Anda di halaman 1dari 17

Abses Payudara Sinistra pada Wanita berumur 28 tahun

Michael Sukmapradipta
102012253
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : michael_sukmapradipta@hotmail.com

PENDAHULUAN
Payudara merupakan organ yang terdapat pada laki-laki dan wanita dan
terletak dekat dengan kelenjar limfe. Payudara merupakan organ seks sekunder yang
merupakan simbol feminitas wanita. Setelah melahirkan, payudara menghasilkan ASI
yang sangat dibutuhkan oleh bayi. Jika terjadi gangguan pada payudara maka
produksi ASI dapat terganggu dan menyebabkan bayi dapat mengalami kekurangan
gizi dan menimbulkan berbagai penyakit pada bayi. Gangguan-gangguan yang dapat
timbul pada payudara berupa tumor baik tumor ganas maupun tumor jinak, radang
yang disebut mastitis, dan abses payudara. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
membantu menegakkan gangguan pada payudara dapat dilakukan dengan
menggunakan tes mamogram yang disebut sebagai mamografi. Radang payudara
(mastitis) terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran
air susu. Biasanya diawali dengan puting susu lecet atau luka. Gejala yang bisa
diamati berupa kulit memerah, payudara lebih keras serta nyeri dan berbenjol-benjol.
Pada saat terjadi mastitis bila terjadi statis dalam pengeluaran ASI dapat
berkomplikasi menjadi abses payudara.1
Anatomi
Payudara sebagai kelenjar subkutis mulai tumbuh sejak minggu keenam masa
embrio, yaitu berupa penebalan ektodermal sepanjang garis yang disebut garis susu
yang terbentang dari aksila sampai ke regio inguinal. Dua pertiga bagian atas mamma
terletak di atas otot pektoralis mayor, sedangan sepertiga bagian bawahnya terletak
diatas otot seratus anterior, otot oblikus eksternus abdominis dan otot rektus
abdominis. Setiap payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobulus kelenjar yang masingmasing mempunyai saluran ke papila mamma yang disebut duktus laktiferus yang
akan bermuara ke papilla mamma. Di antara kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga di
1

antara kulit dan kelenjar tersebut terdapat jaringan lemak. Yang memberi kerangka
untuk payudara adalah jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper. 1
Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang arteri perforantes anterior
dari arteri mamaria interna, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari arteri
aksilaris dan beberapa arteri interkostalis. Payudara sisi superior dipersarafi oleh
nervus supraklavikula yang berasal dari cabang ke-3 dan ke-4 pleksus servikal.
Payudara sisi medial dipersarafi oleh cabang kutaneus anterior dari nervus
interkostalis 2-7. Papila mamma terutama dipersarafi oleh cabang kutaneus lateral
dari nervus interkostalis 4. 1
Fisiologi
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi oleh hormon.
Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, lalu masa
fertilitas, sampai klimakterium, hingga menopause. Sejak pubertas, pengaruh estrogen
dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofisis menyebabkan
berkembangnya duktus dan timbulnya asinus.
Perubahan selanjutnya terjadi sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke-8, payudara
membesar dan pada beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran
maksimal. Selama beberapa hari menjelang haid, payudara menegang dan nyeri
sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi sulit dilakukan. Bila ingin melakukan
mamografi, hasilnya menjadi rancu karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu haid
mulai, semua hal di atas berkurang.
Perubahan terakhir terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan, payudara
membesar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi dan tumbuh
duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu
diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui
duktus ke puting susu yang dipicu oleh oksitosin. 1
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter
dengan cara melakukan serangkaian wawancara anamnesis dapat langsung dilakukan
terhadap pasien (auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (aloanamnesis). 2 Pada skenario didapatkan pasien wanita berumur 28 tahun, maka dari itu
dilakukan auto anamnesis, kemudian ditanyakan beberapa hal dibawah ini: 3
-

Apa keluhan yang dirasakan pasien? Sejak kapan?


2

Bagaimana pasien menggunakan tangan menjelaskan gejala? Pastikan dimana


letaknya.

1. Bila terdapat rasa nyeri payudara (mastalgia)


-

Apakah nyeri bersifat unilateral atau bilateral?


