Anda di halaman 1dari 27

Provinsi Jambi memiliki banyak kekayaan berupa floranya.

Berikut beberapa jenis tumbuhan konservasi yang terdapat di Provinsi


Jambi.
1. Jelutung Rawa
Jelutung Rawa

Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan
:
(tidak
termasuk)
(tidak
termasuk)
Ordo
:
Famili
:
Upafamili
:
Genus

Plantae
Eudicots
Asterids
Gentiana
les
Apocyna
ceae
Apocyno
ideae
Dyera

Page 1 of 27

:
Spesies
:

D.
polyphyl
la

Jelutung rawa (Dyera polyphylla; sinonim: Dyera lowii,


termasuk dalam keluarga Apocynaceae yang menghasilkan
getah
berwarna
putih dan
bernilai
ekonomi.
Getah
jelutung digunakan sebagai bahan baku permen karet dan
isolator. Kayunya dapat diolah menjadi moulding, pensil
slate, dan vinir. Jelutung merupakan jenis yang mudah
diperbanyak secara generatif dan teknik propagasinya
telah dikenal secara luas. Pohonnya berbuah dua kali setahun,
menghasilkan
biji dalam
jumlah
yang
cukup
besar
untuk disemai dan dipelihara di persemaian, hingga akhirnya
siap untuk ditanam di lapangan.
Indonesia pernah tercatat sebagai pengekspor jelutung
alam yang berasal dari Kalimantan dan Sumatra, yaitu pada
tahun 1997/1998 sebanyak 2.785.000 ton. Bahkan, pada
tahun-tahun silam,
jelutung
pernah
menjadi komoditas
unggulan dari Jambi. Produksi getah jelutung alam di
Jambi pada tahun 2006 dilaporkan sebesar 617,50 ton, tetapi
pada tahun 2007 turun drastis hingga 93 ton. Beberapa
penelitian yang berkaitan dengan jelutung, baik dari
aspek ekonomi maupun budidaya telah dilakukan. Salah satu
contoh dari penelitian pada aspek ekonomi adalah perhitungan
kelayakan ekonomi perkebunan jelutung yang dilakukan di Kota
Palangka Raya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
benefit cost ratio (BCR) adalah 1,45. Nilai positif 1,45 ini
menunjukkan
bahwa perkebunan
jelutung
layak
untuk diinvestasikan (Monika, 2002).
Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa jelutung
masih ditemukan pada areal HRG Tanjung Jabung Barat. Survei
yang dilakukan di lokasi tersebut menunjukkan bahwa potensi
jelutung alam di HRG Sungai Landak, Kecamatan Senyerang
mencapai
rata-rata 60
pohon/Ha
atau
lebih
besar
bila dibandingkan dengan potensi jelutung alam di HLG (Sungai
Bram Itam Kanan) yang rata-rata hanya 12 pohon/Ha untuk
Page 2 of 27

pohon berdiameter >5 cm. Bahkan kebun benih di Dusun


Mekar, Kecamatan Senyerang telah mendapatkan sertifikat
mutu sumber benih dan bibit dari Balai Pengembangan Benih
Tanaman Hutan (BPTH) Palembang.
Berdasarkan potensi keberadaan jelutung di areal HRG
Tanjung Jabung Barat, maka jelutung menjadi salah satu
komoditas potensial untuk dikembangkan kembali. Apalagi,
kegiatan
penanaman swadaya
telah
dilakukan
oleh masyarakat, baik secara pribadi maupun berkelompok
dengan
sistem agroforestri.
Selain
itu,
jelutung
telah dicanangkan sebagai jenis potensial untuk kegiatan
rehabilitasi lahan hutan rawa gambut, khususnya HLG
di Tanjabar.
Jelutung yang ditanam dapat disadap setelah berumur 10
tahun.
Pemanenan getah
dilakukan
setiap
minggu,
hingga pohon berumur masak tebang pada umur 30 tahun.
Pada akhir daur, kayu jelutung dapat dipanen dan
dijual. Dengan
meningkatnya
minat
petani untuk
mengembangkan
jelutung, pemerintah
selayaknya
mendukung dengan menyiapkan perangkat kebijakan dan
teknis
implementasi pengelolaan
dan
pemasaran
jelutung, serta merangsang investor untuk membuka dan
mengembangkan industri
pengolahan
jelutung (Sofiyuddin
dkk., 2012).
2. Gaharu Pohon

Page 3 of 27

Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan
Plantae
:
(tidak
Eudicots
termasuk)
(tidak
Rosids
termasuk)
Ordo
Malvales
:
Famili
Thymelaeac
:
eae
Genus
Aquilaria
:
Spesies
A.
:
malaccensis

