Anda di halaman 1dari 17

BIROKRASI DI NEGARA BERKEMBANG

(Studi pada Negara Malaysia)


MAKALAH
Diajukan Guna Memenuhi Tugas MataKuliah
TEORI BIROKRASI PUBLIK Kelas C
Tahun Akademik 2014/2015
Dosen Pengampu
Dr. Lely Indah Mindarti., M.Si
Oleh :
Dedy Wahyu Hernanda

125030101111006

Mega Tunjung Hapsari

125030107111012

Yuniar Rahmawati

125030100111111

Leviana Sari

125030101111004

Fitria Merdwika H

125030101111005

Citra Dewi P

125030101111030

Nur Laily Fajarwati

125030100111099

Luluk Agus T

125030100111106

Dara Tonesya

125030100111195

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

DAFTAR ISI

BIROKRASI DI NEGARA BERKEMBANG......................................................i


DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I...................................................................................................... 1
1.1

Latar Belakang............................................................................... 1

1.2

Rumusan Masalah...........................................................................2

1.3

Tujuan......................................................................................... 2

1.4

Manfaat........................................................................................ 2

BAB II..................................................................................................... 3
2.1

Ciri-ciri Birokrasi di Negara Berkembang..............................................3

2.2

Praktek Penyelenggaraan Birokrasi di Negara Malaysia............................8

BAB III.................................................................................................. 14
3.1

Kesimpulan................................................................................. 14

3.2

Saran......................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 15

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada awalnya, birokrasi dibangun dengan maksud sebagai sarana bagi
pemerintah yang berkuasa untuk melaksanakan pelayanan publik sesuai dengan
aspirasi masyarakat. Birokrasi adalah suatu tipe organisasi yang dimaksudkan
untuk melaksanakan tugas-tugas administratif yang sangat banyak dengan cara
mengkoordinasikan secara sistematis pekerjaan dari banyak orang. Melalui
birokrasi diharapkan berbagai keputusan pemerintah dapat dilaksanakan dengan
efektif dan efisien melalui aparatur pemerintah. Karena keputusan politik hanya
akan bermanfaat bagi warga negara jika pemerintah mempunyai birokrasi yang
responsif, bekerja sistematis dan efisien (Hakim, hal : 1).
Bagi Weber dalam Syafiie (2006:102), birokrasi adalah metode organisasi
terbaik dengan spesialisasi tugas. Walaupun kemudian banyak pakar yang
mengkritik Weber, seperti Warren Bennis yang menyampaikan perlunya
kebijaksanaan memperhatikan keberadaan manusia itu sendiri. Birokrasi tetap
akan diperlukan di kantor-kantor pemerintah, terutama di negara-negara
berkembang yang harus dipacu dengan kedisiplinan. Warren Bennis adalah
seorang pakar yang menghendaki kebijaksanaan pengendoran birokrasi.
Menurut Syafiie (2006:103, birokrasi hanya dapat berlaku dalam organisasi
besar seperti organisasi pemerintahan, karena pada suatu organisasi yang kecil
diperlukan hubungan informal, sedangkan birokrasi ditata secara formal untuk
melahirkan tindakan rasional dalam organisasi. Bagi negara-negara berkembang,
yang masih mempertahankan kesukuan dan percaya kepada hal-hal mistik,
keberadaan birokrasi tentu masih sangat diperlukan. Tetapi bagi negara-negara
yang kehidupannya sudah moderat, kesadaran lingkungan yang tinggi serta
membutuhkan pendemokrasian lebih mapan menginginkan balance berupa
kelonggaran birokrasi. Maksudnya, birokrasi tersebut disenggarakan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Tugas yang satu dengan lainnya dapat dikoordinasikan.

b. Terkadang perlu kebijaksanaan di luar peraturan yang telah berjalan.


c. Adanya kiat (seni cara) menyelenggarakan sesuatu yang mungkin
berkonotasi rasa yang irrasional.
d. Wewenang bawahan untuk memberi saran yang produktif.
e. Pembagian tugas lebih desentralisasi demokratis.
Seiring dengan perkembangan, masing-masing organisasi atau pemerintahan
di

negara-negara

berkembang

atau

maju

mencoba

menjalankan

serta

memodifikasi penerapan birokrasi dengan budaya dan kebiasaan setempat.


