Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan pasca persalinan merupakan salah penyebab kematian maternal


terbanyak di dunia. Perdarahan pasca persalinan didefinisikan sebagai kehilangan darah
lebih dari 500 mL setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan
abdominal. WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh
perdarahan post partum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap tahunnya
diakibatkan oleh pendarahan pasca persalinan.
Di negara industri, perdarahan post partum masuk dalam tiga besar penyebab
kematian maternal. Data statistik nasional Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan post partum. Di beberapa negara berkembang
angka kematian maternal akibat perdarahan pasca persalinan melebihi 1000 wanita tiap
100.000 kelahiran hidup.
Perdarahan postpartum masih menjadi penyebab tertinggi kematian ibu, dengan
angka kematian ibu (AKI) sebesar 118 per 100.000 kelahiran hidup di Indonesia. Mochtar,
R. dkk. melaporkan bahwa angka kejadian perdarahan pasca persalinan di R.S. Pirngadi
Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan.
Memberikan penanganan awal yang tepat merupakan salah satu kunci utama
menekan angka kematian maternal akibat perdarahan pasca persalinan dan ini merupakan
kompetensi seorang dokter umum. Untuk itu dibutuhkan, pemahaman secara mendalam
mengenai perdarahan pasca persalinan, penyebabnya, gejala, serta penangan awal dari
perdarahan pasca persalinan. Dengan memahami hal tersebut, pemberian penatalaksanaan
awal dan penataaksanaan khusus sesuai penyebabnya dapat tercapai sehingga kematian
maternal akibat perdarahan pasca persalinan dapat dihindari.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan 500 ml setelah bayi lahir atau
yang berpotensi mempengaruhi hemodinamik ibu.
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, perdarahan pasca persalinan dibagi menjadi dua
yakni
1. Perdarahan pascapersalinan primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang
terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir.
2. Perdarahan pasca persalinan sekunder yaitu perdarahan pasca persalinan yang
terjadi setelah 24 jam pertama setelah bayi lahir.
2.3 Insidensi
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan
adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju
maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut:
- Atonia uteri 50 60 %
- Sisa plasenta 23 24 %
- Retensio plasenta 16 17 %
- Laserasi jalan lahir 4 5 %
- Kelainan darah 0,5 0,8 %
2.4 Etiologi dan faktor predisposisi
Berdasarkan etiologinya, perdarahan pasca persalinan dapat disebabkan oleh halhal berikut
1. Atonia uteri
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek.
Pada atonia uteri, penyebabnya antara lain uterus overdistensi (makrosomia,
kehamilan kembar, hidramnion atau bekuan darah), induksi persalinan,
penggunaan agen anestetik (agen halogen atau anastesia dengan hipotensi),
2

persalinan lama, korioamnionitis, persalinan terlalu cepat dan riwayat atonia


uteri sebelumnya
2. Retensio palsenta
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Plasenta sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara
plasenta dan uterus.
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain
Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai

sebagian lapisan miometrium sampai ke serosa


Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

mencapai/melewati lapisan miometrium


Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding

uterus
Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri

3. Robekan jalan lahir


Robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongsn
persalinan yang semakin manipulatiif dan traumatik akan memudahkan
robekan jalan lair dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat
pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat
- Episiotomi
- Trauma forceps
- Vakum ekstraksi
- Versi ekstraksi
4. Inversio uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun
dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai
komplit.
Adapun faktor yang memungkinkan terjadinya inversio uteri ialah
o atonia uteri
o serviks yang masih terbuka lebar
o adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah
o adanya tekanan pada fundus uteri dari atas
o tekanan intrabdominal yang keras dan tiba-tiba
5. Gangguan pembekuan darah
3

Gangguan pembekuan darah dicurigai sebagai kausal perdarahan pasca


persalinan apabila penyebab lain dapat disingkirkan dan disertai ada riwayat
pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Faktor
predisposisi

terjadinya

perdarahan

pasca

persalinan

akibat

gangguan

pembekuan darah ialah solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan,


eklampsia, emboli cairan ketuban dan sepsis.
2.5 Gambaran Klinik
Berikut ini gejala perdarahan pasca persalinan berdasarkan penyebabnya
Tabel 1. Tanda dan Gejala Perdarahan Pasca Persalinan
No.
1

Penyebab
Atonia uteri

2.

