Anda di halaman 1dari 16

Refrat conductive disorder

Aminah binti Mohd yasin


112013166
Dokter pembimbing
Dr Dharmawan SP KJ
Pendahuluan
Conduct disorder merupakan gangguan atau kelainan tingkah laku berupa pola
tingkah laku yang menetap yang ditandai dengan pelanggaran hak-hak orang lain, norma atau
aturan sosial yang berlaku dimasyarakat.
Anak-anak dengan gangguan tingkah laku secara sengaja melakukan perilaku
antisosial yang melanggar norma sosial dan hak orang lain. Gangguan tingkah laku merujuk
pada berbagai tindakan kasar yang dilakukan melampaui kenakalan biasa pada anak-anak dan
remaja. Anak-anak dengan gangguan tingkah laku biasanya tidak punya perasaan dan rasa
bersalah terhadap perilaku buruk mereka. Contohnya adalah bertindak mencontek, agresif,
kasar, merusak barang, pemerkosaan, merampok dengan senjata, terlibat dalam penggunaan
obat, perilaku seks bebas, dan membunuh.
Gangguan tingkah laku lebih banyak terjadi pada laki-laki (4 16%) daripada pada
perempuan (1.2 9%). Bentuk gangguan tingkah laku pada anak laki-laki biasanya adalah
mencuri, berkelahi, merusak, atau masalah disiplin sekolah. Sedangkan bentuk gangguan
tingkah laku pada anak perempuan biasanya adalah berbohong, membolos, lari dari rumah,
pengunaan obat-obatan, dan pelacuran.
Di dapatkan, laki laki dan perempuan dengan conduct disorder mempunyai kelainan
dasar pada otak ; berdasarkan struktur dan fungsi otak apabila di bandingkan dengan anak
anak yang normal.
Area otak yang terlibat adalah pada bagian frontal ; anterior cingulate cortes (ACC),
orbitofrontal cortices (OFC), dan dorsolateral prefrontal cortex (DLPFC) yang akan
memburuk apabila terjadi pengaktifan disforia pada brain stress system dan peningkatan
corticotropin releasing factor (CRF)
Anak-anak dengan gangguan ini biasanya juga sering memiliki gangguan atau
masalah perilaku lain, seperti ADHD, menarik diri secara sosial, dan depresi mayor. Anak-

anak yang memiliki gangguan ini pada masa sekolah dasar, biasanya akan terlibat dalam aksi
kenakalan pada masa remaja awal (seperti membolos, merusak, berkelahi, dan mengancam
orang lain) atau pada masa remaja akhir (penggunaan alkohol atau penyalahgunaan obatobatan).
Gangguan tingkah laku melibatkan beberapa trait kepribadian, yang juga ada pada
orang dengan gangguan perilaku anti sosial, seperti tidak memiliki perasaan, kasar, mudah
marah, dan berhubungan dengan orang lain tanpa emosi.
Pengobatan lebih berhasil bila dimulai dini dan harus mencakup medis,
kesehatanmental, dan komponen pendidikan serta dukungan keluarga. Komunikasi yang erat
antara rumah dan sekolah sangat penting di usia muda. Karena sifat multifaset masalah
perilaku, khususnya terkait komorbiditas, pengobatan biasanya termasuk obat-obatan,
mengajar keterampilan orang tua, terapi keluarga, dan konsultasi dengan sekolah.
Definisi
Conduct disorder dikarakteristikan dengan pola tingkah laku yang berulang, yang
mengganggu hak orang lain/aturan-aturan social.Kecenderungan pada sebagian remaja adalah
tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder
adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan
yang berlaku di sekolah.Penyebabnya, karena sejak kecil orang tua tidak bisa membedakan
perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya, orang tua harus mampu memberikan
hukuman (punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan
pujian atau hadiah (reward) saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar.Seorang
remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perilaku
anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan
terhadap guru, dan mempermainkan temannya . Selain itu, conduct disorder juga
dikategorikan pada remaja yang berperilaku opposition aldeviant disorder yaitu perilaku
oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan
orang lain.

