125030101111006
125030107111012
Yuniar Rahmawati
125030100111111
Leviana Sari
125030101111004
Fitria Merdwika H
125030101111005
Citra Dewi P
125030101111030
125030100111099
Luluk Agus T
125030100111106
Dara Tonesya
125030100111195
DAFTAR ISI
Latar Belakang............................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah...........................................................................2
1.3
Tujuan......................................................................................... 2
1.4
Manfaat........................................................................................ 2
BAB II..................................................................................................... 3
2.1
2.2
BAB III.................................................................................................. 14
3.1
Kesimpulan................................................................................. 14
3.2
Saran......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN
negara-negara
berkembang
atau
maju
mencoba
menjalankan
serta
berkembang.
Untuk mengetahui dan menjelaskan praktek penyelenggaraan
birokrasi di Negara Malaysia.
1.4 Manfaat
1.1.3 Secara teoritis, makalah ini dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa
atau pembaca lainnya sebagai bahan perbandingan serta acuan bagi
1.1.4
BAB II
PEMBAHASAN
di
kebanyakan
negara
berkembang
cenderung
bersifat
Negara Maju
Negara Berkembang
1. pengangkatan
pegawai
dan
pemberhentian
didasarkan
pada
suatu
1. pengangkatan
dan
pemberhentian
prinsip
legal
rational
patron
serta
berdasarkan
hukum
yang
berlaku.
client
relationship,
yaitu
3. Tidak
dalam
dan tegas,
4. Berbagai
macam
penawaran
terjadi
diferesiansi
administrasi
fungsi
pemerintahan
dan
urusan
market;
administrasi
pemerintahan
efektif,
administrasi
pada
tersebut
menganggur. Dari data yang kita ketahui keadaan itu juga berlaku di
Indonesia dewasa ini. Kondisi yang demikian, yakni pengangguran orang
berpendidikan cukup tinggi, seringkali disebabkan oleh pendidikan yang
tidak oleh lembaga pendidikan yang tidak berkualitas (marginal
institutions).
3. Birokrasi lebih berorientasi kepada hal-hal lain dari pada mengarah
kepada yang benar-benar menghasilkan (production directed). Dengan
kata lain, birokrat lebih berusaha mewujudkan tujuan pribadinya
dibanding pencapaian sasaran-sasaran program. Riggs (1985)
menyatakannya sebagai preferensi birokrat atas kemanfaatan pribadi
(personal expediency) ketimbang kepentingan masyarakat (publicprincipled interest). Dari sifat seperti ini lahir nepotisme, penyalahgunaan
kewenangan, korupsi, dan berbagai penyakit birokrasi, yang
menyebabkan aparat birokrasi dinegara berkembang pada umumnya
memiliki kredibilitas yang rendah, dan dianggap tidak mengenal etika.
Dibanyak Negara berkembang, korupsi telah merajalela sedemikian rupa
sehigga menjadi fenomena yang sangat prevalent dan diterima sebagai
sesuatu yang wajar, atau menurut istilah Heady sanctioned by social
mores dan semi institutionalized.
4. Adanya kesenjangan yang lebar antara apa yang dinyatakan atau yang
hendak ditampilkan dengan kenyataan (discrepency between form and
reality). Riggs (1985) menyebutkan fenomena umum ini sebagai
formalisme, yaitu gejala yang lebih berpegang kepada wujud-wujud dan
ekspresi-ekspresi formal dibanding yang sesungguhnya terjadi. Hal ini
tercermin dalam penetapan perundang-perundangan yang tidak mungkin
dilaksanakan, peraturan-peraturan yang dilanggar sendiri oleh yang
menetapkan, memusatkan kekuasaan meskipun resminya ada
desentralisasi dan pendelegasian kewenangan, melaporkan hal yang baikbaik dan tidak mengetengahkan keadaan yang tidak baik atau masalah
yang sesungguhnya dihadapi. Bahkan tidak jarang memalsukan atau
memanipulasi data untuk memberi gambaran yang menguntungkan.
