadap masalah di sekitar organisasi.
Dalam sebuah organisasi cara yang bermanfaat ini dilaksanakan dengan
pengendalian kekuasaan. Sedang definisi kekuasaan adalah the ability to get
someone to do something you want done or the ability to make things happen in
the way you want them to . Dengan kata lain, usaha yang dilakukan dikendalikan
oleh sebuah kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin organisasi.
Garis kekuasaan kadang-kadang sangat tidak terlihat dalam organisasi,
sehingga bawahan tidak sadar bahwa mereka sesungguhnya sedang digunakan
untuk mengejar keinginan dan maksud orang lain. Apa yang menarik orang
mencari kekuasaan. Kadang-kadang hal ini disebabkan orang ingin memanipulasi
atau mengendalikan orang lain dalam organisasi. Atau, ada juga orang yang haus
akan ketaatan dan kepatuhan dari orang lain untuk menuruti segala perintahnya.
Atau memiliki hasrat besar untuk selalu dicap berjasa. Bagi sebagian orang,
situasi kerja merupakan satu-satunya tempat dimana mereka dapat memperoleh
dan menggunakan kekuasaan. Perebutan kekuasaan dan basis kekuatan muncul
dalam lingkungan kerja bila orang-orang dan kelompok-kelompok berlomba
untuk dapat mengendalikan perilaku orang dan kelompok lain. Dan bila orangorang atau kelompok-kelompok berinteraksi dalam suatu kontes kekuasaan,
terciptalah kemudian apa yang disebut dengan politik. Golongan mulai dibentuk
dan dikembangkan, orang-orang bersekutu dalam kelompok-kelompok formal,
berkoalisi, mengadakan perjanjian-perjanjian, di mana orang dan kelompok yang
satu menang dan yang lain kalah. Penggunaan kekuasaan dan politik dalam
organisasi menentukan keberhasilan organisasi.

BAB II

2.1

Definisi Power
Kekuasaan (power) mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk

mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A.


Definisi ini mengimplikasikan sebuah potensi yang tidak perlu diaktualisasikan
agar efektif dan sebuah hubungan ketergantungan. Kekuasaan merupakan suatu
potensi atau kemampuan sehingga bisa saja seseorang mempunyai kekuasaan tapi
tidak menjalanakannya. Aspek terpenting dari kekuasaan adalah fungsi
ketergantungan (Dependency) artinya semakin besar ketergantungan B terhadap A
maka besar pula kekuasaan A. Selain itu seseorang dapat memiliki kekuasaan atas
diri Anda hanya jika ia mengendalikan sesuatu yang Anda inginkan.
2.2

Membandingkan kepemimpinan dan kekuasaan


Kedua konsep tersebut saling bertautan, para pimpinan menggunakan

kekuasaan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan kelompok. Sehingga


kekuasaan adalah sarana untuk memudahkan usaha mereka mancapai tujuan.
Salah satu perbedaan yang terkait adalah
1. Kesesuaian tujuan, kekuasaan tidak mengisyaratkan kesesuaian tujuan
tetapi hanya ketergantungan. Sebaliknya kepemimpinan mengisyaratkan
2.

keserasian antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin.


Arah pengaruh, kekuasaan berfokus pada pengaruh ke bawah kepara para
pengikutnya, sedang kepemimpinan meminimalkan pola-pola pengaruh

3.

kesamping dank ke atas.


Penekanan Penelitian, penelitian akan kepemimpinan terletak pada gaya,
sedangkan penelitian kekuasaan terletak pada sesuatu yang lebih luas dan
berfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah.

2.3

Landasan Kekuasaan

1. Kekuasaan Formal
a. Kekuasaan koersif
Landasan Kekuasaan koersif (Coersive power) adalah rasa takut.
Kekuasaan koersif mengandalkan aplikasi, atau ancaman aplikasi, sangsi fisik
yang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustasi melalui pembatasan gerak
atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologi atau keamanan.
b. Kekuasaan Imbalan
Kekuasaan imbalan (reward power), orang memenuhi keinginan atau
arahan orang lain karena, dengan berbuat demikian, ia akan mendapatkan manfaat
positif; serta mendapatkan imbalan atau penghargaan yang dipandang orang lain
bernilai akan memiliki kekuasaan atas orang lain. Imbalan bisa bersifat financial
atau non-finansial.
c. Kekuasaan Legitimasi
Kekuasaan lagitimasi (Legitimate power) adalah kekuasaan yang
melambangkan kewenangan formal untuk mengendalikan dan memamfaatkan
sumber-sumber daya organisasi misalnya posisi structural. Secara spesifik
kekuasaan ini mencakup penerimaan wewenang suatu jabatan oleh anggotaanggota dalam suatu organisasi.

