Ton Tekns National Tenage Pungzional Pertanian 2008
MENINGKATKAN EFISIENSI PROGRAM BREEDING SAPI PERAH
MELALUI PEMBERDAYAAN BIOTEKNOLOGI REPRODUKSI
INSEMENASI BUATAN DAN TRANSFER EMBRIO
IM. ARIFIN BASYIR
Balai Embrio Ternak, Cipelang Bogor
RINGKASAN
Pola breeding sapi perah selama ini melalui kawin alam, 1B darvetau TE mengacu pada calving interval + |
tahun dan berlaku bagi semua sap, baik yang genetis superior Cunggul) maupun inferior. Melalut TE sapi
fenets superior dapat dtingkatkan efisiensi reproduksinya, sekaligus mengurangi beban hidup fsiologis
Selama periode tertentu Beban hidupFisiologis meliputi hidup pokok, memelibara kebuntingan dan laktasi
‘Beban memelinare kebuntingan dapat ditunda sementara waktu, namun tetap mempunyai anak keturunan
bahkan meningkatkan efisiens reproduksi. Cara yang ditempuh dengan memindahkan embrio setiap 21 hari
siklus birahi (TE segar-flushing tungga!). Efisensireproduksi dapat ditingkatkan lagi dengan memperpendek
siklus birehi menjadi 10 hari melalui rekayasa hormonal. Efisiensi reproduksi selanjuinya meneipakan
Kelahiran pedet kember, Lebih jauh meningkatan efisiensi reproduksi dengan superovulasi atau multiple
‘ovulsi melalui rekayasa hormen gonadotropin,
Kata kunei: Efisiensi reproduks, beban hidupfisiologs, transfer embrio segar
PENDAHULUAN
Mengacu kepada kebijaksanaan sistem
pperbibitan nasional (sisbitnas) dalam
kaitannya dengan program multiple ovulation
and transfer embryo (MOET) yang
disampaikan oleh Direktur Perbibitan Ditjen
Peternakan pada Pertemuan Koordinasi
Produksi, Aplikasi dan Penjaringan Bibit,
tanggal 23 September 2003 di Bogor.
Dikatakan —bahwa sebagai pelakuy
engembangan industri benih’bibit ternak
adalah a) Pembibitanrakyat di
pedesaan/Village Breeding Center, b)
Pembibitan Perusahaan SwastwK operasif
LSM, dan c) Pembibitan pemerintah/Balai
Pembibitan Nasional dan Daerah. Sejalan
dengan hal tersebut balai pembibitan ternak
bersangkutan harus mampu menjalankan misi
perbibitan yang selaras dengan tugas pokok
dan fungsi (lupoksi) Direktorat Perbibitan
yang meliputi berbagai aspek managemen,
hhubungan—struktural, —Koordinasi dan
fungsional. Secara lebih inci disampatkan
bahwa visi dan misi perbibitan adalah
pengembangan industri dan bibit di Indonesia
\Visinya adalah tersedianya berbagai jenis bibit
ternak dalam jumlah dan mutu yang memadai
seta mudah diperoleh. Sedangkan misinya
‘adalah menyediakan bibit yang berkualitas
dalam — jumlah—cukup, —- mengurangi
ketergantungan impor bibit_termak dan
sat Pension dn Pengembangan Peterakan
melestarikan_berikut_ memanfsatkan bangsa
ternak setempat, serta mendorong pembibitan-
pembibitan pemerintah (pusat dan daerah),
swasta dan masyarakat
Lebih lanjut disampalkan bahwa
strategi pengembangan industri benih dan
bibit di Indonesia antara lain meliputi strategi
pengembangan pengusahaan benih/bibit dan
sumber daya manusia, Salah satu unsurnya
adalah mengembangkan kemitraan usaha
kerjasama —operasional, kerjasama _teknis.
aantara unit pelaksana teknis (UPT) perbibitan
dengan propinsi, Kabupaten, swasta, koperasi,
LSM dll, Strategi teknologi benih/bibit unggul
adalah paket teknologi perkawainan pada sapi
dapat dilakukan melalui bioteknotogi
reproduksi berupa insemenasi buatan (1B).
