PENDAHULUAN
Insiden demam berdarah dengue telah
tumbuh secara dramatis di seluruh dunia dalam
beberapa dekade terakhir. Kasus seluruh Amerika,
Asia Tenggara dan Pasifik Barat telah melampaui
1,2 juta kasus pada tahun 2008 dan lebih dari 2,3
juta pada tahun 2010 (berdasarkan data resmi
disampaikan oleh Negara Anggota WHO,2013).
World Health Organization (WHO) mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD
tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan
meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Prevalensi DBD di Kota Kendari mengalami
peningkatan drastis dalam kurun waktu 2011-2012
yakni 33 kasus di tahun 2011 meningkat menjadi
114 kasus di tahun 2012. Peningkatan yang cukup
signifikan dari 11/100.000 penduduk meningkat
menjadi 39/100.000 penduduk. Dari dua belas
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan
studi ekologi, dengan unit analisis adalah Angka
Bebas Jentik (ABJ), House Indeks (HI), Kepadatan
penduduk dan insidens kasus DBD di kota Kendari.
Penelitian ekologi bertujuan mendeskripsikan
hubungan korelasi antara penyakit dengan variable
prediktor,
dengan
membandingkan
kasus
berdasarkan wilayah atau geografi. Populasi pada
penelitian ini adalah jumlah penderita demam
berdarah dengue di tiap kecamatan di kota kendari
pada tahun 2008 -2012.
Autokorelasi
berdasarkan
Kendari Barat
Kendari
Puwatu
Abeli
Kadia
Wua-Wua
Abeli
Kambu
Poasia
Baruga
DBD
PValu
e
Keterangan
No
1
Kendari
0,40
Tidak Signifikan
Kendari
2
Barat
0,96
Tidak Signifikan
3
Puwatu
0,12
Tidak Signifikan
4
Mandonga
0,56
Tidak Signifikan
5
Kadia
0,02
Tinggi-Tinggi
6
Wua-Wua
0,09
Tidak Signifikan
7
Baruga
0,95
Tidak Signifikan
8
Kambu
0,20
Tidak Signifikan
9
Poasia
0,72
Tidak Signifikan
10 Abeli
0,06
Tidak Signifikan
Table 1 : Tabel Autokorelasi Spasial
Dari tabel 1 terlihat bahwa Kecamatan Kadia
Memiliki P-Value kurang dari (0,05) = 0,02,
sehingga dapat disimpulkan daerah tersebut
memberikan pengaruh spasial yang signifikan.
f.
Kesimpulan
1. Tidak ada hubungan pola penyebaran kasus
DBD berdasarkan Angka Bebas Jentik.
2. Tidak ada hubungan pola penyebaran kasus
DBD berdasarkan House Indeks.
3. Tidak ada hubungan pola penyebaran kasus
DBD berdasarkan Kepadatan Penduduk.
4. Ada hubungan pola penyebaran kasus DBD
berdasarkan Incidence Rate.
5. Daerah yang mempunyai risiko tinggi dalam
penyebaran penyakit demam berdarah di Kota
kendari diantaranya berada diKecamatan
Kadia, Wua-Wua, Kambu dan Poasia
Saran
1. Meningkatkan
strategi
penanggulangan
khususnya pada daerah-daerah yang memiliki
angka incidence rate yang tinggi dengan
karakteristik geografis yang mendukung
penyebaran demam berdarah dengue di Kota
Kendari.
2. Meningkatkan
kegiatan
surveilans
epidemiologi demam berdarah terutama
pengaktifan peran juru pemantau jentik dalam
melakukan pemeriksaan jentik berkala (PJB).
Daftar Pustaka
1. Anselin, L. 1993. Exploratory Spatial Data
Analysis and geographic Information Systems.
National Center for Geographic Information
and Analysis of California Santa Barbara:
CA93106
2. Anselin, L. 1992. Spatial Data Analysis with GIS :
An Introduction to Aplication in the Social
Sciences. National Center for Geographic
Information and Analysis of California Santa
Barbara, CA93106.
3. Dinkes Kota Kendari.2013. Laporan P2PL Kota
Kendari Tahun 2009-2012.
4. Dinkes Kota Kendari. 2013. Profil Kesehatan
Kota Kendari tahun 2010 2012.