Page 4 of 27

Gaharu merupakan nama perdagangan dari kayu


berwarna hitam atau kehitaman yang mengandung resin khas.
Gaharu terbentuk akibat respon pertahanan tanaman terhadap
serangan infeksi mikroba (fungi atau jamur) tertentu pada kayu.
Jenis-jenis pohon yang mampu membentuk gaharu adalah
dari jenis-jenis pohon dari keluarga Thymeleaceae, yaitu
Aquilaria sp., Gonystylus sp., Gyrinops sp., dan Wiekstroemia
sp. Di Senyerang, pohon penghasil gaharu dari jenis Aquilaria
sp. disebut pianggang dan jenis Gonystylus sp. disebut
ramin. Gaharu yang berasal dari pohon A. malaccensis
dapat menghasilkan kualitas super, tetapi gaharu yang berasal
dari pohon ramin (Gonystylus sp.) membentuk gaharu buaya
atau kemedangan, yang kualitasnya lebih rendah dari
gaharu super.
Sebaran alami pohon pianggang dan ramin di Tanjung
Jabung
Barat
saat
ini hanya
dijumpai
di
Sungai
Landak, Senyerang, sedangkan di area HLG Sungai Bram Itam
sudah tidak dijumpai pohon maupun anakannya. Potensi gaharu
alami di Senyerang tidak terlalu besar, hanya 20 pohon/Ha.
Meskipun demikian, prospek pengembangan gaharu di areal ini
cukup baik, apalagi bila dilihat bahwa produksi gaharu nasional
saat ini hanya dapat memenuhi 10-20% dari permintaan pasar.
Dukungan lain berupa hasil penelitian mengenai teknik
budidaya gaharu dan teknik inokulasi mikroba ke pohon inang
gaharu juga sudah banyak diketahui (Sumarna, 2002),
bahkan sudah banyak masyarakat yang secara swadaya
berinisiatif menanam gaharu untuk dikembangkan dengan
inokulasi buatan.
Namun
demikian,
masyarakat dan
petani
perlu
mendapatkan pelatihan atau transfer teknologi untuk dapat
melakukan inokulasi mikroba secara tepat. Petani atau
pengumpul gaharu sebenarnya sudah memiliki pengetahuan
lokal untuk mendapatkan gaharu yaitu dengan melukai
Page 5 of 27

batang pohon pianggang atau ramin menggunakan parang.


Dengan metode tradisional ini, beberapa bulan atau bahkan
beberapa tahun kemudian, gaharu akan terbentuk pada bekas
luka tersebut.
Sistem
agroforesti
dapat
menjadi pilihan
dalam
pengembangan
budidaya gaharu,
karena
pohon
gaharu memerlukan naungan pada pertumbuhan awal. Gaharu
yang berasal dari usaha budidaya masyarakat tersebut
merupakan produk yang dikelola secara lestari, sehingga
tidak menimbulkan kerusakan dan kepunahan jenis serta
dapat mendukung pasar ekspor gaharu.

3. Gemor

Gemor dikenal juga dengan nama medang lendir yang


merupakan produk getah dari jenis Nothaphoebe coreacea,
Nothaphoebe
cf. umbelliflora
dan
Alseodaphne
sp.,
dari keluarga Lauraceae. Di Tanjung Jabung Barat, pohon gemor
dijumpai di Sungai Landak dengan karakteristik kulit batang
kasar, batang berwarna oranye kecoklatan, permukaan atas
daun berwarna hijau mengkilap, daun berbentuk lonjong dan
rata-rata diameter batang setinggi dada 17,2 cm. Meskipun
pohon
gemor
masih ditemukan
di
Sungai
Landak,
namun potensinya sangat rendah, yaitu hanya 10 pohon/Ha.
Kulit kayu gemor digunakan sebagai bahan baku obat
nyamuk. Pemanenan gemor dilakukan dengan menebang pohon
dan mengambil kulit kayunya yang tentunya berdampak buruk
bagi kelestarian
gemor.
Pemanenan
tanpa melakukan
penebangan, yaitu dengan mengelupas sebagian kulit kayu

Page 6 of 27

secara vertikal
bersifat
lebih
ramah
lingkungan dan
berkelanjutan, karena pohon akan mampu membentuk kulit
baru dalam waktu tertentu dan bisa dipanen kembali. Namun,
desakan ekonomi mempengaruhi keputusan pengumpul gemor
untuk memanen dengan cara menebang karena dapat
memperoleh hasil lebih banyak bila dibandingkan dengan
memanen sebagian kulit kayunya saja.
Penebangan gemor menyebabkan menurunnya populasi
gemor alami, karena tidak ada permudaan alami. Informasi
mengenai teknik propagasi gemor hingga saat ini masih
sangat terbatas. Pengamatan di lapangan menemukan trubusan
pada pohon gemor yang telah ditebang. Hal ini diharapkan
menjadi titik terang dalam pengembangan gemor karena jenisjenis pohon yang mudah membentuk trubusan umumnya dapat
diperbanyak dengan cara stek. Namun percobaan yang
dilakukan
di
Balai
Penelitian Kehutanan
Banjar
Baru
menunjukkan persentase keberhasilan stek gemor sangat
rendah. Hanya 25% bahan stek yang berhasil berakar dan
bertunas (Panjaitan, pers. comm.).
Berdasarkan temuan di lapangan (in situ), yaitu adanya
trubusan gemor dan penelitian di laboratorium (ex situ)
tentang rendahnya keberhasilan stek gemor, maka perlu
penelitian
lebih
lanjut mengenai
teknik
perbanyakan
vegetatif gemor agar pengembangan gemor menjadi lebih
mudah,
sehingga
tidak lagi
mengandalkan
produksi
gemor alam.
4. Getah Sundi
Getah Sundi

Page 7 of 27

Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan
:
(tidak
termasuk)
(tidak
termasuk)
Ordo
:
Famili
:
Genus
:
Spesies
:

Plantae
Eudicot
s
Asterids
Ericales
Sapotac
eae
Payena
P. leerii

Getah sundi, payena atau getah sontek (Payena leerii)


adalah tumbuhan industri yang masih berkerabat dengan getah
perca (Palaquium sp.) dan masuk familia Sapotaceae, yang
berarti ia juga masih berkerabat dengan sawo manila.