Dapat pula memberdayakan bioteknologi
reproduksi yang terbaru yaitu transfer embrio
(TE) secara selektif, dibatasi pada pembibitan-
pembibitan yang manajemennya relatif cukup
baik. —Adapunstrategi_pengembangan
kelembagaan perbenihan dan perbibitan antara
Jain adalah memperbaiki kinerja Balai
Pembibitan Pemerintah (pusatmaupun
dacrah) termasuk di dalamnya adalah unit
pelaksana teknis pusat seperti BET, BIB,
BPTU dan unit pelaksana teknis pembibitan
ternak daerah agar mampu menghasilkan bibit
temak unggul berkualitas setara atau datas
bibit induk parent stock Selain itu adalah
319Temu Telnis Nasional Tenaga Fungsioma Pertanian 2006
menciptakan iklim yang kondusi agar
pembibitan swasta dapat berkembang baik.
POLA DAN PROGRAM BREEDING
Fokus utama perbaikan mutu adalah
merencanakan program breeding yang terarah
sejalan dengan strategi kebijakan breeding
nasional —yaitu —_pemurnian/konservasi,
persilangan dan penciptaan bangsa (rumpun )
baru. Prinsip melakukan seleksi dan culling
adalah untuk memperolch keturunan lbil
produktif dan adaptif dibanding induk dan
pejantan tetuanya dalam keitannya dengan
kaideh Phenotype ()Genonype
(G)+Ernviroment (E). Seleksi pejantan dapat
dilakukan melalui pendekatan perillhan 10%
terbaik (the best of ten) dan seleksi betina
adalah 90% terbaik (the best of ninety.
TTernak yang tidak digunakan sebagai bibit
akan dikeluarkan (culling) sebagai upaya
“membuang” ibit ternak yang tidak baik
untuk pengembangbiakan (breeding). yang
selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai
bakalan penggemukan untuk dipotong,
Pengembangan multiple ovulation and
embryo transfer dalam memperbaiki muta
‘genetik ternak dapat dilakukan bila tujuan dan
sasaranperbaikan—-mutu—_—tersebut
tergambarkan. Apabila_tujuannya—sudah
terdefinisikan maka faktor lain yang
berpengaruh adalah lingkungan Keberadaan
temak, sesuai dengan kaidah P=G+E. Hasil
seleksi memerlukan wakty sekurang-kurang-
nya I (satu) gencrasi_Keturunannya, Oleh
arena itu pengaruh kondisi lingkungan ternak
tersebut diprediksi 1-2 generasi berikuinya.
Sasaran ulama multiple ovulation and
embryo transfer adalah Kelompok bibit dasar
yang memiliki performance tertinggi untuk
‘mendapatkan embrio guna menghasitkan
keturunan ealon bibit sekandung dan saudara
tint yang selanjutnya —diprediksi —rilai
pemuliannya (breeding index) secara individu
pada usia sedinimungkin.Tujuan
mendapatkan intensitas seleksi dengan
‘akurasi tinggi tersebut akan menurunkan
interval generasi atau mempercepat perbaikan
mutu genetik per satuan waktu
Mengacu pada kebijaksanaan program
transfer embrio yang disampaikan oleh
Direkiur Perbibitan pada pertemuan
koordinasi dan evaluasi produksi, transfer
520
embrio dan progeny test tanggal 15-17
Desember 2006 di Cipanas. Dalam program
perbibitan dikatakan bahwa arah Kebijakan
ppemerintah adalah tetap memberi peluang.
Usaha perbibitan pemurnian dan persilangan
dengan —mengutamakan __prinsip-prinsip
perbaikan mutu, kelestarian dan upaya
emanfaatan (eKsplorasi) secara seimbang.
Hal ini dimaksudkan agar dapat memenuhi
kebutuhan bibit dalam jumlah dan mutu yang.
sesuai dengan permintaan pasar, Fokus ulama
perbaikan mutu adalah merencanakan
program breeding yang terarah dan dapat
dilakukan dengan bioteknologi_ reproduksi
insemenasi buatan maupun transfer embri
Kebijakan pengembangan multiple ovulation
‘and transfer embryo tetap dilaksanakan dalam
upaya membentuk kelompok bibit dasar yang.
memiliki performance balk untuk
mendapatkan embrio. dalam menghasilkan
calon bibit pada suatu kawasan yang memiliki
manajemen relatif baik.