Apakah timbul rasa panas atau kemerahan di tempat nyeri?
Apakah ada perubahan kulit lain yang terlihat?
Apakah nyeri bersifat siklis atau menetap? Dan apakah berkaitan dengan haid?
Apakah ada riwayat keluhan serupa sebelumnya?
Bagaimana riwayat haid (Katanemia)? Kapan haid terakhir? (karena waktu

pemeriksaan payudara terbaik adalah hari ke 5-7 setelah hari haid terakhir)
Apakah pasien sedang menyusui? Sudah berlangsung berapa lama?

Bagaimana kebiasaan saat menyusui?


Apakah pasien sedang mendapat terapi hormon (khususnya HRT, terapi sulih
hormon)?

2. Bila terdapat sekret dari puting payudara


-

Apakah cairan seperti susu atau bahan lain?


Warna sekret (jernih, putih, kuning, tercemar darah)
Sekret keluar spontan atau tidak?
Apakah pengeluaran cairan unilateral atau bilateral?
Adanya perubahan dalam penampilan puting atau aerola?
Benjolan di payudara?

3. Bila terdapat benjolan di payudara


-

Kapan benjolan pertama kali didasari?


Apakah ukuran benjolan tetap sama atau membesar?
Apakah ukuran benjolan berubah-ubah sesuai siklus haid?
Apakah terasa nyeri?
Adakah kelainan kulit lokal?
Adakah riwayat benjolan payudara (tanyakan tentang riwayat biopsi,

diagnosis, dan operasi)


Anamnesis sistem lengkap harus mencakup gejala lain yang mungkin
menandakan suatu penyakit neoplastik (penurunan berat, berkurangnya nafsu
makan, lesu, dan sebagainya) dan penyebaran metastatik ke sistem organ lain
(sesak napas, nyeri tulang dan sebagainya)
Pertanyaan tentang payudara wanita mungkin sudah dimasukkan ke dalam

riwayat medis atau dapat ditanyakan pada saat melakukan pemeriksaan fisik.
Tanyakan Apakah Anda memeriksa sendiri payudara Anda? Berapa sering Anda
memeriksanya? Tanyakan apakah pasien memiliki benjolan, nyeri atau gangguan
rasa nyaman apa pun pada payudaranya. Tanyakan juga tentang setiap pengeluaran
sekret dari puting susu dan kapan peristiwa ini terjadi. Jika pengeluaran sekret hanya
terjadi setelah puting susu diurut, keadaan ini dianggap sebagai keadaan yang
3

fisiologis. Jika pengularan sekretnya terjadi secara spontan dan terlihat pada pakaian
dalam (kaus, BH) atau pakaian tidur tanpa stimulasi lokal, tanyakan warna,
konsistensi, dan jumlahnya. Apakah sekret tersebut keluar pada kedua atau salah satu
payudara? 1
Riwayat penyakit dahulu, penting untuk mencatat secara rinci semua masalah medis
yang pernah timbul sebelumnya dan terapi yang pernah diberikan, seperti adakah
tindakan operasi dan anastesi sebelumnya, kejadian penyakit umum tertentu. 2
Riwayat Pribadi dan Sosial, Secara umum menanyakan bagaimana kondisi sosial,
ekonomi dan kebiasaan-kebiasaan pasien seperti merokok, mengkonsumsi alkohol,
dan hal yang berkaitan. Asupan gizi pasien juga perlu ditanyakan, meliputi jenis
makanannya, kuantitas dan kualitasnya. Begitu pula juga harus menanyakan
vaksinasi, pengobatan, tes skrining, kehamilan, riwayat obat yang pernah dikonsumsi,
atau mungkin reaksi alregi yang dimiliki pasien. Selain itu, harus ditanyakan juga
bagaimana lingkungan tempat tinggal pasien. Selain itu yang juga perlu diperhatikan
adalah riwayat berpergian (penyakit endemik). 2
Riwayat Keluarga, berguna untuk mencari penyakit yang pernah diderita oleh
kerabat pasien karena terdapat kontribusi genetik yang kuat pada berbagai penyakit. 2
Dari hasil anamnesis yang telah dilakukan di dapatkan wanita berusia 28 tahun
dengan payudara kirinya dirasa membengkak yang terasa sakit dan disertai demam
sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sedang menyusui.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Keadaan umum dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang
mencakup kesan keadaan sakit, kesadaran pasien serta status gizi pasien. Dengan
penilaian keadaan umum maka dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan
akut yang memerlukan pertolongan segera atau pasien dalam keadaan relatif stabil
sehingga dapat dilakukan anamnesis secara lengkap baru dilakukan pertolongan. 4
TTV
Pasien juga harus diperiksa tanda-tanda vital yang mencakup frekuensi nadi,
tekanan darah, frekuensi pernafasan, dan suhu yang di sesuaikan dengan batas normal.
Suhu tubuh manusia yang normal adalah 36-370C; Tekanan darah 120/80 mmHg;
Frekuensi nadi yang normal 80 kali permenit; Frekuensi pernapasan yang normal 1624 kali permenit. 4
4

