Anda di halaman 1dari 8

Fraktur Ekstremitas

10/02/2009 by priyanto
FRAKTUR

1. DEFINISI
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai
literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut
Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan
Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena
tekanan pada tulang yang berlebihan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur merupakan suatu gangguan integritas tulang yang
ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan.
2. ETIOLOGI
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
A. Fraktur akibat peristiwa trauma.

Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba / mendadak dan berlebihan yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan secara langsung,
tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan
menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
B. Fraktur akibat tekanan berulang.
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang.
Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon
tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
C. Fraktur patologik karena kelainan tulang.
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau
tulang-tulang tersebut sangat rapuh (osteoporosis).
3. PATOFISIOLOGI
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah tulang, akan terjadi
kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla
antara tepi tulang dibawah periosteum dan jaringan tulang yang mengitari fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat
sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan
tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal
penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang
kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang
mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan
kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan
masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf.
4. KLASIFIKASI FRAKTUR
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi Fraktur sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli:
A. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:
1) Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi menjadi
dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks.
2) Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang,
sehingga tidak mengenai seluruh korteks (masih ada korteks yang utuh).
B. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi:
1) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak keluar melewati kulit.

2) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar,
maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:
a) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot.
b) Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot.
c) Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf, otot dan kulit.
C. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
1) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang ( retak dibawah lapisan periosteum) / tidak mengenai seluruh
kortek, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek.
2) Transverse yaitu patah melintang ( yang sering terjadi ).
3) Longitudinal yaitu patah memanjang.
4) Oblique yaitu garis patah miring.
5) Spiral yaitu patah melingkar.
6) Communited yaitu patah menjadi beberapa fragmen kecil
D. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu:
1) Tidak ada dislokasi.
2) Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:
a. Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut.
b. Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh.
c. Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang.
d. Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang menjauh dan over lapp ( memendek ).
5. GAMBARAN KLINIK
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut:
A. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari
patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.

B. Bengkak / edema.
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein plasma) yang terlokalisir pada daerah fraktur
dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
C. Memar / ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
D. Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
E. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena edema.
F. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralysis dapat terjadi karena
kerusakan syaraf.
G. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan.
Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
H. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
I. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang
mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
J. Gambaran X-ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur
6. KOMPLIKASI
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000) antara lain:
A. Shock Neurogenik

Pada fraktur sering terjadi nyeri yang sangat hebat terutama apabila penanganan awal dilakukan dengan
cara yang kurang benar ( cara mengangkat, pembidaian dan pengangkutan ). Shock bisa juga terjadi sebagai
kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
B. Infeksi
Biasanya terjadi pada fraktur akibat trauma dan berupa fraktur terbuka. Kerusakan jaringan lunak akan
memudahkan timbulnya infeksi baik pada jaringan lunak itu sendiri maupun sampai di jaringan tulang itu
sendiri ( osteomyelitis ).
C. Nekrosis divaskuler
Jaringan nekrosis bila masuk ke pembuluh darah vaskuler akan menjadi emboli dan dapat mengganggu
system peredaran darah dibawahnya.
D. Cedera vaskuler dan saraf
Cedera vaskuler dan saraf pada kondisi fraktur dapat terjadi baik secara langsung oleh trauma bersamaan
dengan terjadinya fraktur, ataupun secara tidak langsung karena tertusuk fragmen tulang atau tertekan edem
disekitar fraktur.
E. Mal union
Mal union dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain interposisi jaringan lunak, fraktur
communited, fraktur tulang dengan vaskulerisasi kurang baik, reposisi kurang baik, immobilisasi yang salah dan
infeksi.
F. Luka akibat tekanan
Luka ini biasanya timbul pada fase immobilisasi karena pasien tidur dengan posisi menetap dalam jangka
waktu yang lama.
G. Kaku sendi
Hal ini terjadi apabila sendi sendi disekitar fraktur tidak / kurang digerakkan sehingga terjadi perubahan
synovial sendi, penyusutan kapsul, inextensibility otot, pengendapan callus dipermukaan sendi dan timbulnya
jaringan fibrous pada ligament.
7. PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Terdapat beberapa tujuan penatalaksanaan fraktur menurut Henderson (1997), yaitu mengembalikan atau
memperbaiki bagian-bagian yang patah ke dalam bentuk semula (anatomis), imobilisasi untuk mempertahankan
bentuk dan memperbaiki fungsi bagian tulang yang rusak.
A. Reposisi / reduksi
Jenis-jenis fracture reduction ( reposisi ) yaitu:

