Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Di era modern ini kebutuhan setiap masyarakat semakin kompleks. Dalam
pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut diperlukan adanya peranan dari
pemerintah. Peran pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat
tersebut adalah melakukan pelayanan public. Seluruh masyarakat tentunya
menginginkan pelayanan public yang berkualitas baik agar kebutuhan mereka
dapat terpenuhi. Untuk mengukur kualitas pelayanan public tidak cukup hanya
menggunakan indicator tunggal tetapi harus menggunakan multi-indicator atau
indiator ganda. Efisiensi, responsivitas, dan non-partisian merupakan beberapa
indicator yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan publik
(Agus,2008:147). Setiap Negara termasuk Indonesia akan terus melakukan
perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan public. Harus terlebih dahulu
diketahui bagaimana kondisi kualitas pelaksanaan pelayanan public di Indonesia
saat ini dilihat dari indikator efisiensi, responsivitas, dan non-partisian serta
bagaimana cara peningkatan kualitas pelayanan public di Indonesia. Salah satu
contoh praktek penyelenggaraan pelayanan public yang mencerminkan
bagaimana kondisi kualitas pelayanan public di Indonesia saat ini adalah
pelayanan pembuatan e-KTP yang sampai saat ini masih ditemukan banyak
permasalahan di dalamnya. Masalah yang ditemukan dalam pelayanan
pembuatan e-KTP tersebut antara lain masih adanya pungutan liar, belum semua
daerah memiliki jaringan komunikasi data yang memadai, kesalahan input data
yang dilakukan oleh petugas dan masih banyak lagi. Selain pelayanan
pembuatan e-KTP pelayanan kesehatan juga merupakan cerminan dari kondisi
kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Dalam pelayanan kesehatan di
Indonesia juga masih terdapat kekurangan dan permasalahan. Permasalahan
tersebut misalnya adanya keluhan masyarakat terhadap mutu pelayanan Rumah
sakit, yaitu tentang lamanya pelayanan, administrasi yang berbelit dan lamanya
waktu tunggu. Pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP dan pelayanan
kesehatan
yang merupakan cerminan dari kualitas pelayanan public di
Indonesia dan mengharuskan adanya perbaikan atau peningkatan kualitas
pelayanan. Perbaikan dalam pelayanan pembuatan e-KTP dan pelayanan
kesehatan dapat dilakukan jika kita sudah mengetahui bagaimana kondisi
sebenarnya yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini, apa saja
permasalahan yang ada dan apa penyebab munculnya masalah itu, serta
mengetahui apa saja upaya yang harus dilakukan agar dapat memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pelayanan pembuatan e-KTP dan kualitas pelayanan
kesehatan karena pelayanan pembuatan e-KTP dan pelayanan kesehatan
merupakan cerminan dari kualitas pelaksanaan pelayanan public di Indonesia.
Rumusan masalah
1.
2.
3.
4.

Bagaimana kondisi pelaksanaan pelayanan public di Indonesia ?


Bagaimana cara meningkatkan kualitas pelayanan public di Indonesia ?
Bagaimana kondisi pelayanan pembuatan e-KTP di Indonesia saat ini ?
Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahanpermasalahan dalam pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP di
Indonesia?
5. Bagiamana kondisi pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini ?
6. Bagaiman cara meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di
Indonesia?

LANDASAN TEORI

Pelayanan Publik
Menurut Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, yang
dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administrasi yad disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik. Menurut Sinambela mengungkapkan pelayanan publik diartikan sebagai
setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia
yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau
kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu
produk secara fisik.Kemudian, Munir menambahkan terdapat tiga bentuk dalam
pelayanan umum, yaitu layanan dengan lisan,layanan dengan menggunakan
tulisan tulisan, dan layanan dengan menggunakan perbuatan. Menurut ketiganya
bentuk layanan ini tidak dapat berdiri sendiri secara murni karena ketiganya
sering berkombinasi dalam proses pemberian pelayanan.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanaN
publik menyebutkan bahwa pelayanan publik merupakan segala kegiata
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Jadi yang yang dimaksud pelayanan publik pada
dasarnya sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang
publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan
dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat,di daerah, dan dilingkungan
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah, dalam rangka upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, penyelenggaraan
pelayanan publik adalah instansi pemerintah. Pelayanan dapat di katakan
sebagai suatu aktifitas dari seseorang, sekelompok dan/atau organisasi secara
langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan.
Ada terdapat lima indikator pelayanan publik menurut Fitsimmons (dalam
Sinambela (2006:7 ) sebagai berikut :
1. Reliability (handal) yaitu suatu pelayanan yang baik ditandai dengan
adanya pemberian pelayanan yang tepat dan benar.
2. Tangibles ( jelas) yang ditandai dengan penyediaan yang memadai
sumber daya lainnya.
3. Responsiveness (tanggap) yang ditandai dengan keinginan melayani
konsumen.
4. Assurance (kepastian) yang ditandai dengan tingkat kemauan untuk etika
dan moral dalam memberikan pelayanan.
5. Empathy (empaty) yang ditandai dengan tingkat kemauan untuk
mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.
Kualitas Pelayanan
Penyelenggaraan pelayanan public merupakan proses yang strategis karena di
dalamnya terdapat interaksi yang cukup intensif antara warga Negara dengan