Pelaksanaan birokrasi setiap negara berbeda-beda tergantung dari sistem
pemerintahan yang dianut oleh setiap negara. Dengan begitu birokrasi di negara
maju tentu akan berbeda dengan birokrasi di negara berkembang. Atas dasar itu,
penulis tertarik untuk membahas tentang kondisi birokrasi di negara berkembang.
Sehingga penulis memberi judul makalah ini Birokrasi di Negara Berkembang
(Studi pada Negara Malaysia).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana ciri-ciri birokrasi di negara berkembang ?
1.2.2 Bagaimana praktek penyelenggaraan birokrasi di Negara Malaysia ?
1.3 Tujuan
1.1.1 Untuk mengetahui dan menjelaskan ciri-ciri birokrasi di negara
1.1.2

berkembang.
Untuk mengetahui dan menjelaskan praktek penyelenggaraan
birokrasi di Negara Malaysia.

1.4 Manfaat
1.1.3 Secara teoritis, makalah ini dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa
atau pembaca lainnya sebagai bahan perbandingan serta acuan bagi
1.1.4

pihak yang akan melakukan pembahasan yang serupa.


Secara praktis, makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran terkait dengan birokrasi negara berkembang.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ciri-ciri Birokrasi di Negara Berkembang


Birokrasi di negara sedang berkembang diharapkan menunjukkan
perbedaanyaa dari pola-pola perilaku yang dapat disosialisasikan dengan model
birokrasi klasik yang biasanya didasarkan atas pengamatannya terhadap birokrasi
di negara barat. Ferrel Heady dalam Kamuli (2012:3) mencoba mengajukan study
perbandingan mengenai birokrasi dengan memfokuskan pada peranan yang
sebenarnya harus dilakukan oleh birokrasi dalam sistem politik yang sedang
berkembang. Asumsi yang digunakannya dimulai dari beberapa masalah dasar
yang dapat diterapkan dengan sedikit pembenaran (elaborasi) pada masalah ini
yaitu :
1. Birokrasi negara merupakan suatu bentuk organisasi bersekala besar yang
saat ini ada disemua atau hampir disetiap negara kebangsaan di dunia,
2. Biroksasi ini, walaupun berdasarkan definisinya mempunyai karakteristik
struktur yang sama, menunjukan aneka ragam prilaku yang mencerminkan
adaptasi terhadap lingkungan politik di tempat birokrasi itu berfungsi,
3. Birokrasi di negara sedang berkembang diharapkan menunjukan
perbedaannya dari pola-pola prilaku yang dapat disosialisasikan dengan
model birokrasi

klasik yang biasanya didasarkan atas pengamatannya

terhadap birokrasi dinegara barat.


4. Pengetahuan tentang prilaku aktual birokrasi sedang berkembang pada saat
ini sedang tumbuh tapi masih kurang memadai, khususnya yang
menyangkut karakteristik internal yang sedang berjalan,
5. Salah satu tolak ukur, untuk menyakinkan yang sedang tumbuh, bahwa
peranan politik birokrasi biasanya mudah dilihat dari negara non barat
dengan konsekwensi, bahwa birokrasi ini sering memberikan pengaruh
penting bagi pembangunan politik di negara sedang bangkit,
6. Bila birokrasi itu terlibat jauh dalam proses politik, strategi berkaitan
dengan garis petunjuk untuk evolusi birokrasi menjadi masalah yang
menarik perhatian para pemimpin dalam birokrasi itu sendiri, pemimpin
3