Page 8 of 27

Getah sundi merupakan sejenis pohon yang tingginya 2038 m dan garis tengahnya batangnya 45-70 cm. Daunnya
bundar telur lebar, yang muda berbulu halus. Tersusun dengan
berselang-seling, dan berjumlah majemuk. Malainya kecil, putih,
menyendiri atau berkelompok, muncul di ranting, kadangkadang di ketiak batang. Tangkai bunga (pedicel) 1-1,5 cm.
Bunganya sendiri berkelamin dan berukuran hanya sekitar 0,5
cm. Daun kelopak (sepal) dan daun mahkota (petal) juga kecil.
Daun mahkota panjangnya 2 mm, dengan tabung yang pendek,
gundul, dan berwarna putih-kekuningan. Benang sari berjumlah
16, yang disertai pula dengan 1 putik yang panjangnya 6-8 mm.
Buahnya tergolong buah buni (buah berry), kuning, bulat telur,
dapat dimakan seperti sawo. Bentuknya kerucut, dengan dasar
buah agak lebar. Ukurannya 2,5-5 cm 1-2,5 cm, dan hanya
berbiji tunggal. Bijinya hitam, mengandung 3,5-4,5% minyak
dan kayunya sendiri berwarna coklat muda.
Buah getah sundi dapat dimakan dan berbau seperti sawo
manila. Bijinya yang berminyak itu, diketahui mengandung
saponin yang beracun. Adapun, minyak dari biji buah getah
sundi ini belumlah jelas. Kayunya berwarna coklat muda, agak
keras dan berat. Kayu ini juga dipakai untuk membangun
rumah. Buahnya yang berwarna cerah, mungkin dapat menjadi
daya tarik apabila diperdagangkan.
Penyebaran pohon sundi dapat dijumpai di HRG Sungai
Landak, Senyerang dan HLG Sungai Bram Itam, Tanjabar.
Potensinya di alam hanya 10 pohon/Ha. Permudaan dapat
dilakukan secara generatif dengan menyemaikan biji. Pohon
mudanya perlu naungan, sehingga dapat ditanam pada
sistem agroforestri, dicampur dengan tanaman atau komoditas
lain. Getah sundi memiliki prospek yang baik untuk
dikembangkan, karena pasar di Cina membutuhkan pasokan
getah tersebut. Namun demikian, perlu dicari dan diteliti teknik
penyadapan dan pemeliharaan tanaman yang tepat agar dapat
meningkatkan produksinya.
5. Asam Kandis

Page 9 of 27

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
Plantae
:
Divisi
Magnoliophyta
:
Kelas
Magnoliopsida
:
Ordo
Malpighiales
:
Famili
Clusiaceae
:
Genus
Garcinia
:
Spesies
G. xanthochymus
:
Beragam pohon penghasil buah-buahan dapat tumbuh di
rawa gambut, salah satunya adalah asam kandis (Garcinia
parvifolia),
yang
termasuk dalam
keluarga
Clusiaceae
atau manggis-manggisan. Pohonnya berukuran sedang hingga
besar, dengan tajuk yang rindang. Pohon ini tumbuh di rawa
gambut dangkal hingga sedang, memerlukan naungan pada
saat muda dan kondisi yang lembab. Buah asam kandis
dipanen sebagai bumbu dapur. Anakan pohon asam kandis
dapat dengan mudah dijumpai di bawah tegakan. Pohon
ini berbuah dua kali setahun. Pohon asam kandis potensi yang
sangat rendah, hanya10 pohon/ha. Petani di Sungai Landak
membiarkan
tanaman muda
yang
tumbuh
secara
di
lahannya. Nilai perdagangan asam kandis belum tercatat
dengan baik, karena sampai saat ini hanya diperdagangkan
secara lokal dalam skala kecil.
Tajuknya berbentuk seperti piramid, dengan batang
utama tegak dan cabang-cabang tumbuh mendatar, seperti
pohon manggis, kulit batang berwarna hitam keabuan, bergetah
kuning sampai kuning kecoklatan. Daunnya lanset memanjang,
sempit, hijau tua, panjang 12-24 cm. Buahnya agak membulat,
meruncing, dengan diameter mencapai 9 cm, berwarna jingga
pucat atau kuning pekat. Tetapi varietas yang tumbuh di pulau

Page 10 of 27

Sumatera terutama Sumatera Selatan buahnya bulat dengan


ujung buah cekung kedalam, dengan warna buah matang
kuning kecoklatan, sedikit bergetah berwarna kuning sampai
kuning kecoklatan, buah yang masih muda berwarna hijau
muda. Buah terdiri atas kulit buah, 4 - 5 biji yang masing masing di selimuti daging buah. Tumbuhan ini menyukai
naungan dan suasana lembap. Pembungaan biasanya setelah
masa kering yang cukup panjang (minimal tiga bulan) dan bisa
berbunga dua kali setahun.