Mengingat —bahwa _bioteknologi
reproduksi —terutama transfer embrio
menjanjikan terbentuknya bibit unggul (pure
breed), namun membutubkan kondisi yang
khusus. Maka TE untuk sementara
dlirekomendasiken pada peternakan yang
‘mempunyai manajemen relat sangat baik dan
pada UPT pembibitan pemerintah (Pusat
maupun daerah) serta_swasta, —techadap
‘minimal 20% dari betina produktif yang ada,
Dalam istilah sistem — perbibitan
nasional dikenal struktur pembibitan ternak,
meliputi bibit dasar, bibit induk dan bibit
sebar yang secara’ lebih spesifik dapat
diartikan sbb.
a Bibit Dasar = Foundation Stock
merupakan bibit hasil dati suatu proses
pemulisan dengan spesifikasi tertentu,
‘mempunyai silsilah untuk menghasilkan
bibit induk
b. Bibit Induk ~ Breeding Stock merupakan
bibit dengan spesifikasi tertentu yang
mempunyai silsilah untuk menghasilkan
bibit sebar.
. Bibit Scbar/Niaga = Commercial Stock
merupakan bibit dengan _ spesifikasi
fertentu untuk digunakan dalam proses
produksi.
Dalam hal permintaan komoditas
secara nasional kebutuhan daging masyarakat
rata-raia_meningkat 5% per tahun dan
Pusat Peneltion dan Pengembangan PternakanTem Teknis Nasional Tenaga Fungsiona Pertanion 2008,
iperkirakan jumtah sapi yang dipotong setiap
tahun telah mencapai 1,7 juta ekor. Apabila
tidak dilekukan langkah yang sungguh-
sungguh untuk mengatasi _ kecenderungan
enufunan populasi tersebut, maka pada
akhinya akan mengganggu _ penyediaan
konsumsi daging sapi di dalam negeri
Sedangkan —kebutuhan—bibit untuk
peremajaan/peningkatan populasi sapiperah
50-120 ribu ekor, sapi potong dan kerbau 2
juta ekor.
Berbagai_masalah perbibitanmasih
‘mewarnai berbagai Komoditas ternak antara
Iain:
a Belum tersedianya bibit termak dalam
Jumlah cukup dan bermutu baik.
Konsep pembangunan perbibitan masih
‘parsial, belum terjalin dan bersambung
‘erat baik jenis maupun sebarannya di
Indonesia,
. Kelembagaan perbibitan belum mampu
‘memenuhi semua permintaan kebutuban
terhadap bibit
Sumber perbibitan ternak —masih
menyebar —sehingga—_-menyulitkan
pembinaan_produksi, pengumpulan dan
distibusi bibit dalam jumlah yang sesuai
fe. Pengembangan pembibitan swasta belum
semuanya berkembang karena iklim yang
tidak kondusif
BEBAN HIDUP FISIOLOGIS.
Beban_hidup untuk berlangsungnya
fimgsifisiologis sapi_perahmeliputi beban
‘untuk’ mempertahankan hidup pokok, beban
smemetihara kebuntingan dan -menghasilkon
susu atau laktasi. Dalam satu tahun periode
calving imerval (CY scbagian besue’ Waktu
hidup sapi perah (28 bulan) menanggung tiga
macam beban hidup tersebut. Hanya sisa
wwaktu. 44 bulan-menanggung dua_macam
beban hidup,yaitu 2 bulan setelah melahirkan
days open (bidup pokok dan laktasi) dan 2
bulan tering Aandang (hidip pokok dan
kebuntingan). Di lain fihak beban higup sapi
perah juga merupakan beban manajemen
pakan, akan untuk mempetahankan idup
pokok harus ditambah untuk -memelihara
Kebunsingan dan lakias
Melalui pemberdayaan biotcknologi
reproduksi yang berupa transfer emirio (TE),
‘maka beban hidup sapi perah dapat dikurangi
Pusot Pension dan Pengembargan Petenatan
selama satu periode tertentu, — tanpa
mengurangi fungsi Fsiologisnya. Dalam hal
ini adalah sapi perah yang sedang. menjlani
fungsi—Taktasinya,—ditunda fangs!