politik lainnya di negara tersebut dan bagi mereka yang berusaha


memainkan pengaruh dari luar negri dibidang pembangunan politik.
Birokrasi

di

kebanyakan

negara

berkembang

cenderung

bersifat

patrimonialistik : tidak efesien, tidak efektif (over consuming and under


producing), tidak obyektif, anti terhadap kontrol karena orientasi dan kritik, tidak
mengabdi kepada kepentingan umum lebih pada melayani pemerintah, tidak lagi
menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen politis dengan sifat sangat
otoritatif dan represif. Ciri dari birokrasi negara berkembang yaitu:
1. Administrasi publiknya bersifat elitis, otoriter, menjauh atau jauh dari
masyarakat dan lingkungannya serta paternalistik.
2. Birokrasinya kekurangan sumber daya manusia (dalam hal kualitas) untuk
menyelenggarakan pembangunan dan over dalam segi kuantitas.
3. Lebih berorientasi kepada kemanfaatan pribadi ketimbang kepentingan
masyarakat.
4. Ditandai adanya formalisme. Yakni, gejala yang lebih berpegang kepada
wujud-wujud dan ekspresi-ekspresi formal dibanding yang sesungguhnya
terjadi.
5. Bersifat otonom. Artinya lepas dari proses politik dan pengawasan publik.
Administrasi publik di negara berkembang umumnya belum terbiasa
bekerja dalam lingkungan publik yang demokratis.
Karakteristik birokrasi negara berkembang menurut Fred W. Riggs dalam
Sari (2011) adalah:
1. Birokrasi terlibat jauh dalam pengambilan keputusan politik, jadi birokrasi
tidak hanya terlibat dalam fungsi penerapan peraturan atau fungsi keluaran
lainnya;
2. Birokrasi menunjukan karakteristik prismatik, dimana menunjukan
kecenderungan perilaku birokrasi yang umum dan dapat diperkirakan
dengan terbuka;
3. Birokrasi sangat berkaitan dengan apa yang disebut wewenang atau
kekuasaan politik yang dominan pada rezim itu;
4. Birokrasinya adalah multifungsionalis dari peranan birokrasinya. Mereka
menunjukan kecenderungan nyata dari birokrat yang mempunyai
kedudukan tinggi dengan sendirinya menjadi elit politik dalam masyarakat
dan bahkan menjadikan dirinya menjadi akar bagi elit yang dominan.

Negara Maju

Negara Berkembang

1. pengangkatan
pegawai

dan

pemberhentian

didasarkan

pada

suatu

standar tertentu atau dikenal dengan

1. pengangkatan

dan

pemberhentian

pegawai terjadi karena birokrasi atau


nepotisme;

istilah meryt system.


2. berlaku

prinsip

legal

rational

2. didominasi oleh praktik yang dikenal

impersonal, di mana setiap persoalan

dengan istilah bureaucratic click dan

diselesaikan dalam kantor/kedinasan

patron

serta

penyelesaian persoalan di dalam dan

berdasarkan

hukum

yang

berlaku.

client

relationship,

yaitu

di luar kantor melalui cara-cara yang


tidak legal-formal;

3. diferesiansi fungsi dalam administrasi

3. Tidak

pemerintahan terlihat dengan jelas

dalam

dan tegas,

yang terlihat dengan jelas dan tegas,

4. Berbagai

macam

penawaran

terjadi

diferesiansi

administrasi

fungsi

pemerintahan

dan

4. semua penawaran dan permintaan

permintaan yang berkaitan dengan

terjadi melalui mekanisme informal

urusan

market;

administrasi

pemerintahan

dilakukan dalam mekanisme formal


market.
5. Selain

efektif,

administrasi

pada

negara maju juga berjalan efisien.

5. efektivitas dalam hal administrasi


tidak diikuti oleh efisiensi.

Pada penerapan birokrasi di negara berkembang ini sifat daripada


masyarakatnya merupakan pangkal ketidaknetralan birokrasi. Hal
dikarenakan terjadinya

tersebut

masyarakat transisi, yakni antara masyarakat yang

mempunyai karakteristik tradisional sekaligus modern atau dinamakan prismatic


society (masyarakat prismatik). Menurut Fred W. Riggs, masyarakat prismatik
mempunyai tiga ciri utama diantaranya yaitu :
1. Heteroginitas yakni perbedaan dan percampuran yang nyata antara sifatsifat tradisional dan modern;
5