Retensio plasenta

3.

Sisa plasenta

Gejala dan tanda


Perdarahan segera setelah anak lahira
Uterus tidak berkontraksi atau
lembek
Plasenta belum dilahirkan dalam 30
menit setelah kelahiran bayi
Plasenta atau sebagian selaput
(mengandung pembuluh
darah) tidak lengkap
Perdarahan dapat muncul 6-10 hari

4.

Robekan jalan lahir

6.

Ruptur uteri

7.

Inversio uteri

8.

Gangguan pembekuan darah

pascasalin disertai subinvolusi uterus


Perdarahan segera
Darah segar yang mengalir segera
setelah bayi lahir
Perdarahan segeraa (perdarahan
intraabdominal dan/
atau pervaginam)
Nyeri perut yang hebat
Kontraksi yang hilang
Fundus uteri tidak teraba pada
palpasi abdomen
Lumen vagina terisi massa
Nyeri ringan atau beratb
Perdarahan tidak berhenti, encer,
tidak terlihat darah gumpalan darah
Kegagalan terbentuknya gumpalan
pada uji pembekuan darah sederhana
Terdapat faktor predisposisi:
- Solusio plasenta
- Kematian janin dalam uterus
4

Eklampsia
Emboli air ketuban

2.6 Tatalaksana
2.6.1 Tatalaksana umum
Panggil bantuan tim untuk tatalaksana secara simultan.
Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok.
Berikan oksigen.
Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18)dan
mulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat atau
Ringer Asetat) sesuai dengan kondisi ibu.

Tabel

2.

Perkiraan

Jumlah

Cairan

Infus

Yang

Dibutuhkan

BerdasarkanPerkiraan Jumlah darah Yang Hilang

Pada saat memasang infus, lakukan juga pengambilan sampel darah


untuk pemeriksaan.
Jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan lakukan
pemeriksaan:
Kadar hemoglobin (pemeriksaan hematologi rutin)
Penggolongan ABO dan tipe Rh serta sampel untuk
pencocokan silang
5

Profil Hemostasis
Waktu perdarahan (Bleeding Time/BT)
Waktu pembekuan (Clotting Time/CT)
Prothrombin time (PT)
Activated partial thromboplastin time (APTT)
Hitung trombosit
Fibrinogen

Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu.


Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka,
dan tinggi fundus uteri.
Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan
laserasi (jika ada, misal: robekan serviks atau robekan vagina).
Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.

Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan


dengan jumlah cairan yang masuk. (CATATAN: produksi urin
normal 0.5-1 ml/ kgBB/jam atau sekitar 30 ml/jam)
Siapkan transfusi darah jika kadar Hb < 8 g/dL atau secara klinis
ditemukan keadaan anemia berat
1 unit whole blood (WB) atau packed red cells (PRC) dapat
menaikkan hemoglobin 1 g/dl atau hematokrit sebesar 3%
pada dewasa normal.
Mulai lakukan transfusi darah, setelah informed consentditandatangani
untuk persetujuan transfusi
Tentukan penyebab dari perdarahannya dan lakukan tatalaksana spesifik
sesuai penyebab
2.6.2

Tatalaksana spesifik
Atonia uteri
a. Lakukan pemijatan uterus.
b. Pastikan plasenta lahir lengkap.
c. Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% /Ringer
Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus
oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
d. Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti, berikan
ergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat), dapat diikuti pemberian 0,2 mg
IM setelah 15 menit, dan pemberian 0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam
e.

bila diperlukan. JANGAN BERIKAN LEBIH DARI 5 DOSIS (1 mg)


Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus

selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit).


f. Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual internal
selama 5 menit.
g. Siapkan tindakan operatif atau rujuk ke fasilitas yang lebih memadai
sebagai antisipasi bila perdarahan tidak berhenti.
h. Di rumah sakit rujukan, lakukan tindakan operatif bila kontraksi uterus
tidak membaik, dimulai dari yang konservatif.
i. Pilihan-pilihan tindakan operatif yang dapat dilakukan antara lain
prosedur jahitan B-lynch, embolisasi arteri uterina, ligasi arteri uterina
dan arteri ovarika atau prosedur histerektomi subtotal
Berikut ini algoritma tatalaksana atonia uteri

Trauma jalan lahir


1. Ruptura Perineum dan Robekan Dinding Vagina
a. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber perdarahan.
b. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptik.
c. Hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap.
d. Lakukan penjahitan.
e. Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV
(bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien.
2. Robekan Serviks
a. Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari
porsio.
b. Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan.
c. Jahitan dilakukan secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan
d. kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
8

e. Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV


(bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien.
Berikut ini algoritma penilaian klnik trauma jalan lahir

Retensio Plasenta
a. Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer
b. Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menitdan 10 unit IM. Lanjutkan infus
oksitosin 20 UNIT dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% /Ringer Laktat
c.
d.
e.
f.

dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti


Lakukan tarikan tali pusat terkendali
Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual
secara hati-hati
Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan
metronidazol 500 mg IV).
Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi
komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.

Sisa Plasenta
a. Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer
b. Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menitdan 10 unitIM. Lanjutkan infus
oksitosin 20 unitdalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
c. Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan
darah dan jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen,
lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum manual atau
dilatasi dan kuretase
9

d. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2 g IV dan


metronidazole 500 mg).
e. Jika perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atonia uteri
Inversio uteri
a. Segera reposisi uterus
b. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi jika inversio telah terjadi
cukup lama, bersiaplah untuk merujuk ibu.
c. Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kgBB (jangan melebihi
100 mg) IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1 mg/kgBB
IM.
d. Jika usaha reposisi tidak berhasil, lakukan laparotomi.
e. Jika laparotomi tidak berhasil, lakukan histerektomi.
Gangguan Pembekuan Darah
a.
Pada banyak kasus kehilangan darah yang akut, koagulopati dapat
b.
c.
d.

dicegah jika volume darah dipulihkan segera.


Tangani kemungkinan penyebab (solusio plasenta, eklampsia).
Berikan darah lengkap segar, jika tersedia, untuk menggantikan
fakto rpembekuan dan sel darah merah.
Jika darah lengkap segar tidak tersedia, pilih salah satu di bawah ini:
Plasma beku segar untuk menggantikan faktor pembekuan (15
ml/kg berat badan) jika APTT dan PT melebihi 1,5 kali kontrol pada
perdarahan lanjut atau pada keadaan perdarahan berat walaupun
hasil dari pembekuan belum ada.
Sel darah merah (packed red cells) untuk penggantian sel darah
merah.
Kriopresipitat untuk menggantikan fibrinogen.
Konsentrasi trombosit (perdarahan berlanjut dan trombosit <
20.000).
Apabila kesulitan mendapatkan darah yang sesuai, berikan darah
golongan O untuk penyelamatan jiwa.

Ruptur Uteri
Jika uterus dapat diperbaiki dengan risiko operasi lebih rendah
daripada histerektomi dan tepi robekan uterus tidak nekrotik,
lakukan reparasi uterus (histerorafi). Tindakan ini membutuhkan
waktu yang lebih singkat dan menyebabkan kehilangan darah yang
lebih sedikit dibandingkan histerektomi.

10

Jika uterus tidak dapat diperbaiki, lakukan histerektomi subtotal.


Jika robekan memanjang hingga serviks dan vagina, histerektomi
total mungkin diperlukan.

11

Anda mungkin juga menyukai