Panduan Pasien Terminal
Panduan Pasien Terminal
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu
Kedua
Ketiga
Keempat
Ditetapkan di Medan
Pada Tanggal: 14 Januari 2014
Direktur
Dr. Karo Malem Sinulingga
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kami Panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan
anuggrah yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Buku Panduan Pasien Terminal
Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan ini dapat selesai disusun
Buku panduan ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak yang terkait dalam
memberikan pelayanan kepada pasien Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu
Dalam panduan ini diuraikan tentang pengertian dan tatalaksana dalam memberikan
pelayanan pasien pada tahap terminal di Rumah Sakit Umum Restu Ibu.
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam- dalamnya atas bantuan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Panduan Pasien Terminal Rumah Sakit
Umum Restu Ibu.
DAFTAR ISI
C. PENGERTIAN
1. Keadaan Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi untuk si
sakit sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu
kecelakaan.
2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan mengalami/
menghadai seorang diri, sesuatau yang tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu
kehilangan.
D. MASALAH DIAKHIR KEHIDUPAN
Masalah diakhir kehidupan beragan dari usaha memperpanjang hidup pasien yang sekarat
sampai teknologi eksperimental canggih seperti implantasi organ binatang, percobaan
mengakhiri hidup lebih awal melalui euthanasia dan bunuh diri secara medis. Diantara
hal-hal yang ektrim tersebut ada banyak masalah seperti memulai atau menghentikan
perawatan yang dapat memperpanjang hidup, perawatan pasien dengan penyakit stadium
terminal serta kelayakan dan penggunaan peralatan bantuan hidup lanjut. Dua masalah
yang pantas mendapat perhatian khusus : euthanasia dan bantuan bunuh diri.
1. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan yang jelas dimaksud untuk
mengakhiri hidup orang lain dan juga termasuk elemen-elemen berikut: subjek
tersebut adalah orang yang kompeten dan paham dengan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan yang secara sukarela meminta hidupnya diakhiri; agen mengetahi
tentang kondisi pasien dan menginginkan kematian dan melakukan tindakan dengan
niat utama mengakhiri hidup orang tersebut, dan tindakan dilakukan dengan belas
kasihan dan tanpa tujuan pribadi.
2. Bantuan Bunuh Diri
Berarti tahu dan secara sadar memberikan kepada seseorang pengetahuan atau alat
atau keduanya yang diperlukan untuk melakukan bunuh diri, termasuk konseling
mengenai obat dosis letal, meresepkan obat dosis letal atau memberikannya.
Euthanasia dan bunudh diri dengan bantuan sering dianggap sama secara
moral,walaupun antara keduannya ada perbedaan yang jauh secara praktek maupun
dalam hal yuridiksi legal. Euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan secara defenisi
harus dibedakan dengan menunda atau menghentikan perawatan medis yang tidak
diinginkan, sia-sia atau tidak tepat ketentuan perawatan paliatif,bahkan jika tindakantindakan tersebut dapat memperpendek hidup.
Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul sebagai akibat dari rasa sakit
atau penderitaan yang dirasa pasien tidak tertahankan. Mereka lebih memilih mati
daripada meneruskan hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh lagi, banyak pasien
menganggap mereka mempunyai hak untuk mati dan bahkan hak memperoleh
bantuan untuk mati. Dokter dianggap sebagai instrument kematian yang paling tepat
karena mereka mempunyai pengetahuan medis dan akses pada obat-obatan yang
sesuai untuk mendapatkan kematian yang cepat tanpa rasa sakit. Tentunya dokter
akan merasa enggan memenuhi permintaan tersebut karena merupakan tindakan yang
illegal disebagian besar Negara dan dilarang dalam sebagian besar kode etik
kedokteran. Laranggan tersebut merupakan bagian dari sumpah Hippocrates dantelah
dinyatakan kembali WMA dalam :
Declaration on euthanasia:
Euthanasia merupakan tindakan mengakhiri hidup seseorang pasien dengan sengsara,
tetaplah tidak etik bahkan jika pasien sendiri atau keluarga dekatnya yang
memintanya. Hal ini tetap saja tidak mencegah dokter dan kewajibannya
menghormati keinginan pasien untuk membiarkan proses kematian alami dalam
keadaan sakit tahap terminal.