Kebuntingannya selama beberapa_waktu
fertenty agar Konsentrasi menjalanken fungsi
laktasinya. Setelah beberapa waktu tertents
atau sampai produksi susunya menurun, meski
rmungkin telah melewati waktu 305 hari pada
‘yang produksi susunya tinggi, Namun
tetap diupayakan bahwa sapi perah yang
sementara tidak bunting itu telap mempunysi
anak Keturunan, babkan jumlahnya berlipet
anda dibandingapabilasapi_tersebut
dibuntingkan yang umumnya hanya
‘menurunkan satu ekor anak
Olch arena itu cara ini_perlu
diterapkan poda sapi-sapi tertentu saja yang
mempunyai nilai genetis superior atau unggul
4 suata kawasan, petemakan atau populasi
tertenta, Untuk sapi_perah indikator yang
mudah dimbil sebagai parameter unggul
adalah produksi susu yang tinggi per individu,
Periw pula disadari bahwa sapiperah yang
produksi susu tinggi cenderung sult bunting,
reskipun telah dipelihara dengan. manajen
yang baik. Diduga akibat oksitosin yang tinggi
(untuk proses milk letdown) berdampak pada
Kontraksi uterus, sehingga mengganggu
implantasiembrio. Selain it Keboradaan
‘oksitosin ada hubungannya dengan estrogen,
Karena oksitosin bekerja pada kondisi
estrogenik. Sedangkan estrogen merupakan
“kontradiks" bagi Kebuntingan yang berada
dalam —kondisiprogesteronik. Maka
ppenundaan kebuntinganmerupakan sok
yang tepat bagi_sapi persh produksi ting
Sclanjutnya sapi tepilih.tersebut dianggap
sebagai sapi donor bagi kelompoknsa,
sebelum kelompok tersebut_mendapat sapi
donor yang sebenarnya.
‘Cara yang ditempuh adalah dengan
memindahkan embrio (TE segar dai flushing
tunggal) pada hari ke =7 setia sikius birai,
dari sap perah ungeul (Sapi donor) kepada
sapi lain (sapiresipien) yang tidak unggul atau
sapi bangsa lain (sapi potong). Sapi resipien
dlanjurkan-memilih sapipotong lokal_ yang
tidak unggul, tetpi sistem reproduksinya
baik. Karena sapi potong tidak laktasi
ana pengertian_sapi_perah
Laktsi sapipotong terbatas hanya untuk
rmemenuhi Kebutuhan pedet selama_belum
saTema Tks Nasional Tenaga Fungsonal Pertanian 2006,
disapih oleh induknya. Dengan demikian sapi
potong —resipien —tersebut dapat
ikonsentrasikan hanya untuk memelihara
kebuntingan sapiperah dan selanjutnya
memelihara pedet sapi perah tersebut sampai
pada saatnya disapih.
MENINGKATKAN EFISIENSI
REPRODUKSI
Sejalan dengan upaya _mengurangi
beban hidup fisiologis bagi sapi_perah
lunggulan yang berstatus sebagai sapi donor,
maka efisiensi reproduksi sapi unggul/donor
tersebut dapat ditingkatkan sedemikian rupa
dengan perhitungan sebagai berikut:
A. Tanpa rekayasa teks siklus biral
dan biaya yang murah
Dengan pengamatan birahi yang prima
sesuai standar operasional prosedur yang baik
dan benar, antara lain tingkah laku birahi
adanya Jumping heat (stadium proestrus)
danfatau sainding heat (stadium estrus).
Dilanjutkan dengan visualisasi vulva adanya
mmerah, bengkak dan hangat sera keluarnya
Tendir birahi_ yang jernih dengan kekentalan
‘yang khas. Selanjutnya pemeriksaan ‘dalam’
melalui ekplorasi palpasi per-rektal adanya
Kketegangan (eveksi) uterus dan bila perlu
dlilanjutkan dengan pemeriksaan keberadaan
follkel de Graaf. Bila memungkinkan
ppemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan
Jaboratoris tethadap keberadsan hormon
reproduksi yang dominan pada saat birahi
yaitu estrogen
Setelah semua gejala klinis birahi
teramati dengan sempurna —_dilakukan
insemensi buatan (IB) pada sapi
onorlunggulan mengacu pada standar
operasional prosedur IB sebagaimana
mestinya yang telah ditetapkan dan ijalani
selama ini. Pada hari ke 7 (brah disebut hari
ke 0) dilakukan flushing tunggal. Selanjutnya
embrio yang diperolch segera ditransfer
(segar) pada saat itu juga kepada sap resipien
yang telah terseleksi. Seleksi sapiresipien
amtara lain adalah pada hari ke 7 tersebut
minimal terdapat "corpus lew (CL)
siruktural. Bila memungkinkan —seleks
resipien dapat dilengkapi dengan pemeriksoan
Taboratoris'terhadap adanya CL. fungsional
yaitu keberadaan hormon progesteron.
