Anda di halaman 1dari 2

Schistosomiasis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar dengan

prevalensi pada laki-laki umumnya lebih tinggi daripada wanita. Sebagai sumber infeksi, selain
manusia ditemukan pula hewan-hewan lain sebagai reservoir. Salah satu hewan yang penting
adalah berbagai spesies tikus sawah (Rattus). Selain itu rusa hutan, babi hutan, sapi dan anjing
dilaporkan juga mengandung cacing ini (Hadidjaja, 2000).
Menurut Davis (1996), schistosoma japonicum pertama kali ditemukan pada vena porta seekor
kucing oleh Katsurada pada tahun 1904. Pada tahun 1909 sampai 1915 biologi cacing ini
seperti siklus hidup dan patologinya telah digambarkan dan dijelaskan oleh peneliti Jepang dan
peneliti-peneliti dari negara lainnya. Gambaran klinis penyakit ini diketahui pada permulaan
tahun abad ke 20 di China dan Philipina sedangkan di Indonesia baru diketahui pada tahun
1930.
Cacing Schistosoma membutuhkan dua hospes yaitu hospes definitif dan hospes perantara
untuk tahap perkembangbiakannya secara sexual dan asexual dengan sempurna. Hospes
definitif yaitu manusia dan berbagai binatang mamalia yang berperan sebagai reservoir
sedangkan hospes perantaranya yaitu sejenis siput amfibi. Di Indonesia, siput Oncomelania
ditemukan pada tahun 1971 oleh Carney. Siput tersebut dinamakan oleh Davis dan Carney
tahun 1973 sebagai Oncomelania hupensis lindoensis.
Di Dataran Lindu, O.h. lindoensis ditemukan di sekitar sistem pengairan Sungai Gumbasa
sedangkan di Dataran Tinggi Napu, Oncomelania ditemukan di sekitar sistem pengairan Sungai
Lariang (Sudomo & Carney, 1974). Habitat siput ini hidup di daerah seperti bekas sawah,
saluran air dan daerah yang alami seperti tempat becek yang terlindung, di tepi danau, di tepi
hutan dan di dalam hutan di bawah pohon. Sebagian besar populasi Oncomelania ditemukan di
daerah persawahan yang tidak diolah dengan karakteristik tanah yang berlumpur. Adanya
rumput liar yang tinggi digunakan Oncomelania untuk perlindungan. Pada daerah yang alami,
Oncomelania ditemukan di hutan. Pada umumnya Oncomelania ditemukan berkelompok di
tanah lumpur atau menempel pada substrat (Sudomo & Carney, 1974).
Saat ini, strategi pengendalian Schistosomiasis terutama didasarkan pada pengobatan
penderita yang terinfeksi. Namun, terapi obat tidak mencegah individu dari reinfeksi. Selain itu,
telah dilaporkan terjadinya perkembangan resistensi parasit terhadap obat yang digunakan
dalam kemoterapi massal (Wang, X.et al. 2008).
Konsep pencegahan efektif yang ditawarkan untuk menghindari schistosomiasis adalah dengan
menghindari kontak pada tempat yang beresiko terdapat schistosomes, seperti di air alam di
daerah yang diketahui mengandung schistosomes. Sedangkan pemberantasan schistosomiasis
antara lain dilakukan dengan pengobatan penderita menggunakan Niridazole dan
pemberantasan siput penular (O. hupensis lindoensis) dengan molusisida dan agroengineering.
Masalah schistosomiasis cukup kompleks. Selain dengan melakukan pengobatan massal juga
harus diikuti dengan pemberantasan hospes. Selain itu schistosomiasis di Indonesia
merupakan penyakit zoonosis sehingga sumber penular tidak hanya pada penderita manusia
saja tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi.

Sumber

Wang, X, et al. 2008. The protective efficacy aganist Schistosoma japonicum infection by
immunization with DNA vaccine and levamisole as adjuvant in mice. Vaccine, 2008-03-28,
Volume 26, Issue 15, Pages 1832-1845. Elsevier Ltd

Davis, A. 1996. Schistosomiasis. Manson s Tropical Disease..


Hadidjaja, P. 2000. Trematoda Darah. Parasitologi Kedokteran. FKUI
Sudomo, M. & W.P Carney. 1974. Precontrol Investigation of Schistosomiasis in Central
Sulawesi. Buletin Penelitian Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai