Anda di halaman 1dari 8

SPKN SPAP

Standar Pemeriksaan merupakan patokan bagi para pemeriksa dalam melakukan


tugas

pemeriksannya.

Seiring

dengan

perkembangan

teori

pemeriksaan,

dinamika masyarakat yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas, dan


kebutuhan akan hasil pemeriksaan yang bernilai tambah menuntut BPK
menyempurnakan standar audit pemerintahan (SAP) 1995.
SAP 1995 dirasa tidak dapat memenuhi tuntutan dinamika masa kini. Terlebih
lagi sejak adanya reformasi konstitusi di bidang pemeriksaan maka untuk
memenuhi amanat Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 9
ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan, BPK harus menyusun Standar Pemeriksaan yang dapat menampung
hal tersebut. Oleh karena itulah, BPK telah berhasil menyelesaikan penyusunan
standar pemeriksaan yang diberi nama Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
atau disingkat dengan SPKN.

Dengan menyadari bahwa SAP 95 telah tidak mukhtahir, maka kondisi kekinian
menjadi titik awal yang perlu diidentifikasikan dalam melakukan penyusunan
SPKN ini. Kondisi kekinian tersebut yang menjadi pertimbangan adalah (1)
Tuntutan akan akuntabilitas yang makin kencang, inilah yang mendorong SPKN
mengatur formulasi pelaporan yang lebih familiar dengan para pengguna.
Namun ini bukanlah tugas semata-mata SPKN, namun juga harus dibarengi
dengan kesediaan para pengguna LHP BPK untuk memahami dan mempelajari
SPKN. Untuk itulah SPKN ini akan BPK muat dalam website BPK dan mendapat
nomor ISBN agar mudah diakses di berbagai perpustakaan dan toko buku dan
secara internal, Mengaktifkan Kolom SPKN di Majalah Pemeriksa dan Buletin
Intern BPK adalah hal yang tak kalah pentingnya. Membuka akses inilah yang
akan membawa pengembangan terus menerus atas pentingnya pemeriksaan
BPK. (2) kronisnya penyalagunaan kewenangan yang merugiakan keuangan
negara atau yang biasa dikenal dengan KKN (korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

Untuk memenuhi kondisi kekinian tersebut, BPK telah melakukan proses


penyusunan SPKN sebagaimana diatur dalam UU maupun kelaziman dalam
profesi. Hal hal yang dilakukan untuk mengetahui kondisi kekinian di bidang
audit dan pengelolaan yang akan diaudit antara lain (1) penjaringan masukan via
web site (2) publik hearing; (3) pertemuan konsultasi dengan pemerintah.
Penyusunan SPKN ini telah melalui proses sebagaimana diamanatkan dalam
undang-undang maupun dalam kelaziman penyusunan standar profesi. Hal ini
tidaklah

mudah,

oleh

karenanya,

SPKN

ini

akan

selalu

dipantau

perkembangannya dan akan selalu dimutakhirkan agar selalu sesuai dengan


dinamika yang terjadi di masyarakat.

KEDUDUKAN DAN PERAN SPKN TERHADAP TUGAS DAN PERAN BPK


SPKN merupakan patokan bagi pemeriksa. Pemeriksa adalah profesi yang
bernaung dibawah organisasi pemeriksa. Organisasi pemeriksa dijalankan oleh
manajemen organisasi. Inilah karakter khusus dari suatu organisasi pemeriksa
sebagai organisasi profesi yaitu dibangun dengan dualisme jalur. Jalur pertama
yang menjalankan peran utama keberadaan organisasi selanjutnya kita sebut
sebagai jalur profesi, sedangkan jalur kedua adalah jalur pengerak/ manajemen
organisasi yang selanjutnya kita sebut sebagai jalur struktur. Kedua jalur ini jelas
berbeda namun tetap saling beririsan sehingga sulit untuk dipisahkan ibarat
seperti dua sisi mata uang. Namun, ketika dua jalur ini sudah berbaur dan tidak
lagi dapat dibedakan maka organisasi profesi berada pada titik kronis.

Lahirnya SPKN diperuntukkan bagi BPK. BPK merupakan organisasi Profesi.


Dengan demikian baik jalur profesi dan jalur struktur yang ada di BPK harus
mengacu pada SPKN. Peruntukkan menjadikan SPKN sebagai patokan diantara
dua jalur ini jelas sangat berbeda. Bagi jalur profesi, SPKN jelas menjadi
patokannya dalam melaksnakan tugas pemeriksaan. Namun bagi jalur struktur,
SPKN ini harus dijadikan patokan untuk mengarahkan kegiatannya agar dapat
mendukung dan menunjang tugas utama organisasi yaitu pemeriksaan. Dengan
demikian, SPKN haruslah menjadi poros dalam gerak sentrifugal yang harus

terbentuk dari semua elemen organisasi BPK yang tugas utamanya sebagai
pemeriksa keuangan negara.

