Anda di halaman 1dari 18

PANDUAN PASIEN TERMINAL

RUMAH SAKIT UMUM RESTU IBU

RUMAH SAKIT UMUM RESTU IBU


Jl. Gatot Subroto km. 8.5 No. 434
Telp. (061) 8470985 8451638
Medan
2014

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RESTU IBU


NOMOR:
TENTANG
PANDUAN PERAWATAN TERMINAL
RUMAH SAKIT UMUM RESTU IBU

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RESTU IBU


Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit
diperlukan adanya buku Panduan Pasien Terminal di Rumah Sakit Umum
Restu Ibu
b. bahwa sesuai butir a dan b tersebut diatas perlu ditetapkan dengan
peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan.
Mengingat : 1. Undang undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
2. Undang- undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
praktik kedokteran.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/ MENKES/PER/ VIII/2001
Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu

: PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RESTU IBU


TENTANG PANDUAN PERAWATAN TERMINAL RUMAH SAKIT
UMUM RESTU IBU .

Kedua

: Panduan Pasien Terminal Rumah Sakit Umum Restu Ibu sebagaimana


dimaksud dalam Diktum kesatu sebagaimana tercantum dalam lampiran
keputusan ini

Ketiga

: panduan pasien terminal Rumah Sakit Umum Restu Ibu sebagaimana


dimaksud dalam Diktum Kedua harus dijadikan acuan dalam memberikan
pelayanan di Rumah Sakit Umum Restu Ibu

Keempat

: Peraturan Ini berlaku sejak tanggal di tetapkannya dan apabila


dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Medan
Pada Tanggal: 14 Januari 2014
Direktur
Dr. Karo Malem Sinulingga

KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kami Panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan
anuggrah yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Buku Panduan Pasien Terminal
Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan ini dapat selesai disusun
Buku panduan ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak yang terkait dalam
memberikan pelayanan kepada pasien Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu
Dalam panduan ini diuraikan tentang pengertian dan tatalaksana dalam memberikan
pelayanan pasien pada tahap terminal di Rumah Sakit Umum Restu Ibu.
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam- dalamnya atas bantuan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Panduan Pasien Terminal Rumah Sakit
Umum Restu Ibu.

Medan, 14 Januari 2014


Penyusun

DAFTAR ISI

PANDUAN PASIEN TERMINAL


PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat sisembuhkan baik pada
dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degenerative, penyakit paru
obestruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, Parkinson, gagal jantung/ head failure, penyakit
genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlikan perawatan paliatif,
disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative
Namun saat ini pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien
dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana
prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga pada perawatan agar
mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai
masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, peneurunan berat badan, gangguan aktifitas tetapi
juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual, maka kebutuhan pasien pada stadium
lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga
pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, social dan spiritualyang dilakukan
dengan pendekatan interdisiplin.
Pada perawatan pasien dalam kondisi terminal menekankan pentingnya integritas
perawatan lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan
baik.
B. TUJUAN
Tujuan Umum:
Sebagai arahan bagi perawat pasien terminal di Rumah Sakit
Tujuan Khusus:
1. Terlaksananya perawatan pasien terminal yang bermutu sesuai standar yang berlaku
di rumah sakit
2. Tersusunnya panduan pasien terminal
3. Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih
4. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.