Conduct disorder juga merupakan suatu kecenderungan pada sebagian remaja atau anak-anak
dimana tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct
disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari
2

aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orang tua tidak bisa
membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya,orang tua harus mampu
memberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah dan
memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak memunculkan perilaku yang baik atau
benar. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia
memunculkan perilaku anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal seperti
melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya . Selain itu,
conduct disorder juga dikategorikan pada remaja yang berperilaku oppositional deviant
disorder yaitu perilaku oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan
yang akan merugikan orang lain.
Muncul sebagai antisocial act in significant functional impairment at home,school or
work.
Conduct disorder digolongkan ke dalam 4 kategori :
a. Physical aggression of threats of harm to people/animals.
b. Destruction of property.
c. Act of deceitfulness or theft.
d. Serious violations of age-appropriate rules.
Menurut Kriteria diagnostik yang disebutkan pada DSM (Diagnostic and Statistical Manual)
V adalah sebagai berikut:
A. Pola perilaku yang diulang dan menetap ditandai oleh pelanggaran terhadap hak
orang lain, norma/aturan sosial yang berlaku dalam masyarakat.
B. Gangguan sudah berlangsung minimal selama 12 bulan dengan minimal
menampilkan 3 dari tingkah laku berikut, dengan sekurang kurangnya menampilkan
satu perilaku di bawah ini selama 6 bulan:

Agresivitas terhadap orang lain atau binatang / aggression to people and animal
- Sering mengancam atau mengintimidasi orang lain

- Sering memulai perkelahian fisik


- Menggunakan senjata yang dapat melukai orang lain
- Berlaku kejam terhadap orang lain.
- Menyiksa binatang dengan kejam
- Mengambil barang orang lain dengan kekerasan
- Memaksakan hubungan seksual
- Sengaja merusak milik orang lain
Destruction of property
- Sengaja terlibat pembakaran
- Merusak barang orang lain selain pembakaran
Menipu / Pencurian / deceitfulness or theft
- Membongkar rumah, bangunan, mobil untuk mencuri
- Sering berbohong untuk menghindari tanggung jawab
- Berkali-kali melakukan pencurian tanpa kekerasan
Pelanggaran terhadap aturan / serious violations of rules
- Sering pergi pada malam hari tanpa sengetahuan orangtua sebelum usia 13
tahun
- Kabur dari rumah orangtua minimal 2x
- Sering bolos dari sekolah dimulai sebelum usia 13 tahun

Tingkat keparahan spesifik gangguan perilaku ini berdasarkan DSM IV adalah sebagai
berikut:
o Mild bohong, bolos, pergi malam hari tanpa ijin
o Moderate mencuri tanpa melukai korban, vandalisme
4

o Severe sudah melukai orang lain, memaksa hubungan seksual, kekejaman


secara fisik

Sedangkan berdasarkan tipe atau jenis spesifik berdasarkan usia kemunculan gangguan
berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut:
o Childhood-onset type, paling sedikit satu criteria conduct disorder sebelum usia 10
tahun.
o Adolescent-onset type, tidak terdapat criteria conduct disorder sebelum usia 10
tahun, muncul saat remaja.
Frequency
Di amerika syarikat, rata- rata pravelensi pada CD adalah sekitar 2-9% daripada 100 orang
remaja. Tidak ada batas umur terendah pada CD. Pada anak anak berusi kurang dari 10
tahun, dapat di diagnosa dengan CD walaupun hanya terdapat 1 kelakuan yang repetitive
dari 15 tingkah laku yang di sebutkan.
Faktor penyebab conductive disorder
faktor-faktor yang menyebabkan conduct disorder dapat dibedakan menjadi faktor genetic,
faktor biologis, faktor individual dan faktor keluarga.
a. Faktor genetik
Faktor genetik tampaknya memegang peranan terbesar terjadinya gangguan perilaku conduct
disorder. Beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa hiperaktifitas yang terjadi
pada seorang anak selalu disertai adanya riwayat gangguan yang sama dalam keluarga
setidaknya satu orang dalam keluarga dekat. Didapatkan juga sepertiga ayah penderita
hiperaktif juga menderita gangguan yang sama pada masa kanak mereka. Orang tua dan
saudara penderita CD mengalami resiko 2-8 kali lebih mudah terjadi CD, kembar
monozygotic lebih mudah terjadi CD dibandingkan kembar dizygotic juga menunjukkan
keterlibatan fator genetic di dalam gangguan CD. Keterlibatan genetik dan kromosom
memang masih belum diketahui secara pasti. Beberapa gen yang berkaitan dengan kode

reseptor dopamine dan produksi serotonin, termasuk DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan
5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan CD.
b. Faktor biologis
Wenar dan Kerig menyatakan temperamen merupakan penyebab biologis bagi terbentuknya
conduct disorder. Sebagai contoh Moffit dan Lyman dalam Wenar dan Kerig mengatakan
bahwa hal yang mempengaruhi berkembangnya perilaku yaitu adanya disfungsi
neuropsikologis yang berhubungan dengan temperamen sulit yang memicu munculnya
impulsivitas, perasaan mudah tersinggung dan aktivitas berlebihan pada anak.
Temperamen yaitu gaya karakteristik seseorang dalam melakukan pendekatan dan bereaksi
terhadap orang dan situasi di lingkungannya. Temperamen dapat diartikan sebagai cara
(bagaimana ) seseorang melakukan suatu hal. Bayi yang berusia 8 minggu telah menunjukkan
tanda perbedaan temperamen yang membentuk bagian penting dari kepribadiannya. A.
Thomas, Chess dan Birch dalam Diane E. Papalia dan Sally Wendkos Olds
mengidentifikasikan Sembilan komponen temperamen yang muncul pada bayi setelah
dilahirkan, yaitu (1) level aktivitas : bagaimana dan seberapa banyak individu bergerak (2)
ritme atau keteraturan : sejauh mana suatu siklus biologis dapat di presiksi seperti rasa lapar,
waktu tidur dan buang air, (3) respon mendekat atau menjauh : bagaimana individu awalnya
berespons terhadap stimulus baru seperti mainan, orang , makanan. (4) adaptabilitas :
seberapa mudah suatu respon awal dimodifikasi sesuai dengan situasi yang baru atau situasi
yang berubah . (5) ambang responsivitas : berapa banyak stimulassi yang di butuhkan untuk
menghasilkan suatu respon (6) intesitas reaksi ; seberapa energik individu dalam merespon,
(7) kualita suasana hati (mood) : apakah individu menampilkan mayoritas perilaku yang
menyenangkan, gembira dan bersahabat atau kebalikannya, (8), distraktibilitass : sejauh mana
suatu stimulus yang relevan dapat mengubah atau mengganggu perilaku individu , (9) rentang
perhatian dan persistensi : berapa lama individu melakukan suatu aktivitas dan tetap
melanjutkannya walaupun terdapat hambatan.
Berdasarkan Sembilan komponen temperamen tersebut, para peneliti menetapkan tiga pola
temperamen yaitu temperamen mudah, sulit, dan lambat.
Easy Child
Berespon

Difficult Child
secara

baik Bersepon

secara

Slow-to-Warm-Up Child
buruk Berespon

secara

lambat
6

terhadap situasi yang baru/ terhadap situasi yang baru/ terhadap situasi yang baru
situasi yang berubah

situasi yang berubah

/situasi yang berubah

Cepat mengembangkan pola/ Memiliki jadwal tidur dan Pola tidur dan makan lebih
jadual tidur dan makan yang makan yang tidak teratur

teratur

teratur

bertemperamen sulit namun


lebih

daripada

anak

tidak

dibandingkan

teratur
anak

yang

bertemperamen mudah
Mudah mengkonsumsi jenis Lambat
makanan baru

menerima

jenis Menunjukkan respon awal

makanan baru

yang

sedikit

negative

terhadap stimulus baru


Mudah beradaptasi terhadap Lambat beradaptasi terhadap Minat terhadap stimulus baru
situasi

situasi baru

berkembang secara bertahap


setelah stimulus diberikan
berulang kali tanpa paksaan

Umumnya

menampilkan Umumnya

menampilkan Menampilkan

suasana hari yang positif suasana hariyang negative positif


dengan

intensitas

yang secara intensif

hati

maupun

yang
negative

dengan intensitas ringan

ringan sampai sedang

Temperamen dapat berubah seiring berjalannya waktu. Hal ini ditunjukkan oleh New York
Longitudinal study pada tahun 1984 yang menemukan adanya perubahan temperamen
walaupun aspek dasar temperamen yang mereka miliki tetap stabil. Tampaknya terkadang hal
itu disebabkan oleh adanya kejadian /peristiwa yang dialami oleh individu atau adanya
perbedaan perilaku orang tua dalam menangani anak.

