Anda di halaman 1dari 85

PENGARUH OBAT GOLONGAN

ANGIOTENSIN RESEPTOR BLOCKER


(ARB) TERHADAP DECOMPENSATIO
CORDIS

Diajukan kepada :
dr. B. Susanto Permadi, Sp.PD
Disusun oleh :
Diphda Satria Risolawati
Universitas Muhammdiyah
Semarang

BAB I
Pendahuluan

Kematian akibat penyakit kardiovaskuler


khususnya decompensatio cordis(gagal
jantung) adalah 27 %
3 - 20 per 1000 orang mengalami
decomp
cordis
meningkat
seiring
pertambahan usia (100 per 1000 orang
> 60 tahun)
Hasil penelitian Framingham pada tahun
2000 menunjukkan angka kematian
dalam 5 tahun terakhir sebesar 62%
pada pria dan 42% wanita

di Amerika terdapat 3 juta penderita


decomp cordis dan setiap tahunnya
bertambah dengan 400.000 orang
di Indonesia angka kejadian decomp
cordis menyebab kematian nomor satu,
padahal sebelumnya menduduki
peringkat ketiga

Dulu decomp cordis dianggap sebagai


akibat dari berkurangnya kontraktilitas
dan daya pompa sehingga diperluka
inotropic untuk meningkatkannya dan
diuretic
serta
vasodilator
untuk
mengurangi beban (pre-load)

Sekarang decomp cordis dianggap


sebagai remodeling progresif akibat
beban/penyakit pada miokard sehingga
pencegahan
progresivitas
dengan
penghambat
neurohormonal
(neurohormonal blocker) seperti ACEInhibitor, Angiotensin Receptor-Blocker
atau penyekat beta (beta blocker)
diutamakan
disamping
obat
konvensional (diuretika dan digitalis)

Perumusan Masalah

apakah terdapat hubungan signifikan


antara Angiotension Reseptor Blocker
(ARB) dengan pengobatan decomp
cordis terhadap angka mortalitas dan
morbiditas?

Tujuan

adakah pengaruh Angiotension Reseptor


Blocker dalam pengobatan decomp
cordis terhadap angka mortalitas dan
morbiditas.

Manfaat
Manfaat teoritis
Referat ini diharapkan dapat menjadi
salah satu informasi seluruh tenaga
kesehatan maupun mahasiswa di bidang
kesehatan tentang decomp cordis
Manfaat praktis
Memberikan informasi tentang definisi,
etiologi, macam, patogenesis, diagnosis,
pencegahan, dan pengobatan pada
decomp cordis terhadap angka mortalitas
dan morbiditas

BAB II
TINJAUAAN PUSTAKA

Decompensatio cordis (gagal


jantung) adalah keadaan
patofisiologik dimana jantung
sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah
untuk metabolisme jaringan

Insidensi

Usia > 65 tahun

Insidensi 19.3 / 1000 penduduk


per tahunnya.

Etiologi

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan


decompensatio cordis mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan
preload, afterload, atau menurunkan
kontraktilitas miokardium

Etiologi

Keadaan yg meningkatkan pre


load:
Regurgitasi atrium
cacat septum ventrikel
Keadaan yg meningkatkan after
load:
Stenosis aorta
Hipertensi sistemik

Keadaan keadaan yang menurunkan


kontraktilitas myocardium :
Infark myocardium
Kardiomiopati
Abnormalitas penghantaran Ca
Faktor2 fisiologis lain yg menyebabkan jantung
gagal memompa darah :
Stenosis katup AV (mengganggu pengisian
ventrikel)
Tamponade jantung (mengganggu pengisian
ventrikel dan ejeksi ventrikel)

Mekanisme primer respon thd Decomp


1.

2.

3.

Meningkatnya aktivitas adrenergic


simpatik
Meningkatnya beban awal akibat
aktivasi system rennin angiotensin
aldosteron
Hipertrofi ventrikel

Diagnosis

Kriteria Framingham.
Kriteria Major
Paroksimal noktunal dispnea
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular

Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia (>120/menit.)
Major atau minor
Penurunan BB > 4.5 kg dalam 5 hari pengobatan.
Diagnosis Decomp ditegakkan minimal ada 1
kriteria major dan 2 kriteria minor.

NYHA klasifikasi fungsional:

Kelas 1: Bila pasien dapat melakukan aktivitas


berat tanpa keluhan

Kelas 2: Bila pasien tidak dapat melakukan


aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari
tanpa keluhan

Kelas 3: Bila pasien tidak dapat melakukan


aktivitas sehari hari tanpa keluhan

Kelas 4: Bila pasien sama sekali tidak dapat


melakukan aktivits apapun dan harus tirah baring.