522
Bila dalam setiap siklus birahi didapat
1 embrio, maka dalam satu periode tertentu
“istirahat bunting’ akan didapat sejumlah
embrio dengan perhitungan sbb.
Dalam satu pereode masa laktasi = 305
hari X 1 embrio = # 15 embrio,
hari
Dalam satu tahun calving interval
hari X | embrio = + 18 embrio
365
21 hari
B. Dengan rekayasa teknis memperpen-
Hasil_ perolehan
embrio yang dapat
dikatakan sebagai peningkatan —efisiensi
reproduksi sapiungguldonor dapat lebih
dlitingkatkan dengan induksi memperpendck
sikus—birahi menggunakan —hormon
prostaglandin Fig (PG Fag) atau analog,
sintetiknya —(Luprostiol, Claprostenol,
Dinopros tromethamine) yang disuntikkan
pada hari ke 7 setelah flushing tunggal. Birahi
‘akan terjadi 31 hari Kemudian atau dengan
perkataan lain siklus birahi_diperpendek
‘menjadi 74(3=1) hari = 101 hari, Maka akan
idapathasil perotehan embrio dengan
perhitungan sbb.
Dalam satu pereode masa laktasi = 305
hari X 1 embrio = + 30 embrio.t10 hari
b. Dalam satu tahun calving interval
hari X | embrio = + 36 embrio.10 bari
65
C. Dengan rekayasa teknis
superovulasi/multipleovulasi dan biaya
relatif mahal
Superovulasi umumnya dilakukan pada
pertengahan siklus birahi yang juga bertepatan
dengan pertengahan fase luteal, yaitu idealnya
antara hari 9-13 pada prakiraan terjadinya
puncak —gelombang folikeler, dengan
mempertimbangkan hasil perolehan embrio
“flushing tungeal hari ke 7 sebagai salah satu
perangkat seleksi
Dengan pengertian bahwa embrio yang
idapat tersebut berkualitas A atau B.
Superovulasi umumnya menggunakan hormon
gonadotropin (a. PMSG, FSH) dan
dilanjutkan dengan sinkronisasi ovulasi-
induksi birahi menggunakan hormon PGP
atau analog sintetiknya.
‘Pusat Peneliin dan Pengembangan PeternakanTeno Tem NesionolTenage Fungeonol Pertanian 2006
Hasil_—perolehan —embrio dari
superovulasi/multipleovulasi ikatakan
sebagai non predictable, balk kuantitas
maupun —kualitsnya. —Berbagai_—faktor
mempengaruhinya antra lain adalah jenis
hhormon gonadotropin yang dipakai dan respon
masing-masing individu sangat variatf,
menyangkut status gizi yang tergambar
melalui penilaian body condition score (BCS)
sertafertilitas sapi donor/unggul tersebut yang
tergambar melalui pengamatan siklus bieahi
EFISIENSI REPRODUKSI DENGAN
KELAHIRAN KEMBAR,
‘Alam telah menciptakan berbagsi
makiuk hidup, masing-masing dengan
spesifikasi, Keistimewaan dan keunikannya
sendiri-sendiri. Pada sapi keunikan yang
dimaksud antara lain pada bentuk uterusnya
yang disebut sebagai tipe bikornua, Namun
{alam menjalani siklus reproduksi hanya salah
satu Kornua uteri: yang digunakan untuk
bunting. Fenomena alam inilah yang_perlu
disikapi dan diberdayakan untuk menciptakan
elahiran kembar dengan insemenasi buatan
(IB) dan transfer embrio (TE),
Produksi Kelahiran kembar merupakan
salah satu cara efektif meningkatkan efisiensi
reproduksi, Sapi hetina dapat diatur agar
bunting Kembar untuk mempercepat
peningkatan populasi, Babkan menurut
EcHTERKAMP (1992) kapasitas uterus dapat
dlitingkatkan tiga fetus per kornua uteri, SEIKE
et al. (1989) dapat _menghasitkan 143,3%
pedet dibanding jumlah induk yang.
mengandungnya pada induksi kebuntingan
kembar.