Karakteristik temperamen sahaja

bukanlah faktor tunggal yang menentukan teperwamen akhir individu. Hal itu dipengaruhi
oleh adanya kesesuaian antara temperamen dasar anak dan lingkungan sehingga menentukan
apakah perkembanga anak menjadi sehat atau patologis. Anak akan mengalami stress apabila
di tuntut untuk berperilaku yang berkebalikan dari temperamen dasarnya. Misalnya anak
yang sangat aktif tinggal di rumah yang kecil dan diharapkan untuk duduk diam dalam jangka
waktu lama atau sebaliknya.

Sebagai konsekuensi dari pola ini, orang tua sering semakin mengisolasi diri dari luar
dukungan dalam keluarga dan masyarakat. Orang tua menjadi enggan untuk mengambil
anak-anak mereka dengan CD keluar di depan umum karena mereka takut kejadian tak
terkendali dengan anak. Interaksi antara anak dan orang tua semakin berkurang karena orang
tua semakin kurang meluagkan masa bersama anak anak. Dalam situasi ini, anak-anak
dengan CD tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk belajar mengidentifikasi emosi
mereka atau untuk mengembangkan keterampilan pengendalian-diri yang diperlukan.
apabila mula menginjak ke alam persekolahan dasar, anak anak dengan masalah perilaku
cenderung terus agresif dengan orang dewasa dan rakan rakan ; anak-anak ini turut
kekurangan keterampilan sosial untuk berinteraksi. Anak-anak dengan CD cenderung untuk
menjadi agresif, tidak memberi perhatian untuk bersosialisasi, sering salah menafsirkan anakanak lain sebagai bermusuhan dan kurangnya kemampuan untuk memecahkan masalahmasalah sosial yang sulit.
Dan apabila hampir memasuki ke hujung usia remaja, anak anak ini cenderung untuk
memiliki sifat marah dan menunjukkan tindakan yang agresif. Pada situasi sebegini , mereka
cenderung menyalahkan orang lain atas tindakan mereka dan jarang sekali mengakui
kesalahan.
Anak anak dengan CD, mempunyai hubungan yang renggang antara keluarga, rakan
rakandan masyarakat sekelilng. Pada tahap ini, cenderung melakukan pelanggaran hukum;
juvenile deliquency . Juvenile delinquency merupakan bagian dari conduct disorder, yaitu
tindak pelanggaran hukum (dimasukkan ke pengadilan dan dinyatakan bersalah) yang
dilakukan oleh anak di bawah usia 21 tahun.

c. Faktor individual
Faktor individual yang berperan dalam pembentukan conduct disorder pada anak yaitu
regulasi diri yang kurang terbentuk sejak dini, regulasi emosi yang buruk sehingga anak
tidak dapat mengembang strategi coping (strategi dalam mengatasi masalah ) yang baik untuk
mengatasi emosi negatifnya dan mengatur emosinya, kurang berkembangnya pemahaman
moral dan empati, kognisi sosial anak yang berkembang dengan buruk.
Berikutnya akan di jelaskan mengenai masing-masing faktor
8

1. Regulasi diri
Regulasi diri merupakan hal yang penting agar seseorang dapat berfungsi secara normative
di lingkungannya. Harapan lingkungan terhadap kemampuan anak dalam mengontrol
dorongan / impuls dalam dirinya semkain tinggi sesuai dengan bertambahnya usia anak.
Anak anak yang melaksanakan aturan perintah ibu dengan rela dan sepenuh hati bukan
sekadar mematuhi semata , merupakan anak anak yang memiliki hubungan emosional
timbal balik yang positif dengan orang tuanya . pola asuh untuk menanamkan control diri
pada anak