Pemeriksaan Payudara
Sebelum memeriksa payudara wanita, pemeriksa harus memiliki pendamping.
Idealnya pendampingnya adalah seorang wanita. Pasien harus membuka seluruh
pakaiannya hingga ke pinggang dan duduk di tepi kursi dengan kedua lengan di
samping. 3
Inspeksi, pasien dapat diminta untuk duduk tegak dan berbaring. Kemudian, inspeksi
dilakukan terhadap bentuk kedua payudara, ukuran, simetri, warna kulit, lekukan,
retraksi papila, adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus dan benjolan.
Cekungan kulit (dimpling) akan terlihat lebih jelas bila pasien diminta untuk
mengangkat lengannya lurus ke atas.

Pada puting payudara dilihat kesimetrisan,

apakah mengalami eversi, datar, atau inversi, berskuama, mengeluarkan cairan. Pada
aksila, pasien diminta untuk meletakkan kedua tangan mereka di kepala dan ulangi
proses inspeksi. Beri perhatian khusus pada setiap asimetri atau cekungan kulit yang
terlihat. Periksa aksila untuk massa atau perubahan warna. 3
Palpasi, Tanyakan terlebih dahulu kepada pasien apakah ada nyeri spontan atau nyeri
tekan, dan periksa daerah tersebut terakhir. Palpasi lebih baik dilakukan pada pasien
yang berbaring dengan bantal yang tipis di punggung sehingga payudara terbentang
rata. Palpasi dilakukan dengan ruas pertama jari telunjuk, tengah, dan manis yang
digerakkan perlahan-lahan tanpa tekanan pada setiap pada setiap kuadran payudara
dengan alur melingkar atau zig-zag. Pada sikap duduk, benjolan yang tak teraba ketika
penderita berbaring kadang lebih mudah ditemukan. Bila teraba benjolan maka
uraikan benjolan tersebut. Selain perabaan benjolan, palpasi juga berguna untuk
mengetahui benjolan apakah melekat ke kulit atau ke dinding dada atau mobile (dapat
digerakkan). Minta pasien untuk memberi tahu Anda jika timbul nyeri selama
pemeriksaan. Pemijatan halus puting susu dilakukan untuk mengetahui adanya
pengeluaran cairan, berupa darah atau bukan. Bila sekret seperti susu, seosa, atau
hijau-coklat hampir selalu jinak, namun bila pengeluaran darah dari puting payudara
diluar masa laktasi dapat disebabkan oleh berbagai kelainan, seperti karsinoma,
papiloma di salah satu duktus, dan kelainan yang disertai ekstasia duktus. Perabaan
aksila misalnya sebelah kanan, abduksi lengan kanan pasien dan topanglah di
pergelangan tangannya dengan tangan kanan sementara tangan kiri memeriksa ketiak
pasien. Bila teraba adanya kelenjar limfe, uraikan kelenjar limfe tersebut serta apakah
terdapat nyeri. 3, 5