C. PENGERTIAN
1. Keadaan Terminal

Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi untuk si
sakit sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu
kecelakaan.
2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan mengalami/
menghadai seorang diri, sesuatau yang tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu
kehilangan.
D. MASALAH DIAKHIR KEHIDUPAN
Masalah diakhir kehidupan beragan dari usaha memperpanjang hidup pasien yang sekarat
sampai teknologi eksperimental canggih seperti implantasi organ binatang, percobaan
mengakhiri hidup lebih awal melalui euthanasia dan bunuh diri secara medis. Diantara
hal-hal yang ektrim tersebut ada banyak masalah seperti memulai atau menghentikan
perawatan yang dapat memperpanjang hidup, perawatan pasien dengan penyakit stadium
terminal serta kelayakan dan penggunaan peralatan bantuan hidup lanjut. Dua masalah
yang pantas mendapat perhatian khusus : euthanasia dan bantuan bunuh diri.
1. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan yang jelas dimaksud untuk
mengakhiri hidup orang lain dan juga termasuk elemen-elemen berikut: subjek
tersebut adalah orang yang kompeten dan paham dengan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan yang secara sukarela meminta hidupnya diakhiri; agen mengetahi
tentang kondisi pasien dan menginginkan kematian dan melakukan tindakan dengan
niat utama mengakhiri hidup orang tersebut, dan tindakan dilakukan dengan belas
kasihan dan tanpa tujuan pribadi.
2. Bantuan Bunuh Diri
Berarti tahu dan secara sadar memberikan kepada seseorang pengetahuan atau alat
atau keduanya yang diperlukan untuk melakukan bunuh diri, termasuk konseling
mengenai obat dosis letal, meresepkan obat dosis letal atau memberikannya.
Euthanasia dan bunudh diri dengan bantuan sering dianggap sama secara
moral,walaupun antara keduannya ada perbedaan yang jauh secara praktek maupun
dalam hal yuridiksi legal. Euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan secara defenisi
harus dibedakan dengan menunda atau menghentikan perawatan medis yang tidak
diinginkan, sia-sia atau tidak tepat ketentuan perawatan paliatif,bahkan jika tindakantindakan tersebut dapat memperpendek hidup.
Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul sebagai akibat dari rasa sakit
atau penderitaan yang dirasa pasien tidak tertahankan. Mereka lebih memilih mati
daripada meneruskan hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh lagi, banyak pasien
menganggap mereka mempunyai hak untuk mati dan bahkan hak memperoleh
bantuan untuk mati. Dokter dianggap sebagai instrument kematian yang paling tepat

karena mereka mempunyai pengetahuan medis dan akses pada obat-obatan yang
sesuai untuk mendapatkan kematian yang cepat tanpa rasa sakit. Tentunya dokter
akan merasa enggan memenuhi permintaan tersebut karena merupakan tindakan yang
illegal disebagian besar Negara dan dilarang dalam sebagian besar kode etik
kedokteran. Laranggan tersebut merupakan bagian dari sumpah Hippocrates dantelah
dinyatakan kembali WMA dalam :
Declaration on euthanasia:
Euthanasia merupakan tindakan mengakhiri hidup seseorang pasien dengan sengsara,
tetaplah tidak etik bahkan jika pasien sendiri atau keluarga dekatnya yang
memintanya. Hal ini tetap saja tidak mencegah dokter dan kewajibannya
menghormati keinginan pasien untuk membiarkan proses kematian alami dalam
keadaan sakit tahap terminal.
Penolakan terhadap euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak berarti dokter tidak dapat
melakukan apapun bagi pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa pada stadium
lanjut dan dimana tindakan kuratif yang tidak tepat. Pada tahun-tahun terakhir
kemajuan yang besar dalam perawatan paliatif untuk mengurangi rasa sakit dan
penderitaan serta meningkatnya kualitas hidup.
Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien segala usia, dari anak-anak dengan
penyakit kanker sampai orang tua yang hamper meninggal. Suatu aspek dalam
pengobatan paliatif yang memerlukan perhatian lebih adalah control rasa sakit.
Semua dokter yang merawat pasien sekarat harus yakin bahwa mereka mempunyai
cukup keterampilan dalam masalah ini, dan jika mungkin juga memiliki akses
terhadap bantuan yang sesuai dari ahli pengobatan paliatif. Dan diatas semuanya itu,
dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan perawatan
dengan belas kasihan bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan.
Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai tangtangan etis kepada pasien,
wakil pasien dalam mengambil keputusan mengenai kapan memulai tindakan tersebut
dan kapan menghentikannya jika tidak berhasil.
Seperti dibahas diatas, jika berhubungan dengan komunikasi dan ijin, pasien yang
kompeten mempunyai hak untuk menolak tindakan medis apapun walaupun jika
penolakan itu dapat ,dokter tidak boleh membiarkan pasien skarat namun tetap
memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin
disembuhkan menyebabkan kematian. Setiap orang berbeda dalam menaggapi
kematian; beberapa akan melakukan apapun untuk memperpanjang hidup mereka, tak
peduli seberapa pun sakit dan menderitannya ;sedang yang lain sangat ingin mati
sehingga menolak bahkan tindakan yang sederhana yang dapat membuat mereka tetap
hidup seperti antibiotic untuk pneumonia bakteri. Jika dokter melakukan setiap usaha
untuk memberitahukan kepada pasien semua informasi tentang perawatan yang ada
serta kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap menghormati keputusan
pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu terapi.