perlu di sesuaikan dengan temperamen masing masing anak. Anak dengan

temperamen sulit merupakan anak yang berisiko memiliki Conduct Disorder. Untuk
meningkatkan regulasi diri pada anak bertemperamen sulit, di butuhkan adanya peran orang
tua yang besar untuk melibatkan diri dan memberikan dukungan emosional kepada anak.
2. Regulasi emosi
Regulasi emosi merupakan bagian dari control diri yang berperan bagi terbentuknya conduct
disorder. Anak anak dengan conduct disorder dalam kondisi keluarga yang bermasalah,
mendapatkan pola asuh yang buruk dan mengalami konflik tingkat tinggi sehingga memiliki
emosi yang kuat namun kurang mendapatkan dukungan untuk mengatasinya dari orang tua
yang juga mengalami stress dan tidak terlatih. Oleh keranya, mereka gagal mengembangkan
strategi yang tepat untuk mengatasi emosi negative dan mengatur ekspresi mereka terutama
kemarahan. Selain itu, anak dengan regulasi emosi yang buruk juga cenderung berespon
secara agresif terhadap masalah interpersonal yang dihadapinya.
Selain control emosi yang minim dapat mengarah kepada terbentuknya conduct disorder,
control emosi yang berlebihan juga dapat berdampak sama. Penelitian terhadap anak
perempuan terhadap emosi negatifnya yang membuat anak menahan marah sekuat mungkin
dapat menyebabkan emosi negative tersebut terlampiaskan pada usia selanjutnya.
3. Kognisi sosial
Perilaku agresif tidak semata ditentukan oleh adanya faktor pencetus di lingkungan namun
kecenderungan agresif ada di dalam karekter individu.

Anak anak dengan conductive

disorder memilki definisi dalam mengembangkan strategi untuk mengatasi


interpersonal.
berbeda

masalah

Selain itu, anak anak dengan conduct disorder juga memiliki cara yang

dalam

memproses

informasi

sosial.

Mereka

seringkali

salah

dalam
9

menginterpretasikan niat/intensi orang lain di lingkungannya sehingga cenderung berespon


secara impulsive ataupun berlebihan. Mereka juga memiliki sedikit alternative dalam
mengatasi masalah interpersonal dan mengharapkan hasil yang positif dari tindakan
agresifnya.

d. Faktor keluarga
Salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam gangguan tingkah laku adalah pengaruh
lingkungan keluarga. Perilaku antisosial anak berhubugan dengan : 1) perilaku antisosial
orang tua mereka , 2) strategi disiplin orang tua yang tidak efektif dan tidak konsisten serta
lemhanya pengawasan orang tua, 3) kurangnya komunikasi dan kasih sayang orang tua atau
keluarga dan tingginya konflik keluarga. Faktor keluarga yang mempengaruhi terbentuknya
conduct disorder adalah attachment ( kelekatan orang tua dan anak ), masalah dalam rumah
tangga, penurunan perilaku agresif anatara generasi
Berikut penjelasan mengenai masing-masing faktor
1. Attachment
Kelekatan yang bersifat insecure antara orang tua dan anak ketika bayi mengarah bagi
terbentuknya masalah perilaku pada saat anak berusia prasekolah, seperti berperilaku kasar
dan melawan. Namun begitu, penelitian terakhir belum menemukan adanya dampak langsung
dari attachment terhadapat perilaku antisosial, walaupun hubungan yang buruk antara orang
tua dan anak membawa resiko bagi perkembangan psikopatologi secara umum.
2. Masalah dalam rumah tangga
Masalah yang terjadi dalam keluarga merupakan subur bagi terbentuknya perilaku antisosial
untuk mencari perhatian lingkungan, terutama pada anak laki-laki. Anak anak yang melihat
atau mengalami kekerasan dalam rumah tangga akan berpotensi untuk mengembangkan
masalah perilaku. Anak juga seringkali menjadi target kekerasan orang tua. Misalnya anak
yang mengalami gangguan tingkah laku biasanya merupakan anak yang pernah mendapatkan
perlakuan salah dari orang tuanya. Gangguan tingkah laku juga berhubungan dengan konflik
antar orang tua dan penceraian orang tua walaupun tidak disertai dengan kekerasan. Dalam
10

sebuah studi tentang para ibu bercerai yang depresif dan yang tidak depresif secara signifikan
menemukan bahwa ibu yang depresif lebih mudah marah sehingga tidak effektif dalam
menerapkan disiplin di bandingkan dengan ibu yang tidak depresif

3. Pola asuh yang keras dan penurunan perilaku agresif antar generasi
Penelitian menjukkan bahwa perilaku agresif tidak hanya diturunkan dalam satu generasi saja
melainkan generasi sebelumnya juga dan perilaku agresif tersebut diturunkan melalui proses
modelling ( meniru ) misalnya meniru kekerasan yang di lakukan antara orang tua atau
kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak melalui hukuman yang kasar.
Penanganan
1.

