Anda di halaman 1dari 2

Nama : Sanggi Bayu Ardika

Nim : 1112091000127

Ranjau Demokrasi : Indonesia Negara Hukum Bukan Negara Opini


Pemahaman mendasar mengenai demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Berbicara mengenai demokrasi sama dengan berbicara mengenai kekuasaan, lebih tepatnya adalaha
kekuasaan yang terorganisir dengan baik, bahkan sangat baik. Kita semua adalah para pelaku
demokrasi, setiap 5 tahun sekali kita melaksanakan kegiatan demokrasi dalam bentuk pemilihan
umum. Baik dalam pemilihan Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lain sebagainya sapai tahap
Rt, bahkan dalam rumah tanggapun terkadang kita meggunakan sistem demokrasi. Itulah demokrasi
segala sesuatu yang pada teorinya adalah sebuah hal yang kita putuskan berdasarkan musyawarah
bersama. Pada dasarnya demokrasi berbasis atas sitem partai. Partai partai yang ada di indonesia kini
dianggap sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam pelaksanaan demokrasi di indonesia. Namun
kenyataan saat ini partai partai tersebut cenderung lebih merusak tatanan demokasi ketimbang
mensukseskannya. Partai partai di indonesia cenderung mengedepankan kepentingan partai ketimbang
kepentingan bangsanya, dengan andil andil segala sesuatu yang mereka lakukan adalah semata-mata
untuk kesejahteraan rakyat namun implementasi mereka jauh menyimpang dari apa yg mereka
janjikan.
Demokrasi bukanlah suatu alat untuk mencapai tujuan individu atau kelompok, melainkan sebagai
alat untuk mencapai tujuan bersama untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Sudah terlalu banyak hal hal yang menyimpang dari pelaksanaan demokasi di negara ini, tidak perlu
jauh jauh melihat sampai ke taraf pemilhan anggota DPR atau Presiden, baru-baru ini muncul sebuah
istilah yang disebut Lelang Jabatan yang di peruntukan bagi para Lurah dan Camat di DKI jakarta.
Kebijakan ini diusulkan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta yang saat ini telah menjabat sebagai
Presiden Republik Indonesia. Menurut UUD 45 ayat 1 pasal 3 disbutkan bahawa Indonesia adalah
Negara Hukum, dan kebijakan yang dibentuk oleh mantan gubernur DKI jakarta ini adalah lelang yg
terbuka untuk umum baik dari kalangan PNS (Pegawai Negri Sipil) maupun Non PNS dimana sampai
saat ini belum ada satupun dasar hukum maupun undang-undang yang mengesahkan kebijakan
tersebut, bahkan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kemungkinan nantinya akan dijadikan dasar
hukum dari kebijakan atau mekanisme lelang jabatan ini sampai sekarang belum disahkan dan
belum berlaku sebagai UU. Yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana dengan pernyataan
Wagub Ahok yang mengatakan bahwa UU ASN sebagai dasar hukumnya ? apakah Ahok tidak
mengerti hukum ? . Kebijakan lelang jabatan ini sudah jelas melanggar hukum bahkan DPRD DKI
sempat mempersoalkan kebijakan ini. Apabila kebijana ini tetap dijalankan oleh pemprov DKI Jakarta
ada 2 kemungkinan yang mungkin akan terjadi yang pertama adalah kebijakan ini akan batal karena
tidak ada dasar hukum yg mengesahkannya dan yang pemrov DKI akan di kenakan sanksi hukum.
Gubernur DKI Jakarta dan Wakilnya sebagaimana pejabat negara yang lain telah disumpah dan wajib
mematuhi seluruh undang-undang dan hukum di Indonesia. Jika ada pejabat yang kedapatan
melanggar sumpah, undang-undang serta hukum yang berlaku di Indonesia maka wajib dikenakan
sanksi administrasi dan pidana. Jawaban kedua kebijakan ini dapat di terima apabila kebijakan ini
hanya berupa tampilan atau kemasanya saja akan tetapi seluruh bentuk pelaksanaanya sesuai dengan
undang undang yang berlaku. Banyak UU dan peraturan terkait dengan pengangkatan suatu jabatan
tertentu serta pemberhentiannya dan tidak bisa seenaknya.
Disamping itu kebijakan ini dapat meningkatkan tingkat kerusakan demokrasi di negara kita. Dapat
kita bayangkan apabila pemilihan atau pengangkatan suatu pejabat pemerintahan bukan meelalui
pemilihan umum melainkan dengan lelang, pasti orang yang memiliki oposisi terkuat lah yang akan
menang dan bagaimana jika orang itu adalah tangan kanan yang sengaja di siapkan oleh pejabat
pejabat atas untuk melancarkan tujuan kelompok mereka atau bahkan tujuan pribadi mereka. Hal ini
malah akan menjadi ranjau bagi kita dan akan merusak tatanan dari dari demokasi. Lalu solusi apa
yang dapat kita berikan ?. Jika memang kebijakan Lelang Jabatan ini ingi dilakukan, silahkan saja
dengan catatan berhentikan dulu seluruh pejabat dari jabatan strukturalnya, tidak boleh asal main
hantam, seorang Camat atau Lurah DKI diangkat oleh Sekda atas nam Gubernur DKI, dimana
sebelum melakukan pengangkatan Camat atau Lurah Gubernur harus melalui proses
BAPERJAKAT(Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan). Apabila kebijakan pelelangan
jabatan itu hanya untuk pencitraan itu mungkin sah sah saja selama tidak ada hukum yang dilanggar.
Tapi faktanya Pemrov DKI mengeluarkan anggaran sebesar 2,5 M untuk kebijakan lelang jabatan

Nama : Sanggi Bayu Ardika

Nim : 1112091000127

yang bahkan tidak dikenal oleh UU Kepegawaian saat ini. Harus ada pejabat terkait yang berani
meluruskan opini publik yang memang direkayasa secara sistematis dan terstruktur yang semata-mata
bertujuan untuk mempopulerkan Jokowi dan Ahok. Keengganan pejabat terkait untuk mengkritik
Jokowi-Ahok dikarenakan takut melawan opini publik adalah kesalahan besar, hukum harus tetap di
tegakan. Jokowi-Ahok tidak boleh seenaknya berbuat apa saja tetapi melanggar hukum hanya karena
ada opini publik yg membela mereka, sekurang-kurangnya kesalahan atau pelanggaran hukum
Jokowi-Ahok pada kebijakan lelang jabatan ini harus ditgur dan di koreksi, bahkan kalau perlu
Mendagri, DPRD, KPK dan Polri harus berani memeriksa dugaan pelanggaran hukum pada lelang
jabatan ini kita harus berani bertindak karena Republik Indonesia merupakan negara Hukum bukan
negara Opini.

Anda mungkin juga menyukai