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TTV dalam batas normal, namun


ditemukan adanya benjolan pada kuadran lateral bawah dari payudara kiri dengan
ukuran 4x3cm, hiperemis, teraba fluktuasi serta nyeri tekan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada pasien adalah pemeriksaan
darah lengkap yang kemudian disesuaikan dengan hasil normal. Bila terjadi
penurunan maupun peningkatan dapat menuntun Anda dalam mendiagnosa pasien.
Setelah dilakukan anamnesis sampai pemeriksan fisik, dapat diduga pasien menderita
mastitis (peradangan pada payudara yang disebakan oleh bakteri) atau bisa juga sudah
menjadi abses payudara yang merupakan komplikasinya. Maka dari pemeriksaan
laboratorium kemungkinan di dapatkan peningkatan kadar leukosit dan neutrofil. 6
Berbagai metode dewasa ini digunakan untuk memeriksa lesi mamma. Metode
tersebut adalah: 7
1. Ultrasonografi: fibroadenoma, kista, tumor (paling baik untuk wanita
muda/payudara padat).
2. Mamografi: tumor, kista, penyakit fibrokistik, nekrosis lemak
3. FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy): tumor, fibroadenoma, penyakit
fibrokistik, nekrosis lemak, mastitis.
USG (Ultrasonography)
Ultrasonografi payudara sangat membantu untuk mendiagnosis lesi payudara
pada pasien yang memiliki payudara yang padat, membedakan antara kista dan massa
padat, menindaklanjuti penyakit fibrosistik payudara, mengevaluasi lesi payudara
pada pasien yang menjalani implantasi silikon payudara. Mamografi sinar X tetap
merupakan pemeriksaan skrining pilihan karena USG tidak dapat mendeteksi
mikrokalsifikasi. Meskipun demikian, USG tetap berguna sebagai alat bantu
diagnostik pada payudara. Pada kasus abses payudara, USG dilakukan untuk
mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul serta menyingkirkan kemungkinan
adanya massa tumor, kista, atau keganasan. 6
Mamografi
Mamografi merupakan pecitraan payudara dengan menggunakan sinar X
berdosis rendah untuk mendeteksi kista atau tumor. Pemeriksaan mamografi disebut
sebagai tes mamogram yang terbagi menjadi dua, yaitu: 8

1. Screening mamogram.
Pemeriksaan ini ditunjukkan bagi wanita yang tidak mengalami
gangguan pada payudaranya. Prinsip dasar strategi skrining adalah asumsi
dasar bahwa deteksi lebih dini akan menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas. Sampai kini, mamografi skrining harus ditawarkan setiap tahun
pada wanita-wanita yang berusia 50 tahun ke atas, dan setidaknya setiap dua
tahun bagi wanita yang berusia 40 sampai 49 tahun.
2. Diagnostic mamogram.
Dilakukan jika dari pemeriksaan klinis atau screening mamogram
ditemukan suatu kelainan. Bertujuan untuk mengevaluasi ketidaknormalan
pada payudara pasien yang baru atau pasien lama yang membutuhkan
pemeriksaan lanjutan. Pada pemeriksaan diagnostik diberikan tambahan sinar
X dari sudut lain ataupun pencitraan khusus pada area tertentu.

Gambar 1. Posisi frontal. Dikutip dari editor. Mendeteksi kanker payudara dengan mamogfrafi. 15
April 2009. Dikutip dari http://www.artikelpayudara.com/2009/04/15/mendeteksi-kanker-payudaradengan-mamografi/, 11 April 2014.

Jika dari hasil pemeriksaan didapatkan gambaran abnormal, maka


pemeriksaan akan dilanjutkan dengan memberikan tambahan sinar X. Tambahan sinar
X ini dapat dilakukan pada saat bersamaan atau dilakukan beberapa hari kemudian.
Pemeriksaan screening mammography pada umumnya berlangsung 15-30 menit,
sedangkan pemeriksaan diagnostic mammography dapat berlangsung hingga 1 jam.
The American Cancer Society dan The American College of Radiologists
menyarankan bahwa wanita berusia antara 35 dan 40 tahun melakukan mamografi
setiap 2 tahun, dan wanita berumur diatas 40 tahun melakukan setiap tahun. 6
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Biopsi dilakukan setiap ada kecurigaan pada pemeriksaan fisik dan
mamogram. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan jarum halus yang
ditusukkan ke dalam daerah lesi (bila perlu dibimbing dengan imaging radiologi atau
7