Pendekatan Medis

Penggunaan Ritalin efektif untuk mengurangi perilaku antisosial pada anak-anak dan remaja
yang mengalami gangguan tingkah laku.
Ritalin atau methylphenidate, obat stimulan yang biasa diberikan pada anak penyandang CD
ternyata dapat menyebabkan perubahan struktur sel otak untuk jangka waktu lama. Ritalin
memilki efek terapi yang cepat, setidaknya untuk 3-4 jam dan diberikan 2 atau 3 kali dalam
sehari. Ketika dosis Ritalin yang diberikan selesai bekerja dalam tubuh, dianggap Ritalin
dapat hilang dengan sendirinya
2. Terapi diet
Terapi diet pada berbagai kelainan perilaku memang harus dilakukan baik dalam upaya
pengobatan, maupun pencegahan; lebih-lebih bagi mereka yang diketahui banya
kmengkonsumsi bahan yang diperkirakan berhubungan dengan kelainan perilakunya, seperti
bahan aditif (pengawet, pewarna, aroma/perasa buatan), salisilat, serta berbagai makanan
yang kemungkinan terkontaminasi dengan logam berat. Dalam terapi diet dikandung
pengertian pengaturan baik terhadap jenis makanan, jumlah makanan maupun frekuensi
pemberiannya. Terapi diet ini dipelopori oleh Feingold (1970), yang telah membuktikan
11

keberhasilannya mengobati anak dengan berbagai kelainan perilaku dengan menghindari


makanan yang mengandung bahan aditif dan salisilat.

Berbagai makanan tersebut dapat berpengaruh langsung terhadap neurotransmiter yang


sangat menentukan fungsi otak, dengan melalui:
1. Mengganggu/menghambat aktivitas neurtransmiter
2. Mengacaukan produksi dan sekresi neurotransmiter
3. Mengubah struktur neurotransmiter
4. Mengganggu enzim pengendali keseimbangan neurotransmiter
Makanan yang mengandung gula dan zat aditif dapat menyebabkan peningkatan kadar gula
secara cepat yang sekaligus dapat memicu pelepasan insulin. Hal ini dapat menimbulkan
reactive hypoglycaemia, sehingga kadar gula dapat turun naik tanpa terkendali, kondisi ini
sering disertai penurunan serotonin, yang dapat mengacaukan proses berpikir. Keadaan sering
pula diperberat karena akibat kadar gula yang mendadak tinggi menyebabkan kemampuan
tubuh untuk mempertahankan mineral tembaga (Cu) dan kromium (Cr) rendah, sehingga
kemampuan unuk menstabilkan kadar gula pun jadi melemah. Penurunan kadar gula secara
cepat dapat pula memicu pengeluaran adrenalin yang mengakibatkan munculnya perilaku
hiperkinetik, berupa bingung, cemas gelisah dan kasar. Dengan sekelumit gambaran diatas,
nyatalah bahwa terapi diet pada anak dengan berbagai gangguan perilaku sangat penting.
Perubahan dalam keseimbangan neurotransmitter
Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon), menerima20 %
curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori
energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa.
Jaringan otak sangat rentan terhadap perubahan oksigen dan glukosa darah, aliran darah
berhenti 10 detik saja sudah dapat menghilangkan kesadaran manusia. Berhenti dalam
12

beberapa menit, merusak permanen otak. Hipoglikemia yang berlangsung berkepanjangan


juga merusak jaringan otak. Perubahan dalam keseimbangan neurotransmiter merupakan
keadaan yang sangat penting sebagai penyebab perubahan perilaku. Makanan (asam amino)
dapat secara langsung berpengaruh terhadap produksi neurotransmiter, yang pada akhirnya
dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan perilaku.