Pengambilan keputusan diakhir kehidupan untuk pasien yang tidak komitmen


memunculkan kesulitan yang lebih besar lagi. Jika pasien dengan jelas
mengungkapkan keinginannya sebelumnya seperti menggunakan bantuan hidup
lanjut. Keputusan akan lebih mudah walaupun bantuan seperti itu kadang sangat
samar-samar dan harus diinterprestasikan berdasarkan kondisi actual pasien. Jika
pasien tidak menyatakan keinginannya dengan jelas, wakil pasien dalam mengambil
keputusan harus menggunakan kriteria-kriteria lain untuk keputusan perawatan yaitu
kepentingan terbaik pasien.
E. TAHAP-TAHAP MENJELANG AJAL
Kubler-Rose (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap menjelang ajal
(dying) dalm 5 tahap yaitu:
1. Menolak/Denial
Pada fase ini, pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi dan
memungkinkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti: seharusnya
tidak terjadi dengan diriku, tidak salh kah keadaan ini? Beberapa orang bereaksi pada
fase ini dengan menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya orang yang akan sedih
mengalami keadaan menjelang ajal)
2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal
yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada
diri klien : mengapa hal ini terjadi dengan diriku kemarahan-kemarahan tersebut
biasanya diekspresikan kepada objek-objek yang dekat dengan pasien, seperti :
keluarga, teman, dan tenaga kesehatan yang merawatnya.
3. Menawar/Bergaining
Pada tahap ini kemarahan biasanya meredam dan pasien malahan dapat menimbulkan
kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya. Pada pasien yang
sedang dying, keadaan demikian dapat terjadi, sering kali klien berkata; ya Tuhan,
jangan dulu saya mati dengan segera, sebelum anak saya lulus serjana.

4. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini pasien cendrung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak
menangis. Ini saatnya untuk perawat duduk dengan tenang disamping pasien yang
sedang melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada proses ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga
tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini

sangat membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencanarencana tang terbaik dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat dan sebagainya.
F. TYPE-TYPE PERJALANAN MENJELANG KEMATIAN
Ada 4 type dari perjalanan proses kematian , yaitu ;
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang
cepat dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, biasanya terjadi pada kondisi
penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinaan sembuh belum pasti , biasanya terjadi
pada pasien dengan operasi radial karena adadnya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu . terjadi pada pasien yang sakit
kronik dan telah berjalan lama.
G. TANDA-TANDA KLINIS MENJELANG KEMATIAN
1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan
c. Peneurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai : nausea, muntah, perut
kembung, obstipasi, dan lainnya
d. Penurunan control spingter urinary dan rectal
e. Gerakan tubuh yang terbatas
2. Kelambatan dalam sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dala sensasi
b. Sionosis pada daerah ektermitas
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah
b. Tekanan darah turun
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal atau tidak teratur.

4. Gangguan sensori
a. Penglihatan kabur
b. Gangguan penciuman dan perabaan
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-kadang
pasien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan sensori terakhir
yang berfungsi sebelum meninggal.
H. TANDA-TANDA KLINIS SAAT MENINGGAL
1. Pupil mata melebar
2. Tidak mampu untuk bergerak
3. Kehilangan reflek
4. Nadi cepat dan kecil

5. Pernafasan chyene-stroke dan ngorok


6. Tekanan darah sangat rendah
7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka

I. TANDA-TANDA MENINGGAL SECARA KLINIS


Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahanperubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, Word Medical Assembly,
menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu :
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total
2. Tidak ada gerak dari otak khususnya pernafasan
3. Tidak ada reflek
4. Gambaran mendatar pada EKG.
J. MACAM TINGKAT KESADARAN/PENGERTIAN PASIEN DAN KELUARGANYA
TERHADAP KEMATIAN
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
1. Close Awareseness/ tidak mengerti
Pada situasi seperti ini, dokterbiasanya memilih untuk tidak memberitahukan
tentang diagnose dan prognosa kepada pasien dan keluarganya, tetapi bagi
perawatan hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan
sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kali dihadapkan dengan
pertanyaan-pertanyaan langsung; kapan sembuh, kapan pulang dan sebagainya.
2. Matual Pretense/kesadaran/pengertian yang ditutupi
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala
sesuatau yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.
3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal
yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan
getir. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi
dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat
melaksanakan hal tersebut.
K. BANTUAN YANG DAPAT DIBERIKAN
1. Bantuan Emosional
a. Pada fase denial/menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
menayakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasannya.
b. Pada fase marah

Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang


marah. Dokter/perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih
merupakan hal yang nomal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang
kematian. Akan lebih baik bila kemarahan ditunjukan kepada perawat sebagai
orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman akan menerima kemarahan
tersebut seta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam
menumbuhkan rasa aman.
c. Pada fase menawar
Pada fase ini dokter/ perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan
mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah
dan takut yang tidak masuk akal.
d. Pada fase depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir didekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika bekomunikasi secara non verbal
yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal
dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Pada fase penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan
teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaannya
dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu
untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
a. Kebersihan diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kebersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, mulut, badan dan sebagainya.
b. Mengontrol rasa sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien dengan sakit
terminal, seperti morpin, heroin dan lainya. Pemberian obat ini diberikan sesuai
dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan pasien. Obat-obatan lebih baik
diberikan intra vena dibandingkan melalui intra muscular/sucutan karena kondisi
sistem sirkulasi sudah menurun.
c. Membebaskan jalan nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lender perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi pasien yang tidak sadar, posisi yang baik adalah dengan dipasang
drainase dari mulut dan pemberian oksigen.

d. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti : turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur ( miring kiri, miring kanan)
untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodic, jika diperlukan dapat
digunakan alat untuk menyokong tubuh pasien, karena tonus otot sudah menurun
e. Nutrisi
Pasien sering kali anoreksia, nausea karena adanya penurunan peristaltic. Dapat
diberikan anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan
serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin karena terjadi
tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, dokter perlu menguji reflek menelan
klien sebelum diberi makanan cair atau intra vena/ infuse.
f. Emilinasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah
konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara
teratur atau dipasang duk yang diganti setiap saat atau dipasang kateter. Harus
dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet harus
diberikan saleb
g. Perubahan sensorik
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu /tempat terang pasien masih dapat
mendengar tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga harus
bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik
3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Pasien dengan dying akan ditepatkan diruangan isolasi dan untu memenuhi kebutuhan
kontak sosialnya, perawat dapat melakukan,;
a. Menanyakan siapa-siapa yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan pasien
dan didiskusikan dengan keluargannya, misalnya; teman-teman dekat atau
anggota keluarga lain
b. Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan perlunya
diisolasi
c. Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan terman-teman
terdekatnya yaitu dengan memberikan pasien untuk membersihkan diri dan
merapikan diri
d. Meminta saudara/teman- teman untuk sering mengunjungi dan mengajak orang
lain membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila pasien mampu
membacanya.

4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual


- Menanyakan kepada pasien tentang harapan harapan hidupnya dan rencanarencana pasien selanjutnya menjelang kematian
- Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan pemuka agama dalam
hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya
- Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual
mencakup praktek ibadah sesuai dengan keyakinannya/spiritrualnya. Petugas
kesehatan dan keluarga harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinankeyakinan spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus sensitive terhadap
kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan
spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.

L. KESIMPILAN
Kondisi terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit/sakit yang
tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik,
psikologis, social yang dialami sehingga dampak yang ditimbul pada tiap individu juga
berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien
terminal. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan
menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan
terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju
kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintainya.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikucilkan, ditelantarkan,
kesepian atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,
merespon terhadap berbagai kejadaian dan orang disekitarnya sampai kematian itu
terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi
lebih pada kehilangan control terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang
menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan persiapan,
kehilangan orang yang dicintai.

SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RESTU IBU
MEDAN
NOMOR :
TENTANG
KEBIJAKAN PERAWATAN PASIEN TERMINAL
Menimbang :
a. Bahwa kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan semakin meningkat jumlahnya
baik pada pasien dewasa maupun anak
b. Bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien dengan
penyakit yang belum dapat disembuhkan selain dengan perawatan kuratif dan
rehabilitative juga diperlukan perawatan paliatif bagi pasien dengan stdium terminal;
c. Bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a dan b diatas, perlu adanya keputusan Direktur
Rumah Sakit tentang Kebijakan Perawatan Pasien Terminal.
Mengingat :
1. Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara nomor 3495)

2. Undang-undang nomor 29 tahun 2004, tentang praktik kedokteran ( lembaran Negara


tahun 2004 nomor 116, tambahan lembaran Negara nomoe 4431)
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988
tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1045/ Menkes/ Per/ XI/2006
tentang Pedoman Organisasi RS di lingkungan Departemen Kesehatan
6. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 0588/ YM/ RSKS/SK/ VI/1992 tentang proyek
panduan pelaksanaan paliatif dan Bebas Nyeri kanker;
7. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia nomor 336/PB/A.4/88 tentang
MATI.

