Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori Lansia
2.1.1 Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b) Lanjut usia (elderly) antara 60 74 tahu
c) Lanjut usia tua (old) antara 75 90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
2.1.2 Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa
dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara
biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran
secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang
mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk,
gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional
meningkat dan kurang gairah.
Meskpun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi
tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat.
Sehat dalam hal ini diartikan:
a) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
b) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari hari,
c) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo,
1996)
Akibat

perkembangan

usia,

lanjut

usia

mengalami

perubahan-

perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terusmenerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang
berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh
Sunyoto (1994) menyebutkan masalah-masalah yang menyertai lansia yaitu:
a) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang
lain,
b) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam
pola hidupnya,
c) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah
meninggal atau pindah,

d) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang


bertambah banyak dan
e) Belajar memperlakukan anak anak yang telah tumbuh dewasa.
Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa
perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat
terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin
berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta
terhadap kegiatan-kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit.
Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu
menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut
diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk
meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan
bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya
terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya.
Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan,
hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman
pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan
yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan
dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri-ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994)
adalah:
a) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
b) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
c) Selalu mengingat kembali masa lalu
d) Selalu khawatir karena pengangguran,
e) Kurang ada motivasi,
f) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
g) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah:
minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas,
menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan
memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.
2.1.3 Teori Proses Menua
a) Teori teori biologi
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
2

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesiesspesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul-molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari
sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel sel tubuh lelah (rusak)
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori immunology slow virus (immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.
b) Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
c) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak
dapat regenerasi.
d) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
e) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
f) Teori kejiwaan social
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses
adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut
usia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar
tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia

2) Kepribadian berlanjut (continuity theory)


Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut
usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara

berangsur-angsur

mulai

melepaskan

diri

dari

kehidupan

sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia


menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi
kehilangan ganda (triple loss), yakni :
a. Kehilangan peran
b. Hambatan kontak sosial
c. Berkurangnya kontak komitmen
2.1.4 Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan

dengan

pencapaian

kesejahteraan lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)


a. Permasalahan umum
1) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
4) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
5) Belum membudaya

dan

melembaganya

kegiatan

pembinaan

kesejahteraan lansia.
b. Permasalahan khusus :
1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
2)
3)
4)
5)

fisik, mental maupun sosial.


Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
Rendahnya produktifitas kerja lansia.
Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan

masyarakat individualistik.
6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
2.1.5

mengganggu kesehatan fisik lansia


Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
a. Hereditas atau ketuaan genetik
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
4

2.1.6

e. Lingkungan
f. Stres
Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
a. Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim
organ

tubuh,

penglihatan,

diantaranya
kardiovaskuler,

sistim

pernafasan,

sistem

pendengaran,

pengaturan

tubuh,

muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin dan


integumen.
b. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep dir.
c. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin

terintegrasi

dalam

kehidupannya (Maslow, 1970)


Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
2.1.7

Zentner, 1970)
Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut the National Old Peoples Welfare Council , dikemukakan 12

macam penyakit lansia, yaitu :Depresi mental


a. Gangguan pendengaran
b. Bronkhitis kronis
c. Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
d. Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia
e. Demensia
2.2 Konsep Teori Hipertensi Pada Lansia
2.2.1 Pengertian Hipertensi Pada Lansia
Pengertian Hipertensi pada lansia di definisikan dengan tekanan sistolik
diatas 160 mmHg atau tekanan diastolik diatas 90 mmHg (Fatimah, 2010).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. (Smeltzer, 2001)
2.2.2 Klasifikasi Tekanan Darah
Sejak lebih dari tiga dasawarsa, NHLBI (National Heart, Lung, And Blood
Institute) telah bekerja sama dengan NHBPEP (National High Blood Pressure)
dalam menyusun suatu guideline penanganan hipertensi secara global yang
termaktub dalam JNC (Joint National Commitee on the prevention, detection,
evaluation and treatment of high blood pressure). Sejak tahun 2003`, telah
dipublikasikan JNC 7 yang merevisi JNC 6 (1997) dengan konten yang lebih
sempurna, ringkas dan jelas. Selain itu, juga didukung oleh data-data terbaru (19972003) yang diambil dari hasil percobaan klinik serta observasi.