2. Kekuasaan Pribadi

a. Kekuasaan karena Keahlian


Kekuasaan karena Keahlian (Expert power) adalah pengaruh yang
diperoleh dari keahlian, ketrampilan khusus, pengetahuan. Keahlian telah menjadi
salah satu sumber pengaruh yang paling kuat karena dunia sudah semakin
berorientasi pada teknologi.
b. Kekuasaan Rujukan
Kekuasaan Rujukan (referent power) didasarkan pada identifikasi terhadap
seseorang memiliki sumber daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan.
Hal ini berkembang dari kekaguman terhadap orang lain dan hasrat untuk menjadi
seperti orang lain. Karisma merupakan pengaruh yang cukup besar, walaupun
tidak

menduduki

posisi

kepeminpinan

formal,

mampu

memanfaatkan

pengaruhnya terhadap orang lain lantaran dinamisme kariskatik, rasa digemari,


dan efek emosional mereka atas kita.
c. Charismatic Power
Karisma yang digambarkan Max Weber dan Referent Power diidentifikasi
menyediakan dasar teoretis bagi dasar kekuasaan. Orang yang punya karisma
biasanya punya personalitas menyenangkan, menarik, dan mendorong orang mau
mematuhi si pemilik karisma. Orang yang punya kharisma biasanya ada di lingkar
tengah klik-klik berpengaruh dan punya akses pada orang-orang berpengaruh di
dalam komunitas.
2.4

Landasan Kekuasaan Paling Efektif


Dari semua landasan kekuasaan formal dan pribadi, yang paling menarik

adalah penelitian secara cukup jelas menunjukkan bahwa sumber-sumber


kekuasaan yang bersifat pribadilah yang paling efektif. Kekuasaan karena
keahlian maupun rujukan secara positif berkaitan dengan kepuasan karyawan
berhadap penyeliaan, komitmen keorganisasian mereka, dan kinerja, sedangkan
kekuatan imbalan dan legitimasi tampak tidak terkait secara langsung hasil-hasil
semacam ini.

2.5

Ketergantungan : Kunci Kenuju Kekuasaan

Postulat umum tentang ketergantungan


Postulat umum : semakin besar ketergantungan B terhadap A, semakin besar
kekuasaan A atas B. jadi ketergantungan berbanding terbalik dengan sembersumber panawaran alternative. Hal ini menjelaskan, misalnya, alasan berbagai
organisasi menggunakan jasa banyak penyuplai alih-alih mempercayakan kepada
satu pihak saja. Hal ini juga menjelaskan mengapa begitu banyak diantara kita
berusaha mencapai kebebasan financial. Kebebasan financial mengurangi
kekuasaan yang mungkin dimiliki orang laian atas diri kita.
yang menyebabkan ketergantungan adalah :
1. Nilai penting. Untuk menciptakan ketergantungan, hal-hal yang anda
control haruslah hal-hal yang dipandang penting. Banyak organisasi,
misalnya, secara aktif berusaha menghidari ketidakpastian. Karenanya,
kita

akan

menemukan

bahwa

individu

atau

kelompok

dapat

menghilangkan ketidakpastian suatu organisasi akan dipandang sebagai


penguasa sumber daya yang penting.
2. Kelangkaan. Suatu sumber daya harus bisa dilihat sebagai sesuatu yang
langka guna menciptakan ketergantungan. Hubungan kelangkaan
ketergantungan lebih jauh dapat dilihat dalam kekuasaan yang termasuk
kategori jabatan. Individu-individu yang memiliki jabatan di mana
persediaan personil relative rending dibandingkan dengan kebutuhannya
dapat merundingkan paket-paket kompensasi dan tunjangan yang jauh
lebih manarik disbanding bila jumlah calonnya banyak.
3. Keadaan tidak tergantikan. Semakin sedikit pengganti yang tersedia bagi
suatu sember daya, semakin besar kekuasaan yang diberikan oleh control
atas sumber daya tersebut.