1. Manipulasi atau close reduction


Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan bentuk. Close reduksi dilakukan dengan
local anesthesia ataupun umum.
2. Open reduction
Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan. sering dilakukan dengan internal fixasi
menggunakan kawat, screws, pins, plate, intermedullary rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah
kemungkinan infeksi dan komplikasi berhubungan dengan anesthesia. Jika dilakukan open reduksi internal
fixasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan ada indikasi untuk melakukan ROM.
3. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk
tulang. Ada 2 macam yaitu:
a. Skin Traksi
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester langsung pada
kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera,
dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).
b. Skeletal traksi
Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera pada sendi panjang untuk
mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins / kawat ke dalam tulang.
4. Immobilisasi
Setelah dilakukan reposisi dan posisi fragmen tulang sudah dipastikan pada posisi baik hendaknya
di immobilisasi dan gerakkan anggota badan yang mengalami fraktur diminimalisir untuk mencegah
fragmen tulang berubah posisi.
8. PENANGANAN FISIOTERAPI PADA FRAKTUR
A. Latihan fisiologis otot
Mengikuti imobilisasi, otot disekitar bagian yang fraktur akan kehilangan volume, panjang dan
kekuatannya. Adalah penting jika program latihan yang aman ditentukan dan dievaluasi dibawah pengawasan
fisioterapi untuk mengembalikan panjang dan fisiologis otot. Dan mencegah komplikasi sekunder yang
biasanya mengikuti.
Latihan untuk menjaga fisiologis otot dilakukan sedini mungkin.
B. Mobilisasi sendi

Kekakuan sendi sering terjadi dan menjadi masalah utama ketika anggota gerak badan tidak digerakkan
dalam beberapa minggu. Focus fisioterapi adalah melatih dengan teknik dimana dapat menambah dan
mengembalikan lingkup gerak sendi yang terpengaruh ketika fraktur sudah sembuh.
Jangan menggunakan teknik Force Passive, karena bisa menyebabkan Reflex Sympathetic Diystrophy
dan Heterotopic Ossification. Gunakan waktu dan gravitasi atau berat badan pasien sendiri.
Bila di gips, mobilisasi sendi mulai diberikan secara hati hati pada minggu kedua. Sedangkan bila dengan
internal fixasi, bisa diberikan sedini mungkin.
C. Massage
Pelepasan keketatan otot dan trigger points yang terjadi pada otot yang mengikuti pembidaian dan pengegips-an akan mengurangi nyeri dan mengembalikan panjang otot.
D. Pemanasan dan Terapi listrik
Sangat umum terjadi kekakuan jaringan lunak bila imobilisasi lama. Pemanasan dan terapi listrik
menunjukkan manfaat tambahan bagi terapi manual dan terapi latihan dalam mengurangi nyeri dan
mengembalikan panjang otot.
E. Edukasi jalan
Jika fraktur memerlukan penggunaan alat bantu jalan, fisioterapi dapat menunjukkan alat yang paling
sesuai dan cara jalannya untuk mendukung kesembuhan optimal dan aman.
Demi amannya, Latihan jalan dilakukan secara bertahap, yaitu :
1. Non Weight Bearing
Adalah berjalan dengan tungkai tidak diberi beban ( menggantung ). Dilakukan selama 3 minggu setelah di
operasi.
2. Partial Weight Bearing
Adalah berjalan dengan tungkai diberi beban hanya dari beban tungkai itu sendiri. Dilakukan bila callus
telah mulai terbentuk ( 3 6 minggu ) setelah operasi.
3. Full Weight Bearing
Adalah berjalan dengan beban penuh dari tubuh. Dilakukan setelah 3 bulan pasca operasi dimana tulang
telah terjadi konsolidasi secara kuat.
Contoh Latihan untuk fraktur lengan atas
fraktureng

waktu

Gips

Platina

1 Minggu

-gerak aktif jari-jari dan


pergelangan tangan secara
penuh untuk mencegah
bengkak

Gerak pasif sendi siku


dan bahu dalam batas
nyeri
masih
bisa
ditolerir

-tidak boleh latihan LGS


dan penguatan sendi siku
dan bahu.

2 Minggu

-Gerak pasif pasif sendi siku


dan bahu dalam batas nyeri
bisa ditolerir.
-tidak
boleh
penguatan.

latihan

-latihan LGS sendi siku


dan bahu
-latihan pendulum sendi
bahu
-tidak boleh ada beban.

4-6 Minggu

-lat. Peningkatan LGS sendi


siku dan bahu.

-lat. Peningkatan LGS


sendi siku dan bahu.

-latihan penguatan(isometrik
dan isotonik)

-latihan
penguatan
ringan (isometrik dan
isotonik)

-latihan beban ringan


-latihan beban ringan
-gunakan tangan untuk
aktivitas sehari hari.

8-12 Minggu

-Full Weight Bearing


-lat. Peningkatan LGS sendi
siku dan bahu.
-latihan penguatan dengan
beban ditingkatkan.

Aktifitas penuh

Anda mungkin juga menyukai