6. Bulian/Ulin
Ulin

Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan
Plantae
:
(tidak
Magnoliids
termasuk)
Ordo
Laurales
:
Famili
Lauraceae
:
Genus
Eusiderox
:
ylon
Spesies
E. zwageri
:

Pohon
ulin
atau
bulian
(Eusideroxylon zwageri) adalah salah
satu pohon berkayu yang tumbuh
secara alami di hutan tropis di
Sumatera dan Kalimantan. Ulin
umumnya tumbuh pada ketinggian 5
Page 11 of 27

400 m di atas permukaan laut dengan medan datar sampai


miring, tumbuh terpencar atau mengelompok dalam hutan
campuran.
Pohon ulin memiliki ciri yang khas, yaitu sifat fisik
kayunya yang keras dan juga tahan terhadap perubahan suhu,
kelembaban, dan pengaruh air laut, sehingga sering disebut
juga dengan nama kayu besi. Jenis kayu ini sering digunakan
untuk bahan bangunan, seperti konstruksi rumah, jembatan,
tiang listrik, dan perkapalan. Dalam pembuatan rumah,
masyarakat memanfaatkan kayu ulin sebagai bagian utama dari
tiang, lantai rumah, dinding, patok-patok tanah dan atap sirap.
Sifat fisik pohon ulin yang keras tersebut ternyata tidak
hanya pada bagian kayunya, namun juga bijinya. Proses
perkecambahan biji ulin membutuhkan waktu cukup lama,
yaitu sekitar 6 12 bulan.
Pada saat ini, penggunaan kayu ulin yang semakin
meningkat ditambah lagi dengan pembudidayaannya yang
cukup lama dan persentase keberhasilan relatif rendah,
menyebabkan jenis ini dimasukkan kategori jenis langka
(vulnerable) dalam IUCN Red List of Threatened Species.

Adapun beberapa tumbuhan endemik yang terdapat di Provinsi


Jambi diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Kelapa Sawit

Page 12 of 27

Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan
:
Divisi
:
Kelas
:
Ordo
:
Famili
:
Genus
:

Plantae
Magnoliophyta
Liliopsida
Arecales
Arecaceae
Elaeis Jacq.

Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil


minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar
(biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar
sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi
menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil
minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia
penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa,
dan Sulawesi.
Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai
24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke
bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar
napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk
mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk
menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna
sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman
salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan
tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur
12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan
terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada
satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu
pematangan
berbeda
sehingga
sangat
jarang
terjadi
penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan
panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.

Page 13 of 27

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu,


hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah
bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah.
Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah
sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang,
kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan
meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat
tumbuh dengan baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS).
Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari
permukaan
laut
dengan
kelembaban
80-90%.
Sawit
membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm
setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan
tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan
memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.
Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak
goreng, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio,
kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk
begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang
dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu
melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut
lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak
menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.
Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit
adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa
sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng
dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari
sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki
kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi
bahan baku margarin.
Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan
industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan,
bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah
kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya
mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan
minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk
makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil inti sawit itu
digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan
Page 14 of 27

ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan


arang. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi
bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi
kompos. Selain manfaat utama minyak sawit sebagai minyak
makan, minyak sawit juga dapat digunakan sebagai pengganti
lemak susu dalam pembuatan susu kental manis dan tepung
susu skim.
Saat ini di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Komoditi
perkebunan yang sesuai untuk dikembangkan dan dapat
dijadikan andalan ekonomi adalah kelapa sawit dimana jenis
tanaman perkebunan kedua terbanyak ini dengan luas tanaman
22.931 Ha. Dengan produksi pada tahun 2012 sebesar 26.750
ton. Dengan demikian hampir secara mayoritas sektor
perkebunan di dominasi oleh budidaya kelapa sawit.
Komoditi kelapa sawit sudah dikembangkan cukup luas
terutama melalui pola perkebunan besar baik perusahaan
perkebunan milik pemerintah maupun swasta, dengan
manajemen dan kelembagaan yang cukup memadai. Untuk
Komoditi Kelapa sawit diusahakan di daerah selatan dan barat
(hulu) Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Sentra Perkebunan kelapa sawit berada di Kecamatan
Mendahara, Kecamatan Mendahara Ulu, Kecamatan Muara
Sabak Barat, Kecamatan Sadu, Kecamatan Geragai, dan
Kecamatan Dendang. Perkebunan kelapa sawit terbesar berada
di Kecamatan Geragai, yaitu seluas 18.616.561 Ha, dikarenakan
kondisi lahan di daerah ini cukup mendukung untuk
pengembangan tanaman perkebunan tersebut. Dimana jenis
tanaman perkebunan kedua terbanyak adalah Kelapa sawit
dengan produksi pada tahun 2012 sebesar 26.750 ton. Dengan
demikian hampir secara mayoritas sektor perkebunan di
dominasi oleh budidaya kelapa sawit.
Kelapa sawit mempunyai produktivitas lebih tinggi
dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya (seperti
kacang kedelai, kacang tanah, dan lain-lain), sehingga harga
produksi menjadi lebih ringan. Masa produksi kelapa sawit yang
cukup panjang (22 tahun) juga akan turut mempengaruhi
ringannya biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengusaha
kelapa sawit. Kelapa sawit juga merupakan tanaman yang
paling tahan hama dan penyakit dibandingkan tanaman
Page 15 of 27

penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per


kapita minyak nabati dunia mencapai angka rata-rata 25 kg/thn
setiap orangnya, kebutuhan ini akan terus meningkat sejalan
dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya konsumsi
per kapita.
2. Palem Merah/Pinang Merah
Palem Merah

Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan
:
Divisi
:
Kelas
:
Ordo
:
Famili
:
Genus
:
Spesies

Plantae
Magnoliophy
ta
Liliopsida
Arecales
Arecaceae
Cyrtostachy
s
C. lakka
Page 16 of 27

:
Palem Merah atau Pinang Merah (Cyrtostachys renda)
yang kemudian ditetapkan menjadi flora maskot provinsi Jambi
adalah tanaman hias. Dinamakan Palem Merah lantaran
pelepah pinang ini berwarna merah menyala. Dan lantaran
warna merah pada pelepah daunnya itu Pinang Merah acapkali
disebut Pinang Lipstik.
Sayangnya keberadaan Pinang Merah di habitat aslinya
makin terancam lantaran eksploitasi besar-besaran untuk
diperdagangkan sebagai tanaman hias. Palem ini pun termasuk
salah satu dari 14 jenis palem yang dilindungi di Indonesia.
Palem Merah tumbuh berumpun dengan tinggi berkisar
antara 6-14 meter. Diameter batangnya ramping dan tidak
terlalu besar. Daunnya berwarna hijau cemerlang, bersirip agak
melengkung dengan anak-anak daun agak kaku. Ciri khas jenis
palem ini adalah pelepah daunnya berwarna merah. Lantaran
pelepahnya inilah palem ini dinamai Palem Merah.
Palem Merah tumbuh di daerah tropis tersebar di
Indonesia (Sumatera dan Kalimantan), Malaysia, dan Thailand.
Perbanyakan jenis palem ini bisa dilakukan dengan
menggunakan biji ataupun dengan memisahkan anakan. Palem
Merah atau Pinang Merah biasa digunakan sebagai tanaman
hias yang ditanam di pekarangan rumah. Bagi sebagian
masyarakat Jambi, Pinang Merah dipercaya mempunyai khasiat
ghaib dimana bila ditanam di depan rumah akan mampu
menolak segala bentuk bala dan guna-guna yang ditujukan
kepada penghuninya.

3. Rotan Jernang

Page 17 of 27

Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan
:
(tidak
termasuk)
(tidak
termasuk)
Ordo
:
Famili
:
Upafamili
:
Genus
:
Spesies
:

Plantae
Monokotil
Commelinid
s
Arecales
Arecaceae
Calamoidea
e
Daemonoro
ps
D. draco

Jambi merupakan Provinsi di


Sumatera yang memiliki kawasan
hutan terlengkap (mulai dari hutan
dataran tinggi hingga rendah, hutan
kering/tropis hingga basah/gambut).
Hal ini merupakan aset beharga dan
untuk itu perlu dilakukan upaya
kongkrit
untuk
mempertahankannya.

Upaya
yang
dilakukan
sekarang dan kedepannya adalah
menyeimbangkan antara tujuan
konservasi
dan
peningkatan
kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. Hal ini penting
menjadi mindset bersama mengingat bahwa ternyata
masyarakat miskin di Indonesia sebagian besar bermukim di

Page 18 of 27

desa-desa sekitar dan dalam hutan. Upaya mempertahankan


hutan tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat di
sekitarnya akan sulit dilakukan karena harus diakui jika
maraknya aktivitas pembalakan liar salah satu penyebabnya
adalah karena masyarakat ikut mendapatkan keuntungan dari
aktivitas tersebut. Salah satu yang telah diinisiasi di Jambi
sekarang adalah mengangkat potensi Hasil Hutan Non Kayu
(HHNK) yang memiliki nilai ekonomis tinggi yaitu rotan jernang.
Tanaman jernang telah ada dan dimanfaatkan oleh
masyarakat Jambi sejak zaman dahulu. Resin jernang memiliki
nilai jual yang tinggi dan menunjukan grafik harga yang
meningkat dari tahun ke tahun. Jika selama ini rotan jernang di
manfaatkan oleh masyarakat dengan jalan mencari/memanen
di dalam hutan, seiring semakin berkurangnya tutupan hutan
dan kelangkaan tanaman jernang di Jambi, maka pola ini sudah
mulai diubah dengan membudidayakan dan menanam tanaman
jernang di dalam kebun-kebun karet masyarakat atau yang
biasa di sebut dengan pola tumpang sari. Keuntungan bersih
budidaya jernang dalam 1 (satu) Ha nya dalam setahun adalah
bekisar 35 38 juta rupiah. Nilai Ekologis dan Ekonomis
Tanaman
Jernang
(Daemonorops sp.).
Menurut data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan, di ketahui
Jernang hanya terdapat di 3 (tiga) negara di dunia yaitu
Indonesia, Malaysia dan India dan yang terbesar adalah di
Indonesia. Di Indonesia jernang banyak terdapat di daerah
Jambi, Aceh dan Kalimantan. Jika pemanfaatan rotan pada
umumnya adalah dari batangnya maka pemanfaatan pada
jernang
adalah
dari
resin
yang
terdapat
pada
buahnya.Komponen utama dari resin jernang adalah draco
resinolanol (56%), dracoresen (11%), draco-alban (2,5%), asam
benzoat dan asam bensolaktat.
Kegunaan utama dari jernang adalah sebagai pewarna
vernis, keramik, marmer, alat dari batu, kayu rotan, bambu,
kertas, cat, sebagai bahan farmasi (obat diare, disentri,
pembeku darah karena luka). Jernang merupakan bahan baku
yang di eksport untuk industri-industri di negara China,
Singapura dan Hongkong.
Page 19 of 27