2.6

Taktik Kekuasaan
Taktik kekuasaan (power tactics). Dengan kata lain, pilihan-pilihan apa

daya yang dimiliki seseorang untuk memengaruhi atasan, rekan kerja, atau

karyawan mereka. Serta apalah pilihan-pilihan tersebut yang lebih efektif


dibandingkan dengan yang lain. Ada 9 mengidentidifikasi macam taktik pengaruh:
a) Legitimasi. Mengamdalkan posisi kewenagan seseorang atau menekankan
bahwa sebuah permintaan selaras dengan kebijakan atau ketentuan dalam
organisasi.
b) Persuasi rasional. Menyajikan arguman-argumen yang logis dan berbagai
bukti factual untuk memperlihatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk
akal.
c) Seruan Inspirasional. Mengembangkan komitmen emosional dengan cara
menyerukan nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan aspirasi subuah sasaran.
d) Konsultasi. Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang
menjadi sasaran dengan cara melibatkannya dalam memutuskan
bagaimana rencara atau perubahan akan dijalankan.
e) Tukar pendapat. Memberi imbalan kepada target atau sasaran berupa uang
atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
f) Seruan pribadi. Meminta kepatuhan berdasarkan persahatan atau kesetiaan.
g) Menyenangkan orang lain. Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku
bersahabat sebelum membuat permintaan.
h) Tekanan. Menggunakan peringatan, tuntunan tegas, dan ancaman
i) Koalisi. Meminta bantuna orang lain sebagai alasan agar si sasaran setuju.
Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif dari pada yang lain bergantung
pada arah dari pengaruh. Bukti menunjukkan bahwa orang dinegara yang berbedabeda cenderung lebih menyukai taktik kekuasaan yang berbeda pula.
2.7

Kekuasaan Dalam Kelompok : Koalisi


Mereka yang berada di luar lingkaran kekuasaan dan berusaha masuk

ke sana mula-mula akan mecoba memperbesar kekuasaan mereka secara


individual. Tetapi, jika upaya ini berbukti tidak efektif, alternatifnya adalah
membentuk sebuah koalisi (coalition) suatu kolompok informal yang diikat oleh
satu isu perjuangan yang sama. Prediksi lain mengnai koalisi berkaitan dengan
kadar kesalingtergantungan di dalam organisasi. Lebih banyak koalisi jika yang
bisa tercipta bilamana terdapat banyak ketergantungan tugas dan sumber daya.
2.8

Pelecahan Sexual : Ketidakseimbangan Kekuasaan di Tempat Kerja

Pelecehan sexual (sexual harassment) didefinisikan sebagai segala


aktivitas bersifat sexual yang tidak diinginkan dan memengaruhi pekerjaan
seorang individu, serta menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman.
Kebanyakan studi menegaskan bahwa konsep kekuasaan sangat penting untuk
memahami pelecehan sexual, pelecehan sexual lebih mungkin terjadi ketika ada
kesenjangan kekuasaan yang besar. Meskipun tidak memiliki kekuasaan
legitimasi, rekan kerja dapat memiliki pengaruh dan memanfaatkan pengaruh itu
untuk melakukan pelecehan sexual kepada temannya. Malahan, walaupun
pelecehan sexual sering dilakukan oleh rekan kerja tetapi tidak separah yang
dilakukan Penyelia.
Pelecehan sexual adalah masalah kekuasaan, yaitu seorang individu
mencoba mengendalikan atau mengancam individu lainnya. Pelecahan sexual
dapat menyebabkan kehancuran sebuah organisasi, tetapi tindakan tersebut dapat
dihindarkan dengan cara antara lain :
a. Patikan ada sebuah kebijakan yang dengan tepat mendefinisikan hal-hal
yang merupakan pelecahan sexual, yang member tahu karyawan bahwa
mereka dapat dipecat karena melakukan pelecehan sexual semacam ini
kepada karyawan lain, dan menetapkan prosedur untuk menyampaikan
keluhan.
b. Yakinkan karyawan bahwa mereka tidak akan menghadapi balasan jika
mereka menyampaikan keluhan mereka.
c. Selidiki setiap keluhan dan ikut sertakan divisi legal dan sumber daya
manusia perusahaan.
d. Pastikan bahwa pelakunya terkena sanksi atau diberhentikan.
e. Adakan seminar internal untuk membangkitkan kesadarann karyawan
akan isu-isu seputar pelecehan sexual.
Kesimpulan: adalah bahwa para manajer memiliki tanggung jawab untuk
melindungi karyawan mereka dari lengkungan kerja yang tidak menyenangkan,
tetapi mereka juga perlu melindungi diri mereka sendiri.
2.9