Faktor resiko Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga,


genetik (factor resiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok,
konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi
minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres, penggunaan
estrogen.
2.2.3 Pendekatan Konsep Hidup Sehat
Konsep hidup sehat Hendri L. Blum sampai saat ini masih relevan untuk
diterapkan. Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik
melainkan juga spiritual dan sosial dalam bermasyarakat. Untuk menciptakan
kondisi sehat seperti ini diperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan
tubuh. Hendri L. Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan faktor
determinan timbulnya masalah kesehatan.

Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor perilaku/gaya hidup (life style),
faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan
(jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor
tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat
kesehatan masyarakat. Diantara faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan
faktor determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul dengan
faktor lingkungan. Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih dominan
dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga
sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.
Di zaman yang semakin maju seperti sekarang ini maka cara pandang kita
terhadap

kesehatan

juga

mengalami

perubahan.

Apabila

dahulu

kita

mempergunakan paradigma sakit yakni kesehatan hanya dipandang sebagai upaya


menyembuhkan orang yang sakit dimana terjalin hubungan dokter dengan pasien
(dokter dan pasien). Namun sekarang konsep yang dipakai adalah paradigma sehat,
dimana upaya kesehatan dipandang sebagai suatu tindakan untuk menjaga dan
meningkatkan

derajat

kesehatan

individu

ataupun

masyarakat

(SKM

dan

masyarakat).
Dengan demikian konsep paradigma sehat Hendri L. Blum memandang
pola hidup sehat seseorang secara holistik dan komprehensif. Masyarakat yang
sehat tidak dilihat dari sudut pandang tindakan penyembuhan penyakit melainkan
upaya yang berkesinambungan dalam menjaga dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Peranan Sarjana Kesehatan Masyarakat dalam hal ini
memegang kendali dominan dibandingkan peranan dokter. Sebab hubungan dokter
dengan pasien hanya sebatas individu dengan individu tidak secara langsung
menyentuh masyarakat luas. Ditambah lagi kompetensi dalam memanagement
program lebih dikuasai lulusan SKM sehingga dalam perkembangannya SKM
menjadi ujung tombak program kesehatan di negara-negara maju.
Untuk negara berkembang seperti Indonesia justru, paradigma sakit yang
digunakan. Dimana kebijakan pemerintah berorientasi pada penyembuhan pasien
sehingga terlihat jelas peranan dokter, perawat dan bidan sebagai tenaga medis dan
paramedis mendominasi. Padahal upaya semacam itu sudah lama ditinggalkan
karena secara financial justru merugikan Negara. Anggaran APBN untuk pendanaan
kesehatan diIndonesiasemakin tinggi dan sebagian besar digunakan untuk upaya
pengobatan seperti pembelian obat, sarana kesehatan dan pembangunan gedung.
7

Seharusnya untuk meningkatan derajat kesehatan kita harus menaruh perhatian


besar pada akar masalahnya dan selanjutnya melakukan upaya pencegahannya.
Untuk itulah maka upaya kesehatan harus fokus pada upaya preventif (pencegahan)
bukannya curative (pengobatan).
Namun yang terjadi anggaran untuk meningkatkan derajat kesehatan
melalui program promosi dan preventif dikurangi secara signifikan. Akibat yang
ditimbulkan adalah banyaknya masyarakat yang kekurangan gizi, biaya obat untuk
puskesmas meningkat, pencemaran lingkungan tidak terkendali dan korupsi
penggunaan askeskin. Dampak sampingan yang terjadi tersebut dapat timbul karena
kebijakan kita yang keliru.
2.2.4 Konsep Blum
Semua Negara di dunia menggunakan konsep Blum dalam menjaga
kesehatan warga negaranya. Untuk Negara maju saat ini sudah fokus pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sehingga asupan makanan anak-anak
mereka begitu dijaga dari segi gizi sehingga akan melahirkan keturunan yang
berbobot. Kondisi yang berseberangan dialamiIndonesiasebagai Negara agraris,
segala regulasi pemerintah tentang kesehatan malah fokus pada penanggulangan
kekurangan gizi masyarakatnya. Bahkan dilematisnya banyak masyarakatkotayang
mengalami