pemerintah. Penyelenggaraan pelayanan public yang berkualitas merupakan


kewajiban pemerintah, karena kualitas pelayanan public menjadi salah satu
indicator dari kualitas suatu pemerintahan. Goetsch dan Davis (2002)
mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas pelayanan juga diartikan sebagai
sesuatu yang berhubungan dengan terpenuhinya harapan/ kebutuhan
pelanggan, di mana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan
produk dan jasa (pelayanan) sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
Kualitas pelayanan menurut Evans dan Lindsay (1997) dapat dilihat dari
berbagai sudut. Jika dilihat dari sudut pandang konsumen, maka kualitas
pelayanan selalu dihubungkan dengan sesuatu yang baik/prima (excellent). Jika
kualitas pelayanan dipandang dari sudut product based, maka kualitas
pelayanan dapat didefinisikan sebagi suatu fungsi yang spesifik, dengan variabel
pengukuran yang berbeda-beda dalam memberikan penilaian kualitas sesuai
dengan karakteristik produk yangbersangkutan. Kualitas pelayanan jika dilihat
dari sudut user based, maka kualitas pelayanan adalah sesuatu yang
diinginkan oleh pelanggan atau tingkat kesesuaian dengan keinginan pelanggan.
Sedangkan, jika dilihat dari value based, maka kualitas pelayanan merupakan
keterkaitan antara kegunaan atau kepuasan dengan harga.
Kualitas pelayanan publik menjadi perhatian praktik New Publik Management,
Reinventing Government maupun New Public Service. Dalam perkembangan
selanjutnya, praktik manajemen pemerintahan banyak menggunakan
pendekatan-pendekatan manajemen yang telah terlebih dahulu diterapkan di
sektor swasta, salah satunya adalah konsep manajemen kualitas. Salah satu
pendekatan yang digunakan dalam kaitan dengan manajemen kualitas adalah
ISO. Prinsip-Prinsip Manajemen Kualitas ISO 9001: 2000 adalah :
1. Fokus kepada pelanggan
Pelaksanaan prinsip ini tergantung pada pelanggan perusahaan/ organisasi
oleh sebab itulah maka organisasi harus memahami betul kebutuhan
pelanggannya, dengan demikian perusahaan akan selalu tanggap akan
kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
2. Kepemimpinan
Disadari atau tidak keterlibatan pimpinan dalam penerapan manajemen
kualitas sangat dibutuhkan, karena dengan demikian akan membawa
dampak pada keterlibatan secara penuh dari setiap unsure organisasi.
3. Keterlibatan orang-orang
Keterlibatan orang-orang secara penuh terhadap penerapan standar ini
merupakan faktor penting dalam rangka memberikan komitmen bersama,
menumbuhkembangkan inovasi dan kreativitas, sehingga semuanya ikut
bertanggungjawab terhadap masalah yang dihadapi beserta solusinya
terhadap masalah yang mungkin timbul.
4. Pendekatan proses
Dengan penerapan prinsip ini, hasil yang diinginkan akan dapat tercapai
dengan lebih efisien, karena pendekatan ini mengintegrasikan sumber daya
yang ada, seperti manusia, material, metode, mesin dan peralatan dalam
rangka menghasilkan nilai tambah bagi pelanggan. Dengan demikian akan
menghemat biaya dan waktu yang diperlukan.
5. Pendekatan sistem terhadap manajemen
Pendekatan ini akan memfokuskan usaha-usaha pada proses kunci yang
pada akhirnya akan memberikan kontribusi pada efektivitas dan efisiensi
organisasi dalam mencapai tujuan.

6. Peningkatan terus-menerus.
Hal ini didefinisikan sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya
peningkatan efektivitas dan efisiensi organisasi secara terus menerus, yang
membutuhkan langkah konsolidasi yang progresif dan menanggapi
perkembangan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Dengan demikian
dapat mengetahui keunggulan kinerja melalui peningkatan kemampuan
organisasi.
7. Pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan.
Dengan menggunakan data dan informasi yang faktual maka dapat
menghilangkan akar penyebab masalah, sehingga dapat diselesaikan
secara tepat sehingga dapat meningkatkan kinerja orgaisasi dan efektivitas
implementasi sistem manajemen kualitas.
8. Hubungan pemasok yang saling menguntungkan
Dalam rangka menanggapi perubahan pasar dan mengoptimalkan biaya dan
penggunaan sumber daya, hubungan antara organisasi dengan pelanggan
atau stakeholders merupakan hubungan ketergantungan yang saling
menguntungkan, sehingga akan meningkatkan kemampuan bersama dalam
menciptakan nilai tambah masing-masing.
Kualitas pelayanan mencakup tata cara, perilaku dan juga penguasaan
pengetahuan tentang produk dari penyelenggara layanan, sehingga
penyampaian informasi dan pemberian fasilitas/jasa pelayanan kepada
pelanggan dapat secara optimal memenuhi kebutuhan yang diharapkan
pelanggan, sehingga pelanggan akan merasa puas dan perusahaan akan
mendapatkan manfaatnya.
Untuk menilai kualitas pelayanan terdapat sejumlah indicator yang digunakan.
Menurut Lenvine (1990:188), produk pelayanan public di dalam Negara
setidaknya harus memenuhi tiga indicator, yaitu
1. Responsivitas, yaitu daya tanggap penyedia layanan terhadap segala
tuntutan dari pengguna layanan.
2. Responsibilitas, merupakan suatu ukuran yang menunjukkan sejauh
mana pelayanan sudah berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip atau
ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.
3. Akuntabilitas, adalh suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana proses
penyelenggaraan pelayanan sudah sesuai dengan kehendak
stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.
Di Indonesia, upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas antara lain dapat
dilakukan dengan memperhatikan ukuran-ukuran yang menjadi kriteria kinerja
pelayanan. Berdasarkan Kep MenPAN No 63 tahun 2003 kriteria-kriteria
pelayanan tersebut adalah :
1. Kesederhanaan, yaitu bahwa tata cara pelayanan dapatdiselenggarakan
secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan
dilaksanakan oleh pelanggan.
2. Reliabilitas, meliputi konsistensi dari kinerja yang tetap dipertahankan dan
menjaga saling ketergantungan antara pelanggan dengan pihak penyedia
pelayanan, seperti menjaga keakuratan perhitungan keuangan, teliti
dalam pencatatan data dan tepat waktu.
3. Tanggung jawab dari para petugas pelayanan yang meliputi pelayanan
sesuai dengan urutan waktunya, menghubungi pelanggan secepatnya
apabila terjadi sesuatu yang perlu segera diberitahukan.
4. Kecakapan para petugas pelayanan, yaitu bahwa para petugas
pelayanan
menguasai
keterampilan
dan
pengetahuan
yang
dibutuhkan.Pendekatan kepada pelanggan dan kemudahan kontak

