Michael Sukmapradipta
102012253
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : michael_sukmapradipta@hotmail.com
PENDAHULUAN
Payudara merupakan organ yang terdapat pada laki-laki dan wanita dan
terletak dekat dengan kelenjar limfe. Payudara merupakan organ seks sekunder yang
merupakan simbol feminitas wanita. Setelah melahirkan, payudara menghasilkan ASI
yang sangat dibutuhkan oleh bayi. Jika terjadi gangguan pada payudara maka
produksi ASI dapat terganggu dan menyebabkan bayi dapat mengalami kekurangan
gizi dan menimbulkan berbagai penyakit pada bayi. Gangguan-gangguan yang dapat
timbul pada payudara berupa tumor baik tumor ganas maupun tumor jinak, radang
yang disebut mastitis, dan abses payudara. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
membantu menegakkan gangguan pada payudara dapat dilakukan dengan
menggunakan tes mamogram yang disebut sebagai mamografi. Radang payudara
(mastitis) terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran
air susu. Biasanya diawali dengan puting susu lecet atau luka. Gejala yang bisa
diamati berupa kulit memerah, payudara lebih keras serta nyeri dan berbenjol-benjol.
Pada saat terjadi mastitis bila terjadi statis dalam pengeluaran ASI dapat
berkomplikasi menjadi abses payudara.1
Anatomi
Payudara sebagai kelenjar subkutis mulai tumbuh sejak minggu keenam masa
embrio, yaitu berupa penebalan ektodermal sepanjang garis yang disebut garis susu
yang terbentang dari aksila sampai ke regio inguinal. Dua pertiga bagian atas mamma
terletak di atas otot pektoralis mayor, sedangan sepertiga bagian bawahnya terletak
diatas otot seratus anterior, otot oblikus eksternus abdominis dan otot rektus
abdominis. Setiap payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobulus kelenjar yang masingmasing mempunyai saluran ke papila mamma yang disebut duktus laktiferus yang
akan bermuara ke papilla mamma. Di antara kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga di
1
antara kulit dan kelenjar tersebut terdapat jaringan lemak. Yang memberi kerangka
untuk payudara adalah jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper. 1
Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang arteri perforantes anterior
dari arteri mamaria interna, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari arteri
aksilaris dan beberapa arteri interkostalis. Payudara sisi superior dipersarafi oleh
nervus supraklavikula yang berasal dari cabang ke-3 dan ke-4 pleksus servikal.
Payudara sisi medial dipersarafi oleh cabang kutaneus anterior dari nervus
interkostalis 2-7. Papila mamma terutama dipersarafi oleh cabang kutaneus lateral
dari nervus interkostalis 4. 1
Fisiologi
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi oleh hormon.
Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, lalu masa
fertilitas, sampai klimakterium, hingga menopause. Sejak pubertas, pengaruh estrogen
dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofisis menyebabkan
berkembangnya duktus dan timbulnya asinus.
Perubahan selanjutnya terjadi sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke-8, payudara
membesar dan pada beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran
maksimal. Selama beberapa hari menjelang haid, payudara menegang dan nyeri
sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi sulit dilakukan. Bila ingin melakukan
mamografi, hasilnya menjadi rancu karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu haid
mulai, semua hal di atas berkurang.
Perubahan terakhir terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan, payudara
membesar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi dan tumbuh
duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu
diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui
duktus ke puting susu yang dipicu oleh oksitosin. 1
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter
dengan cara melakukan serangkaian wawancara anamnesis dapat langsung dilakukan
terhadap pasien (auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (aloanamnesis). 2 Pada skenario didapatkan pasien wanita berumur 28 tahun, maka dari itu
dilakukan auto anamnesis, kemudian ditanyakan beberapa hal dibawah ini: 3
-
pemeriksaan payudara terbaik adalah hari ke 5-7 setelah hari haid terakhir)
Apakah pasien sedang menyusui? Sudah berlangsung berapa lama?
riwayat medis atau dapat ditanyakan pada saat melakukan pemeriksaan fisik.