2. Formalisme menggambarkan adanya ketidaksesuaian dalam kadar yang


cukup tinggi antara berbagai hal yang telah ditetapkan secara formal
dengan praktek atau tindakan nyata di lapangan. Ketidaksesuaian antara
norma-norma formal dengan realita;
3. Overlapping merupakan gambaran kelaziman adanya tindakan antara
berbagai struktur formal yang dideferensiasikan dan dispesialisasikan
dengan berbagai struktur informal yang belum dideferensiasikan dan
dispesialisasikan.
Sedangkan Menurut Heady (1995) dalam Sari 2011 untuk kepentingan
kajian mengenai pembangunan administrasi ada baiknya dipelajari gambaran
wajah (features) administrasi yang bersifat umum (common) di negara
berkembang. Heady menunjukkan ada lima ciri administrasi yang indikasinya
diketemukan secara umum di banyak negara berkembang diantaranya adalah
sebgai berikut :
1. Pola dasar (basic pattern) administrasi publik atau administrasi negara
bersifat jiplakan (imitative) daripada asli (indigenous). Negara-negara
berkembang, baik negara yang pernah dijajah bangsa Barat maupun tidak,
cenderung meniru sistem administrasi Barat. Negara yang pernah dijajah
pada umumnya mengikuti pola negara yang menjajahnya. Kingsley
seperti dikutip oleh Heady menyatakan bahwa di negara bekas jajahan,
pengorganisasian
jawatan-jawatan,
perilaku
birokrat,
bahkan
penampilannya mengikuti karakteristik penjajahnya, dan merupakan
kelanjutan dari administrasi kolonial. Adminisrtasi kolonial itu sendiri
diterapkan hanya di daerah jajahan dan tidak di negara asalnya sendiri.
Sehingga, berbeda dengan administrasi di Negara penjajahnya,
administrasi kolonial bersifat elitis, otoriter, menjauh atau jauh dari
masyarakat dan lingkungannya, serta paternalistik. Pola administrasi
kolonial ini diwarisi oleh administrasi di negara-negara yang baru
merdeka bahkan sampai sekarang masih menjadi ciri birokrasi di banyak
negara berkembang.
2. Birokrasi di negara berkembang kekurangan (deficient) sumber daya
manusia terampil untuk menyelenggarakan pembangunan. Kekurangan
ini bukan dalam arti jumlah tetapi kualitas. Dalam jumlah justru
sebaliknya, birokrasi di negara berkembang mengerjakan orang lebih dari
yang diperlukan (overstaffed). Yang justru kurang adalah administrator
yang terlatih, dengan kapasitas manajemen (management capacity),
keterampilan-keterampilan pembangunan (development skills), dan
penguasaan teknis (technical competence) yang memadai. Pada umumnya
keadaan ini mencerminkan kondisi atau taraf pendidikan suatu negara.
Namun, tidak selalu berarti terkait dengan kurangnya fasilitas pendidikan
atau orang-orang yang berijasah. Heady menunjukkan kasus India dan
Mesir, yang memiliki banyak tenaga berpendidikan tinggi, tetapi

menganggur. Dari data yang kita ketahui keadaan itu juga berlaku di
Indonesia dewasa ini. Kondisi yang demikian, yakni pengangguran orang
berpendidikan cukup tinggi, seringkali disebabkan oleh pendidikan yang
tidak oleh lembaga pendidikan yang tidak berkualitas (marginal
institutions).
3. Birokrasi lebih berorientasi kepada hal-hal lain dari pada mengarah
kepada yang benar-benar menghasilkan (production directed). Dengan
kata lain, birokrat lebih berusaha mewujudkan tujuan pribadinya
dibanding pencapaian sasaran-sasaran program. Riggs (1985)
menyatakannya sebagai preferensi birokrat atas kemanfaatan pribadi
(personal expediency) ketimbang kepentingan masyarakat (publicprincipled interest). Dari sifat seperti ini lahir nepotisme, penyalahgunaan
kewenangan, korupsi, dan berbagai penyakit birokrasi, yang
menyebabkan aparat birokrasi dinegara berkembang pada umumnya
memiliki kredibilitas yang rendah, dan dianggap tidak mengenal etika.
Dibanyak Negara berkembang, korupsi telah merajalela sedemikian rupa
sehigga menjadi fenomena yang sangat prevalent dan diterima sebagai
sesuatu yang wajar, atau menurut istilah Heady sanctioned by social
mores dan semi institutionalized.
4. Adanya kesenjangan yang lebar antara apa yang dinyatakan atau yang
hendak ditampilkan dengan kenyataan (discrepency between form and
reality). Riggs (1985) menyebutkan fenomena umum ini sebagai
formalisme, yaitu gejala yang lebih berpegang kepada wujud-wujud dan
ekspresi-ekspresi formal dibanding yang sesungguhnya terjadi. Hal ini
tercermin dalam penetapan perundang-perundangan yang tidak mungkin
dilaksanakan, peraturan-peraturan yang dilanggar sendiri oleh yang
menetapkan, memusatkan kekuasaan meskipun resminya ada
desentralisasi dan pendelegasian kewenangan, melaporkan hal yang baikbaik dan tidak mengetengahkan keadaan yang tidak baik atau masalah
yang sesungguhnya dihadapi. Bahkan tidak jarang memalsukan atau
memanipulasi data untuk memberi gambaran yang menguntungkan.
5. Birokrasi dinegara berkembang acap kali bersifat otonom, artinya lepas
dari proses politik dan pengawasan masyarakat. Ciri ini merupakan
warisan administrasi kolonial yang memerintah secara absolut, atau sikap
feodal dalam zaman kolonial yang terus hidup dan berlanjut setelah
merdeka. dibanyak negara berkembang, pada awalnya orang yang paling
terpelajar atau elite bangsa yang bersangkutan memang berkumpul di
birokrasi, sehingga kelompok di luar itu sulit dapat menandingi birokrasi
dalam pengetahuan mengenai pemerintahan dan akibatnya pengawasan
menjasi tidak efektif.
Karakteristik Birokrasi negara berkembang menurut Wallis (1989) adalah
sebagai berikut:
1. Dibanyak negara berkembang birokrasi sangat dan makin bertambah
birokratik. Departemen-departemen, badan-badan, dan lembaga-lembaga
birokrasi berkembang terus. Juga berkembang dan berperan besar badanbadan usaha negara, yang umumnya bekerja tidak efisien.