Gerak sentrifugal yang terbentuk jelas merupakan daya dorong kemajuan


organisasi yang luar biasa menuju visi BPK. Hanya dengan arah tujuan yang
sama maka visi itu tidak hanya sebagai mimpi. Nafas ini dirasakan dalam
substansi SPKN. SPKN menyatakan bahwa penanggung jawab pemeriksaan
keuangan adalah pemeriksa yang memilki sertifikasi keahlian yang diakui secara
profesional. Dengan demikian, penangung jawab pemeriksa bukanlah pihak yang
berada dalam jalur struktur tetapi dalam jalur profesi. Hasil pemeriksaan
keuangan yang telah ditandatangani oleh penangung jawab pemeriksaan
tersebut tidak dapat didistribuskan apabila tidak masuk ke dalam jalur struktur
organisasi. Oleh karenaya yang memiliki peran sebagai penambah nilai atas hasil
pemeriksaan adalah apabila dapat didistribuskan kepada pihak yang akan
menindaklanjutinya. Itulah peran surat pendistribusian yang diterbitkan oleh
pihak jalur struktur. Untuk menerbitkan surat pendistribusian atau surat keluar
itu tentunya perlu mekanisme organisasi yang dijalankan untuk tujuan itu. Ini
menunjukkan bahwa SPKN harus digunakan oleh semua elemen organisasi BPK
sebagaimana dimanatkan oleh Peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007 tersebut.

KEDUDUKAN DAN PERAN SPKN TERHADAP TATA PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN


SPKN terlahir sebagai amanat eksplisit dari UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU Nomor
15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Sebagaimana maksud UU
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Tata Peraturan Perundang-undangan maka SPKN
ditetapkan dengan Peraturan BPK yang memiliki kekuatan hukum mengikat. Oleh
karena itu, SPKN ditetapkan dengan Peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007.
Peraturan BPK tentang SPKN ini merupakan peraturan BPK perdana pasca
reformasi peraturan perundang-undangan yang ada.

Dengan demikian, sejak ditetapkannya Peraturan BPK ini dan dimuatnya dalam
Lembaran Negara, SPKN ini akan mengikat BPK maupun pihak lain yang

melaksanakan pemeriksaan keuangan negara untuk dan atas nama BPK. Inilah
tonggak sejarah dimulainya reformasi terhadap pemeriksaan yang dilakukan BPK
setelah 60 tahun pelaksanaan tugas konstitusionalnya. Dengan demikian,
diharapkan hasil pemeriksaan BPK dapat lebih berkualitas yaitu memberikan nilai
tambah yang positif bagi pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Selanjutnya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat
Indonesia seluruhnya.

KEDUDUKAN DAN PERAN SPKN TERHADAP STANDAR PROFESI


Lahirnya SPKN menjadi warna sehingga melengkapi standarisasi pelaksnaan
tugas profesi yang ada. Selama ini sektor swasta telah lebih maju di bandingkan
sektor publik. Dalam pengelolaan keuangan sektor privat (atau lebih banyak
swasta yang terlibat) telah dikenal Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan di
bidang pemeriksaannya telah dikenal Standar profesional Akuntan Publik (SPAP)
yang keduanya telah diterbitkan oleh Ikatan Akuntans Indonesia (IAI) sebagi
organisasi profesi yang ada dan diakui sampai saat ini.

Di sektor publik, dalam pengelolaan keuangan khususnya pemerintahan,


pemerintah telah menerbitkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nOmor 24 Tahun 2005. oleh
karenya dengan ditetapkannya SPKN dengan Peraturan BPK Nomor 01 Tahun
2007 melengkapi satandar yang ada tersebut. Terhadap penggunaan standarstandar tersebut dapat digambarkan bahwa sektor publik dalam pengelolaan
keuangannya menggunakan dualisme standar yaitu SAP digunakan untuk
pengelolaan sektor publik di pemerintahan sebagai kekayaan negara yang tidak
dipisahkan. Sedangkan kekayaan negara yang dipisahkan yang dikelola oleh
BUMN/ BUMD/ pihak lain tetap menggunakan SAK demi menjaga peran
pemerintah untuk langsung berinvestasi dan membentuk iklim ekonomi yang
sehat. Namun SPKN tetap digunakan untuk semua keuangan negara baik
pemeriksaan atas pengelolaan kekayaan oleh Pemerintah maupun oleh BUMN/
BUMD.