USG) dan sel kemudian diaspirasi tanpa memerlukan anestesi lokal. Cairan yang
dikeluarkan berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi. Keuntungan pemeriksaan
ini adalah rasa sakit yang relatif kurang dan diagnosis serta penatalaksanaan dapat
segera di lakukan. 6
Isolasi Bakteri
Biakan postif yang ditemukan merupakan standar penting untuk mendiagnosa
Abses payudara ini. Spesimen dapat di kultur dari ASI. Spesimen yang ditanam di
cawan agar darah membentuk koloni yang khas dalam 18 jam pada suhu 37 oC, tetapi
tidak menghasilkan pigmen dan hemolisis sampai beberapa hari kemudian. S. aureus
memfrementasikan manitol. 9, 10
Biakan ASI penting untuk diagnostik serta penatalaksanaan. Sehingga
antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya. Lakukan pemeriksaan darah
lengkap, biakan darah dan pemeriksaan laboratorium bila diperlukan. 11
Dalam kasus belum didapatkan hasil pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
Mastitis Akut
Hampir semua kasus mastitis akut terjadi selama menyusui. Selama mingguminggu pertama menyusui, payudara rentan terhadap infeksi bakteri akibat
terbentuknya fisura dan celah di puting. Dari tempat masuk ini biasanya
Staphylococus aureus menginvasi jaringan payudara. Infeksi stafilokokus cenderung
menimbulkan daerah inflamasi akut lokal yang dapat berkembang menjadi abses
tunggal atau multiple. Pasien datang dengan payudara yang eritematosa dan nyeri
serta biasanya disertai demam. Awalnya hanya satu sistem duktus atau sektor
payudara yang terkena.

12

Peradangan umumnya terjadi unilateral dan wanita yang

baru pertama kali menyusui lebih sering terkena. 13


Jika tidak diobati, infeksi dapat menyebar keseluruh payudara. Kebanyakan kasus
mastitis laktasional mudah diterapi dengan antibiotik yang sesuai dan mengeluarkan
seluruh susu dari payudara. Meskipun jarang, mungkin dibutuhkan drainase secara
bedah.

12

Medika mentosa yang dapat diberikan kepada pasien adalah dicloxacillin

atau cephalosporin 500 mg peroral setiap 6 jam selama 5-7 hari dan non medika
mentosa yang dapat dilakukan adalah pengosongan payudara dengan mengeluarkan
seluruh ASI ataupun yang tersisa dengan tangan atau dengan alat hisap khusus.
Sebaiknya dilakukan pengisapan air susu dengan pengisap khusus. 13
8

Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain: 14


1. Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
2. Puting lecet.Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat
kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna.
3. Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.Biasanya
mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum
sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
4. Pengosongan payudara yang tidak sempurna
5. Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap
puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi
atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
6. Ibu atau bayi sakit.
7. Frenulum pendek.
8. Produksi ASI yang terlalu banyak.
9. Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
10. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk
pengaman pada mobil.
11. Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan
kulit, dan lain-lain.
12. Penggunaan krim pada puting.
13. Ibu stres atau kelelahan.
14. Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Diagnosis Kerja
Abses Payudara
Abses payudara adalah area kemerahan (efek peradangan), nyeri tekan serta
pengerasan yang timbul di payudara saat sedang menyusui. Bakteri yang paling
umum dijumpai pada abses adalah Staphylococcus aureus. Infeksi payudara pada
wanita yang tidak sedang menyusui jarang terjadi. 13
Abses ini terjadi sebagai komplikasi mastitis akibat meluasnya peradangan.
Harus dibedakan antara abses dan mastitis. Gejalanya adalah pasien tampak lebih
parah sakitnya, payudara lebih merah mengkilap, benjolan lebih lunak karena berisi
nanah. Sehingga kasus ini perlu di rujuk ke dokter ahli untuk dilakukan insisi dan
mengeluarkan nanah. Pada abses payudara perlu diberikan antibiotika dosis tinggi dan
9

