Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan,
maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa
kehamilan, persalinan, dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan
serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita hamil dan nifas yang
mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya, untuk
selanjutnya dapat diberi pertolongan dengan tepat. Salah satu permasalahan yang
sering terjadi pada ibu hamil adalah keguguran atau abortus.
Masalah abortus berkaitan dengan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI)
melahirkan. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta abortus
dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian 1,3 juta dilakukan di
Vietnam dan Singapura, antara 750 ribu sampai 1,5 juta di Indonesia, antara 155 ribu
sampai 750 ribu di Filipina dan antara 300 ribu sampai 900 ribu di Thailand.
Penelitian menurut Matluntt Slager dan Eistman menunjukkan bahwa antara 20
40% ibu hamil mengalami pendarahan pada awal kehamilannya. Dan setengah dari
ibu hamil yang mengalami pendarahan mengalami abortus, antara 10-20% kehamilan
berakhir dengan abortus, dan kebanyakan abortus terjadi pada masa 8- 12 minggu
pertama usia kehamilan hampir 80%.
Penelitian Rusni (2008) mengenai karakteristik ibu hamil dengan abortus yang
dilakukan terhadap 72 orang responden di Rumah Sakit Umum Daerah Kalianda
Lampung Selatan terungkap bahwa sebagian besar usia responden adalah 20-35 tahun
yaitu 47 orang (65,3%), berdasarkan paritas yaitu multigravida 32 orang (44,4%),
berdasarkan usia kehamilan yaitu usia kehamilan Trimester I berjumlah 52 orang
(72,2%), berdasarkan pekerjaan yaitu IRT berjumlah 35 orang (48,6%) dan
berdasarkan pendidikan sebagian besar adalah SD yang berjumlah 38 orang (52,8%).
Perincian kasus abortus berdasarkan gambaran klinik data rekam medis Rumah
Sakit dr. Slamet Garut adalah abortus inkompletus sebanyak 432 (65,85%) kasus,
missed abortus sebanyak 76 (11,58%) kasus, abortus immines sebanyak 22 (3,35%)
kasus, spontan (abortus kompletus) sebanyak 26 (3,95%) kasus, abortus insipiens
sebanyak 5 (0,76%) kasus, abortus habitualis 1 (0.15%) kasus, abortus infeksiosus 2
(0,30%) kasus.
1

2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui caranya menegakkan
diagnosis dan sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian Obgyn di RST Tk II dr.
Soedjono.
3. Manfaat
Manfaat penulisan laporan ini adalah dapat membantu proses pembelajaran
dalam menegakkan diagnosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.
2. Etiologi
a) Kelainan telur
Kelainan telur menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedinikian rupa
hingga janin tidak mungkin hidup terus, misalnya karena faktor endogen
seperti kelainan chromosom (trisomi dan polyploidi).
b) Penyakit ibu
Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus, yaitu:
a. Infeksi akut yang berat: pneumonia, thypus dapat mneyebabkan
abortus dan partus prematurus.
b. Kelainan endokrin, misalnya kekurangan progesteron atau disfungsi
kelenjar gondok.
c. Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan langsung pada ibu.
d. Gizi ibu yang kurang baik.
e. Kelainan alat kandungan:
Hypoplasia uteri.
Tumor uterus
Cerviks yang pendek
Retroflexio uteri incarcerata
Kelainan endometrium
Faktor psikologis ibu.
c) Faktor suami
Terdapat kelainan bentuk anomali kromosom pada kedua orang tua serta
faktor imunologik yang dapat memungkinkan hospes (ibu) mempertahankan
produk asing secara antigenetik (janin) tanpa terjadi penolakan.
d) Faktor lingkungan
Paparan dari lingkungan seperti kebiasaan merokok, minum minuman
beralkohol serta paparan faktor eksogen seperti virus, radiasi, zat kimia,
memperbesar peluang terjadinya abortus.
3. Epidemiologi

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta abortus


dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian :
1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura
antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia
antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina
antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand
Survei yang dilakukan di beberapa klinik di Jakarta, Medan, Surabaya dan
Denpasar menunjukkan bahwa abortus dilakukan 89% pada wanita yang sudah
menikah, 11% pada wanita yang belum menikah dengan perincian: 45% akan
menikah kemudian, 55% belum ada rencana menikah. Sedangkan golongan umur
mereka yang melakukan abortus: 34% berusia antara 30-46 tahun, 51% berusia antara
20-29 tahun dan sisanya 15% berusia di bawah 20 tahun.
4. Klasifikasi
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu :
1. Abortus Spontan adalah abortus yang berlangsung tanpa tindakan. Dapat dibagi
sebagai berikut :
a. Abortus Imminens (keguguran mengancam) adalah abortus ini baru
mengancam dan ada harapan untuk mempertahankan. Tanda dan Gejala :
Perdarahan per-vaginam sebelum minggu ke 20.
Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah

menyertai perdarahan.
Nyeri terasa memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali.
Tidak ditemukan kelainan pada serviks.
Serviks tertutup.