kekurangan

wilayahIndonesiapotensial

gizi.

Padahal

sebagai

lahan

dari

hasil

pangan

penelitian
dan

membuktikan

perternakan

karena

wilayahnya yang luas dengan topografi yang mendukung.Adaapa dengan


pemerintah?. Satu jawaban yang pasti seringkali dalam analisis kesehatan
pemerintah kurang mempertimbangkan pendapat ahli kesehatan masyarakat (public
health) sehingga kebijakan yang dibuat cuma dari sudut pandang kejadian sehatsakit.
Dalam konsep Blum ada 4 faktor determinan yang dikaji, masing-masing
faktor saling keterkaitan berikut penjelasannya :
a. Perilaku Masyarakat
Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang
peranan penting untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Hal ini dikarenakan
budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri
masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Diperlukan suatu program untuk
menggerakan masyarakat menuju satu misi Indonesia Sehat 2010. Sebagai
tenaga motorik tersebut adalah orang yang memiliki kompetensi dalam
menggerakan masyarakat dan paham akan nilai kesehatan masyarakat.
8

Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan


budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat.
Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga harus dibarengi
dengan pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat. Sebab,
apabila upaya dengan menjatuhkan sanksi hanya bersifat jangka pendek.
Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta dalam
menyukseskan program-program kesehatan.
b. Lingkungan
Berbicara mengenai lingkungan sering kali kita meninjau dari kondisi fisik.
Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber
berkembangnya penyakit. Hal ini jelas membahayakan kesehatan masyarakat
kita. Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik,
polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga
lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran
semua pihak.
Puskesmas sendiri memiliki program kesehatan lingkungan dimana
berperan besar dalam mengukur, mengawasi, dan menjaga kesehatan
lingkungan masyarakat. namun dilematisnya di puskesmas jumlah tenaga
kesehatan lingkungan sangat terbatas padahal banyak penyakit yang berasal
dari lingkungan kita seperti diare, demam berdarah, malaria, TBC, cacar dan
sebagainya.
Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan.
Sebagai mahluk sosial kita membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi
individu satu dengan yang lainnya harus terjalin dengan baik. Kondisi
lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah kejiwaan.
c. Pelayanan Kesehatan
Kondisi pelayanan

kesehatan

juga

menunjang

derajat

kesehatan

masyarakat. Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan.


Masyarakat membutuhkan posyandu, puskesmas, rumah sakit dan pelayanan
kesehatan lainnya untuk membantu dalam mendapatkan pengobatan dan
perawatan kesehatan. Terutama untuk pelayanan kesehatan dasar yang
memang banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya
manusia di bidang kesehatan juga mesti ditingkatkan.
9

Puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan


masyarakat sangat besar perananya. sebab di puskesmaslah akan ditangani
masyarakat yang membutuhkan edukasi dan perawatan primer. Peranan
Sarjana Kesehatan Masyarakat sebagai manager yang memiliki kompetensi di
bidang manajemen kesehatan dibutuhkan dalam menyusun program-program
kesehatan. Utamanya program-program pencegahan penyakit yang bersifat
preventif sehingga masyarakat tidaka banyak yang jatuh sakit.
Banyak kejadian kematian yang seharusnya dapat dicegah seperti diare,
demam berdarah, malaria, dan penyakit degeneratif yang berkembang saat ini
seperti jantung karoner, stroke, diabetes militus dan lainnya. penyakit itu dapat
dengan mudah dicegah asalkan masyarakat paham dan melakukan nasehat
dalam menjaga kondisi lingkungan dan kesehatannya.
d. Genetik
Seperti apa keturunan generasi muda yang diinginkan ???. Pertanyaan itu
menjadi kunci dalam mengetahui harapan yang akan datang. Nasib suatu
bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Oleh sebab itu kita harus
terus meningkatkan kualitas generasi muda kita agar mereka mampu
berkompetisi dan memiliki kreatifitas tinggi dalam membangun bangsanya.
Dalam hal ini kita harus memperhatikan status gizi balita sebab pada
masa inilah perkembangan otak anak yang menjadi asset kita dimasa
mendatang. Namun masih banyak saja anakIndonesiayang status gizinya
kurang bahkan buruk. Padahal potensi alamIndonesiacukup mendukung. oleh
sebab itulah program penanggulangan kekurangan gizi dan peningkatan status
gizi masyarakat masih tetap diperlukan. Utamanya program Posyandu yang
biasanya dilaksanakan di tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program ini maka
akan terdeteksi secara dini status gizi masyarakat dan cepat dapat tertangani.
Program pemberian makanan tambahan di posyandu masih perlu terus
dijalankan,

terutamanya

daeraha

yang

miskin

dan

tingkat

pendidikan

masyarakatnya rendah. Pengukuran berat badan balita sesuai dengan kms


harus rutin dilakukan. Hal ini untuk mendeteksi secara dini status gizi balita.
Bukan saja pada gizi kurang kondisi obesitas juga perlu dihindari. Bagaimana
kualitas generasi mendatang sangat menentukan kualitas bangas Indonesia
mendatang.

10

2.3 Penatalaksanaan
Pengetahuan tentang perjalanan penyakit dan faktor-faktor

yang

mempengaruhi berguna untuk menemukan strategi pencegahan penyakit yang


efektif. Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah,
menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecacatan, dengan
menerapkan sebuah atau sejumlah intervensi yang telah dibuktikan efektif. (Endang
Triyanto,2014) antara lain;
2.3.1 Tingkatan Pencegahan Penyakit
Konsep tingkat pencegahan penyakit ialah mengambil tindakan terlebih
dahulu sebelum kejadian dengan menggunakan langkahlangkah yang didasarkan
pada

data/

keterangan

bersumber

hasil

analisis/

pengamatan/

penelitian

epidemiologi. Beberapa tingkatan yang dimaksud adalah :


a. Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) / Pencegahan Primer
Pencegahan primer seperti promosi kesehatan dan pencegahan khusus.
Sasarannya

ialah

faktor

penyebab,

lingkungan

dan

pejamu.

Langkah

pencegahaan di faktor penyebab misalnya, menurunkan pengaruh serendah


mungkin (desinfeksi, pasteurisasi, strerilisasi, penyemprotan insektisida) agar
memutus rantai penularan. Langkah pencegahan di faktor lingkungan misalnya,
perbaikan lingkungan fisik agar air, sanitasi lingkungan dan perumahan menjadi
bersih. Langkah pencegahan di faktor pejamu, misalnya perbaikan status gizi,
status kesehatan, pemberian imunisasi.
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah terjadinya suatu penyakit atau
cedera selama masa prapatogenesis (sebelum proses suatu penyakit dimulai).
Contoh pencegahan primer antara lain, progam pendidikan kesehatan dan
promosi kesehatan, proyek rumah aman dan pengembangan personalitas dan
pembentukan karakter.
Sayangnya penyakit atau cedera tidak dapat selalu dicegah. Penyakit kronis
khususnya, terkadang menyebabkan disabilitas (ketidakmampuan) yang cukup
parah sebelum akhirnya terdeteksi dan akhirnya diobati. Dalam hal ini,
intervensi segera mencegah kematian atau membatasi disabilitas.
b. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) / Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder seperti diagnosis dini serta pengobatan tepat.
Sasarannya ialah pada penderita / seseorang yang dianggap menderita
(suspect) dan terancam menderita. Tujuannya adalah untuk diagnosis dini dan