analgesik. Sementara bayinya hanya disusukan tanpa dijadwal pada payudara yang
sehat saja. Sedangkan ASI dari payudara yang sakit diperas sementara (tidak
disusukan). Setelah sembuh bayi bisa disusukan kembali. 15
Etiologi
Penyebab paling sering mastitis adalah bakteri Staphylococcus aureus. Sumber
organisme langsung yang menyebabkan mastitis hampir selalu berasal dari hidung
dan tenggorokan bayi. Bakteri memasuki payudara melalui papila mammae pada
fisura atau abrasi kecil. 10
Stafilokokus adalah sel sferis, berdiameter sekitar 1mikro meter tersusun
dalam kelompok yang tidak teratur. Kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan bentuk
rantai juga terlihat di biakan cairan. Kokus yang muda memberikan pewarnaan gram
positif yang kuat. Stafilokokus tidak motil dan tidak membentuk spora. Bila
dipengaruhi obat-obat seperti penisilin, stafilokokus lisis. 9
Stafilokokus mudah berkembang pada sebagian besar medium bakteriologik dalam
lingkungan aerobik atau mikroaerofilik. Organisme ini paling cepat berkembang pada
suhu 370C tetapi suhu yang terbaik untuk menghasilkan pigmen adalah suhu ruangan
(20-250C). Staphylococcus aureus biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu
hingga kuning tua kecoklatan. 9
Epidemiologi
Pada penelitian oleh Matheson (1988) melaporkan Staphylococcus aureus
ditemukan Peradangan payudara sering terjadi pada wanita yang menyusui, dan sering
terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Mastitis terjadi pada mingguminggu pertama setelah melahirkan. Sedangkan absesnya biasa terbentuk setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan. 10
Patofisiologi
Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan
terjadinya infeksi.14
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran
ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan
alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi
datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Ketika ASI tidak
dikeluarkan sepenuhnya sewaktu menyusui, sisa ASI terperangkap di dalam
10

salurannya dan menyebabkan terjadinya peradangan yang dikenal sebagai mastitis.


Peradangan akan meningkatkan resiko infeksi bakteri selanjutnya pada saluran
tersebut. 10, 12, 14
Infeksi bakteri juga dapat terjadi melalui kulit puting payudara yang pecah. Ketika
bakteri memasuki jaringan payudara, sistem kekebalan tubuh akan berusaha untuk
melawan bakteri-bakteri tersebut dengan mengirim sel-sel darah putih ke tempat
terjadinya infeksi. Pada proses pembunuhan bakteri-bakteri, beberapa jaringan dapat
mengalami kerusakan membentuk suatu kantung kecil yang akan diisi oleh nanah
(campuran dari jaringan mati, bakteri dan sel-sel darah putih) dan membentuk abses
payudara. 10, 12
Manifestasi Klinik
Gejala pada mastitis biasanya didapatkan payudara nampak merah, bengkak
keras serta nyeri berat diikuti oleh demam dan takikardia. Infeksi hampir selalu
bersifat unilateral, dan pembengkakan yang bermakna biasa terjadi sebelum inflamasi.
7, 10-13, 15

Gejala pada abses payudara tampak lebih parah, payudara lebih mengkilat,
panas dan lebih sakit serta terdapat benjolan yang berisi penuh/bengkak berisi cairan
sehingga teraba adanya benjolan lunak berfluktuasi dan suhu tubuh meningkat. 14-15
Penatalaksanaan
Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian
antibiotik disertai dengan pengosongan payudara mempercepat penyembuhan bila
dibandingkan dengan pemberian antibiotik saja. Sebab dinding abses membentuk
halangan yang melindungi bakteri patogen dari pertahanan tubuh dan membuat tidak
mungkin untuk mencapai kadar antibiotik yang efektif dalam jaringan terinfeksi. 14
Non Medika Mentosa
Pada abses payudara perlu dirujuk ke dokter ahli. Penanganan tradisional
yang dapat dilakukan adalah insisi abses, yang biasanya memerlukan anestesi umum.
Pada kasus yang dini, insisi tunggal pada bagian yang paling berfluktuasi biasanya
cukup, namun abses multipel membutuhkan beberapa insisi dan mengganggu
lokulasi. Kavitas yang terbentuk diisi dengan gumpalan kasa secara longgar yang
harus diganti setelah 24 jam dengan gumpalan yang lebih kecil. Alternatif yang
kurang invasif adalah aspirasi jarum yang dipandu dengan sonografik menggunakan
anestesia lokal yang mempunyai angka keberhasilan 80-90%. Selama tindakan ini
11

dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu
dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.14, 15
Medika Mentosa
1. Antibiotik Dosis Tinggi
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, namun ibu
dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi. Jenis antibiotik yang
biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara
oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih
banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral
lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan peradangan
pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap
penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan
klindamisin. 14
Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 14 hari. Biasanya ibu menghentikan
antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan
risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian
antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada
payudara dan vagina. 14
2. Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang
berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen.
Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan
peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6
gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu
menyusui yang mengalami mastitis. 14
Edukasi
Aliran ASI yang baik merupakan hal penting karena stasis ASI merupakan
masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih
sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa
sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian
sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah
menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara
12

sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang
mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada
saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu
tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi
gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami
mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari
payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu
risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan
menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak
atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat
membantu melancarkan aliran ASI. 14
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi
cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu
membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat
menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah
ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada
payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa nyeri bertambah.
Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman. Keputusan untuk
memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada kenyamanan ibu. 14
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang
dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu
dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung. 14
Komplikasi
Dengan penanganan yang cepat dan tepat serta edukasi yang baik terhadap
pasien, pada umumnya akan mengecilkan kejadian terjadinya komplikasi. Berikut
beberapa komplikasi yang dapat terjadi: 14
Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu
memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak
dapat meningkatkan risiko terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat
yang mereka konsumsi tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu
penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan
dan keluarga sangat diperlukan saat ini.
13

Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak


adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi
berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri
diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa
menyusui.
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar
yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan
payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu
diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga mengandung
kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi
nistatin oral pada saat yang sama.
Pencegahan
Menurut WHO 2002. Abses payudara sangat mudah dicegah bila menyusui
dilakukan dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan yang meningkatkan stasis
ASI dan bila tanda dini seperti bendungan ASI, sumbatan saluran payudara, dan nyeri
puting susu diobati dengan cepat. 10
Menurut pendapat ahli mengatakan bahwa: 10-11, 15
a. Segera setelah melahirkan menyusui bayi dilanjutkan dengan pemberian ASI
eksklusif
b. Melakukan perawatan payudara dengan tepat dan benar. Massage payudara,
kompres hangat dan dingin, dan lakukan senam laktasi, yaitu menggerakkan
lengan secara berputar sehingga sendi bahu ikut bergerak ke arah yang sama
guna membantu memperlancar peredaran darah dan limfe di payudara.
c. Rajin mengganti bh / bra setiap kali mandi atau bila basah oleh keringat dan
ASI, BH tidak boleh terlalu sempit dan menekan payudara biasanya dengan
ukuran 2 nomor lebih besar.
d. Metode yang bermanfaat untu mencegah terbentuknya fisura pada putting: (1)
Menyelipkan jari pada sudut mulut bayi untuk menghentikan tenaga mengisap
pada akhir minum; (2) Jangan menyusui pada satu payudara untuk waktu lama
karena akan terjadi maserasi, jadi lakukan bergantian pada kedua payudara
kanan dan kiri
e. Segera mengobati puting susu yang lecet, bila perlu oleskan sedikit ASI pada
14

puting tersebut. Bila puting bernanah atau berdarah, konsultasikan dengan


bidan di klinik atau dokter yang merawat
f. Seorang ibu harus menjaga tangan dan puting susunya bersih untuk
menghindari kotoran dan kuman masuk ke dalam mulut bayi. Dengan cara
mencuci kedua tangannya dengan sabun dan air sebelum menyentuh putting
susunya dan sebelum menyusui Hal ini juga menghindari puting susu sakit dan
infeksi pada payudara.
g. Biasakan untuk menyusui bayi hingga kedua payudara terasa kosong dan bila
bayi tampak sudah kenyang namun payudara masih terasa penuh atau ASI
menetes deras, segera kosongkan dengan cara memerah secara manual
menggunakan jari - jari tangan menekan pada areola (lingkaran hitam sekitar
puting), simpan ASI di kulkas jangan di buang, bisa diberikan kembali dengan
cara menyuap ke mulut bayi menggunakan sendok atau biarkan bayi
mencecap dengan cawan kecil setelah ASI dihangatkan.
h. Bila menemui kesulitan seperti puting payudara tenggelam atau ASI tidak bisa
lancar keluar tetapi payudara tampak mengeras tanda berproduksi ASI maka
konsultasikan dengan bidan cara memerah ASI dengan benar agar tidak terjadi
penumpukan produksi ASI
i. Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah menyusui.
Setelah menyusui, puting susu dapat diberikan salep lanolin atau vitamin A
dan D.
Prognosis
Prognosis untuk kasus ini baik bila segera dilakukan insisi abses dan
pemberian antibiotik yg adekuat serta analgetik yang diindikasikan untuk ibu
menyusui.
Jika penderita datang dengan keadaan payudara membengkak dan belum
demam, apabila dilakukan terapi dengan adekuat maka terjadinya abses dapat
dicegah. Akan tetapi, jika sudah menjadi abses payudara (keadaan yang lebih parah
dan terdapat benjolan fluktuasi yang teraba lunak seperti berisi cairan), penderita
harus segera ditangani dengan diberikan antibiotik dan analgetik secara teratur
sehingga abses tersebut cepat sembuh, dan tidak pecah spontan. Jika abses tersebut
mengalami pecah spontan, maka penyembuhan dari payudara tersebut memakan
waktu yang lama karena terbentuknya fistel yang sukar sembuh. 10