Gambar 1. Abortus Imminens


b. Abortus Insipiens (keguguran berlangsung) adalah abortus sudah
berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi. Tanda dan Gejala :
Perdarahan per vaginam masif, kadang kadang keluar gumpalan

darah.
Nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim

kuat.
Serviks sering melebar sebagian akibat kontraksi.

Gambar 2. Abortus Insipiens


c. Abortus Kompletus (keguguran lengkap) adalah Seluruh buah kehamilan
telah dilahirkan lengkap. Kontraksi rahim dan perdarahan mereda setelah
hasil konsepsi keluar. Tanda dan Gejala :
Serviks menutup.
Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea.
Gejala kehamilan tidak ada.
Uji kehamilan negatif.

Gambar 3. Abortus Kompletus


d. Abortus Inkompletus (keguguran tidak lengkap) adalah sebagian dari buah
kehamilan telah dilahirkan tetapi sebagian (biasanya jaringan plasenta)
masih tertinggal di rahim. Tanda dan Gejala :
Perdarahan per vaginam berlangsung terus walaupun jaringan telah

keluar.
Nyeri perut bawah mirip kejang.
Dilatasi serviks akibat masih adanya hasil konsepsi di dalam uterus

yang dianggap sebagai corpus allienum.


Keluarnya hasil konsepsi (seperti potongan kulit dan hati).
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan
umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk
kemudian disiapkan tindakan kuretase.

Gambar 4. Abortus Inkompletus


e. Missed Abortion (keguguran tertunda) adalah abortus yang ditandai
dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum
kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam
kandungan. Tanda dan Gejala :
Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorpsi air
ketuban dan macerasi janin.
Buah dada mengecil kembali.
Gejala kehamilan tidak ada, hanya amenorea terus berlangsung.
Penderita biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan
pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan.

Gambar 5. Missed Abortion


2. Abortus Provokatus adalah abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan
tindakan.
a. Abortus Medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan
alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu.
Biasanya perlu mendapat persetujuan 2-3 tim dokter ahli.
b. Abortus Kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakantindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
5. Gejala Klinis
Tanda-tanda kehamilan, seperti amenorea kurang dari 20 minggu, mual

muntah, mengidam, hiperpigmentasi mammae, dan tes kehamilan positif.


Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat
dan kecil, serta suhu badan normal atau meningkat.
6

Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.


Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis disertai nyeri pinggang

akibat kontraksi uterus.


Pemeriksaan ginekologi
o Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada/tidak jaringan hasil
konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva.
o Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, serta ada/tidak cairan

atau jaringan berbau busuk dari ostium.


Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup serta teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan
adneksa, dan kavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Darah Lengkap
o Kadar hemoglobin rendah akibat anemia hemoragik.
o LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
Tes Kehamilan
Terjadi penurunan atau level plasma yang rendah dari -hCG secara prediktif.
Hasil positif menunjukkan terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum,
abortus spontan atau kehamilan ektopik).
b. Ultrasonografi
USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 - 5 minggu.
Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm (usia
kehamilan 5 - 6 minggu).
Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat, pemeriksaan USG
dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel atau non-viabel.
7. Penatalaksanaan
1) Abortus Imminens
a. Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang
mekanik berkurang.
b. Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk mengurangi
kerentanan otot-otot rahim.
c. Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif, mungkin janin
sudah mati.
d. Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
e. Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3 x 30 mg.
f. Pasien tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2
minggu.
7

2) Abortus Insipiens
a. Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan
dan transfusi darah.
b. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai
perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum
atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam.
Suntikkan ergometrin 0,5 mg intramuskular.
c. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU
dalam dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan
sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplet.
d. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara digital yang dapat disusul dengan kerokan.
e. Memberi antibiotik sebagai profilaksis.
3) Abortus Inkomplet
a. Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl
fisiologis atau ringer laktat yang disusul dengan ditransfusi darah.
b. Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg intramuskular untuk mempertahankan kontraksi
otot uterus.
c. Berikan antibiotik untuk rnencegah infeksi.
4) Abortus Komplet
a. Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau
transfusi darah.
b. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
c. Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin. dan mineral
5) Missed Abortion
a. Bila terdapat hipofibrinogenemia siapkan darah segar atau fibrinogen.
b. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu.
Lakukan pembukaan serviks dengan gagang laminaria selama 12 jam
lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dilatator Hegar. Kemudian hasil
konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
c. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu.
Infus intravena oksitosin 10 IU dalam dekstrose 5% sebanyak 500 ml
mulai dengan 20 tetes per menit dan naikkan dosis sampai ada
kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 10 IU dalam 8 jam.
Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat satu
hari.
d. Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil
konsepsi dengan menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri
melalui dinding perut.
8

8. Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi,
dan syok.
1) Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2) Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiporetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati dengan
teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung
dari luar dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau histerektomi.
Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan
persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin juga terjadi
perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau
kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk
menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan
seperlunya guna mengatasi komplikasi.
3) Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi
biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus
buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila
infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan
kemungkinan diikuti oleh syok.
4) Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik).

DAFTAR PUSTAKA

1.

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

2.

2008
Norman F. Gant MD, Kenneth J., Md Leveno et al. Williams Obstetrics 21rd Ed:
McGraw-Hill Professional

Anda mungkin juga menyukai