11

pengobatan tepat (mencegah meluasnya penyakit/ timbulnya wabah dan proses


penyakit lebih lanjut/ efek samping dan komplikasi). Beberapa usaha
pencegahannya ialah seperti pencarian penderita, pemberian chemoprophylaxis
(Prepatogenesis / patogenesis penyakit tertentu).
Tindakan pencegahan sekunder yang paling penting adalah skrining
kesehatan. Tujuannya bukan untuk mencegah terjadinya penyakit tetapi lebih
untuk mendeteksi keberadaanya selama masa pathogenesis awal, sehingga
intervensi (pengobatan) dini dan pembatasan disabilitas sudah dapat dilakukan.
Tujuan skrining kesehatan juga bukan untuk mendiagnosis penyakit, tujuannya
adalah memilah secara ekonomi dan efisien mereka yang kemungkinan sehat
dari mereka yang kemungkinan positif terjangkit penyakit.
c. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) / Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier seperti pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi.
Sasarannya adalah penderita penyakit tertentu. Tujuannya ialah mencegah
jangan sampai mengalami cacat dan bertambah parahnya penyakit juga
kematian dan rehabilitasi (pengembalian kondisi fisik/ medis, mental/ psikologis
dan sosial, serta melatih kembali, mendidik kembali, dan merehabilitasi pasien
yang mengalami disabilitas permanen. Tindakan pencegahan tersier mencakup
tindakan yang diterapkan setelah berlangsungnya masa patogenesis. Terapi
untuk pasien jantung merupakan contoh pencegahan tersier.
2.4 Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia
Kegiatan asuhan keperawatan dasar bagi lansia menurut Depkes RI,
dimaksudkan

untuk

memberikan

bantuan,

bimbingan

pengawasan,

perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun


kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun
Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang
masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan
tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung
pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau
panti.
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada
kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:
a) Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa
dukungan tentang personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau

12

pembersihan gigi palsu: kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan,


kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan
ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan
mudah dicerna, dan kesegaran jasmani.
b) Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain.
Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
lanjut usia pasif pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan
bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas. Khususnya bagi yang
lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet).

13

2.5 Gambaran Masyarakat di RW XV

Kelurahan Tulusrejo mempunyai batas-batas geografis sebagai berikut:


a. Sebelah Utara : bersebelahan dengan RW 7
b. Sebelah Timur : Berdekatan dengan Jl. Soka
c. Sebelah Selatan : Berdekatan dengan Jl. Dilem
d. Sebelah Barat
: Berdekatan dengan Jalan Besar Kaliurang
Puskesmas Kendalsari terletak di Jl. Cengger Ayam I No. 8 Malang
Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang dengan luas wilayah kerja 1.005,79 ha. Di
RW XV terdapat 6 RT yaitu RT 01, 02, 03, 04, 05 dan RT 06 yang terdiri dari 6
kader lansia. Mayoritas lansia bekerja, dan diantaranya ada yang membuka
usaha sendiri (wiraswasta), dan bekerja sebagai buruh dan pedangang
asongan. Jalan desa berupa jalan paving, kondisi jalan ada yang datar dan ada
yang menanjak sekitar 450. Polusi minimal, tidak banyak kendaraan yang berlalu
lalang.