Cara yang ditempuh adalah melakukan
1B pada hari ke 0 siklus birahi dengan
‘mengacu pada standar operasional prosedur
sebagaimana mestinya. Kemudian pada hari
ke 7 silkus birahi dilakukan TE setelah
melalui seleksi antara Iain dengan adanya
corpus tueum (CL). Corpus’ utewm tersebut
juga sebagai indikator ipsilateral kebuntingan
dari IB, Posisi TE dianjurkan kontralsteral CL
‘untuk menghindari atau paling tidak
mengurangi resiko kemungkinan_terjadinya
Kembar free martin dan dikatakan bahwa
kebuntingan kembar bikornua lebih terjamin
kelangsungan hidupnya (HART ELOCK et al,
1990), Secara teoritis kebuntingan ipsilateral
Pusat Penetiion don Pengembangon Peernakon
‘maypun kontralateral CL tidak ada masalah
yang berart Dengan pengertian bahwa CL.
‘gravidarum berfungsi prima_menghasilkan
hhormon progesteron sebagai pemelihara
kebuntingan. Meskipun dikatakan bahwa
ebuntingan kembar membutuhkan CL.
sekurang-kurangnya —_sejumlah fetus
kembarnya, untuk menjaga stabilitas uterus
memelihara kehidupan—intra’_—_uterin
(KNICKERBOCKER, 1986 dan HAFEZ, 1993).
Stimulasi jumlah CL lebih dari satu dapat
dilakukan dengan penyuntikan —hormon
gonadotropin sebagaimana prosedur dalam
program superovulasi/multipleovulasi, Selain
itu dianjurkan bahwa kelahiran kembar yang
terencana tersebut berasal dari jenis atau
bbangsa sapi yang berbeda, agar lebih jelas
untuk —membedakan —daya —_kehidupan
kebuntingan embrio hasil 1B atau TE. Selain
melalui IB dan TE terdapat cara lain untuk
membuat Kelahiran pedet kembar, yaitu
dengan TE dua embrio pada posisi ipsilateral
dan kontralateral C1_maupun kedua-duanya
ipsilateral Cl. Cara lainnya adalah melalui IB
setelah induk sapimendapatkan perlakuan
superovulasi/multiple ovulasi dengan hormon
gonadotropin dan sinkronisasi ovulasi/induksi
birahi dengan hormon PGF,
EFISIENSI REPRODUKSI DENGAN
SEMEN KAPASITASI
Bioteknologireproduksi__generasi
pertama yang bernama insemenasi buatan (1B)
felah puluhan tahun diterapkan dalam pola
breeding sapi di Indonesia. Namun revolust
raupun evolusi atau rekayasa progresif yang
renyangkut 1B belum terasa,-meski kin
{umbuh balai-blai 1 di berbagai daera,
Salah satu asp anara lain adalah desis atau
jumiah sel spermatozoa yang dikemas scbagai
Semen beko dalam setiap sire yaitu + 25
juta sel spermatozoa seiap.kemasan siraw
semen teku.Padahal hanya satu sot
Spermatozoa saja yang diperiukan untuk
tmembuahi satu sel tclur (ov). Hal. int
berarti haha. sekian juta sel spermatozoa
lainnya terbuang sia-sia
Sumber” daya alam berupa sel
spermatozoa yang terbuang sia-siaiulah yang
perlu kita berdayakan. Bayangkan seandainya
Satu ketika biteknologi reprodukst 1B telah
berhasil memberdayakan hanya satu sl
523Tem Tebnis Nasional Tenogo Fungional Pertanian 2008
spermatozoa saja yang dibutuhkan untuk
setiap kali 1B, akan terjadi peningkatan
efisiensi reproduksi yang sangat Ivar biasa
besernya, Sungguh suatu hal yang sangat
speltakuler, meskipun sangat fantasts teapi
bukan suatu hal yang tidak -mungkin
Tentunya tidak sedrasts itu menurunkan dosis
sel spermatozoa dalam setiap Kemasan straw
semen beku. Perla penelitian lebih lanjut
untuk menurunkan setahep demi setahap dosis
sel spermatozoa yang ideal untuk satu
kemasan straw semen beku.