Menurut data dari Atase Perdagangan negara RRC, RRC


membutuhkan 400 ton jernang tiap tahunnya dan Indonesia
baru mampu mengeksport kurang dari 27 ton per tahun.
Perdagangan jernang sendiri bukanlah hal yang baru di Jambi
karena produk ini telah di perdagangkan sejak zaman Jepang
dahulu. Pada tahun 1950-an jernang telah memiliki harga Rp
50,- Per Kg dan sekarang harganya mencapai Rp 700.000 Rp
800.000 per Kg, bahkan tahun 2005 kemarin harga jernang
pernah mencapai Rp 1.200.000,- per Kg. Jika pada tahun 2000
harga jernang sekitar Rp 300.000 per Kg dan di tahun 2005
mencapai Rp 1.200.000,- per Kg maka dalam waktu 5 tahun
harga jernang naik 4 kali lipat.
Manfaat ekologis yang diperoleh dari budidaya jernang
adalah jernang mensyaratkan harus ada tumbuhan pohon
sebagai sebagai tegakan (jernang tumbuhan menjalar tapi tidak
parasit), sehingga dengan membudidayakan jernang berarti
juga
menjaga
kelestarian
hutan
(tegakan
pohon).
Manfaat ekonomis yang di peroleh dari budidaya jernang sangat
tinggi.
Dari hasil analisis produksi, diperoleh kesimpulan
keuntungan yang diperoleh dari berkebun jernang lebih besar
jika dibandingkan hasil dari berkebun sawit ataupun karet.
Estimasi keuntungan pertahun dari 1 Ha kebun sawit adalah 13
17 Juta Rupiah dan 20 -23 juta untuk 1 Ha karet. Sedangkan
estimasi keuntungan yang diperoleh dari 1 Ha Jernang per
tahun adalah 35 38 Juta Rupiah. Keuntungan lain dari upaya
berkebun jernang adalah jernang dapat di tumpang sarikan
penanamannya dengan tanaman karet.
60% masyarakat Jambi memiliki sumber mata pencarian
dari menyadap karet. Besarnya angka ini menyebabkan sektor
ini mendapat perhatian serius oleh seluruh stakeholder di Jambi.
Beberapa pola telah dilakukan petani untuk memperbesar
benefit seperti menanam bibit unggul dan melakukan tumpang
sari. Pola tumpang sari telah di lakukan dengan tanaman kayukayuan dan rotan. Khusus tanaman rotan yang sering di
tumpang
sarikan
adalah
jenis
rotan
manau
yang
pemanfaatannya dari batangnya. Namun demikian, tumpang
sari karet dengan manau jarang dilakukan petani karena batang

Page 20 of 27

karet dapat mati akibat beban berat batang rotan manau. Lalu
bagaimana dengan jernang?
Jernang merupakan tumbuhan asli hutan dan masyarakat
di Jambi memanfaatkannya dengan memanen dari dalam
hutan. Kondisi tanaman jernang di Jambi sekarang sudah mulai
langka yang disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, berkurangnnya areal kawasan hutan sehingga
semakin mempersempit rumah tinggal jernang. Kedua,
aktivitas illegal logging telah menyebabkan pepohonan kayu
sebagai
media
tegakan
jernang
tidak
ada
lagi.
Budidaya jernang dapat dilakukan dengan melakukan
pembibitan melalui biji dan anakan yang dibawa dari dalam
hutan. Sekarang upaya ini tengah dilakukan masyarakat di desa
Lamban Sigatal dan Sepintun, Kecamatan Pauh, Kabupaten
Sarolangun. Desa yang terletak di di pinggiran Bukit Tajau Pacah
dan HPH PT. Asialog ini telah memanfaatkan tanaman jernang
sejak zaman nenek moyang dahulu.
Tanaman jernang baik buah dan batangnya telah di
manfaatkan untuk kebutuhan obat-obatan (Medicinal Plant
Product) misalnya mengobati luka akibat gatal-gatal dan juga
sebagai ramuan yang dioleskan dikening ibu-ibu yang baru
melewati proses persalinan. Kesadaran masyarakat di dua desa
ini untuk membudidayakan tanaman jernang beberapa tahun
belakangan ini sudah mulai muncul, terutama dengan adanya
kegiatan program dari Yayasan Gita Buana (YGB) dari tahun
2003 hingga sekarang.
Sekarang di dua desa tersebut masyarakat telah berhasil
membudidayakan 5.000 bibit jernang dan 2.000 diantaranya
telah di tanam ke lahan demplot masyarakat. Lahan demplot
yang dimaksudkan adalah areal kebun karet masyarakat.
Tumpang sari tanaman jernang dengan karet adalah menanam
jernang dengan tanaman karet sebagai media untuk tegakan
tanaman jernang. Jernang sebagaimana rotan lainnya
membutuhkan
tanaman
kayu-kayuan
sebagai
media
tegakannya.
Adapun manfaat dan kemudahan yang dapat di peroleh
dari pola tumpang sari ini yaitu: Pertama, Petani dapat