pelanggan dengan petugas. Petugas pelayanan harus mudah dihubungi


oleh pelanggan, tidak hanya dengan pertemuan secara langsung, tetapi
juga melalui telepon atau internet. Oleh karena itu, lokasi dari fasilitas dan
operasi pelayanan juga harus diperhatikan.
5. Keramahan, meliputi kesabaran, perhatian dan persahabatan dalam
kontak antara petugas pelayanan dan pelanggan. Keramahan hanya
diperlukan jika pelanggan termasuk dalam konsumen konkret.
Sebaliknya, pihak penyedia layanan tidak perlu menerapkan keramahan
yang berlebihan jika layanan yang diberikan tidak dikonsumsi para
pelanggan melalui kontak langsung.
6. Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan bisa mengetahui seluruh informasi
yang mereka butuhkan secara mudah dan gamblang, meliputi informasi
mengenai tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain.
7. Komunikasi antara petugas dan pelanggan. Komunikasi yang baik
dengan pelanggan adalah bahwa pelanggan tetap memperoleh informasi
yang berhak diperolehnya dari penyedia pelayanan dalam bahasa yang
mereka mengerti.
8. Kredibilitas, meliputi adanya saling percaya antara pelanggan dan
penyedia pelayanan, adanya usaha yang membuat penyedia pelayanan
tetap layak dipercayai, adanya kejujuran kepada pelanggan dan
kemampuan penyedia pelayanan untuk menjaga pelanggan tetap setia.
9. Kejelasan dan kepastian, yaitu mengenai tata cara, rincian biaya layanan
dan tata cara pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian layanan
tersebut. Hal ini sangat penting karena pelanggan tidak boleh ragu-ragu
terhadap pelayanan yang diberikan.
10. Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas pada
pelanggan dari adanya bahaya, resiko dan keragu-raguan. Jaminan
keamanan yang perlu kita berikan berupa keamanan fisik, finansial dan
kepercayaan pada diri sendiri.
11. Mengerti apa yang diharapkan pelanggan. Hal ini dapat dilakukan dengan
berusaha mengerti apa saja yang dibutuhkan pelanggan. Mengerti apa
yang diinginkan pelanggan sebenarnya tidaklah sukar. Dapat dimulai
dengan mempelajari kebutuhan-kebutuhan khusus yang diinginkan
pelanggan dan memberikan perhatian secara personal.
12. Kenyataan, meliputi bukti-bukti atau wujud nyata dari pelayanan,berupa
fasilitas fisik, adanya petugas yang melayani pelanggan, peralatan yang
digunakan dalam memberikan pelayanan, kartu pengenal dan fasilitas
penunjang lainnya.
13. Efisien, yaitu bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal
yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan
tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk
pelayanan.
14. Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan
secara wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan
pelanggan untuk membayar.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa untuk mengukur kualitas
pelayanan public idak cukup hanya menggunakan satu indicator, tetapi harus
menggunakan multi-indicator.
Standar Pelayanan
Standar Pelayanan adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan
penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari pihak
penyelenggara pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan pelayanan yang

berkualitas (LAN, 3: 2003). Pengertian yang sama tetang standar pelayanan ini
juga terdapat dalam Permenpan No. 20 tahun 2006 tetang Pedoman
Penyusunan Standar Pelayanan Publik dan Rancangan final Undang-undang
Pelayanan Publik.
Ruang lingkup standar pelayanan publik, sebagaimana dituangkan dalam buku
yang diterbikan LAN tahun 2003 mencakup sekurangkurangnya: (1) Nama Jenis
pelayanan; (2) Visi dan Misi Pelayanan; (3) Prosedur pelayanan; (4) Persyaratan
Pelayanan, (5) Waktu Pelayanan; (6) Biaya/Tarif pelayanan serta (7) Mekanisme
Pengelolaan Pengaduan Pelayanan. Sedangkan dalam Permenpan Nomor 20
tahun 2006 disebutkan bahwa ruang lingkup atau komponen yang harus ada
dalam standar pelayanan adalah : (1) Jenis pelayanan; (2) Dasar Hukum
Pelayanan; (3) Persyaratan Pelayanan; (4) Prosedur Pelayanan; (5) Waktu
penyelesaian pelayanan; (6) Biaya pelayanan; (7) Produk pelayanan; (8) Sarana
dan prasarana pelayanan serta (9) Mekanisme pengaduan.