14

2.6 Posyandu Lansia


2.5.1 Pengertian Posyandu Lansia
Posyandu Lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia
lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh
masyarakat dimana mereka dapat memperoleh pelayanan kesehatan. Posyandu
Lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi Lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas
dengan melibatkan peran serta para Lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan
organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.
Posyandu Lansia / kelompok usia lanjut adalah merupakan suatu bentuk
pelayanan kesehatan bersumber daya masyarakat atau /UKBM yang dibentuk oleh
masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan itu sendiri khususnya pada
penduduk usia lanjut. Pengertian usia lanjut adalah mereka yang telah berusia 60
tahun keatas.
2.5.2 Tujuan Posyandu Lansia
Tujuan pembentukan posyandu Lansia secara garis besar antara lain :
a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan Lansia di masyarakat,
sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan Lansia
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat
dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan
2.5.3

2.5.4

komunikasi antara masyarakat usia lanjut.


Sasaran Posyandu Lansia
a. Sasaran langsung
1) Kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun).
2) Kelompok usia lanjut (60 tahun keatas).
3) Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas).
b. Sasaran tidak langsung
1) Keluarga dimana usia lanjut berada.
2) Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut.
3) Masyarakat luas.

Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia


Pelayanan yang diselenggarakan

dalam posyandu Lansia

tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di


suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang

15

menyelenggarakan posyandu Lansia sistem 3 meja, ada juga hanya


menggunakan sistem pelayanan 5 meja, dengan kegiatan sebagai
berikut :
a.
b.
c.
d.

Meja I : untuk pendaftaran Lansia


Meja II : untuk penimbangan berat badan dan tinggi badan lansia.
Meja III : untuk pengukuran tekanan darah
Meja IV : untuk melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan,

indeks massa tubuh (IMT).


e. Meja V : untuk pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana
dan rujukan kasus, kegiatan penyuluhan atau konseling. Disini juga
2.5.5

dapat dilakukan pelayanan pokok gizi.


Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia
Beberapa kendala yang dihadapi Lansia dalam mengikuti kegiatan

posyandu antara lain :


a. Pengetahuan Lansia yang rendah tentang manfaat posyandu.
Pengetahuan Lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari
pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri
kegiatan

posyandu,

Lansia

akan

mendapatkan

penyuluhan

tentang

bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah


kesehatan

yang

melekat

pada

mereka.

Dengan

pengalaman

ini,

pengetahuan Lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan


sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu
mengikuti kegiatan posyandu Lansia
b. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau
Jarak posyandu yang dekat akan membuat Lansia mudah menjangkau
posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena
penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam
menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau
keselamatan bagi Lansia. Jika Lansia merasa aman atau merasa mudah
untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau
masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat mendorong minat atau
motivasi Lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian,
keamanan ini merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk
menghadiri posyandu Lansia.
c. Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau
kesediaan Lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu Lansia.

16

Keluarga dapat menjadi motivator kuat bagi Lansia apabila selalu


menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar Lansia ke posyandu,
mengingatkan Lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu
mengatasi segala permasalahan bersama Lansia.
d. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu.
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar
atas kesiapan atau kesediaan Lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu.
Dengan sikap yang baik tersebut, Lansia cenderung untuk selalu hadir atau
mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu Lansia. Hal ini dapat
dipahami karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk
bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan
potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu
dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons.
2.5.6

Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia


Pelayanan kesehatan di Posyandu lanjut usia meliputi pemeriksaan

kesehatan fisik dan mental emosional yang dicatat dan dipantau dengan Kartu
Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi
dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi.
2.5.7 Jenis Pelayanan Kesehatan
Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di Posyandu
Lansia seperti tercantum dalam situs Pemerintah Kota Jogjakarta adalah sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam
kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun
tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental
emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit.
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta
penghitungan denyut nadi selama satu menit.
e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat.
f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya
penyakit gula (diabetes mellitus).
g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi
awal adanya penyakit ginjal.

17

h. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau


i.

ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7.


Penyuluhan Kesehatan.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat

seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek


kesehatan dan gizi lanjut usia dan kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia,
gerak jalan santai untuk meningkatkan kebugaran.
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia, dibutuhkan
sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung, ruangan atau
tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan
dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan
laboratorium sederhana, thermometer, dan Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia.

18

Anda mungkin juga menyukai