Politik : kekuasaan yang Bermain

Ketika orang-orang menyatu dalam kelompok, berlakulah hukum


kekuasaan. Ketika para karyawan dalam suatu organisasi mulai memainkan
kekuasaan yang ada pada mereka, kita melihatkan sebagai politik. Orang orang
dengan

Keterampikan

politik

yang

baik

memiliki

kemampuan

untuk

menggunakan landasan-landasan kekuasaan yang mereka miliki secara afektif.


Jadi definisi berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk memengaruhi
pengambilan keputusan dalam organisasi atau perilaku-perilaku anggota yang
egois dan tidak melayani kebutuhan organisasi. Perilaku politik (political
behavior) didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak dianggap sebagai bagian dari
peran formal seseorang dalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha
memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi.
Komentar terakhir berkaitan dengan apa yang disebut sebagai dimensi sah
tidak sah dalam perilaku politik.
Perilaku politik yang sah (Legitimate political behavior) mengacu pada
politik sehari-hari yang wajar- menyampaikan keluhan kepada penyelia
anda, memotong rantai komando, membangun koalisi, menentang
kebijakan atau keputusan organisasi lewat pemogokan atau dengan terlalu

berpegang ketat pada ketentuan yang ada.


Perilaku politik yang tidak sah (Ilegitimate political behavior) yang
menyimpang dari aturan main yang digariskan. Misalnya sabotase,
melaporkan kesalahan, dan protes-protes simbolik seperti memakai
pakaian nyeleneh atau bros tanda protes dan beberapa karyawan tidak
masuk kerja.

2.10

Realitas Politik
Politik adalah sebuah kenyataan realitas hidup dalam organisasi.

Organisasi terbentuk dari individu dan kelompok dengan nilai, tujuan, dan
kepentingan yang berbeda-beda. Fakta ini, mengandung potensi timbulnya konflik
untuk memperebutkan sumber daya. Sumber daya yang dimiliki organisasi juga
ada batasnya, sehingga potensi konflik berubah menjadi konflik nyata. Lebih jauh,
entah benar atau salah, keuntungan satu orang atau kelompok seringkali dipahami
akan diperoleh dengan mengurbankan orang-orang atau kelompok lain dalam
8

organisasi. Barangkali, factor terpenting yang mendorong tumbuhnya politik di


dalam organisasi adalah kesadaran bahwan sebagian besar fakta yang digunakan
untuk mendasarkan pengalokasian sumber daya yang terbatas itu terbuka untuk
ditafsirkan secara beragam. Terakhir, karena sebagian besar keputusan harus
dibuat dalam ambiguitas- di mana fakta jarang yang sepenuhnya objektif dan,
karenanya, terbuka untuk diinterprestasikan orangorang di dalam organisasi
akan menggunakan pengaruh apa pun semampu mereka untuk menelikung
kenyataan demi memperjuangkan tujuan dan kepentingan mereka. Hal ini
memunculkan aktivitas yang kita kenal dengan Politisasi.
Jadi untuk menjawab mengenai apakah mungkin bagi sebuah organisasi bebas
dari politik bisa dijawab Ya, jika semua anggota punya tujuan dan kepentingan
yang sama, sumber daya tidak langka, serta kinerja benar-benar jelas dan objektif.
Factor-faktor yang berkontribusi terhadap politik
1. Factor

individu.