ISU TERKINI

Masalah yang Timbul dalam Pelayanan Pembuatan e-KTP


Pelaksanaan pelayanan pembutan e-kTP merupakan cerminan dari kualitas
pelaksanaan pelayanan public yang ada di Indonesia. Namun dalam proses
implementasi pelayanan e-KTP sampai saat ini masih dijumpai beberapa
permasalahan. Permasalahan yang dihadapi antara lain :
1. ada beberapa permaslahan teknis dalam pelayanan pembuatan e-KTP
antara lain kesalahan data penduduk dikarenakan jumlah penduduktidak
sebanding dengan jumlah operator, adanya kantor pemerintahan yang
enggan melakukan aktivasi e-KTP, dan kesalahan kesalahan foto dengan
data yang tercentum.
2. Ada oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA
SAWIT TANJUNG MEDA melakukan pungutan liar pada saat
pengambilan e-KTP. setiap pengambilan e-KTP, mereka dikenakan
patokan biaya 10000 rupiah/orang, pungutan liar ini juga terjadi di
beberapa daerah seperti Kecamatan Babelan dan Kec. Karang Bahagia
di Kabupaten Bekasi, padahal e-KTP gratis.
3. Di kelurahan Kebun Kosong Petugas cenderung bersikap arogan, tidak
peduli terhadap warga yang mengurus e-KTP yang ditunjukkan dengan
benyaknya warga yang terus bolak-balik ke kantor kelurhan untuk
menanyakan apakah e-KTP sudah selesai atau belum tetapi petugas
kelurahan terus menjawab bahwa e-KTP tersebut belum selesai tanpa
memberikan kepastian.

PEMBAHASAN
1.

Kondisi Pelayanan Publik di Indonesia


Kondisi pelayanan public di Indonesia dapat dilihat melalui indikator
efisiensi,responsivitas dan non-partisian. Ketiga indikator tersebut dapat
digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan public di Indonesia.
a. Efisiensi Pelayanan Publik di Indonesia
Efisiensi pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai perbandingan
terbaik antara input dan output. Dari sisi input, pelayanan public
dikatakan efisien apabila pelayanan tersebut menggunakan sumber
daya yang murah dan tidak boros. Dari sisi proses, agar dapat dikatakan
efisien maka prosedur layanan publik harus bersifat sederhana sehingga
warga pengguna tidak mengeluarkan energy dan biaya dalam
mengakses suatu layanan. Sedangkan dari sisi output, pelayanan publik
dikatakan efisien apabila penggunaan sumber daya yang murah dan
tidak boros tetap menghasilkan produk pelayanan yang sesuai dengan
standara dapat memuskan pengguna layanan.
Dalam proses penyenggaraan pelayanan publik di Indonesia seringkali
dijumpai adanya biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh warga
pengguna untuk diberikan kepada petugas agar dapat memperoleh
produk atau jasa pelayanan. Hal ini menyebabkan harga pelayanan
publik menjadi semakin tinggi, atau menjadi berbiaya padahal
seharusnya tanpa biaya atau gratis. Biaya tambahan tersebut sering
diinterpretasikan oleh petugas sebagai ucapan terima kasih atas
pelayanan yang telah mereka berikan sehingga tidak membebani mental
mereka. Sedangkan bagi pengguna layanan, uang tambahan tersebut
dimaksudkan untuk mempermudah proses pelayanan publik dan
sekaligus membangun jaringan di dalam birokrasi untuk tujuan jangka
panjang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, memperlihatkan adanya
uang tambahan dalam proses pelayanan public yang dapat dilihat pada
table berikut :
Tabel Pengakuan Aparat atas Pemberian Uang dari Warga Pengguna di
Sumatera Barat, DI Yogyakarta dan Sumatera Selatan.
Pemberian Uang
dari
Warga
Pengguna

Ya
Tidak
Jumlah

Sumatra Barat

N
184
103
287

%
64,1
35,9
100,0

Lokasi
D.I. Yogyakarta

N
201
124
325

%
61,8
38,2
100,0

Sulawesi
Selatan
N
175
125
300

%
58,3
41,7
100,0

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelakasanaan


pelayanan publik di Indonsia masih belum efisien karena adanya
tambahan biaya yang membuat harga pelayanan public semakin tinggi.
Efisiensi merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
kualitas pelayanan publik, karena pelayanan public di Indonesia masih

belum efisien, maka kualitas pelayanan publik di Indonesia masih


kurangw baik.
b. Responsivitas Pelayanan Publik di Indonesia
Responsivitas atau daya tanggap adalah kemampuan organisasi untuk
mengidenttifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan
dan mengembangkannya ke dalam berbagai program pelayanan.
Responsivitas birokrasi penyelenggara layanan di Indonesia terhadap
kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang masih rendah
sebagaimana terlihat dari penelitian yang dilakukan PSKK UGM.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan PSKK UGM diketahui
bahwa 48 % birokrasi di Propinsi Sumatra Barat sekedar menampung
kelihan masyarakat. Di Yogyakarta sekitar 43 birokrasi memberikan
jawaban yang sama. Sedangkan di Sulawesi Selatan sebanyak 32 %
birokrat hanya menampung keluhan warga pengguna. Dengan demikian,
tidak semua keluhan dari warga pengguna ditindaklanjuti oleh birokrasi
untuk memperbaiki kinerjanya. Responsivitas termasuk indikator yang
dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan publik, karena
reaponsivitas pelayanan publk di Indonesia masih rendah, maka kuallitas
pelayana public di Indonesia masih kurang baik.
c. Pelauanan Publik di Indonesia dilihat dari Aspek Non-Partisian
Maksud dari pelayanan publik non-partisian adalah sistem pelayanan
yang memperlakukan semua pengguna layanan secara adil tanpa
membeda-bedakan berdasarkan status social ekonomi, kesukuan, etnik,
agama, kepartaian, dan sebagainya. Dalam era otonomi daerah saat ini,
seringkali kita menjumpai peraturan daerah yang bersifat diskriminatif
dan tidak memberikan kesamaan di antara para pelaku ekonomi.
Sebagai contoh, Perda Kabupaten Cirebon No 53 Tahun 2001tentang
Penyelenggaraan Pelelangan Ikan yang memberikan hak monopoli TPI
(Tempat Pelelangan Ikan) hanya kepada koperasi dan menutup akses
pihak swasta yang lain. Selain itu juga mewajibkan semua hasil
penangkapan ikan harus dijual ke TPI tersebut.dengan harga penjualan
yang ditentukan pemerintah. Kasusu ii merefleksikan tidak adanya
kesamaan di antara para pelaku usaha di Kabupaten Cirebon. Dari
kasus itu, kita dapat melihat bahwa pelayanan public di Indonesia belum
bersifat non-partisian. Pelayanan publk yang bersifat non-partisian
merupkan salah satu indikator yng dapat digunakan untuk mengukur
kualitas pelayanan publik, karena pelayanan public di Indonesia belum
bersifat non-partisian, maka kualitas pelayanan public di Indonesia
masih kurang baik.
Selain dapat dilihat dari tiga indikator tersebut, kualitas pelayanan publik di
Indonesia juga dapat dilihat dari beberapa kasus yang menyangkut
pelaksanaan pelayanan public di Indonesia, anatara lain pelaksanaan
pelayanan pembuatan e-KTP di beberapa daerah di Indonesia dan
pelaksanaan pelayanan kesehatan di Indonesia.
2. Pelaksanaan Pelayanan Pembuatan e-KTP di Indonesia
Pelaksanaan pelayanan pembutan e-KTP merupakan cerminan dari
kualitas pelaksanaan pelayanan public yang ada di Indonesia. Namun
dalam proses implementasi pelayanan e-KTP sampai saat ini masih
dijumpai beberapa permasalahan. Permasalahan yang dihadapi antara
lain :
a. terdapat kesalahan data penduduk. Pada proses perekaman data eKTP, operator akan mengkonfirmasi kepada penduduk bersangkutan