Page 21 of 27

memperoleh dua keuntungan sekaligus yaitu dari hasil produksi


getah
karet
dan
hasil
produksi
resin
jernang.
Kedua, Tanaman jernang tidak membunuh batang karet seperti
pada rotan manau karena jernang memiliki batang yang lebih
kecil dan tumbuh dengan lurus tegak ke atas. Ketiga, Tanaman
jernang sangat sulit dan riskan pertumbuhannya sehingga
membutuhkan pemeliharaan yang ekstra. Melalui pola tumpang
sari dengan karet, pertumbuhan tanaman jernang dapat diawasi
pertumbuhannya secara intensif sambil melakukan kegiatan
penyadapan.
Keempat, keberlanjutan. Tanaman jernang adalah jenis tanaman
tua dimana usia satu batang jernang dapat berumur 25 30
tahun. Selain itu dalam satu rumpun jernang yang telah berusia
10 tahun keatas telah memiliki anakan sekitar 10 15 batang
dan ini terus berlanjut hingga pernah ditemukan dalam satu
rumpun terdapat 30-40 batang. Kelima, tumpang sari akan
menjadi strarting point dalam melestarikan tanaman jernang
yang
telah
langka
dan
peningkatan
kesejahteraan
perekonomian masyarakat.
Dari uraian diatas budidaya jernang dengan pola tumpang
sari pada kebun karet rakyat merupakan konsep yang
berdimensi ekologis dan ekonomis. Pola ini tentu saja dapat
dilakukan pada daerah-daerah lain dengan divariasikan
tanaman tumpang sarinya dengan tanaman lainnya. Hutan
penting untuk dilestarikan namun kesejahteraan masyarakat
sekitar hutan jauh lebih penting untuk diperhatikan.
4. Meranti Merah

Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan
Plantae
:
(tidak
Eudicots
termasuk)
(tidak
Rosids
termasuk)
Ordo
Malvales
:
Famili
Dipterocarpac
:
eae
Genus
Shorea
:

Meranti
merah
adalah
nama
sejenis kayu pertukangan yang populer
dalam perdagangan. Berbagai jenis kayu
meranti dihasilkan oleh marga Shorea
dari suku Dipterocarpaceae. Sekitar 70
spesies dari marga ini menghasilkan
kayu meranti merah.

Page 22 of 27

Meranti merah tergolong kayu keras berbobot ringan


sampai berat-sedang. Berat jenisnya berkisar antara 0,3 0,86
pada kandungan air 15%. Kayu terasnya berwarna merah muda
pucat, merah muda kecoklatan, hingga merah tua atau bahkan
merah tua kecoklatan. Berdasarkan BJnya, kayu ini dibedakan
lebih lanjut atas meranti merah muda yang lebih ringan dan
meranti merah tua yang lebih berat. Namun terdapat tumpang
tindih di antara kedua kelompok ini, sementara jenis-jenis
Shorea tertentu kadang-kadang menghasilkan kedua macam
kayu itu.
Menurut kekuatannya, jenis-jenis meranti merah dapat
digolongkan dalam kelas kuat II-IV; sedangkan keawetannya
tergolong dalam kelas III-IV. Kayu ini tidak begitu tahan
terhadap pengaruh cuaca, sehingga tidak dianjurkan untuk
penggunaan di luar ruangan dan yang bersentuhan dengan
tanah. Namun kayu meranti merah cukup mudah diawetkan
dengan menggunakan campuran minyak diesel dengan kreosot.
Kayu ini lazim dipakai sebagai kayu konstruksi, panil kayu
untuk dinding, loteng, sekat ruangan, bahan mebel dan perabot
rumah tangga, mainan, peti mati dan lain-lain. Kayu meranti
merah-tua yang lebih berat biasa digunakan untuk konstruksi
sedang sampai berat, balok, kasau, kusen pintu-pintu dan
jendela, papan lantai, geladak jembatan, serta untuk membuat
perahu. Meranti merah baik pula untuk membuat kayu olahan
seperti papan partikel, harbor, dan venir untuk kayu lapis.
Selain itu, kayu ini cocok untuk dijadikan bubur kayu, bahan
pembuatan kertas.
Di samping menghasilkan kayu, hampir semua meranti
merah menghasilkan damar, yakni sejenis resin yang keluar dari
batang atau pepagan yang dilukai. Damar keluar dalam bentuk
cairan kental berwarna kelabu, yang pada akhirnya akan
mengeras dalam warna kekuningan, kemerahan atau
kecoklatan, atau lebih gelap lagi.
Beberapa jenis meranti merah menghasilkan buah yang
mengandung lemak serupa kacang, yang dikenal sebagai
tengkawang. Pada musim-musim tertentu setiap beberapa
tahun sekali, buah-buah tengkawang ini dihasilkan dalam
jumlah yang berlimpah-ruah.
Page 23 of 27