Para

peneliti

telah

mengidentifikasi

sifat-sifat

keperibadian tertentu, kebutuhan, dan beberapa factor lain yang dapat


dikaitkan dengan perilaku politik seseorang. Dalam hal sifat, kita
menemukan bahwa para karyawan yang mempu merefleksi diri secara
baik (high self-monitor), memiliki pusat kendali (locus of control) internal,
dan memiliki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan punya kemungkinan
lebih besar untuk terlibat dalam perilaku politik. Orang yang mampu
merefleksi diri secara baik lebih sensitive terhadap berbagai tanda social,
mampu menampilkan tingkat kecedasarn social, dan terampil dalam
berperilaku politik daripada mereka yang kurang mampu merefleksi diri
(low self monitor). Selain itu investasi seseorang dalam organisasi,
alterbatir-alternatif yang diyakininya ada, dan harapan akan kesuksesan
turut mempengaruhi sejauh mmama ia akan memanfaatkan sarana
tindakan politik yang tidak sah.
2. Factor-faktor Organisasi. Kegiatan politik kiranya lebih merupakan fungsi
karakteristik organisasi ketimbang fungsi variable perbedaan individu.
Tanpa menafikan peran yang mungkin dijalankan oleh perbedaanperbedaan individual dalam menumbuhkembangkan prose politisasi, bukti

menunjukkan bahwa situasi dan kultur tertentulah yang lebih mendukung


politik. Selain itu, kultur yang tercirikan oleh tingkat kepercayaan yang
rendah, ambiguitas peran, system evaluasi kinerja yang tidak jelas,
praktik-praktik alokasi imalan zero-sum (perolehan hangus karena kurang
memuaskan), pengambilan keputusan secara demikartis, tekanan yang
tinggi atas kinerja, dan manajer-manajer senior yang egois menciptakan
lahan pembiakan yang subur bagi politisasi.
Bila kultur sebuah organisasi semakin menekankan pendekatan zero-sum atau
menang-kalah dalam kebijakan alokasi imbalannya, karyawan akan semakin
termotivasi untuk melibatkan diri dalam politisasi. Terakhir, ketika pada karyawan
melihat orang-orang yang ada di puncak terlibat dalam perilaku politik, khususnya
ketika mereka berhasil melakukannya dan mendapatkan imbalan atas keberhasilan
itu, terceiptakan sebuah suasana yang mendukung politisasi. Politisasi dalam
pengertian tertentu, membuka jalan bagi mereka yang memiliki kedudukan lebih
rendah dalam organisasi untuk juga bermain politik sembari member kesan bahwa
perilaku semacam ini dapat diterima dan wajar.
2.11

Bagaimana orang Menanggapi Politik Organisasi


Melihat hasil-hasil yang menguntungkan bagi mereka yang berhasil dalam

perilaku politiknya tetapi sebagian besar orang yang keterampilan politiknya


biasa-biasa saja atai tidak mau bermain politik hasilnya cenderung negative.
Persepsi terhadap politik cenderung meningkatkan kecemasan dan stress kerja.
Hal ini disebabkan oleh persepsi bahwa, dengan tidak terlibat dalam politik,
seseorang bisa kehilangan pijakan kepada orang lain yang aktif bermain politik;
atau sebaliknya. Lantaran ada tekanan tambahan yang dirasakan oleh individuindividu karena masuk ke dan bersaing dalam arena politik.
Dari kesimpulan di atas penjelasan menarik telah disampaikan, antara lain :
1. Hubungan politik kinerja tampaknya dimoderatkan oleh pemahaman
individu tentang bagaimana dan mengapa politik organisasi itu.
2. Ketika politik dipandang sebagai ancaman dan senantiasa direspon secara
defensive, akhirnya yang muncul adalah hasil yang negative.

10

Manakala memandang politik sebagai ancaman alih-alih sebagai peluang, orang


tak jarang akan meresponnya dengan perilaku defensif (defensive behavior) perilaku reaktif dan protektif untuk menghindari aksi, disalahkan, atau perubahan.
2.12

Mengelola Kesan
Kita tahu bahwa orang senantiasa berkepentingan dengan bagaimana

orang lain memamdang dan menilai mereka. Dipandang positif oleh orang lain
akan bermanfaat bagi orang-orang di dalam organisasi. Dalam konteks politik,
kesan yang bagus mungkin bisa membantu memengaruhi distribusi keuntungan
untuk kepentingan mereka sendiri. Proses yang digunakan individu untuk
mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadap diri mereka disebut
Pengelolaan atau Manajemen Kesan (impression management). Kebanyakan studi
penelitian dilakukan menguji keefektifan teknik-teknik MK yaitu :
1. Kesuksesan wawancara
Ketika para peneliti mempertimbangkan kualifikasi para pelamar, mereka
menyimpulkan bahwa teknik-teknik MK itu sendirilah yang mempengaruhi para
pewawancara.