SPKN MERUPAKAN SPAP PLUS


Perbedaan SPKN dengan SPAP adalah terletak pada karakter pemeriksaan BPK.
Karakter pemeriksaan BPK tersebut adalah keharusan pemeriksa BPK untuk
merancang prosedur pemeriksaan terhadap kepatuhan yang terkait dengan
pemeriksaan yang dilakukan an waspada atas penyimpangan lainnya. Pengujian
terhadap Kepatuhan atas peraturan perundang-undangan merupakan nilai
tambah pemeriksaan yang dilakukan BPK RI selama ini. Hal inilah yang
membedakan pemeriksaan BPK dengan pemeriksaan KAP. Oleh karenanya, tidak
salah kalau kita sebut pemeriksaan BPK RI adalah pemeriksaan Plus atau
pemeriksaan bernilai tambah. Namun pemeriksaan atas kepatuhan tersebut
harus dipertimbangkan juga bahwa Pemeriksaan atas kepatuhan merupakan
bagian dari pemeriksaan utamanya; yaitu pemeriksaan atas Laporan Keuangan.
Jadi menurut pendapat kami, pengujian atas kepatuhan tersebut merupakan
tambahan bukan utama. Sehingga seyogyanya tidak mereduksi atau bahkan
mengeliminasi makna output dari pemeriksaan laporan keuangan yang hanya
berupa opini. Adalah terlalu riskan jika auditor diharuskan untuk menjadikan
hasil pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan, peraturan, dan perundangundangan sebagai satu kesatuan dengan opini atas laporan keuangan. Karena
tak ada satu auditor pun yang berani untuk menyatakan semua yang dilakukan
auditee patuh atau tidak patuh pada peraturan perundang-undangan kecuali
auditor yang mungkin nekad. Memang image yang terbentuk saat ini, jika
pemeriksaan itu pasti menemukan penyimpangan atas peraturan perundangundangan mengingat (1) buruknya SPI dan atau moral pelaku; dan (2) jangan
menutup mata jika banyak kriteria peraturan perundang-undangan yang
digunakan BPK tidak sejalan dengan apa yang dijadikan dasar oleh auditee.
Namun kami optimis, pada suatu saat, akan ada auditee yang patuh sehingga
tidak ada lagi penyimpangan (bukankah ini adalah cerminan efektivitas audit
BPK). Berdasarkan pandangan tersebut maka konsepsi SPKN menghendaki
pemeriksa

(1)

harus

merancang

prosedur

audit

untuk

menemukan

ketidakpatuhan dalam kerangka audit utamanya (artinya seiring dengan sample


yang diambil dalam audit laporan keuangan transaksi di luar sample belum
tentu dapat dicover). Hal inilah dimuat dalam PSP tentang Standar Pekerjaan
Lapangan Pemeiksaan Keuangan. (2) harus membuat laporan kepatuhan hanya
jika ditemukan adanya penyimpangan. Jika tidak ditemukan penyimpangan maka
laporan ini tidak dibuat DARIPADA dibuat namun dilaporkan tidak ada

penyimpangan

yang

ditemukan.

Inilah

pendekatan

negatif

dari

laporan

kepatuhan yang menyajikan ketidakpatuhan bukan kepatuhan.

PEMAHAMAN SPKN UNTUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN


Hal yang terpenting dari sebuah proses penyusunan SPKN bukanlah terletak
pada

kualitas

SPKN-nya

melainkan

terletak

pada

kesuksesan

dalam

penerapannya. Oleh karenanya segala kegiatan yang dapat memungkinkan


terlaksananya SPKN ini secara benar dan konsekuen harus dilakukan. Inilah
tugas kita bersama. Untuk impelementasi itulah dibutuhkan pemahan yang utuh
dan tidak parsial atas SPKN. Media sederhana yang dapat dilakukan untuk
memulai suatu pemahaman terhadap SPKN adalah melalui sosialisais. Namun,
kadang

kala

sosialisais

tidak

berjalan

efektif

karena

hanya

sekedar

penyampaian. Untuk itu, perlu dibuat suatu sosialisasi yang dapat membuat
pihak memahami makna SPKN tersebut sehingga tahu apa yang akan
dilaksnakaan. Sosialisasi tidak hanya diperuntukkann bagi (1) auditor BPK yang
bertujuan agar SPKN dapat diaplikasikan dalam pemeriksaan sehingga outputnya
seuai SPKN; (2) auditee BPK bertujuan untuk membantu auditee agar dapat
membantu dalam memahami hasil pemeriksaan Auditor BPK; (3) akademisi/
profesi/

dan

pemerhati

bertujuan

untuk

mendapat

masukan

dalam

pengembangan baik bersifat koreksi maupun bersifat beradaptasi dengan


kondisi terkini. Dengan sinergisitas hasil sosialisasi ketiga pihak tersebut secara
baik maka kualitas pemeriksaan BPK RI yang bernilai tambah bagi pihak yang
diperiksa dapat terwujud. Ingat pemeriksan bernilai tambah ditentukan oleh tiga
faktor simultan dari baiknya kualitas (1) hasil pemeriksaan; (2) kemmapuan
untuk memahami hasil pemeriksaan; (3) tindak lanjut atas hasil pemeriksan
setelah diadaptasikan dengan kondisi.