Neurotransmiter pada binatang mamalia dikenal sebanyak 30-40 bahan,mereka dibagi dalam
3 kelompok kimia:
Kelompok asam amino: Glycine, glutamine, dan aspartate
Kelompok peptida: endorphine, cholecystokinine, dan thyrotropin-releasinghormone
Kelompok monoamine: acetylcholine, dopamine, norepinephrine dan serotonine
Otak manusia mengatur dan mengkordinir, gerakan, perilaku dan fungsitubuh, homeostasis
seperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, keseimbangan cairan, keseimbangan
hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas motorik dan lain-lain. Otak terbentuk dari dua
jenis sel: yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk menunjang dan melindungi neuron,
sedangkan neuron membawa informasi dalam bentuk pulsa listrik yang di kenal sebagai
potensial aksi. Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan
mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter
ini dikirimkan pada celah yang di kenal sebagai sinapsis. Neurotransmiter paling
mempengaruhi sikap,emosi, dan perilaku seseorang yang ada antara lain Asetil kolin,
dopamin, serotonin,epinefrin, norepinefrin.

3.

Pendekatan Behavioral

Pendekatan ini mendasarkan pada prosedur operant conditioning. Misalnya, Program


penanganan residential, yang menetapkan aturan dengan jelas terhadap anak-anak. Mereka
akan diberikan reward untuk perilaku yang tepat dan hukuman untuk perilaku yang tidak
tepat.

13

4.

Pendekatan Kognitif-Behavioral.

Penanganan anak dengan gangguan tingkah laku dilakukan dengan Terapi Kognitif
Behavioral, yaitu melatih anak dengan gangguan tingkah laku untuk berpikir bahwa konflik
sosial adalah masalah yang dapat diselesaikan dan bukan merupakan tantangan terhadap
kejantanan mereka, yang harus dibuktikan dengan kekerasan. Anak-anak ini dilatih
menggunakan keterampilan calming self talk, yaitu teknik untuk berpikir & berbicara kepada
diri sendiri, tujuannya adalah menghambat perilaku impulsif, mengendalikan kemarahan, dan
mencoba solusi yang tidak mengandung kekerasan dalam menghadapi konflik sosial.
Terapi modifikasi perilaku harus melalui pendekatan perilaku secara langsung, dengan lebih
memfokuskan pada perubahan secara spesifik. Pendekatan ini cukup berhasil dalam
mengajarkan perilaku yang diinginkan, berupa interaksi sosial, bahasa dan perawatan diri
sendiri. Selain itu juga akan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan, seperti agrsif, emosi
labil, self injury dan sebagainya. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang
paling efektif dengan pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan
frustrasi, marah, dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.

5.Pendekatan Keluarga-Lingkungan (Family ecological approach).


Pendekatan ini dikembangkan oleh Hanggeler, yang didasarkan pada teori ekologis dari Urie
Bronfenbrenner. Pendekatan ini meyakini bahwa anak berada dalam berbagai sistem sosial
(keluarga, sekolah, hukum, komunitas, dll). Ia menekankan bahwa anak-anak/remaja yang
melanggar peraturan itu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sistem sosial yang berinteraksi
dengan mereka. Teknik yang digunakan adalah berusaha mengubah hubungan anak dengan
berbagai sistem, untuk menghentikan perilaku dan interaksi yang mengganggu.

Dengan bertambahnya umur pada seorang anak akan tumbuh rasa tanggung jawab dan kita
terutama orang tua harus memberikan dorongan yang cukup untuk mereka agar mau belajar
mengontrol diri dan mengendalikan aktifitasnya serta kemampuan untuk memperhatikan
segala sesuatu yang harus dikuasai, dengan menyuruh mereka untuk membuat daftar tugas
dan

perencanaan

kegiatan

yang

akan

dilakukan

sangatmembantu

dalam

upaya

mendisiplinkan diri, termasuk didalamnya kegiatan yangcukup menguras tenaga (olah raga
14