AHA Guidelines

Stadium A : risiko tinggi tanpa


perubahan struktur jantung, tanpa gejala
Stadium B : perubahan struktur jantung,
tanpa gejala
Stadium C : perubahan struktur jantung,
dengan gejala
Stadium D : gagal jantung refrakter yang
membutuhkan intervensi dan strategi
tatalaksana khusus

Hasil Pemeriksaan Penunjang

EKG:

Foto thoraks

Hasil Laboratorium

hiponatremi
hipokalemi/kalium normal/hiperkalemi pada
tahap lanjut
BUN meningkat
kreatinin meningkat
urine pekat, berat jenis meningkat, natrium
menurun
Alkali fosfatase meningkat
SGPT meningkat
AST meningkat

Emergency Transthoracic
Echocardiography

Emergency transthoracic echocardiography


(ECHO) dapat membantu untuk
mengidentifikasi abnormalitas dari pergerakan
dinding jantung, seperti juga pada miopati
pada fungsiventrikel kiri.
ECHO dapat menunjukkan adanya kardiak
tamponade, konstriksi perikardial, dan emboli
pada paru.
ECHO juga berguna untuk melihat adanya
kelainan pada katup jantung seperti mitral atau
aorta stenosis juga regurgitasi katup.

Decompensatio cordis kiri

Definisi
Gagal jantung kiri di gambarkan sebagai
ketidakmampuan dari ventrikel kiri untuk
menyalurkan kebutuhan darah yang
dibutuhkan oleh jaringan tubuh.
Gagal jantung kiri lebih sering ditemui,
terutama pada orang yang sudah berusia
lanjut. Penyebab utamanya adalah gangguan
dari arteri koronaria atau akibat dari tekanan
darah yang tinggi

Penyebab dari Decomp


kiri
Volume over load:

Regurgitasi katup

Peningkatan jumlah output

Pressure overload:

Hipertensi sistemik

Obstruksi aliran

Loss of muscles:
(conective tissue)
(alcohol,cobalt,Doxorubicin)

Restricted Filling:

Post MI, Chronic ischemia


Penyakit jaringan penghubung
Infeksi, racun
Pericardial diseases, Restrictive
cardiomyopathy, tachyarrhythmia

Pathophysiology

Perubahan Hemodynamic

Perubahan Neurohormonal

Perubahan tingkat Cellular

Perubahan Hemodynamic

Dari sudut pandang hemodynamic, gagal


jantung dapat merupakan efek sekunder
dari gangguan sistolik ataupun gangguan
diastolik

Perubahan Neurohormonal
N/H changes
Sympathetic activity

Efek yang terjadi

Efek yang tidak


dihendaki

HR , contractility,

Arteriolar constriction

vasoconst. V return,

After load workload

filling

O2 consumption

Renin-Angiotensin
Aldosterone

Salt & water retention


VR

Vasoconstriction

Vasopressin

Same effect

Same effect

interleukins &TNF

May have roles in myocyte


hypertrophy

Apoptosis

Vasoconstriction VR

After load

Endothelin

after load

Perubahan tingkat
Cellular
Perubahan terhadap respon Ca+2.
Perubahan pada reseptor
adrenergic
Perubahan pada kontraktilitas
protein
Program kematian cell (Apoptosis)
Peningkatan jumlah jaringan
fibrous

Penyebab tersering dari


Decomp kiri

Iskemia miokard
Hypertensi
Aorta stenosis atau aortic incompetence
Mitral incompetence

Faktor Resiko

Hipertensi
Merokok
Obesitas
Alkohol
Kadar lemak tinggi
Intake garam berlebih
Penyakit katup jantung
Penyakit jantung kongenital
Kardiomiopati
Anemia
Penyakit ginjal

Gejala Klinis
Pada anamnesa didapatkan

Orthopnea, dimana pasien merasa sesak jika tidur secara


horizontal, ditandai dengan jumlah bantal yang digunakan
agar dapat tidur dengan nyaman, bahkan ada yang merasa
nyaman jika tidur dalam posisi duduk.
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), bangun pada malam
hari akibat rasa sesak yang dirasakan, biasanya terjadi
beberapa jam setelah tidur.
Nocturia, buang air kecil pada malam hari.
Dyspnea saat istirahat.
Dyspnea saat berolahraga
Batuk: batuk yang berdahak pink, sangat mengacu pada
congestive heart failure (CHF).
Edema