apakah datanya sudah benar atau belum dan selanjutnya proses


perekaman dilanjutkan. Namun karena banyaknya jumlah penduduk
yang dihadapi dengan kapasitas operator yang terbatas dan proses
perekaman hingga larut malam, kelelahan operator terkadang
menimbulkan kekeliruan data yang di input.
b. aktivasi e-KTP. E-KTP yang sudah tercetak perlu di aktivasi apakah
data yang tercantum sudah benar atau tidak. Namun beberapa
penduduk atau petugas pemerintah hanya sebatas mendistribusikan
e-KTP saja dan aktivasi dilakukan dikemudian hari, sehingga
menyebabkan penduduk yang memiliki jarak yang cukup jauh dari
kantor pemerintahan bersangkutan enggan melakukan aktivasi,
c. kesalahan foto dengan data yang tercantum. Hal ini dimungkinkan
karena adanya Human Error karena operator keliru memasukkan data
penduduk pada saat proses perekaman data untuk e-KTP,
d. e-KTP tidak terbaca oleh Card Reader versi lama misalnya dengan
menggunakan aplikasi Benroller 2.2. e-KTP baru terbaca dengan
menggunakan aplikasi versi baru yaitu Benroller 3.0 sehingga
dikhawatirkan untuk bank-bank yang masih menggunakan aplikasi
lama, e-KTP tidak terbaca oleh Card Reader Bank
e. Permasalahan yang dihadapi oleh tim supervisi di daerah pada
kegiatan di tahun 2011, yaitu pada perekaman e-KTP, seperti masalah
tersendatnya atau putusnya jaringan komunikasi data, rusaknya
peralatan perekaman seperti iris scanner, serta masalah lainnya yang
menyebabkan terhentinya operasional layanan perekaman e-KTP.
Sehingga ada warga yang tidak bisa ikut dalam perekaman e-KTP.
f. Ada oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA
SAWIT TANJUNG MEDA melakukan pungutan liar pada saat
pengambilan e-KTP. setiap pengambilan e-KTP, mereka dikenakan
patokan biaya 10000 rupiah/orang, pungutan liar ini juga terjadi di
beberapa daerah seperti Kecamatan Babelan dan Kec. Karang
Bahagia di Kabupaten Bekasi, padahal e-KTP gratis
g. Di kelurahan Kebon Kosong Petugas cenderung bersikap arogan,
tidak peduli dengan keinginan dan tuntutan hak atas berbagai
dokumen, termasuk e-KTP. Petugasnya, ibaratnya bersikap EGP
(emang gue pikirin) terhadap warga yang sudah bolak-balik datang ke
kantor kelurahan. Tetapi petugas se-enaknya saja, mengatakan
belum selesai. Tetapi ketika warga sudah sms untuk konfirmasi,
petugas tidak pernah balas sms warga, salah seorang warga
Kelurahan tersebut yang tidak mau menyebutkan namanya,
mengatakan kepada Business News beberapa waktu yang lalu.
Dari penjelasan mengenai pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP
tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan pelayanan punlik di
Indonesia belum efisien yang ditunjukkan masih adanya pungutan liar
yang dilakukan oleh oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK
KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA setiap pengambilan e-KTP. Selain itu
dari penjelasan mengenai pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP
tersebut menunjukkan bahwa responsivitas dalam pelaksanaan
pelayanan public di Indonesia masih kurang baik yang terlihat dari adanya
petugas yang arogan dan tidak peduli terhadap warga yang sudah bolakbalik ke kelurahan untuk menanyakan apakah e-KTP sudah jadi atau
belum, petugas terus menjawab belum selesai tanpa memberikan
kepastian mengenai kapan e-KTP tersebut bias selesai.
3. Pemecahan Masalah dalam Pelayanan Pembuatan e-KTP