2. Unsur-unsur non birokratik


Misalnya hubungan keluarga
seperti suku dan agama, dan
mempengaruhi birokrasi, yang
yang baik.

sangat berpengaruh terhadap birokrasi.


dan hubungan-hubungan primordial lain,
keterkaitan politik (political connection)
sangat bertentangan dengan asas birokrasi

2.2 Praktek Penyelenggaraan Birokrasi di Negara Malaysia


Di Malaysia, makna birokrasi selalu mengundang persepsi negatif
dikalangan masyarakat. Namun, birokrasi di Malaysia juga memainkan peranan
yang sangat penting dalam membangun negara, pembangunan ekonomi, sosial
dan proses modenisasi di negara tersebut. Kemajuan negara selama 46 tahun yang
tidak lepas dari kenyataan yang telah terjadi, profesionalisme dan dedikasi yang
ditunjukkan oleh kaki tangan kerajaan. Bermula pada zaman penjajahan British,
dua tujuan utama pentadbiran awam ketika itu adalah untuk mengekalkan undangundang dan keamanan selain berfungsi untuk mengeksploit sumber asli di negara
ini. Ketika itu, orientasi perkhidmatan awam adalah berdasarkan keperluan dan
bukannya berdasarkan memberi khidmat kepada rakyat.
Kini sebagai sebuah negara yang merdeka, orientasi perkhidmatan awam
telah berubah dan komited untuk meningkatkan ekonomi dan perkembangan
sosial rakyat. Tanggungjawab dalam usaha pembangunan kemudian terletak di
bahu ahli birokrat.

Sepanjang empat dekade, negara pernah menikmati

perkembangan ekonomi yang tinggi dan tidak kurang juga krisis ekonomi yang
melanda negara. Perkembangan pentadbiran tempatan semenjak permulaannya
ketika merdeka sehingga kini turut dibincang melalui sistem sumber manusia
termasuklah pengambilan, pemilihan, pengelasan, latihan, kenaikan pangkat,
penilaian prestasi dan kawalan disiplin kakitangan kerajaan. Peranan Jabatan
Perkhidmatan

Awam

dan

Suruhanjaya

Perkhidmatan

Awam

yang

bertanggungjawab ke atas kumpulan tenaga kerja yang paling ramai di negara ini
turut diperhalusi. Selain itu, proses belanjawan negara turut dibincang dan
terdapat juga isu akauntabiliti awam sebagai sebahagian daripada proses ketelusan
pentadbiran kerajaan. Lain-lain aspek penting yang disentuh termasuklah sistem
perakaunan sektor awam, audit, agensi-agensi penguatkuasaan dan juga peranan

yang dimainkan oleh Parlimen dan media dalam akauntabiliti penjawat-penjawat


awam. Aspek-aspek lain yang disentuh termasuklah profil pegawai-pegawai kanan
(birokrat awam) di sektor awam, peranan agensi kerajaan di dalam pelan
pembangunan negara, implementasinya serta anugerah-anugerah antarabangsa
untuk sektor awam dan yang akhir juga disentuh pemodenan pentadbiran dan juga
inovasi-inovasi oleh kerajaan dalam menghadapi dekad mendatang.
Birokrasi pemerintah Malaysia juga mulai menerapkan reformasi
pelayanan publik pada tahun 1996 dengan dicanangkannya program Visi Malaysia
2020 (Sarji, 1996). Salah satu langkah kebijakan reformasi pelayanan publik yang
dilakukan adalah merombak budaya birokrasi menjadi budaya kerja yang
berorientasi pada kualitas pelayanan.