Tanyakan Apakah Anda memeriksa sendiri payudara Anda? Berapa sering Anda
memeriksanya? Tanyakan apakah pasien memiliki benjolan, nyeri atau gangguan
rasa nyaman apa pun pada payudaranya. Tanyakan juga tentang setiap pengeluaran
sekret dari puting susu dan kapan peristiwa ini terjadi. Jika pengeluaran sekret hanya
terjadi setelah puting susu diurut, keadaan ini dianggap sebagai keadaan yang
3
fisiologis. Jika pengularan sekretnya terjadi secara spontan dan terlihat pada pakaian
dalam (kaus, BH) atau pakaian tidur tanpa stimulasi lokal, tanyakan warna,
konsistensi, dan jumlahnya. Apakah sekret tersebut keluar pada kedua atau salah satu
payudara? 1
Riwayat penyakit dahulu, penting untuk mencatat secara rinci semua masalah medis
yang pernah timbul sebelumnya dan terapi yang pernah diberikan, seperti adakah
tindakan operasi dan anastesi sebelumnya, kejadian penyakit umum tertentu. 2
Riwayat Pribadi dan Sosial, Secara umum menanyakan bagaimana kondisi sosial,
ekonomi dan kebiasaan-kebiasaan pasien seperti merokok, mengkonsumsi alkohol,
dan hal yang berkaitan. Asupan gizi pasien juga perlu ditanyakan, meliputi jenis
makanannya, kuantitas dan kualitasnya. Begitu pula juga harus menanyakan
vaksinasi, pengobatan, tes skrining, kehamilan, riwayat obat yang pernah dikonsumsi,
atau mungkin reaksi alregi yang dimiliki pasien. Selain itu, harus ditanyakan juga
bagaimana lingkungan tempat tinggal pasien. Selain itu yang juga perlu diperhatikan
adalah riwayat berpergian (penyakit endemik). 2
Riwayat Keluarga, berguna untuk mencari penyakit yang pernah diderita oleh
kerabat pasien karena terdapat kontribusi genetik yang kuat pada berbagai penyakit. 2
Dari hasil anamnesis yang telah dilakukan di dapatkan wanita berusia 28 tahun
dengan payudara kirinya dirasa membengkak yang terasa sakit dan disertai demam
sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sedang menyusui.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Keadaan umum dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang
mencakup kesan keadaan sakit, kesadaran pasien serta status gizi pasien. Dengan
penilaian keadaan umum maka dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan
akut yang memerlukan pertolongan segera atau pasien dalam keadaan relatif stabil
sehingga dapat dilakukan anamnesis secara lengkap baru dilakukan pertolongan. 4
TTV
Pasien juga harus diperiksa tanda-tanda vital yang mencakup frekuensi nadi,
tekanan darah, frekuensi pernafasan, dan suhu yang di sesuaikan dengan batas normal.
Suhu tubuh manusia yang normal adalah 36-370C; Tekanan darah 120/80 mmHg;
Frekuensi nadi yang normal 80 kali permenit; Frekuensi pernapasan yang normal 1624 kali permenit. 4
4
Pemeriksaan Payudara
Sebelum memeriksa payudara wanita, pemeriksa harus memiliki pendamping.
Idealnya pendampingnya adalah seorang wanita. Pasien harus membuka seluruh
pakaiannya hingga ke pinggang dan duduk di tepi kursi dengan kedua lengan di
samping. 3
Inspeksi, pasien dapat diminta untuk duduk tegak dan berbaring. Kemudian, inspeksi
dilakukan terhadap bentuk kedua payudara, ukuran, simetri, warna kulit, lekukan,
retraksi papila, adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus dan benjolan.
Cekungan kulit (dimpling) akan terlihat lebih jelas bila pasien diminta untuk
mengangkat lengannya lurus ke atas.