Gejala non-spesifik

Mudah lelah
Kepala terasa pusing
Nyeri perut
Malaise
Wheezing
Mual-mual

Riwayat penyakit sebelumnya

Cardiomyopathy
Valvular heart disease
Pengguna Alcohol
Hipertensi
Angina
Pernah mengalami infark miokard
Penyakit jantung Familial

Pemeriksaan Fisik

Sering dijumpai hipertensi


Peningkatan jumlah frekuensi
pernapasan
Pada auskultasi didapatkan ronchi
basah halus pada basal paru, dapat
berkembang menjadi di seluruh lapang
paru jika sudah terjadi oedem paru.
Dullnes pada perkusi pada basal paru
dapat mengindikasikan terjadinya efusi
pleura
Sianosis dapat terlihat pada fase lanjut
dari oedem paru.

Pergeseran apex jantung ke arah lateral


yang menunjukkan adanya pembesaran
jantung
Irama gallop (suara jantung tambahan)
Murmur yang mengindikasikan gangguan
valular jantung baik akibat stenosis aorta
atau akibat regurgitasi mitral karena
gagal jantung itu sendiri.
Kulit mungkin tampak dingin , sianosis.
Takikardi

Rontgen foto LVH

EKG LVH

Prognosis

Jumlah mortalitas tergantung pada gejala


pasien dan fungsi dari ventrikel kiri
5% Pasien dengan gejala ringan dan
fungsi LV ringan
30% to 50% pada pasien dengan disfungsi
ventrikel kiri dan gejala yang berat.
40% 50% kematian akibat Syock Cardio
Genic

Decompensatio
Cordis
Kanan

Decomp kanan
Disebabkan backward Failure jantung kiri
Penyebab lainnya disebabkan oleh:
Emboli pulmonale
Infark ventrikel kanan
Mitral stenosis
Biasanya muncul dengan:
ascites,
kongesti hepar,
kardiak sirosis

pitting edema,

Diagnosis banding

Penyakit Pericardial
Penyakit hati
Sindroma nefrotik
Protein losing enteropathy

Laboratorium

Anemia
Hyperthyroid
Chronic renal insuffiency, kelainan
elektrolit
Pre-renal azotemia
Hemochromatosis

Electrocardiogram

Old MI or recent MI
Arrhythmia
Cardiomyopathy
tachycardia
LBBB membantu dlm manajemen th/

Foto thoraks PA

Pembesaran ventrikel kanan


Kongesti vena pulmonaris perivascular
edema)
Efusi pleura

TERAPI

Perawatan

Pencegahan, mengontrol faktor resiko


pengaturan pola hidup
Melakukan terapi penyebab etiologi
Terapi obat
Perawatan diri yang baik

Terapi Non farmakologi

Edukasi
Diet
Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati
Aktivitas fisik
GGB hindari penerbangan panjang
Vaksinasi influensa dan pneumokokus
bila mampu
Kontrasepsi non hormonal pada gagal
jantung sedang berat, dosis rendah
masih diperbolehkan

Terapi farmakologis dekompensatio kordis

Tergantung berat ringannya penyakit


Tujuan terapi :
1. Menghilangkan Etiologi
2. Mengurangi preload
3. Menguatkan kontraktilitas
4. Menurunkan afterload

obat golongan diuretik dan digoksin


digunakan dalam terapi gagal jantung.
Obat-obat ini mengatasi gejala dan
meningkatkan kualitas hidup, namun
belum terbukti menurunkan angka
mortalitas. Setelah ditemukan obat yang
dapat mempengaruhi sistem
neurohumoral, RAAS dan sistem saraf
simpatik, morbiditas dan mortalitas
pasien gagal jantung membaik

Angiotension Reseptor
Blocker (ARB)

bekerja selektif pada reseptor AT1


Pemberian obat ini akan menghambat
efek vasokontriksi, sekresi aldosteron,
rangsangan saraf simpatis, sekresi
vasopresin
ARB direkomendasikan pada penderita
gagal jantung dengan LVEF < 40% yang
masih simptomatik dengan terapi
optimal ACEI dan beta bloker serta
antagonis aldosteron.