Penolakan terhadap euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak berarti dokter tidak dapat
melakukan apapun bagi pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa pada stadium
lanjut dan dimana tindakan kuratif yang tidak tepat. Pada tahun-tahun terakhir
kemajuan yang besar dalam perawatan paliatif untuk mengurangi rasa sakit dan
penderitaan serta meningkatnya kualitas hidup.
Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien segala usia, dari anak-anak dengan
penyakit kanker sampai orang tua yang hamper meninggal. Suatu aspek dalam
pengobatan paliatif yang memerlukan perhatian lebih adalah control rasa sakit.
Semua dokter yang merawat pasien sekarat harus yakin bahwa mereka mempunyai
cukup keterampilan dalam masalah ini, dan jika mungkin juga memiliki akses
terhadap bantuan yang sesuai dari ahli pengobatan paliatif. Dan diatas semuanya itu,
dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan perawatan
dengan belas kasihan bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan.
Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai tangtangan etis kepada pasien,
wakil pasien dalam mengambil keputusan mengenai kapan memulai tindakan tersebut
dan kapan menghentikannya jika tidak berhasil.
Seperti dibahas diatas, jika berhubungan dengan komunikasi dan ijin, pasien yang
kompeten mempunyai hak untuk menolak tindakan medis apapun walaupun jika
penolakan itu dapat ,dokter tidak boleh membiarkan pasien skarat namun tetap
memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin
disembuhkan menyebabkan kematian. Setiap orang berbeda dalam menaggapi
kematian; beberapa akan melakukan apapun untuk memperpanjang hidup mereka, tak
peduli seberapa pun sakit dan menderitannya ;sedang yang lain sangat ingin mati
sehingga menolak bahkan tindakan yang sederhana yang dapat membuat mereka tetap
hidup seperti antibiotic untuk pneumonia bakteri. Jika dokter melakukan setiap usaha
untuk memberitahukan kepada pasien semua informasi tentang perawatan yang ada
serta kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap menghormati keputusan
pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu terapi.
4. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini pasien cendrung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak
menangis. Ini saatnya untuk perawat duduk dengan tenang disamping pasien yang
sedang melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada proses ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga
tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini
sangat membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencanarencana tang terbaik dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat dan sebagainya.
F. TYPE-TYPE PERJALANAN MENJELANG KEMATIAN
Ada 4 type dari perjalanan proses kematian , yaitu ;
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang
cepat dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, biasanya terjadi pada kondisi
penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinaan sembuh belum pasti , biasanya terjadi
pada pasien dengan operasi radial karena adadnya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu . terjadi pada pasien yang sakit
kronik dan telah berjalan lama.
G. TANDA-TANDA KLINIS MENJELANG KEMATIAN
1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan
c. Peneurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai : nausea, muntah, perut
kembung, obstipasi, dan lainnya
d. Penurunan control spingter urinary dan rectal
e. Gerakan tubuh yang terbatas
2. Kelambatan dalam sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dala sensasi
b. Sionosis pada daerah ektermitas
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah
b. Tekanan darah turun
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal atau tidak teratur.
4. Gangguan sensori
a. Penglihatan kabur
b. Gangguan penciuman dan perabaan
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-kadang
pasien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan sensori terakhir
yang berfungsi sebelum meninggal.
H. TANDA-TANDA KLINIS SAAT MENINGGAL
1. Pupil mata melebar
2. Tidak mampu untuk bergerak
3. Kehilangan reflek
4. Nadi cepat dan kecil
d. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti : turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur ( miring kiri, miring kanan)
untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodic, jika diperlukan dapat
digunakan alat untuk menyokong tubuh pasien, karena tonus otot sudah menurun
e. Nutrisi
Pasien sering kali anoreksia, nausea karena adanya penurunan peristaltic. Dapat
diberikan anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan
serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin karena terjadi
tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, dokter perlu menguji reflek menelan
klien sebelum diberi makanan cair atau intra vena/ infuse.
f. Emilinasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah
konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara
teratur atau dipasang duk yang diganti setiap saat atau dipasang kateter. Harus
dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet harus
diberikan saleb
g. Perubahan sensorik
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu /tempat terang pasien masih dapat
mendengar tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga harus
bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik
3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Pasien dengan dying akan ditepatkan diruangan isolasi dan untu memenuhi kebutuhan
kontak sosialnya, perawat dapat melakukan,;
a. Menanyakan siapa-siapa yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan pasien
dan didiskusikan dengan keluargannya, misalnya; teman-teman dekat atau
anggota keluarga lain
b. Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan perlunya
diisolasi
c. Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan terman-teman
terdekatnya yaitu dengan memberikan pasien untuk membersihkan diri dan
merapikan diri
d. Meminta saudara/teman- teman untuk sering mengunjungi dan mengajak orang
lain membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila pasien mampu
membacanya.
L. KESIMPILAN
Kondisi terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit/sakit yang
tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik,
psikologis, social yang dialami sehingga dampak yang ditimbul pada tiap individu juga
berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien
terminal. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan
menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan
terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju
kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintainya.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikucilkan, ditelantarkan,
kesepian atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,
merespon terhadap berbagai kejadaian dan orang disekitarnya sampai kematian itu
terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi
lebih pada kehilangan control terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang
menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan persiapan,
kehilangan orang yang dicintai.
SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RESTU IBU
MEDAN
NOMOR :
TENTANG
KEBIJAKAN PERAWATAN PASIEN TERMINAL
Menimbang :
a. Bahwa kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan semakin meningkat jumlahnya
baik pada pasien dewasa maupun anak
b. Bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien dengan
penyakit yang belum dapat disembuhkan selain dengan perawatan kuratif dan
rehabilitative juga diperlukan perawatan paliatif bagi pasien dengan stdium terminal;
c. Bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a dan b diatas, perlu adanya keputusan Direktur
Rumah Sakit tentang Kebijakan Perawatan Pasien Terminal.
Mengingat :
1. Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara nomor 3495)
No Dokumen
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
tanggal terbit
No. revisi
Halaman
1/1
Ditetapkan,
Direktur
Pengertian
- Pasien fase terminal adalah pasien dalam kondisi sakit yang menurut ilmu
kedokteran pada saat ini memiliki prognosis yang menuju proses kematian
- Perilaku staff Rumah Sakit adalah sikap,tutur kata dan pelaksanaan dari staf
rumah sakit yang langsung bersangkutan dengan pelayanan pasien yaitu dokter
dan perawat.
Tujuan
Kebijakan
Agar staff rumah sakit memahami kebutuhan unik pasien pada akhir hidupnya
yang meliputi aspek sebagai berikut:
1. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan permintaan
pasien dan keluarga
2. Menyampaikan issu yang sensitive seperti autopsy dan kondisi korban
3. Menghargai nilai yang dianut pasien, agama, dan preferensi budaya
4. Mengikut sertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek
pelayanan
5. Memberikan respon pada hal psikologis,emosional, spiritual, dan budaya,
dari pasien dan keluarganya.
Semua staff harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir
kehidupan.
Peraturan Direktur RSU.Restu Ibu no. .. tentang Pasien
Terminal
petugas
Prosedur
Unit Terkait
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : Kesatu: KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RESTU IBU
Kedua : keputusan Direktur Rumah Sakit mengenai Perawatan Terminal sebagaimana
dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercamtum dalam panduan pasien terminal ini
Ketiga : Surat Persetujuan Tindakan Perawatan Terminal sebagaimana tercantum dalam
lampiran keputusan ini.
Keempat : pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan ini dilakukan
oleh Direktur Pelayanan dan Komite Medis sesuai dengan fungsi dan tugasnya masingmasing
Kelima ; keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Keenam : apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini, akan
dilakukan perbaikan-perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Medan
Pada Tanggal : 7 Januari 2014
Direktur RSU. Restu Ibu
dr. Karo Malem Sinulingga