5. Birokrasi dinegara berkembang acap kali bersifat otonom, artinya lepas
dari proses politik dan pengawasan masyarakat. Ciri ini merupakan
warisan administrasi kolonial yang memerintah secara absolut, atau sikap
feodal dalam zaman kolonial yang terus hidup dan berlanjut setelah
merdeka. dibanyak negara berkembang, pada awalnya orang yang paling
terpelajar atau elite bangsa yang bersangkutan memang berkumpul di
birokrasi, sehingga kelompok di luar itu sulit dapat menandingi birokrasi
dalam pengetahuan mengenai pemerintahan dan akibatnya pengawasan
menjasi tidak efektif.
Karakteristik Birokrasi negara berkembang menurut Wallis (1989) adalah
sebagai berikut:
1. Dibanyak negara berkembang birokrasi sangat dan makin bertambah
birokratik. Departemen-departemen, badan-badan, dan lembaga-lembaga
birokrasi berkembang terus. Juga berkembang dan berperan besar badanbadan usaha negara, yang umumnya bekerja tidak efisien.
perkembangan ekonomi yang tinggi dan tidak kurang juga krisis ekonomi yang
melanda negara. Perkembangan pentadbiran tempatan semenjak permulaannya
ketika merdeka sehingga kini turut dibincang melalui sistem sumber manusia
termasuklah pengambilan, pemilihan, pengelasan, latihan, kenaikan pangkat,
penilaian prestasi dan kawalan disiplin kakitangan kerajaan. Peranan Jabatan
Perkhidmatan
Awam
dan
Suruhanjaya
Perkhidmatan
Awam
yang
bertanggungjawab ke atas kumpulan tenaga kerja yang paling ramai di negara ini
turut diperhalusi. Selain itu, proses belanjawan negara turut dibincang dan
terdapat juga isu akauntabiliti awam sebagai sebahagian daripada proses ketelusan
pentadbiran kerajaan. Lain-lain aspek penting yang disentuh termasuklah sistem
perakaunan sektor awam, audit, agensi-agensi penguatkuasaan dan juga peranan
selama 5 tahun saja dan akan digantikan oleh sultan yang lain sesuai dengan
susunan nama majelis raja-raja. Dan yang menjalankan pemerintahannya
adalah Perdana Menteri (PM). Sedangkan sultannya hanya sebagai simbol
saja. Di Malaysia badan kerajaan terdiri atas tiga badan utama yaitu: badan
perundangan, badan eksekutif, dan badan kehakiman. Administrasi di
Malaysia cenderung terpusat atau sentralisasi. Sehinggaapa yang di lakukan
setiap kepala daerah harus sesuai dengan amanah dari sang Sultan Agong.
2. Sistem Politik
Sistem politiknya menganut dwidewan yaitu dewan rakyat dan dewan Negara
namun di Malaysia juga menggunakan sistem kepartaian yang mengutamakan
orang-orang melayu dan yang beragama muslim sebagai pemimpinya.
Malaysia mengadopsi sistem demokrasi parlementer dibawah pemerintahan
monarki konstitusional yang dipimpin oleh sultan.
3. Budaya Birokrasi
Mengenai masalah budaya birokrasi, birokrasi itu digunakan untuk mengatur
dan mengelola proses berjalannya pemerintahan dengan baik dan terkoodinasi
sehingga menciptakan hasil yang efektif dan efisien. Di Malaysia, pelayanan
kepada wargannya yang diutamakan. Sehingga setiap warga mereka disana
merasa nyaman dan aman mengurus dokumen atau keperluan lainnya dengan
pemerintah. Budaya birokrasi di Malaysia sifatnya merakyat dan ramah
terhadap siapa saja bahkan dengan warga Negara lainpun pelayanannya tetap
maksimal. Inilah gambaran Negara berkembang yang mengutamakan
pelayanan yang baik kepada wargannya.