Marzan A Iskandar menyampaikan bahwa dari sisi teknologi, BPPT


sudah memberikan dukungan penuh pada pengembangan Grand Design
e-KTP. Demikian pula pada implementasi e-KTP di tahun 2011 dan 2012,
BPPT menyediakan lima tenaga ahli pada tim teknis, 22 staff tim pokja
(ahli dan teknis), serta memperbantukan 81 staff BPPT untuk menjadi tim
Supervisi Teknis e-KTP, jelasnya.
Diperlukan mekanisme dan Standard Operating Procedure (SOP) untuk
eskalasi permasalahan teknis. Menanggapi kondisi demikian, Marzan
mengatakan diperlukan cara penanganan yang dikelola dengan baik oleh
Helpdesk Center, dukungan teknis dari konsorsium pelaksana dan
petugas perekaman di daerah. Ini semua memerlukan harmonisasi
kegiatan, kolaborasi dan kerjasama yang kuat agar seluruh proses
perekaman (enrolment) berlangsung end-to-end (dari hulu ke hilir) secara
berkesinambungan, cepat dan akurat.
Agar tidak ada penyalahgunaan pelayanan e-KTP, seluruh rantai proses
pelayanan dan penerbitan e-KTP harus disupervisi secara ketat dan
menyeluruh. Untuk itu, tim supervisi perlu memahami alur proses dan
mensupervisi agar proses perekaman data penduduk dan pengiriman
data hasil perekaman di daerah berjalan lancar secara baik dan benar.
Selain itu, perlu secara periodik mereview permasalahan teknis dan non
teknis yang terjadi dan memberikan masukan rekomendasi pemecahan
masalah kepada Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
4. Kondisi Pelaksanaan Pelayanan Kesehatam di Indonesia
Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di Indonesia masih terdapat
beberapa permasalahan, antara lain : rendahnya aksesibilitas dan
kualitas pelayanan kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan dan
distribusi tidak merata, serta rendahnya kualitas kesehatan penduduk
miskin. Berikut penjelasan mengenai permasalahan rendahnya kualitas
kesehatan penduduk miskin :
Meski dari tahun ke tahun perkembangan kualitas kesehatan masyarakat
Jawa Timur cenderung terus meningkat, tetapi tidak dapat dipungkiri
masih terdapat disparitas status kesehatan yang cukup inggi antar-kelas
social ekonomi, antar kawasan, dan antar daerah perkotaan-pedesaan.
Disperitas status kesehatan antara lain dapat dilihat dari beberapa
indikator, seperti Angka Kematian Bayi, Angka Harapan Hidup, Angka
Kematian Ibu Melahirkan, dan Status Gizi Anak.
Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup di Jawa Timur
menunjukkan kecenderungan menurun. Pada tahun 2003, AKB mencapai
42 per 1000 kelahiran hidup, menurun menjadi 31 per 1000 kelahiran
hidup pada 2008. Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk Jawa Timur
menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada
2007, AHH penduduk Jawa Timur mencapai 68,69, kemudian meningkat
menjadi 69,22 pada 2008. Namun, angka kematian bayi dan amgka
kematian balita pada kelompok termiskin adalah empat kali lebih tinggi
daripada kelompok terkaya. Selain itu, angka kematian bayi dan angka
kematian ibu lebih tinggi di daerah pedesaan, dan pada penduduk
dengan tingkat pendidikan rendah. Rendahnya status kesehatan
penduduk miskin dikarenakan terbatasnya akses terhadap pelayanan
kesehatan karena kendala biaya, jarak dan transportasi. Pada tahun
2004, Pemerintah Propinsi Jawa Timur merintis program asuransi
kesehatan bagi masyarakat miskin melalui Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat (JPKM). Pada tahun 2005 JPKM disenpurnakan
untuk menjangkau masyarakat lebih luas menjadi Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan bagi Masyaraat Miskin (JPK-MN). Program dilaksanakan


dengan membebaskan biaya pelayanan bagi penduduk miskin di
Purskesmas dan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah Propinsi Jawa
Timur. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin di
rumah meliputi pelayanan Rawat Darurat, Rawat Jalan Tindak Lanjut
(RJTL), dan Raeat Inap Tindak anjut (RITL). Program ini berlanjut sampai
akhir 2007, kemudian pada 2008 Askeskin berubah nenjadi Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Pasien keluarga miskin ternyata
tak mudah mengakses pelayanan jaminan kesehatan yang disediakan
bagi mereka. Paradigma pemberian jaminan kesehatan tidak berorientasi
pada subjek, yakni orang miskin, namun pada jenis penyakit yang
diderita, sehingga pembebasan biaya berobat belaku selektif untuk jenis
penyakit tertentu. Diluar daftar penyakit yang ditanggung pemerintah,
pasien miskin harus membayar sendiri. Sesuatu yang mustahil bias
dilakukan ileh pasien keluarga miskin. Akibatnya, banyak pasien miskin
yang terlantar tanpa pengobatan. Kebijakan seperti itu memperburuk
kondisi kesehatan kualitas kesehatan penduduk miskin. Pemberian
jaminan kesehatan bagi keluarga miskin seyogyanya dilakukan tanpa
syarat dan ketentuan berlaku. Kemiskinan merek sudah cukup menjadi
dasar untuk memperoleh pembebasan biaya kesehatan.
Dari penjelasan mengenai kondisi pelayanan kesehatan tersebut dapat
dilihat bahwa pelayanan publik di Indonesia belum bersifat non-partisian
yang ditunjukkan dengan masalah angka kematian bayi dan amgka
kematian balita pada kelompok termiskin adalah empat kali lebih tinggi
daripada kelompok terkaya.
5. Cara Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Cara yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan
dalam pelayanan kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan di Indonesia antara lain :
a. Pengembangan dan penuntasan pelayanan kesehatan gratis bagi
keluarga miskin di puskesmas dengan menyederhanakan mekanisme
administrasi.
b. Pengembangan dan peningkatan efektivitas pelayanan kesehatan
gratis bagi keluarga miskin di kelas III rumah sakit dengan
menyederhanakan mekanisme administrasi, sertaberorentasi pada
subjek orang miskin, bukan jenis penyakit.
c. Pengadaan,peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana rumah
sakit, teermasuk meningkatkan pemenuhan tenaga kesehatan, serta
meningkatkan kemampuan manajemen pengelolaan dan pelayanan
rumah sakit.
6. Cara Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik di Indonesia
Peningkatan kualitas pelayanan public di Indonesia dapat dilakukan
melalui perbaikan dan peningkatan pada tiga aspek, yaitu efisiensi,
responsivitas, dan non-partisian.
a. Perbaikan Aspek efisiensi
Untuk memperbaiki aspek efisiensi terdapat tiga strategi yang dapat
dilakukan, yaitu deregulasi, pengurangan biaya, dan adopsi teknologi.
1) Deregulasi
Deregulasi dapat diakukan melalui :
Menyederhanakan formulir untuk semua jenis
pelayanan public