apakah mengalami eversi, datar, atau inversi, berskuama, mengeluarkan cairan. Pada
aksila, pasien diminta untuk meletakkan kedua tangan mereka di kepala dan ulangi
proses inspeksi. Beri perhatian khusus pada setiap asimetri atau cekungan kulit yang
terlihat. Periksa aksila untuk massa atau perubahan warna. 3
Palpasi, Tanyakan terlebih dahulu kepada pasien apakah ada nyeri spontan atau nyeri
tekan, dan periksa daerah tersebut terakhir. Palpasi lebih baik dilakukan pada pasien
yang berbaring dengan bantal yang tipis di punggung sehingga payudara terbentang
rata. Palpasi dilakukan dengan ruas pertama jari telunjuk, tengah, dan manis yang
digerakkan perlahan-lahan tanpa tekanan pada setiap pada setiap kuadran payudara
dengan alur melingkar atau zig-zag. Pada sikap duduk, benjolan yang tak teraba ketika
penderita berbaring kadang lebih mudah ditemukan. Bila teraba benjolan maka
uraikan benjolan tersebut. Selain perabaan benjolan, palpasi juga berguna untuk
mengetahui benjolan apakah melekat ke kulit atau ke dinding dada atau mobile (dapat
digerakkan). Minta pasien untuk memberi tahu Anda jika timbul nyeri selama
pemeriksaan. Pemijatan halus puting susu dilakukan untuk mengetahui adanya
pengeluaran cairan, berupa darah atau bukan. Bila sekret seperti susu, seosa, atau
hijau-coklat hampir selalu jinak, namun bila pengeluaran darah dari puting payudara
diluar masa laktasi dapat disebabkan oleh berbagai kelainan, seperti karsinoma,
papiloma di salah satu duktus, dan kelainan yang disertai ekstasia duktus. Perabaan
aksila misalnya sebelah kanan, abduksi lengan kanan pasien dan topanglah di
pergelangan tangannya dengan tangan kanan sementara tangan kiri memeriksa ketiak
pasien. Bila teraba adanya kelenjar limfe, uraikan kelenjar limfe tersebut serta apakah
terdapat nyeri. 3, 5
1. Screening mamogram.
Pemeriksaan ini ditunjukkan bagi wanita yang tidak mengalami
gangguan pada payudaranya. Prinsip dasar strategi skrining adalah asumsi
dasar bahwa deteksi lebih dini akan menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas. Sampai kini, mamografi skrining harus ditawarkan setiap tahun
pada wanita-wanita yang berusia 50 tahun ke atas, dan setidaknya setiap dua
tahun bagi wanita yang berusia 40 sampai 49 tahun.
2. Diagnostic mamogram.
Dilakukan jika dari pemeriksaan klinis atau screening mamogram
ditemukan suatu kelainan. Bertujuan untuk mengevaluasi ketidaknormalan
pada payudara pasien yang baru atau pasien lama yang membutuhkan
pemeriksaan lanjutan. Pada pemeriksaan diagnostik diberikan tambahan sinar
X dari sudut lain ataupun pencitraan khusus pada area tertentu.
Gambar 1. Posisi frontal. Dikutip dari editor. Mendeteksi kanker payudara dengan mamogfrafi. 15
April 2009. Dikutip dari http://www.artikelpayudara.com/2009/04/15/mendeteksi-kanker-payudaradengan-mamografi/, 11 April 2014.
USG) dan sel kemudian diaspirasi tanpa memerlukan anestesi lokal. Cairan yang
dikeluarkan berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi. Keuntungan pemeriksaan
ini adalah rasa sakit yang relatif kurang dan diagnosis serta penatalaksanaan dapat
segera di lakukan. 6
Isolasi Bakteri
Biakan postif yang ditemukan merupakan standar penting untuk mendiagnosa
Abses payudara ini. Spesimen dapat di kultur dari ASI. Spesimen yang ditanam di
cawan agar darah membentuk koloni yang khas dalam 18 jam pada suhu 37 oC, tetapi
tidak menghasilkan pigmen dan hemolisis sampai beberapa hari kemudian. S. aureus
memfrementasikan manitol. 9, 10
Biakan ASI penting untuk diagnostik serta penatalaksanaan. Sehingga
antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya. Lakukan pemeriksaan darah
lengkap, biakan darah dan pemeriksaan laboratorium bila diperlukan. 11
Dalam kasus belum didapatkan hasil pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
Mastitis Akut
Hampir semua kasus mastitis akut terjadi selama menyusui. Selama mingguminggu pertama menyusui, payudara rentan terhadap infeksi bakteri akibat
terbentuknya fisura dan celah di puting. Dari tempat masuk ini biasanya
Staphylococus aureus menginvasi jaringan payudara. Infeksi stafilokokus cenderung
menimbulkan daerah inflamasi akut lokal yang dapat berkembang menjadi abses
tunggal atau multiple. Pasien datang dengan payudara yang eritematosa dan nyeri
serta biasanya disertai demam. Awalnya hanya satu sistem duktus atau sektor
payudara yang terkena.