Keberadaan birokrat sangat penting dalam mendukung perekonomian suatu
negara, karena birokrat merupakan pelayan publik. Jika pelayan publiknya malas
dan kompetensi pegawai rendah, maka sudah jelas pembangunan ekonomi negara
juga akan terhambat. Di negara Malaysia, pemerintahnya sudah mengadopsi
beberapa nilai etis ke dalam manajemen SDM aparat pemerintahan. Melalui
Management Integrity Committees, negara tersebut berusaha menciptakan sistem
10
administrasi dan aparat pemerintah yang efisien dan disiplin dengan tingkat
integritas yang tinggi melalui praktek praktek yang beretika serta mengatasi
berbagai masalah dan kelemahan yang berkaitn dengan korupsi, penyalahgunaan
kekuasaan, deviasi hukum, dan sebagainya. Komite tersebut diberi tugas untuk
menyusun dan menegakkan sistem kerja dan aparat yang memiliki nilai-nilai:
patut dipercaya; bertanggung jawab; jujur; dedikasi; moderat; rajin; bersih;
mampu bekerjasama; bisa dihormati/disegani; dan respek. Nilai-nilai tersebut
selanjutnya dijadikan sebagai pilar pelayanan publik yang dikenal dengan The
Twelve Pillars yang meliputi: menghargai nilai waktu; keberhasilan karena
ketekunan atau kegigihan; senang bekerja keras; kesederhanaan; memiliki
karakter yang baik; kekuatan keramahan; kekuatan contoh yang kongkrit;
kewajiban melakukan tugas; kearifan ekonomi; kesabaran; perbaikan talenta; dan
kesenangan untuk terus menghasilkan.
Nilai-nilai dan pilar tersebut diterapkan secara konsisten dalam proses
rekrutmen, seleksi, promosi, dan penentuan gaji aparat PNS di Malaysia. Untuk
posisi-posisi top management, seorang calon harus memenuhi beberapa
kualifikasi dasar seperti tuntutan kompetensi, kualitas personil, kualifikasi
akademis, latar belakang pengalaman dan kontribusinya, serta kriteria kompetensi
khusus untuk top management. Untuk kualifikasi terakhir (top management)
antara lain meliputi kompetensi kunci seperti kepemimpinan dan pemberdayaan,
kapasitas intelektual, keterampilan manajemen dan perencanaan strategis,
komunikasi dan keterampilan interpersonal, keterampilan manajemen SDM, dan
output kinerja. Seperti itulah usaha pemerintah Malaysia dalam menerapkan
kinerja PNS.
Oleh sebab itu, dasar yang dilaksanakan dan gaya kepimpinan yang dibawa
oleh Dr. Mahathir banyak mempengaruhi perubahan sikap dan paradigma
penjawat awam. Dalam hal ini, wujud perubahan dari segi sikap, tindakan,
profesionalisme, dan kematangan pegawai-pegawai awam dalam menilai
rasionaliti dasar-dasar politik dan kepimpinan nasional. Isu kesetiaan,
akauntabilitas, ketelusan, sikap responsif dan beretika di kalangan pegawai awam
menjadi pemangkin kepada pencapaian hasrat kerajaan yang diterjemahkan ke
11
dalam berbagai dasar dan program. Walau bagaimanapun, seperti yang telah
dibincangkan di atas, aspek kepimpinan dan pengaruh dasar-dasar kerajaan itu
sendiri memberikan implikasi yang jelas ke atas perubahan sikap, tanggungjawab,
akuntabilitas, moral, nilai, etika dan profesionalisme pegawai-pegawai awam itu
sendiri.
Kepimpinan Dr. Mahathir telah mencetuskan kebangkitan satu dimensi baru
dalam pembangunan sosioekonomi dan politik Malaysia. Malah, dinamisme
kepimpinan beliau dianggap berorientasikan mara ke hadapan dengan
melaksanakan siri dasar-dasar dan tindakan-tindakan yang begitu berbeda sekali
jika dibandingkan kepimpinan sebelumnya. Dr. Mahathir menjalankan hampir
kesemua perubahan dalam politik pentadbiran di Malaysia yang menonjolkan
gaya dan pendekatan kepimpinan yang tersendiri.