Mengumumkan secara terbuka semua persyaratan dan


prosedur serta biaya pelayanan agar warga pengguna
dapat mengakses dan mengetahui secara mudah
informasi yang diperlukan untuk memperoleh
pelayanan.
Mengoptimalkan penggunaan teknologi imternet
sehingga tidak sekedar menampilkan data atau
informasi saja, tetapi melengkapinya dengan fasilitas
download untuk mendapatkan semua jenis formulir
pelayanan publik.
2) Mengurangi biaya pelayanan public yang ditanggung warga
dengan cata membebaskan biaya pelayanan yang bersifat
mendasar atau yang dibutuhkan oeh setiap orang, misalnya
pelayanan KTP, Akta Kelahiran, surat nikah, dan akta
kematian.
3) Mengadopsi teknolgi. Inti dari strategi ini adalah
mengoptimalkan penggunaan teknologi komputer dan
infomasi, misalnya mengembangkan data base serta
mengaplikasikan proses administrasi dan manajemen melalui
sistem computer online.
b. Perbaikan Aspek Responsivitas
Strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan responsivitas
pelayanan publik adalah melalui pelembagaan citizen charter atau
kontrak pelayanan. Citizen charter adalah suatu pendekatan dalam
penyelenggaraan pelayanan public dengan menempatkan penggunan
layanan sebagai pusat peerhatian. Dalam hal ini, kebutuhan dan
kepentingan penggunan layanan harus menjadi pertimbangan utama
dalam keseluruhan proses penyelenggaraan layanan. Citizen charter
mendorong penyedia dan pengguna layanan serta para stakeholders
lainnya secara bersama-sama menyepakati jenis, prosedur, waktu,
serta biaya pelayanan. Kesepakatan ini harus mempertimbangkan
keseimbangan hak dan kewajiban antara penyedia dan pengguna
layanan. Karena perumusan kesepakatan dilakukan dengan
melibatkan warga pengguna, maka citizen charter ini dapat
memudahkan penyedia layanan untuk memahami kebutuhan dan
aspirasi warga mengenai penyelenggaraan pelayanan. Selain itu, di
dalam citizen charter mengatur mekanisme pengaduan keluhan dari
pengguna sehingga memberikan peluang kepada penyedia layanan
untuk dapat selalu mengetahui keluhan ataupun kebutuhan warga
pengguna.
c. Perbaikan Aspek Non-Partisian
Penyelenggaraan pelayanan punlik harus dilakukan tanpa
mendiskriminasikan penggunan lynan. Untuk penyelengggaraan
layanan public seara non-partisisan atau tidak diskriminatif, terdapat
tiga prinsip yang harus dipegang. Pertama adalah prinsip atau asas
kesamaan hokum. Penyedia layanan harus memberikan akses yang
sama bagi semua warga untuk memperoleh layanan public,
misalnaya pemberian layanan public didasarkan pada nomor urut
formulir yang masu, bukan didasarkan atas faktor hubungan dekat.
Kedua adalah menerapkan prinsip netralisir birokrasi di dalam politik,
yaitu melarang semua PNS untuk menjadi anggota dan atau
pengurus partai politik. Ketiga adalah menerapkan kode etik birokrasi.

Beberapa hal yang perlu dilakukan di antaranya adalah memberikan


sanksi kepada pegawai yang melakukan praktik diskriminasi
pelayanan, tidak memberlakukan semua bentuk surat rekomendasi
untuk dispensasi pelayanan serta melarang warga pengguna untuk
memberikan insentif kepada penyedia layanan.