Pertimbangan Rasional Pemakaian ARB :

ARB bekerja spesifik menghambat


angiotensin berikatan pada reseptor AT I.
Dengan dihambatnya reseptor AT I,
Sehingga akan meningkatan persentase
angiotensin II untuk berikatan dengan
reseptor AT II yang akan memberi
perlindungan terhadap organ.
Pembentukan angiotensin II ada jalur lain
( pathway ) selain melalui sistem RAAS
sehingga sangat baik jika kita menghambat
angiotensin II berikatan dengan reseptor AT

Pengobatan dengan ARB meningkatkan


fungsi ventrikel dan kesehatan pasien
dan menurunkan angka masuk rumah
sakit untuk perburukan gagal jantung
ARB direkomendasikan sebagai pilihan
lain pada pasien yang tidak toleran
terhadap ACEI

Keuntungan menggunakan
golongan ARB :

Melindungi organ lain :

Losartan diindikasikan untuk menurunkan


risiko stroke pasien hipertensi dan LVH
Irebesartan dan losartan diindikasikan
mengobati diabetik nepropathy pada
pasien diabetes tipe 2 dan hipertensi
Valsartan diindikasikan untuk mengobati
gagal jantung pasien tidak toleran ACE
inhibitor

Menurunkan diabetik nephropathy

Irbesartan in Patient With Tipe 2 Diabetes


And Microalbuminaria ( IRMA ) : Penelitian
dimana Irbesartan dengan dosis yang
semakin tinggi menunjukkan penurunan
yang bermakna menurunkan eksresi
albumin, dan dapat mengontrol penurunan
tekanan darah. 2011

Irbesartan for AF, 2013

Menurunkan non diabetik nephropath :

Combination Treatment Of AngiotensinII


Reseptor Blocker And Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor in Non
Diabetic Renal Disease ( COOPERATE ) :
Hasil dari penelitian ini pasien yang
menerima losartan dan trandolapril
memberikan efek yang sama terhadap
perlindungan penyakit ginjal, dan
mengurangi munculnya diabetes baru.

Digunakan sebagai terapi gagal jantung :

Valsartan in heart failure trial ( VALHeFT) :


Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa Valsartan lebih bermakna
menurunkan kesakitan dan kematian akibat
gagal jantung, dan sangat baik digunakan
bila pasien tidak toleran terhadap ACE
inhibitor.

ESO sangat minimal (angioedema dan


batuk kering yang khas pada ACE-I
sangat jarang pada golongan ini)

Memulai pemberian ARB:


periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum
Pertimbangkan meningkatkan dosis
setelah 24 jam.
Jangan meningkatkan dosis jika terjadi
perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia
Sangat umum untuk meningkatkan dosis
secara perlahan tapi meningkatkan
secara cepat sangat mungkin pada
pasien yang dimonitoring ketat.

Pasien yang harus mendapatkan ARB :


LVEF < 40%
Sebagai pilihan lain pada pasien dengan
gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran
terhadap ACEI.
Atau pada pasien dengan gejala
menetap (kelas fungsional II-IV NYHA)
walaupun sudah mendapatkan
pengobatan dengan ACEI dan bete
bloker.

Kendala penggunaan ARB

Harga yang sangat mahal masih menjadi


pertimbangan

Angiotensin Converting
Enzyme (ACEI)
menghambat perubahan angiotensin I
menjadi angitensin II terjadi vasodilatasi
dan penurunan sekresi aldosteron.
Vasodilatasi akan menurunkan tekan
darah.
Penurunan sekresi aldosteron
menyebabkan ekskresi air dan natrium
dan retensi kalium.

Pengobatan dengan ACEI meningkatkan


fungsi ventrikel dan kesehatan pasien,
menurunkan angka masuk rumah sakit
untuk perburukan gagal jantung dan
meningkatkan angka keselamatan
Diberikan pada :
LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.
Pasien gagal jantung disertai dengan
regurgitasi

Memulai pemberian ACEI :


Periksa fungsi renal dan elektrolit serum.
Pertimbangkan meningkatkan dosis
setelah 24 jam
Jangan meningkatkan dosis jika terjadi
perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia
Sangat umum untuk meningkatkan dosis
secara perlahan tapi meningkatkan
secara cepat sangat mungkin pada
pasien yang dimonitoring ketat.

Improving patient outcomes in heart


failure:
evidence and barriers, 2000
John G F Cleland

Inhibition
versus Enalapril in Heart
Failure
30 agustus 2014, British Heart

Foundation

ACE-inhibitor

Efek jangka pendek:

Menurunkan aktivitas sistem reninangiotensin menurunkan afterload /


resistensi perifer
mengurangi bebean jantung

Efek jangka panjang:

Mencegah remodelling miokard mencegah


hipertrofi

DIURETIK
Furosemid:

Diuretik kuat dan bekerja cepat

Digunakan untuk gagal jantung akut (dan


kronik)