Pemerintah Malaysia sangat menaruh

perhatian dan komitmen besar untuk memfokuskan pada kebutuhan pengguna


layanan (focus on the customer) dalam pemberian pelayanan publik. Birokrasi
pelayanan diwajibkan menyusun standar dan indikator kinerja pelayanan, serta
berorientasi pada perubahan. Melalui berbagai langkah reformasi pelayanan yang
dilakukan, birokrasi Malaysia akhirnya mampu meraih penghargaan ISO 9000,
suatu bentuk penghargaan yang diberikan bagi lembaga/organsasi pelayanan yang
dapat mencapai standar pemberian pelayanan yang memuaskan pengguna
layanan.
Birokrasi di Malaysia lebih diorientasikan ke bisnis untuk menggantikan
peran aktif birokrasi dalam pembangunan dan mrngartikan kembali perannya
sebagai fasilitator dalam aktivitas sektor swasta. Malaysia tergolong cukup efektif
mewujudkan beberapa reformasi administrasi, antara lain karena stabilitas politik
dan kerja sama yang baik antara birokrasi dan pemimpin politik.
Berdasarkan hal diatas, maka ada beberapa aspek yang ada dalam sistem
pemerintahan di Negara Malaysia, aspek tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sistem Administrasi Pemerintahan Malaysia
Sistem pemerintahannya bersifat parlementer karena ada kerajaan/kesultanan.
Jadi ada jabatan yang di pertuan Agong yaitu seorang Sultan yang memimpin

selama 5 tahun saja dan akan digantikan oleh sultan yang lain sesuai dengan
susunan nama majelis raja-raja. Dan yang menjalankan pemerintahannya
adalah Perdana Menteri (PM). Sedangkan sultannya hanya sebagai simbol
saja. Di Malaysia badan kerajaan terdiri atas tiga badan utama yaitu: badan
perundangan, badan eksekutif, dan badan kehakiman. Administrasi di
Malaysia cenderung terpusat atau sentralisasi. Sehinggaapa yang di lakukan
setiap kepala daerah harus sesuai dengan amanah dari sang Sultan Agong.
2. Sistem Politik
Sistem politiknya menganut dwidewan yaitu dewan rakyat dan dewan Negara
namun di Malaysia juga menggunakan sistem kepartaian yang mengutamakan
orang-orang melayu dan yang beragama muslim sebagai pemimpinya.
Malaysia mengadopsi sistem demokrasi parlementer dibawah pemerintahan
monarki konstitusional yang dipimpin oleh sultan.
3. Budaya Birokrasi
Mengenai masalah budaya birokrasi, birokrasi itu digunakan untuk mengatur
dan mengelola proses berjalannya pemerintahan dengan baik dan terkoodinasi
sehingga menciptakan hasil yang efektif dan efisien. Di Malaysia, pelayanan
kepada wargannya yang diutamakan. Sehingga setiap warga mereka disana
merasa nyaman dan aman mengurus dokumen atau keperluan lainnya dengan
pemerintah. Budaya birokrasi di Malaysia sifatnya merakyat dan ramah
terhadap siapa saja bahkan dengan warga Negara lainpun pelayanannya tetap
maksimal. Inilah gambaran Negara berkembang yang mengutamakan
pelayanan yang baik kepada wargannya.
Keberadaan birokrat sangat penting dalam mendukung perekonomian suatu
negara, karena birokrat merupakan pelayan publik. Jika pelayan publiknya malas
dan kompetensi pegawai rendah, maka sudah jelas pembangunan ekonomi negara
juga akan terhambat. Di negara Malaysia, pemerintahnya sudah mengadopsi
beberapa nilai etis ke dalam manajemen SDM aparat pemerintahan. Melalui
Management Integrity Committees, negara tersebut berusaha menciptakan sistem