5. Daun Payung

Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan
:
(tidak
termasuk)
(tidak
termasuk)
Ordo
:
Famili
:
Upafamili
:
Bangsa
:
Genus
:
Spesies
:

Plantae
Monocots

Daun Sang
merupakan
tanaman
unik
Indonesia.
Tumbuhan Daun
Sang
yang
Arecaceae
mempunyai nama
ilmiah
Coryphoide
Johannestijsmania
ae
altifrons
ini
Corypheae
mempunyai
ukuran daun yang
Johannesteij
sangat
besar
smannia
mencapai
6
J. altifrons
meter.
Lebar
daunnya
mencapai 1 meter. Sayangnya hanya sedikit saja yang
mengetahui keberadaan tanaman unik daun sang ini.
Commelinid
s
Arecales

Page 24 of 27

Daun
Sang
oleh
beberapa
kalangan
(termasuk
Kementerian Kehutanan RI) diklaim sebagai tanaman endemik
Sumatera, Indonesia yang hanya bisa ditemui di kawasan Aras
Napal, Besitang. Sebuah wilayah di Kabupaten Langkat yang
termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.
Daun sang merupakan salah satu dari 4 spesies anggota
genus Johannestijsmania yang hanya tumbuh di kawasan Asia
Tenggara. Daun Sang merupakan anggota famili Arecaceae
(Pinang-pinangan atau Palem).
Nama ilmiah daun sang diambil dari nama Profesor
Teijsman (Elias Teymann Johannes) seorang ahli botani dari
Belanda yang pertama kali menemukan genus tanaman unik ini
di pedalaman Sumatera Indonesia pada awal abad ke-19.
Tumbuhan unik daun sang (Johannestijsmania altifrons)
merupakan anggota palmae atau palem (arecaceae). Ciri khas
tanaman unik ini mempunyai daun berbentuk berlian dengan
ukuran mencapai panjang 6 meter dan lebar 1 meter, meskipun
rata-rata yang ditemui hanya sepanjang 3 meter.
Daun dari tumbuhan unik daun sang langsung
menyembul dari tanah karna batang tanaman unik ini hanya
pendek dan biasanya tersembunyi di tanah. Daun tanaman
bernama ilmiah Johannestijsmania altifrons ini bergerigi pada
tepinya.
Daun sang termasuk tumbuhan yang tidak tahan
terhadap sinar matahari langsung sehingga tanaman unik ini
lebih sering ditemukan hidup di bawah naungan pepohonan.
Daun sang (Johannestijsmania altifrons) hidup secara
berkelompok membentuk rumpun namun penyebarannya
sangat terbatas. Perkembangbiakan tanaman unik daun sang
lebih banyak berasal dari dari anakan ketimbang dari bijinya
yang tertutup oleh kulit tebal yang berbentuk bulat dan bergigi.
Karena ukuran dan daunnya yang kuat, masyarakat
setempat dahulu memanfaatkan daun sang yang unik sebagai
atap rumah. Bahkan hingga sekarang banyak masyarakat di
Besitang,
Langkat
yang
menggunakan
daun
sang

Page 25 of 27

(Johannestijsmania altifrons) untuk membuat atap gubuk di


ladang-ladangnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alamendah. 2010. Daun Sang Tanaman Unik Panjang Daunnya 6 m.


diakses
tanggal
10
Mei
2010.
http://alamendah.org/2010/05/10/daun-sang-tanaman-unikpanjang-daunnya-6-m/

Page 26 of 27

Alamendah. 2011. Palem Merah Pinang Merah Cyrtostachys renda


Maskot
Jambi.
diakses
tanggal
31
Maret
2011.
http://alamendah.org/2011/03/31/palem-merah-pinangmerah-cyrtostachys-renda-maskot-jambi/
Arifin, Wein. 2008. Jernang Tanaman Konservasi Bernilai Ekonomis
Tinggi Melihat Budidaya Rotan Jernang Di Propinsi Jambi.
diakses
tanggal
15
Desember
2008.
http://weinarifin.wordpress.com/2008/12/15/jernangtanaman-konservasi-bernilai-ekonomis-tinggi-melihatbudidaya-rotan-jernang-di-propinsi-jambi/
Dirjop. 2012. Manfaat dan Keunggulan Tanaman Kelapa. diakses bulan
November
2012.
http://dirjop.blogspot.com/2012/11/manfaat-dankeunggulan-tanaman-kelapa.html/
Fazlisyam. 2011. Pinang Merah. diakses tanggal 7 Mei 2011.
http://fazlisyam.com/2011/05/07/pinang-merah/
Hendros, Yudhi. 2012. Pohon Ulin Kayunya Sekeras Besi. diakses
tanggal
25
Mei
2012.
http://yudhihendros.wordpress.com/2012/05/25/pohon-ulinkayunya-sekeras-besi/
Tata, Hesti L. 2012. Jenis-jenis Hasil Hutan Bukan Kayu. diakses bulan
Agustus
2012.
http://kiprahagroforestri.blogspot.com/2012/08/jenis-jenishasil-hutan-bukan-kayu.html/
http://id.wikipedia.org/wiki/

Page 27 of 27

Anda mungkin juga menyukai