Menurunkan preload
Golongan tiazid: HCT, indapamid

Dapat digunakan pada gagal jantung


kronik
Antagonis aldosteron: spironolakton

Digunakan dalam jangka panjang

Mencegah fibrosis miokard

Mengurangi risiko hipokalemia akibat


furosemid

Diuretics
Cortex

Medulla
Loop of Henle

Thiazides
Menghambat transport aktif
pada korteks bagian
ascending dari ansa henl
K-sparing
Mengabat penyerapan Na
pada tubulus distal

Loop diuretics
Menghambat pertukaranCl-Na-K
Pada segmen Ansa henle
Collecting tubule

B-bloker

Terjadi pergeseran paradigma -blocker


pada gagal jantung:
Dulu: Kontraindikasi
Sekarang: Indikasi (CHF kronik, stabil)
CHF akut dan kronik yang sudah stabil

Mekanisme: mengurangi rangsangan


simpatis pada jantung
Obat yang dipakai: Carvedilol (
blocker), -blocker selektif (bisoprolol,
metoprlol)

Memulai pemberian beta


bloker :

Beta bloker dapat dimulai sebelum


pemulangan dari rumah sakit pada
pasien yang dikompensasi dengan hatihati.(Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti
A)
Kunjungan tiap 2-4 minggu untuk
meningkatkan dosis beta bloker. Jangan
meningkatkan dosis jika terdapat tandatanda perburukan gagal jantung,
hipotensi gejala atik (perasaan
melayang) atau bradikardi berat (nadi <

Digitalis

Asal:

Digitalis purpurae digitalis (digoksin,


digitoksin)
Strophantus gratus ouabain

Prototipe: Digoksin
Farmakodinamik:

Inotropik positif
Kronotropik negatif
Dromotropik negatif
Aritmogenik

Mekanisme Kerja Digitalis


Menghambat Na/K-ATPase

Depolarisasi
membran

Kanal Ca++
terbuka

Na intrasel

Na+/Ca++
exchanger

KONTRAKTILITAS

Ca intrasel

Sarcoplasmic
reticulum

Ca++-induced
Ca++ release

Efek langsung pada jantung

Meningkatkan otomatisitas di atrium, ventrikel


dan Purkinje aritmogenik
Menurunkan konduktivitas terutama di nodus
AV dan Ventrikel/Purkinje dromotropik (-)
Memperpendek masa refrakter di atrium dan
ventrikel -> aritmogenik
Memperpanjang masa refrakter di nodus AV

kronotropik (-)
Atrium

Nodus AV

Ventrikel/Purkinje

Otomatisitas

Konduktivitas

--

Masa refreakter

-- /

Efek tak langsung

Efek vagal: nyata pada nodus SA dan AV


vagal
Sensitivitas jantung terhadap asetilkolin
Tonus

kronotropik negatif

Efek simpatis:
Menurunkan

tonus simpatis
Sensitivitas jantung terhadap NE
Mengurangi impuls eferan simpatis (dosis <)

kronotropik negatif

Pada

dosis > /toksis: impuls simpatis

aritmogenik

Efek Farmakodinamik
1. Efek langsung:
Inotropik positif

Perbaikan kontraktilitas
Curah jantung
Bendungan paru
sesak napas berkurang

2. Efek tak langsung


Tonus simpatis

Denyut jantung dan resistensi perifer


afterload

Perbaikan sirkulasi ginjal

Aktivitas SRA resistensi perifer


Aldosteron retensi air/garam udem
Perbaikan fungsi jantung

Intoksikasi

Indeks terapeutik sempit mudah terjadi intoksikasi


Deplesi Kalium akibat diuretik mempermudah
intoksikasi
Gejala keracunan mirip gejala penyakit jantung

PENYEBAB INTOKSIKASI
Dosis terlalu besar
Hipokalemia/hiperkalemia
Hiperkalsemia
Hipomagnesemia
Iskemia miokard
Hipertiroid

Gejala intoksikasi

Gejala saluran cerna (mual, muntah)


Gejala neurologis (pusing, gelisah, bingung)
Gangguan penglihatan (kromatopsia, kabur)

Terapi

Hentikan digitalis dan diuretik


Bila hipokalemia koreksi
Atasi aritmia: lidokain, fenitoin
Antibodi antidigoksin

Indikasi
Fibrilasi/flutter atrium
Takikardi supraventrikel paroksismal
Gagal jantung (terutama bila takikardi)
Kontraindikasi
Blokade AV
Bradikardi berat
Wolf-Parkinson-White (WPW) syndrome
Takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel
Kardiomiopati hipertropik obstruktif
Gagal ginjal (digoksin: perlu penyesuaian dosis)
Hipotiroidisme

Anda mungkin juga menyukai