Para

peneliti

telah

membandingkan

para

pelamar

yang

menggunakan teknik-teknik MK yang terfokus pada promosi pencapaian


seseorang (promosi diri) dengan para pelamar yang menggunakan teknik-teknik
yang terfokus untuk menyenangkan pewawancara dan menemukan wilayah
kesepakatan (menjilat). Menjilat juga berjalan dengan baik dalam wawancara,
yang berarti bahwa para pelamar yang menyenangkan pewawancara, setuju
dengan pendekatan-pendekatannya, dan menekankan hal-hal yang bersesuaian
ternnyata lebih baik daripada mereka yang tidak.
2. Evaluasi kinerja
Dalam hal ini peringkat kinerja, gambarannya sangat berbeda. Menjilat dikaitkan
secara positif dengan peringkat kinerja, yang berarti bahwa mereka yang menjlat
para penyelia mendapatkan evaluasi kinerja yang lebih tinggi. Menjilat selalu
berhasil karena setiap setiap orang senang diperlakukan dengan baik.
1.13

Etika Berperilaku secara Politis

11

Menyimpulkan pembahasan mengenai politik dengan memberikan


beberapa panduan etis untuk berperilaku positif, meskipun tidak ada cara pasti
untuk membedakan antara politik Etis dan tidak Etis. Terkadang secara tidak sadar
kita terlibat dalam perilaku politik karena alasan kebil yang baik. Kebohongan
yang terang-terangan bisa menjadi contoh yang ekstrem dari pengaturan kesan,
tetapi banyak di antara kita telah mendistorsi informasi menjadi sebuah kesan
yang menyenangkan.
Pertanyaan terakhir yang perlu dijawab adalah apakah kegiatan politik
selaras dengan standard kesetaraan dan keadilan. Terkadang sulit untuk
menimbang biaya dan manfaat dari sebuah tindakan politik, tetapi keetisannya
jelas. Adanya pandangan like and undislike terhadap penilaian hasil kinerja.
Ketika dihadapkan pada dilemma etika menyangkut politik organisasi, cobalah
pertimbangkan isu-isu yang pernah ada sebelumya (apakah bermain politik
sepadan resikonya dan akankah membahayakan orang lain dalam prosesnya).
2.14

Ringkasan dan Implikasi untuk Manajer.


Jika ingin membuat segala sesuatu terlaksana dalam sebuah kelompok atau

organisasi, ada baiknya Anda memiliki kekuasaan, yang ingin memaksimalkan


kekuasaan. Dengan kata lain, kekuasaan adalah jalan dua arah. Anda tidak akan
sendirian dalam upaya membangun basis kekuasaan anda. Orang lain, terutama
teman sejawat dan karyawan, akan berusaha membuat anda tergantung kepada
mereka. Hasilnya adalah sebuah pertempuran terus-menerus. Terdapat bukti
bahwa orang merespon berbagai basis kekuasaan secara berbeda-beda. Kekuasaan
seseorang yang memiliki keahlian dan menjadi rujukan berasal dari kualitas
pribadinya. Kecakapan muncul terutama untuk menawarkan daya tarik yang luas,
dan penggunnanya sebagai basis kekuasaan menghasilkan kinerja yang tinggi oleh
para anggota kelompok.
Kekuasaan atasan Anda mungkin juga memainkan peran dalam
menentukan kepuasaan kerja Anda. salah satu alasan mengapa kebanyakan dari
kita senang bekerja untuk dan dengan orang-orang yang berkuasan adalah bahwa
mereka umumnya lebih menyenangkan bukan karena sifat bawaan mereka,