15

Kesimpulan
Dari kasus wanita 28 tahun yang datang dengan keluhan payudara kirinya
dirasa membengkak yang terasa sakit dan disertai demam sejak 1 minggu yang lalu
setelah dilakukan anamnesis yang lebih lengkap, serta pemeriksaan fisik dan
penunjang yang terarah, dapat di tegakkan diagnosis bahwa pasien menderita abses
payudara karena pada pemeriksaan fisiknya terdapat benjolan pada kuadran lateral
bawah dari payudara kiri dengan ukuran 4x3cm, hiperemis, teraba fluktuasi serta
nyeri tekan. Abses payudara merupakan komplikasi dari penderita mastitis yang tidak
diobati. Dimana pada penderita abses payudara ditemukan adanya demam yang
menetap dalam waktu 48 hingga 72 jam, terabanya masa yang berfluktuasi
dikarenakan berisi nanah, dan payudaranya lebih memerah. Penderita abses payudara
sebaiknya dilakukan insisi abses yang mengikuti garis kulit serta pemberian antibiotik
yang adekuat dan sesuai indikasi sehingga hasilnya menjadi lebih baik dan
prognosisnya baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bickley LS. Buku ajar: Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates.
Jakarta: EGC; 2009. h. 305, 319
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h.
94.
3. Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford: Pemeriksaan fisik dan ketrampilan
praktis. Jakarta: EGC; 2012. h. 372-83.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simbadibrata M, Simbadibrata M, Setiati S.
Buku ajar: Ilmu penyakit dalam. Edisi-5. Jilid 1. Jakarta: Internal Publishing.
h. 29, 31-2
5. Sjamsuhidajat R. De jong: Buku ajar ilmu bedah. Edisi-3. Jakarta: EGC; 2010.
h. 471-5
6. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi-6. Jakarta:
EGC; 2007. h. 477-81, 503, 601, 673.
7. Grace PA, Borley NR. At a glance: Ilmu bedah. Edisi-3. Jakarta: Erlangga;
2006. h. 17-21
8. Townsend CN, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Buku saku: Ilmu
bedah Sabiston. Jakarta: EGC; 2010. h. 413-4.
9. Brooks GF, Butel JS, Morse SA, penyuting. Mikrobiologi kedokteran Jawetz,
Melnick, Adelberg. Edisi-27. Jakarta: EGC; 2007. h. 225-6

16

10. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Obstetri Williams. Volume 1. Edisi-23. Jakarta: EGC; 2012. h. 681-3.
11. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku: Obstetri dan ginekologi. Edisi-9. Jakarta:
EGC. 2008. h. 286, 491
12. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, penyunting. Robbins & Cotran: Dasar
patologis penyakit. Edisi-7. Jakarta: EGC; 2009. h. 1147
13. McPhee SJ, Papadakis MA. Lange: Current medical diagnosis & treatment.
49th ed. New york: Mc Graw Hill. p. 651-2, 720-1
14. Alasiry E. Mastitis: Pencegahan dan penanganan. 26 Agustus 2013. Diunduh
dari:

http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-

penanganan.html, pada tanggal 12 April 2013.


15.
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Kapita
selekta kedokteran. Edisi-3. Jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius; 2001.h.324-5.

17

Anda mungkin juga menyukai