10

administrasi dan aparat pemerintah yang efisien dan disiplin dengan tingkat
integritas yang tinggi melalui praktek praktek yang beretika serta mengatasi
berbagai masalah dan kelemahan yang berkaitn dengan korupsi, penyalahgunaan
kekuasaan, deviasi hukum, dan sebagainya. Komite tersebut diberi tugas untuk
menyusun dan menegakkan sistem kerja dan aparat yang memiliki nilai-nilai:
patut dipercaya; bertanggung jawab; jujur; dedikasi; moderat; rajin; bersih;
mampu bekerjasama; bisa dihormati/disegani; dan respek. Nilai-nilai tersebut
selanjutnya dijadikan sebagai pilar pelayanan publik yang dikenal dengan The
Twelve Pillars yang meliputi: menghargai nilai waktu; keberhasilan karena
ketekunan atau kegigihan; senang bekerja keras; kesederhanaan; memiliki
karakter yang baik; kekuatan keramahan; kekuatan contoh yang kongkrit;
kewajiban melakukan tugas; kearifan ekonomi; kesabaran; perbaikan talenta; dan
kesenangan untuk terus menghasilkan.
Nilai-nilai dan pilar tersebut diterapkan secara konsisten dalam proses
rekrutmen, seleksi, promosi, dan penentuan gaji aparat PNS di Malaysia. Untuk
posisi-posisi top management, seorang calon harus memenuhi beberapa
kualifikasi dasar seperti tuntutan kompetensi, kualitas personil, kualifikasi
akademis, latar belakang pengalaman dan kontribusinya, serta kriteria kompetensi
khusus untuk top management. Untuk kualifikasi terakhir (top management)
antara lain meliputi kompetensi kunci seperti kepemimpinan dan pemberdayaan,
kapasitas intelektual, keterampilan manajemen dan perencanaan strategis,
komunikasi dan keterampilan interpersonal, keterampilan manajemen SDM, dan
output kinerja. Seperti itulah usaha pemerintah Malaysia dalam menerapkan
kinerja PNS.
Oleh sebab itu, dasar yang dilaksanakan dan gaya kepimpinan yang dibawa
oleh Dr. Mahathir banyak mempengaruhi perubahan sikap dan paradigma
penjawat awam. Dalam hal ini, wujud perubahan dari segi sikap, tindakan,
profesionalisme, dan kematangan pegawai-pegawai awam dalam menilai
rasionaliti dasar-dasar politik dan kepimpinan nasional. Isu kesetiaan,
akauntabilitas, ketelusan, sikap responsif dan beretika di kalangan pegawai awam
menjadi pemangkin kepada pencapaian hasrat kerajaan yang diterjemahkan ke

11

dalam berbagai dasar dan program. Walau bagaimanapun, seperti yang telah
dibincangkan di atas, aspek kepimpinan dan pengaruh dasar-dasar kerajaan itu
sendiri memberikan implikasi yang jelas ke atas perubahan sikap, tanggungjawab,
akuntabilitas, moral, nilai, etika dan profesionalisme pegawai-pegawai awam itu
sendiri.
Kepimpinan Dr. Mahathir telah mencetuskan kebangkitan satu dimensi baru
dalam pembangunan sosioekonomi dan politik Malaysia. Malah, dinamisme
kepimpinan beliau dianggap berorientasikan mara ke hadapan dengan
melaksanakan siri dasar-dasar dan tindakan-tindakan yang begitu berbeda sekali
jika dibandingkan kepimpinan sebelumnya. Dr. Mahathir menjalankan hampir
kesemua perubahan dalam politik pentadbiran di Malaysia yang menonjolkan
gaya dan pendekatan kepimpinan yang tersendiri.
Dalam usaha membawa perubahan menerusi dasar-dasar yang telah
diperkenalkan, Dr. Mahathir memberi tumpuan khusus kepada birokrasi.
Tujuannya ialah untuk mempertingkatkan para birokrat supaya lebih dinamik,
cekap dan produktif. Ini kerana banyak kritikan dan aduan mengenai kelemahan
dan karenah birokrasi dalam penyediaan perkhidmatan. Ketidakpuasan hati dan
rungut timbul daripada orang ramai berhubung dengan ketidakcakapan,
ketidakhadiran dan kurang berkesan dalam menjalankan tugas menyebabkan Dr.
Mahathir merangka dasar-dasar khusus untuk golongan pentadbir seperti konsep
Bersih, Cakap dan Amanah; Kepimpinan Melalui Teladan; Dasar Pandang Ke
Timur; Dasar Penerapan Nilai-nilai Islam Dalam Kepimpinan dan lain-lain.
Walaupun pelaksanaan dasar berkait rapat dengan peranan yang dimainkan
oleh pegawai awam, tetapi Dr. Mahathir tidak meletakkan kepercayaan penuh
terhadap pegawai-pegawai kerajaan seperti dalam zaman Tun Abdul Razak. Ini
mewujudkan keadaan konflik di antara beliau dengan para birokrat dalam
mempengaruhi dasar awam dalam masa tiga tahun pertama menjadi Perdana
Menteri. Sejak itu, memang terdapat hubungan yang agak tegang di antara beliau
dengan pegawai-pegawai kerajaan.