12

melainkan karena reputasi dan realitas

sebagai orang yang berkuasa

memungkinkan mereka lebih bebas memilih dan mampu mendelegasikan kepada


orang lain.
Manajer yang efektif menerima sifat politis organisasi. Dengan menilai
perilaku dalam kerangka politik, anda dapat memprediksi secara lebih baik
tindakan-tindakan orang lain dan menggunakan informasi ini untuk merumuskan
strategi politik yang akan mendatangkan keuntungan bagi anda dan unit kerja
anda.
Sebagian orang secara signifikan lebih bersifat cerdik dalam politik
dibandingkan sebagian lainnya, yang berarti mereka sadar akan politik yang
mendasari dan dpat mengelola Kesa. Mereka yang pandai berpolitik diharapkan
akan mendapat evaluasi kinerja yang lebih tinggi dan, karena itu, kenaikan gaji
dan promosi daripada mereka yang naf atau tidak cakap politik. Mereka yang
cerdik politik juga menunjukkan kepuasan kerja yang lebih tinggi dan mampu
menetralkan penyebab-penyebab stress kerja, begitu juga sebaliknya bagi
karyawan yang memiliki ketrampilan politik rendah atau bahkan tidak
menjalankan permainan politik.

Aplikasi dalam Institusi


Di salah satu Rumah Sakit Jawa Barat khusus nya di Bandung terdapat
rumah sakit X dengan direktur rumah sakit yang mempunyai karakteristik
cenderung mempunyai keterampilan dalam berorganisasi, sehingga direktur
tersebut mengangkat salah satu staf nya yang memiliki relationship erat di bidang
institusi dan politik kesehatan lain nya menjadi wakil direktur, dengan demikian
agar bertujuan Rumah Sakit X dapat memajukan akreditasi rumah sakit tersebut
sehingga kedudukan direktur tersebut bisa di pertahankan. Oleh karena itu
direktur Rumah Sakit tersebut memilih wakil direktur dan jajaran struktural yang

13

berpotensi untuk dapat mendukung peningkatan kualitas dan kuantitas rumah


sakit tersebut sehingga dapat terwujud menjadi rumah sakit yang lebih maju dan
mendapat kan peningkatan akreditasi.
Pembahasan
Yang di lakukan oleh direktur rumah sakit tersebut adalah salah satu
bentuk yang di terapkan pada teori kekuatan dan politik, yang di mana kekuasaan
(power) mengacu pada kemampuan yang dimiliki direktur untuk mempengaruhi
perilaku wakil direktur dan staf struktural nya sehingga bertindak sesuai dengan
keinginan direktur demi meningkat kan kualitan dan kuantitas Rumah sakit
tersebut. Direktur tersebut mengetahui dan memilih wakil diretur dan jajaran staf
yang berpotensi mempunyai politik di bidang kesehatan dan mempunyai banyak
relationship

dengan

bidang

kesehatan

guna

dapat

mempermudah

dan

mempromosikan dan memajukan Rumah Sakit tersebut.


Teori yang di pakai oleh direktur tersebut adalah Kekuasaan lagitimasi
(Legitimate power) adalah kekuasaan yang melambangkan kewenangan formal
untuk mengendalikan dan memamfaatkan sumber-sumber daya organisasi
misalnya posisi structural. Secara spesifik kekuasaan ini mencakup penerimaan
wewenang suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam suatu organisasi.
Dari semua landasan kekuasaan formal dan pribadi, yang paling menarik
adalah penelitian secara cukup jelas menunjukkan bahwa sumber-sumber
kekuasaan yang bersifat pribadilah yang paling efektif. Kekuasaan karena
keahlian maupun rujukan secara positif berkaitan dengan kepuasan karyawan
berhadap penyeliaan, komitmen keorganisasian mereka, dan kinerja, sedangkan
kekuatan imbalan dan legitimasi tampak tidak terkait secara langsung hasil-hasil
semacam ini.
Jadi selain dapat meningkat kan jabatan para staf dan wakil direktur yang
terpilih pun mendapat kan imbalan yang bisa optimal sesuai dengan keahlian nya.

14

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Penggunaan kekuasaan dan politik untuk mengelola suatu organisasi
sangat menentukan arah dari organisasi yang bersangkutan. Kekuasaan dapat
bersumber pada kedudukan, kepribadian dan bersumber pada politik. Kekuasaan
diperlukan untuk menyelesaikan konflik tetapi dengan cara yang bersifat persuasif
atau bahkan memaksa agar permasalahan dapat terselesaikan

15

Daftar Pustaka
1. Stephen P. Robbins, Organisational Behaviour: Power and Politics, 11th

Edition, Chapter 13. (Cape Town: Pearson Education South Africa (Pty)
Ltd., 2005) p.13

16

Anda mungkin juga menyukai