Perilaku staf Rumah Sakit Dalam Memenuhi Kebutuhan pasien Pada


Pelayanan Pasien Fase Terminal

No Dokumen

STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL

tanggal terbit

No. revisi

Halaman

1/1
Ditetapkan,

dr. Karo Malem Sinulingga

Direktur

Pengertian

- Pasien fase terminal adalah pasien dalam kondisi sakit yang menurut ilmu
kedokteran pada saat ini memiliki prognosis yang menuju proses kematian
- Perilaku staff Rumah Sakit adalah sikap,tutur kata dan pelaksanaan dari staf
rumah sakit yang langsung bersangkutan dengan pelayanan pasien yaitu dokter
dan perawat.

Tujuan

Kebijakan

Agar staff rumah sakit memahami kebutuhan unik pasien pada akhir hidupnya
yang meliputi aspek sebagai berikut:
1. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan permintaan
pasien dan keluarga
2. Menyampaikan issu yang sensitive seperti autopsy dan kondisi korban
3. Menghargai nilai yang dianut pasien, agama, dan preferensi budaya
4. Mengikut sertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek
pelayanan
5. Memberikan respon pada hal psikologis,emosional, spiritual, dan budaya,
dari pasien dan keluarganya.
Semua staff harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir
kehidupan.
Peraturan Direktur RSU.Restu Ibu no. .. tentang Pasien
Terminal

petugas
Prosedur

Unit Terkait

Staff medis keperawatan


1. Ambil kesimpulan oleh DPJP bahwa pasien dalam kondisi terminal
sesuai dengan defenisi diatas
2. Mintakan pendapat dari dokter jaga ruangan dan DPJP, bila sudah
terdapat persesuaian keputusan tersebut dapat berlaku
3. Konsultasikan kepada dokter sejawat lainnya bila tidak terdapat
persesuaian, keputusan terakhir tetap pada DPJP.
4. Beritahukan tentang kondisi atau berita buruk kepada pasien/keluarga
dengan sangat hati-hati dan bijaksana tentang kondisi sakit pasien sesuai
dengan SPC penyampaian berita/kabar buruk terhadap pasien oleh DPJP
atau didelegasikan
5. Beritahukan/ informasikan dengan petugas customer service, bila
terdapat kesulitan dalam penyampaian berita kepada pasien/keluarga
6. Tanyakan kepada pasien apakeh ada usul, saran atau keinginanya tentang
keadaannya , keinginan pasien harus dihormati ( misal : berpesan untuk
tidak memberitukan kepada keluargannya
7. Tanyakan kepada keluarga pasien apakah ada usul, saran atau
keinginannya tentang kondisi pasien. Apabila terdapat perbedaan
keinginan antara pasien dan keluarga pasien, keputusan terakhir
diputuskan oleh pasien dan keluarga . keinginan pasien lebih tinggi
nilainya dibandingkan dengan keinginan keluarga sesuai dengan prinsip
rahasia jabatan
8. Laksanakan secara profesional keinginan pasien yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan dan keluarga pasien oleh staff
rumah sakit, dokter dan perawat.
Dpjp, ppjp, dokter jaga, dokter medical informasi, costumer service.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : Kesatu: KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RESTU IBU
Kedua : keputusan Direktur Rumah Sakit mengenai Perawatan Terminal sebagaimana
dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercamtum dalam panduan pasien terminal ini
Ketiga : Surat Persetujuan Tindakan Perawatan Terminal sebagaimana tercantum dalam
lampiran keputusan ini.
Keempat : pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan ini dilakukan
oleh Direktur Pelayanan dan Komite Medis sesuai dengan fungsi dan tugasnya masingmasing
Kelima ; keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Keenam : apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini, akan
dilakukan perbaikan-perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Medan
Pada Tanggal : 7 Januari 2014
Direktur RSU. Restu Ibu
dr. Karo Malem Sinulingga

Anda mungkin juga menyukai