12

Timbul beberapa persoalan berkait dengan kesan dasar-dasar politik dan


aspek kepimpinan di Malaysia di kalangan pegawai awam seperti (Husain dan
Brahim):
1. Ketaatsetiaan (loyalty) terhadap kerajaan dan negara dikatakan kian
longgar dan kabur;
2. Timbulnya konsep dualisme (dualism), di mana berlaku sikap yang tidak
konsisten di antara faktor profesional atau peribadi serta sikap
patriotisme yang kian luntur;
3. Amalan keberkecualian (neutrality) yang semakin pudar, ada
kecenderungan di kalangan mereka untuk menyebelahi pihak-pihak
tertentu yang tidak sehaluan dengan kerajaan;
4. Nilai ketelusan (transparency) yang tidak berkesan. Ini kerana terdapat
rahsia kerajaan yang dibocorkan. Fenomena ini ternyata amat jelas
menyalahi dan melanggar etika perkhidmatan awam bagi pegawai itu
sendiri;
5. Amalan kronisme (cronism) mula menonjol di kalangan pegawai
kerajaan, di samping terjebak ke dalam gejala rasuah dan jika fenomena
ini tidak dikawalianya akan menjadi satu budaya dalam perkhidmatan
awam di negara ini;
6. Selain itu, beberapa dasar atau projek yang diputuskan oleh kerajaan
juga tidak semua pihak bersetuju untuk ianya dilaksanakan seperti dasar
meritokrasi, melonggarkan sistem kuota, dasar penggunaan bahasa
Inggeris di dalam pelajaran Matematik dan Sains, dan dasar-dasar
Islamisasi kerajaan terhadap sekolah agama rakyat (SAR); dan
7. Campurtangan politik dalam pentadbiran juga dianggap isu yang
menonjol di dalam pentadbiran kerajaan.

13

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ciri dari birokrasi negara berkembang yaitu: Administrasi publiknya
bersifat elitis, otoriter, menjauh atau jauh dari masyarakat dan
lingkungannya serta paternalistik, adanya formalisme serta bersifat
otonom.
Dr. Mahathir menjalankan hampir kesemua perubahan dalam politik
pentadbiran di Malaysia yang menonjolkan gaya dan pendekatan
kepimpinan yang tersendiri. Dr. Mahathir memberi tumpuan khusus
kepada birokrasi. Tujuannya ialah untuk mempertingkatkan para birokrat
supaya lebih dinamik, cekap dan produktif. Walaupun pelaksanaan dasar
berkait rapat dengan peranan yang dimainkan oleh pegawai awam, akan
tetapi Dr. Mahathir tidak meletakkan kepercayaan penuh terhadap
pegawai-pegawai kerajaan seperti dalam zaman Tun Abdul Razak.
3.2 Saran
Dalam melihat kondisi birokrasi baik di negara-negara berkembang atau
maju lihatlah secara holistik atau menyeluruh. Hal ini dikarenakan tiap organisasi
atau pemerintahan suatu negara mencoba menjalankan serta memodifikasi
penerapan birokrasi sesuai dengan budaya dan kebiasaan setempat.

14

DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Abdul. Tanpa Tahun. Mengenal Birokrasi. Malang: FIA Universitas
Brawijaya.
Husain, A.A, dan Brahim M. Politik Pentadbiran di Malaysia : Penilaian
Pegawai Awam Terhadap Dasar Politik dan Kepemimpinan Nasional.
Jurnal Fakulti Pengurusan Awam dan Undang-Undang Universiti Utara
Malaysia.
Kamuli, Sukarman. 2012. Birokrasi Di Negara Sedang Berkembang (Telaah atas
kajian Ferrel Heady). Jurnal Inovasi, Volume 9 (2):1-20. Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Gorontalo.
Nuris. 2014. Birokrasi dan Kerajaan (Online). Melalui
http://silentregret
nuris.blogspot.com/2014/06/birokrasi-dan-kerajaan.html. Diakses pada 24
April 2014.
Syafiie, Inu Kencana. 2006. Ilmu Administrasi Publik (edisi revisi). Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Sari, Yulia. 2011. Birokrasi Negara Maju dan Negara Berkembang (Online).
Melalui https://liea02.wordpress.com/2011/01/11/birokrasi-negara-majudengan-negara-berkembang/. Diakses pada 24 April 2014.

15

Anda mungkin juga menyukai