Dalam usaha membawa perubahan menerusi dasar-dasar yang telah
diperkenalkan, Dr. Mahathir memberi tumpuan khusus kepada birokrasi.
Tujuannya ialah untuk mempertingkatkan para birokrat supaya lebih dinamik,
cekap dan produktif. Ini kerana banyak kritikan dan aduan mengenai kelemahan
dan karenah birokrasi dalam penyediaan perkhidmatan. Ketidakpuasan hati dan
rungut timbul daripada orang ramai berhubung dengan ketidakcakapan,
ketidakhadiran dan kurang berkesan dalam menjalankan tugas menyebabkan Dr.
Mahathir merangka dasar-dasar khusus untuk golongan pentadbir seperti konsep
Bersih, Cakap dan Amanah; Kepimpinan Melalui Teladan; Dasar Pandang Ke
Timur; Dasar Penerapan Nilai-nilai Islam Dalam Kepimpinan dan lain-lain.
Walaupun pelaksanaan dasar berkait rapat dengan peranan yang dimainkan
oleh pegawai awam, tetapi Dr. Mahathir tidak meletakkan kepercayaan penuh
terhadap pegawai-pegawai kerajaan seperti dalam zaman Tun Abdul Razak. Ini
mewujudkan keadaan konflik di antara beliau dengan para birokrat dalam
mempengaruhi dasar awam dalam masa tiga tahun pertama menjadi Perdana
Menteri. Sejak itu, memang terdapat hubungan yang agak tegang di antara beliau
dengan pegawai-pegawai kerajaan.
12
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ciri dari birokrasi negara berkembang yaitu: Administrasi publiknya
bersifat elitis, otoriter, menjauh atau jauh dari masyarakat dan
lingkungannya serta paternalistik, adanya formalisme serta bersifat
otonom.
Dr. Mahathir menjalankan hampir kesemua perubahan dalam politik
pentadbiran di Malaysia yang menonjolkan gaya dan pendekatan
kepimpinan yang tersendiri. Dr. Mahathir memberi tumpuan khusus
kepada birokrasi. Tujuannya ialah untuk mempertingkatkan para birokrat
supaya lebih dinamik, cekap dan produktif. Walaupun pelaksanaan dasar
berkait rapat dengan peranan yang dimainkan oleh pegawai awam, akan
tetapi Dr. Mahathir tidak meletakkan kepercayaan penuh terhadap
pegawai-pegawai kerajaan seperti dalam zaman Tun Abdul Razak.
3.2 Saran
Dalam melihat kondisi birokrasi baik di negara-negara berkembang atau
maju lihatlah secara holistik atau menyeluruh. Hal ini dikarenakan tiap organisasi
atau pemerintahan suatu negara mencoba menjalankan serta memodifikasi
penerapan birokrasi sesuai dengan budaya dan kebiasaan setempat.
14
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Abdul. Tanpa Tahun. Mengenal Birokrasi. Malang: FIA Universitas
Brawijaya.
Husain, A.A, dan Brahim M. Politik Pentadbiran di Malaysia : Penilaian
Pegawai Awam Terhadap Dasar Politik dan Kepemimpinan Nasional.
Jurnal Fakulti Pengurusan Awam dan Undang-Undang Universiti Utara
Malaysia.
Kamuli, Sukarman. 2012. Birokrasi Di Negara Sedang Berkembang (Telaah atas
kajian Ferrel Heady). Jurnal Inovasi, Volume 9 (2):1-20. Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Gorontalo.
Nuris. 2014. Birokrasi dan Kerajaan (Online). Melalui
http://silentregret
nuris.blogspot.com/2014/06/birokrasi-dan-kerajaan.html. Diakses pada 24
April 2014.
Syafiie, Inu Kencana. 2006. Ilmu Administrasi Publik (edisi revisi). Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Sari, Yulia. 2011. Birokrasi Negara Maju dan Negara Berkembang (Online).
Melalui https://liea02.wordpress.com/2011/01/11/birokrasi-negara-majudengan-negara-berkembang/. Diakses pada 24 April 2014.
15