PENUTUP
Kesimpulan
Kondisi kualitas pelayanan publik di Indonesia dapat dilihat melalui tiga indikator
yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian. Dilihat dari efisiensi, kualitas
pelayanan publik di Indonesia masih rendah atau masih kurang baik karena
masih belum efisien yang ditunjukkan adanya tambahan biaya yang harus
dikeluarkan oleh pengguna layanan untuk mempermudah pelayanan publik. Dari
segi responsivitas kualitas peelayanan publik juga dapat dikatakan masih rendah
atau msih kurang baik karena responsivitas birokrasi penyelenggara layanan di
Indonesia terhadap kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang masih
rendah sebagaimana terlihat dari birokrat di beberapa daerah di Indonesia yang
hanya sekedar menampung keluhan masyarakat tanpa ditindaklanjuti. Dilihat dari
indikator non-partisian pelayanan publik di Indonesia masih bersifat diskriminatif
yang ditunjukkan dari Perda Kabupaten Cirebon No 53 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Pelelangan Ikan yang memberikan hak monopoli TPI (Tempat
Pelelangan Ikan) hanya kepada koperasi dan menutup akses pihak swasta yang
lain. Pelayanan publik di Indonesia yang masih bersifat diskrimintif menunjukkan
bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia masih kurang baik atau masih
rendah. Kondisi kualitas pelayanan publik di Indonesia tidak hanya dapat dilihat
dari ketiga indikator tersebut, tetapi juga dapat dilihat dari beberapa kasus yang
menyangkut pelayanan publik di Indonesia, antara lain pelaksanaan pelayanan
pembuatan e-KTP di beberapa daerah di Indonesia dan pelaksanaan pelayanan
kesehatan di beberapa daerah di Indonesia. Dalam pelaksanaan pelayanan
pembuatan e-KTP masih ditemukan beberapa permasalahan, antara lain adanya
pungutan liar yang dilakukan oleh oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V
PABRIK KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA setiap pengambilan e-KTP dan
adanya petugas yang arogan dan tidak peduli terhadap warga yang sudah bolakbalik ke kelurahan untuk menanyakan apakah e-KTP sudah jadi atau belum,
petugas terus menjawab belum selesai tanpa memberikan kepastian mengenai
kapan e-KTP tersebut bias selesai. Permasalahan pungutan liar dalam
pelayanan pembuatan e-KTP menunjukkan bahwa pelayanan publik di Indonesia
masih belum efisien karena biaya pelayanan publik jadi semakin tinggi.
Permaslahan petugas yang tidak peduli terhadap warga dalam pelayanan
pembuatan e-KTP menunjukkan bahwa responsivitas pelayanan publik di
Indonesia masih rendah. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan juga
ditemukan beberapa permasalahan, salah satunya angka kematian bayi dan
amgka kematian balita pada kelompok termiskin adalah empat kali lebih tinggi
daripada kelompok terkaya. Permasalahan dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik di Indonesia belum
bersifat non-partisian atau masih bersifat diskriminatif karena masih lebih
mengutamakan golongan kaya dibandingkan golongan miskin. Berdasarkan
penjelasan mengenai kondisi kualitas pelayanan publik di Indonesia yang
dijelaskan melalui tiga indikator, yaitu efisiensi, responsivitas dan non-partisian
serta melalui beberapa kasus pelayanan publik di Indonesia, dapat diketahui
bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia masih kurang baik atau masih
rendah. Oleh karena itu perlu diadakan perbaikan dan peningkatan kualitas
pelayanan publik di Indonesia. Peningkatan kualitas pelayanan publik di
Indonesia dapat dilakukan melalui perbaikan dan peningkatan pada tiga aspek,
yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian. Untuk memperbaiki aspek
efisiensi terdapat tiga strategi yang dapat dilakukan, yaitu deregulasi,
pengurangan biaya, dan adopsi teknologi. Strategi yang dapat digunakan untuk

meningkatkan responsivitas pelayanan publik adalah melalui pelembagaan


citizen charter atau kontrak pelayanan. Citizen charter adalah suatu pendekatan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan menempatkan pengguna
layanan sebagai pusat peerhatian. Untuk penyelengggaraan layanan publik
seara non-partisisan atau tidak diskriminatif, terdapat tiga prinsip yang harus
dipegang, yaitu : Pertama adalah prinsip atau asas kesamaan hokum, Kedua
adalah menerapkan prinsip netralisir birokrasi di dalam politik, Ketiga adalah
menerapkan kode etik birokrasi.
Saran
Kondisi kualitas pelayanan publik di Indonesia yang dijelaskan melalui tiga
indikator, yaitu efisiensi, responsivitas dan non-partisian serta melalui beberapa
kasus pelayanan publik di Indonesia, menunjukkan bahwa kualitas pelayanan
publik di Indonesia masih kurang baik atau masih rendah. Oleh karena itu perlu
diadakan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia.
Peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia dapat dilakukan melalui
perbaikan dan peningkatan pada tiga aspek, yaitu efisiensi, responsivitas, dan
non-partisian. Jadi sebaiknya kita melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas
pelayanan publik di Indonesia melalui perbaikan dan peningkatan pada tiga
aspek tersebut, yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian. Perbaikan dan
peningkatan pada tiga aspek, yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian
sebaiknya mendapat dukungan dari semua pihak, terutama dari pihak penyedia
layanan, karena apabila masih ada oknum dari pihak penyedia layanan yang
masih belum mendukung perbaikan pada tiga aspek tersebut, misalnya masih
ada oknum penyedia layanan yang masih melakukan praktik pungutan liar, maka
perbaikan dan peningkatan pada kualitas pelayanan publik di Indonesia akan
sulit terwujud.

DAFTAR PUSTAKA
Agus Dwiyanto,dkk. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Iqrom, Pahrizal. 2013. Reformasi Birokrasi Nusantara. Malang: UB Press.
Lembaga Administrasi Negara. 2003. Standar Pelayanan Publik. Jakarta: LAN
Moenir. 1995. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Montung, Lidya Christine. 2014. Efektivitas Pemerintah dalam Pelayanan
Pembuatan KTP dan Legalisir KTP di Kecamatan Matuari Kota Bitung.
(online), http://ejournal.unsrat.ac.id , diakses pada 14 November 2014
Murdyastuti, Anastasia. Strategi Meingkatkan Kualitas Pelayanan Publik. (online),
http://www.jurnalinspirat.com/Download/JI4_1.pdf , diakses pada 13
November 2014
Wirasari, Nina. Peningkatan Pelayanan Publik Melalui Pemberdayaan Aparatur
Kelurahan Beji Kecamatan Ungaran Timur dalam Pengelolaan Arsip.
(online), http://ejournal.unnes.ac.id , diakses pada 14 November 2014

Anda mungkin juga menyukai