12
12
atau cephalosporin 500 mg peroral setiap 6 jam selama 5-7 hari dan non medika
mentosa yang dapat dilakukan adalah pengosongan payudara dengan mengeluarkan
seluruh ASI ataupun yang tersisa dengan tangan atau dengan alat hisap khusus.
Sebaiknya dilakukan pengisapan air susu dengan pengisap khusus. 13
8
analgesik. Sementara bayinya hanya disusukan tanpa dijadwal pada payudara yang
sehat saja. Sedangkan ASI dari payudara yang sakit diperas sementara (tidak
disusukan). Setelah sembuh bayi bisa disusukan kembali. 15
Etiologi
Penyebab paling sering mastitis adalah bakteri Staphylococcus aureus. Sumber
organisme langsung yang menyebabkan mastitis hampir selalu berasal dari hidung
dan tenggorokan bayi. Bakteri memasuki payudara melalui papila mammae pada
fisura atau abrasi kecil. 10
Stafilokokus adalah sel sferis, berdiameter sekitar 1mikro meter tersusun
dalam kelompok yang tidak teratur. Kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan bentuk
rantai juga terlihat di biakan cairan. Kokus yang muda memberikan pewarnaan gram
positif yang kuat. Stafilokokus tidak motil dan tidak membentuk spora. Bila
dipengaruhi obat-obat seperti penisilin, stafilokokus lisis. 9
Stafilokokus mudah berkembang pada sebagian besar medium bakteriologik dalam
lingkungan aerobik atau mikroaerofilik. Organisme ini paling cepat berkembang pada
suhu 370C tetapi suhu yang terbaik untuk menghasilkan pigmen adalah suhu ruangan
(20-250C). Staphylococcus aureus biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu
hingga kuning tua kecoklatan. 9
Epidemiologi
Pada penelitian oleh Matheson (1988) melaporkan Staphylococcus aureus
ditemukan Peradangan payudara sering terjadi pada wanita yang menyusui, dan sering
terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Mastitis terjadi pada mingguminggu pertama setelah melahirkan. Sedangkan absesnya biasa terbentuk setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan. 10
Patofisiologi
Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan
terjadinya infeksi.14
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran
ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan
alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi
datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Ketika ASI tidak
dikeluarkan sepenuhnya sewaktu menyusui, sisa ASI terperangkap di dalam
10
Gejala pada abses payudara tampak lebih parah, payudara lebih mengkilat,
panas dan lebih sakit serta terdapat benjolan yang berisi penuh/bengkak berisi cairan
sehingga teraba adanya benjolan lunak berfluktuasi dan suhu tubuh meningkat. 14-15
Penatalaksanaan
Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian
antibiotik disertai dengan pengosongan payudara mempercepat penyembuhan bila
dibandingkan dengan pemberian antibiotik saja. Sebab dinding abses membentuk
halangan yang melindungi bakteri patogen dari pertahanan tubuh dan membuat tidak
mungkin untuk mencapai kadar antibiotik yang efektif dalam jaringan terinfeksi. 14
Non Medika Mentosa
Pada abses payudara perlu dirujuk ke dokter ahli. Penanganan tradisional
yang dapat dilakukan adalah insisi abses, yang biasanya memerlukan anestesi umum.
Pada kasus yang dini, insisi tunggal pada bagian yang paling berfluktuasi biasanya
cukup, namun abses multipel membutuhkan beberapa insisi dan mengganggu
lokulasi. Kavitas yang terbentuk diisi dengan gumpalan kasa secara longgar yang
harus diganti setelah 24 jam dengan gumpalan yang lebih kecil. Alternatif yang
kurang invasif adalah aspirasi jarum yang dipandu dengan sonografik menggunakan
anestesia lokal yang mempunyai angka keberhasilan 80-90%. Selama tindakan ini
11
dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu
dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.14, 15
Medika Mentosa
1. Antibiotik Dosis Tinggi
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, namun ibu
dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi. Jenis antibiotik yang
biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara
oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih
banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral
lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan peradangan
pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap
penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan
klindamisin. 14
Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 14 hari. Biasanya ibu menghentikan
antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan
risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian
antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada
payudara dan vagina. 14
2. Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang
berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen.
Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan
peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6
gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu
menyusui yang mengalami mastitis. 14
Edukasi
Aliran ASI yang baik merupakan hal penting karena stasis ASI merupakan
masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih
sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa
sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian
sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah
menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara
12
sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang
mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada
saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu
tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi
gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami
mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari
payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu
risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan
menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak
atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat
membantu melancarkan aliran ASI. 14
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi
cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu
membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat
menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah
ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada
payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa nyeri bertambah.
Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman. Keputusan untuk
memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada kenyamanan ibu. 14
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang
dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu
dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung. 14
Komplikasi
Dengan penanganan yang cepat dan tepat serta edukasi yang baik terhadap
pasien, pada umumnya akan mengecilkan kejadian terjadinya komplikasi. Berikut
beberapa komplikasi yang dapat terjadi: 14
Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu
memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak
dapat meningkatkan risiko terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat
yang mereka konsumsi tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu
penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan
dan keluarga sangat diperlukan saat ini.
13
15
Kesimpulan
Dari kasus wanita 28 tahun yang datang dengan keluhan payudara kirinya
dirasa membengkak yang terasa sakit dan disertai demam sejak 1 minggu yang lalu
setelah dilakukan anamnesis yang lebih lengkap, serta pemeriksaan fisik dan
penunjang yang terarah, dapat di tegakkan diagnosis bahwa pasien menderita abses
payudara karena pada pemeriksaan fisiknya terdapat benjolan pada kuadran lateral
bawah dari payudara kiri dengan ukuran 4x3cm, hiperemis, teraba fluktuasi serta
nyeri tekan. Abses payudara merupakan komplikasi dari penderita mastitis yang tidak
diobati. Dimana pada penderita abses payudara ditemukan adanya demam yang
menetap dalam waktu 48 hingga 72 jam, terabanya masa yang berfluktuasi
dikarenakan berisi nanah, dan payudaranya lebih memerah. Penderita abses payudara
sebaiknya dilakukan insisi abses yang mengikuti garis kulit serta pemberian antibiotik
yang adekuat dan sesuai indikasi sehingga hasilnya menjadi lebih baik dan
prognosisnya baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bickley LS. Buku ajar: Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates.
Jakarta: EGC; 2009. h. 305, 319
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h.
94.
3. Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford: Pemeriksaan fisik dan ketrampilan
praktis. Jakarta: EGC; 2012. h. 372-83.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simbadibrata M, Simbadibrata M, Setiati S.
Buku ajar: Ilmu penyakit dalam. Edisi-5. Jilid 1. Jakarta: Internal Publishing.
h. 29, 31-2
5. Sjamsuhidajat R. De jong: Buku ajar ilmu bedah. Edisi-3. Jakarta: EGC; 2010.
h. 471-5
6. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi-6. Jakarta:
EGC; 2007. h. 477-81, 503, 601, 673.
7. Grace PA, Borley NR. At a glance: Ilmu bedah. Edisi-3. Jakarta: Erlangga;
2006. h. 17-21
8. Townsend CN, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Buku saku: Ilmu
bedah Sabiston. Jakarta: EGC; 2010. h. 413-4.
9. Brooks GF, Butel JS, Morse SA, penyuting. Mikrobiologi kedokteran Jawetz,
Melnick, Adelberg. Edisi-27. Jakarta: EGC; 2007. h. 225-6
16
10. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Obstetri Williams. Volume 1. Edisi-23. Jakarta: EGC; 2012. h. 681-3.
11. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku: Obstetri dan ginekologi. Edisi-9. Jakarta:
EGC. 2008. h. 286, 491
12. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, penyunting. Robbins & Cotran: Dasar
patologis penyakit. Edisi-7. Jakarta: EGC; 2009. h. 1147
13. McPhee SJ, Papadakis MA. Lange: Current medical diagnosis & treatment.
49th ed. New york: Mc Graw Hill. p. 651-2, 720-1
14. Alasiry E. Mastitis: Pencegahan dan penanganan. 26 Agustus 2013. Diunduh
dari:
http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-
17