Selain itu, penerapan atas SPKN kadang memungkinkan terjadi pebedaan


interpretasi dalam memahami SPKN. Dari semua perbedaan yang taerjadi maka
pendapat atau interpretasi pihak penyusunalah yang harus diunggulkan. Oleh
karenanya diterbitkan interpretasi atas SPKN. Terhadap kondisi yang sedang
berkembang dan belum diatur dalam SPKN, sambil menunggu perbaikan atau
tambahan untuk SPKN, dapat dibuatkan dulu Buletin atas hal ini.

SPKN SEBAGAI BAGIAN DARI KURIKULUM DIKLAT PEMERIKSA KEUANGAN NEGARA


SPKN sebagai poros dalam setiap gerak elemen organisasi BPK harus dapat
terimplenetasi. Oleh karenaya pemahanan dan pengembangan yang terus
menerus atas nafas SPKN harus selalu dibangun. Pembangunan SDM salah satu
tugasnya dilakukan melalui diklat untuk menghasiklan kualitas pekerjaan yang
bernilai tambah sebagai tugas dari auditorat, serta reward dengan career plan
yang jelas. . Untuk itulah perlu ada sinergi dengan kurikulum diklat yang ada.
Sinkronisasi Substansi SPKN dengan Kurikulum Diklat Pegawai BPK dapat
dilakukan melalui (1) Penyusunan Modul Aplikasi SPKN; (2) Pengembangan
Kurikulum; dan (3) Diklat tentang SPKN. Dan yang lebih penting ada;ah
membangun sertifikasi kompetensi pemeriksa keuangan negara.

PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR SPKN


Pengembangan Infrastruktur SPKN melalui (1) Revisi PMP dan Juknis/ Juklak
Pemeriksaan serta; (3) Penyusunan infrastruktur derivatifnya. Pengembangan ini
melibatakan banyak pihak. Untuk dapat mengembangkan, semua pihak yang
terlibat harus memiliki kasatuan pemahanan atas apa yang akan dikembangkan.
Meskipun dari latar belakang dan fungsi yang berbeda, pengembangan ini
dilakukan secara tim. Kita tidak lagi dapat berpikir untuk menjadi super star
tetapi harus mulai mengarah menjadi super team.

SPKN SEBAGAI BAGIAN STANDAR PROFESIONAL PEMERIKSA KEUANGAN NEGARA


a. Penyelesaian Kode Etik Pemeriksa Keuangan Negara
b. Standar Evaluasi LHP dari Pengawas/ Pemeriksa luar BPK
c. Standar Penetapan dan Penyelesaian TP/ TGR
d. Standar Pemantauan Tindak Lanjut

SPKN DINAMIS

SPKN tidak menginginkan menjadi suatu dogmatis yang tidak berkembang.


Namun penggunaan SPKN harus selalu sejalan dengan semangat dan jiwa yang
melatar belakangi lahirnya satu per satu paragraf pada pernyataa satandar
pemeriksaan (PSP) tersebut. Oleh karenya apabila terjadi perbedaan pendapat
atas makna suatu paragraf maka perlu dibuatkan interpretasi atas pernyataan
standar tersebut. Inilah tugas komite SPKN.
Terhadap kondisi yang mempengaruhi teknis penerapan SPKN, komite dapat
menerbitkan Buletin Teknis (BULTEK). Keberadaan bultek adalah temporer
selama belum ditetapkannya pernytaan standar tentang hal tersebut. Atau
dengan kata lain, bultek adalah respon segera atas kondisi lapangan atau cikal
bakal suatu kelahiran pernyataan standar (PSP).
Hal yang terpenting dari sebuah proses penyusunan SPKN bukanlah terletak
pada

kualitas

SPKN-nya

melainkan

terletak

pada

kesuksesan

dalam

penerapannya. Oleh karenanya segala kegiatan yang dapat memungkinkan


terlaksananya SPKN ini secara benar dan konsekuen harus dilakukan. Inilah
tugas kita bersama.

Anda mungkin juga menyukai