dll) agar dalam dirinya tidak tertimbun kelebihantenaga yang dapat mengacaukan seluruh
kegiatan yang harus dilakukan. Nasehatuntuk orangtua, sebaiknya orang tua selalu
mendampingi dan mengarahkan kegiatanyang seharusnya dilakukan si-anak dengan
melakukan modifikasi bentuk kegiatanyang menarik minat, sehingga lambat laun dapat
mengubah perilaku anak yangmenyimpang. Pola pengasuhan di rumah, anak diajarkan
dengan benar dan diberikan pengertian yang benar tentang segala sesuatu yang harus ia
kerjakan dan segalasesuatu yang tidak boleh dikerjakan serta memberi kesempatan mereka
untuk secara psikis menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan.Umpan balik, dorongan
semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok dariupaya perbaikan perilaku anak dengan
memberikan umpan balik agar anak bersediamelakukan sesuatu dengan benar disertai dengan
dorongan semangat dan keyakinan bahwa dia mampu mengerjakan, pada akhirnya bila ia
mampu mengerjakannyadengan baik maka harus diberikan penghargaan yang tulus baik
berupa pujian atupunhadiah tertentu yang bersifat konstruktif. Bila hal ini tidak berhasil dan
anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus segera dihentikan
ataudialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai.

Kesimpulan
Gangguan tingkah laku atau conduct disorder mengacu pada pola perilaku antisosial yang
bertahan yang melanggar hak-hak orang lain dan norma susila. Ada beberapa kriteria
gangguan tingkah laku pada anak yang setidaknya 3 dari hal-hal berikut muncul dalam 12
bulan terakhir, seperti: agresi terhadap orang dan hewan misalnya: (1) sering melakukan
bully, ancaman, mengintimidasi orang lain, (2) sering memulai petengkaran fisik, (3)
15

menggu-nakan senjata yang dapat menyebabkan bahaya fisik terhadap orang lain (misalnya
tongkat, botol pecah, pisau, pistol), (4) melakukan kekejaman fisik terhadap orang lain, (5)
melakukan kekejaman fisik terhadap hewan, (6) mencuri sambil mengkonfrontasi korban
(missalnya pencopetan, perampokan bersenjata), (7) memaksa seseorang untuk melakukan
aktivitas seksual, atau destruction of property (melakukan pengrusakan barang), misalnya: (8)
melakukan pembakaran secara sengaja dengan tujuan untuk menghasilkan kerusakan yang
serius, (9) melakukan pengrusakan barang atau benda secara sengaja. Atau deceitfulness or
theft (melakukan penipuan atau pencurian), misalnya: (10) masuk secara paksa ke dalam
rumah,bangunan atau mobil, (11) sering berbohong untuk memperoleh barang atau jasa atau
untuk menghindari kewajiban (misalnya mengutil namun tanpa merusak), (12) mencuri tanpa
konfrontasi. Atau serious violations of rules (melakukan pelanggaran aturan yang serius),
misalnya: (13) sering keluar rumah pada malam hari meskipun dilarang, yang dimulai pada
usia 13 tahun, (14) melarikan diri dari rumah pada malam ahri setidaknya 2 kali selama
tinggal di rumah orang tua atau orang tua asuh (atau satu kali tanpa kembali ke rumah untuk
jangka waktu lama), (15) sering bolos dari sekolah yang di mulai sebelum usia 13 tahun. Ada
tiga faktor penyebab gangguan tingkah laku pada anak yaitu :
1. Faktor biologis yaitu temperamen yang merupakan gaya karakteristik seseorang
dalam

melakukan

pendekatan

dan

bereaksi

terhadap

orang

dan

situasi

dilingkungannya
2. Faktor individual yaitu regulasi diri ( self regulation ) yang kurang terbentuk sejak
dini , regulasi emosi yang buruk sehingga anak tidak dapat mengembangkan strategi
coping ( strategi dalam mengatasi masalah ) yang

baik untuk mengatasi emosi

negatifnya, kurang berkembangnya pemahaman moral dan empati, kognisi sosial anak
yang berkembang dengan buruk.
3. Faktor keluarga yaitu perilaku antisosial orang tua mereka, strategi disiplin orang tua
yang tidak efektif dan tidak konsisten serta lemahnya pengawasan orang tua,
kurangnya komunikasi dan kasih sayang orang tua, attachment (kelekatan orang tua
dan anak), masalah dalam rumah tangga, psikopatologi yang dialami orang tua, pola
asuh yang tidak konsisten dan kurangnya pengawasan
Daftar Pustaka

16

Anda mungkin juga menyukai