Faktor utama yang perlu menjadi
pertimbangan adalah proses kapasitasi sel
spermatozoa agar mampu membuahi sel telur.
Dalam metode IB yang selama ini
penempatan sel spermatozoa pada posisi 1-4
atau dalam canalis cerviealis sampai dengan
pangkal cavum uteri, dengan pertimbangan
sebagai waktu menjalankan proses kapasitasi
sel spermatozoa selama perjalanannya menuju
tempat pembuahan di dalam mba fallopit
Kenyataan di lapangan ada inseminsior yang
"kreatif.berpetualang’ melakukan 1B pada
posisi 6 (biforcatio uteri’kri dan Kanan
masing-masing setengah dosis. Hal ini
tentunya tidak dianjurken’ dengan
pertimbangan faktor waktu kapasitasi_ sel
spermatozoa dan apalagi bersfat spekulati?
tidak memastikan lebih dahulu keberadaan
‘folie! de Graaf terletak pada ovarium iti
‘tau kanan. Pada produksi embrio. melalui
proses fertlisasi in vitro (IVF) bahwa sebelum
fertlsasi sel spermatozoa dari semen beku,
terlebih. dahutu-dilakukan Kapasitasi dengan
cara sotelah thawing dimasukkan ke tabung
Percoll gradient, cenurifuge 2100 rpm 10
‘menit, ambi sedimen sperma tambahkan BO
sovnion dan heparin hyporaurin, centrifuge
1800 rpm selama $ merit. Kemudian dibuat
100 pl tetesan laruian sperma untuk setiap 20
oosit. Sel spermatozoa yang telah mengalami
kapasitasi inilah dipertemukan face 10 face
dengan sel oosit yang telah mengatami
maturasi_ untuk menjalani proses
ferilisasipembuahan di dalam cawan petri
yang sefanjuinya dimasukkan inkubator CO2
Selama 24 jam, diamati perkembangannya dan
diganti medianya setiap 48 jam sampai
‘menjadi embrio stadium tertentu
Mengacu pada apasitasi sel
spermatozoa dalam proses IVF atau metode
kapasitasi sel spermatozoa lain misalnya
324
dengan enzim hialuronidase, bukan tidak
mungkin bahwa proses kapasitasi sel
spermatozoa dilakukan in vitro untuk
fenilisasi in vivo pada 1B. Lebih dari itu
harapanselanjutnya adalah meningkatkan
cfisiensi reproduksi melalui IB dengan
‘mengurangi dosis sel spermatozoa pada setiap
kemasan straw semen beku dan menempatkan
IB pada posisi 7 atau 8 seperti pada TE.
Dengan demikian di masa mendatang cukup
satu alat gun untuk IB dapat digunakan untuk
‘TE dan begitu sebeliknya,
PEMBAHASAN
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
insttusi atau instansi yang mengurusi embrio,
yyaitu melaksanakan produksi, pengembangan
dan distribusi embrio yang dalam hal ini
masihterbatas hanya pada komoditas sapi
pperah dan sapi potong. Salah satu fungsinya
‘ntara fain adalah pelaksanaan penyiapan
resipien dan transfer embrio. Perlu disadari
bahwa embrio tersebut sebagai benih yang
harus berkembang. Lebih lanjut menjadi bibit
dan individu sapi sebagaimana pengertian
dalam SK Mentan No.208/Kpts/OT.210/1/
2001, tentang Pedoman Perbibitan ‘Ternak
Nasional. Bahwa beni adalah calon bibit
ferak yang —mempunyai _kemampuan
persyaratan tertentu untuk dikembang
biakkan, seperti mani (semen), sel telur
(oosit), telur tetas dan embrio, Sedangkan
bibit temak adalah semua hasil proses
peneliian dan pengkajian dan/atau ternak
yang mempunyai persyaratan tertentu untuk
‘ikembang biakkan dan/atau untuk produksi
Dengan perkataan lain kegagalan produksi
ddan transfer embrio harus ‘dihargai’ sebagai
kematian ternak.
Scjalan dengan Kebijakan atau
pemahaman bahwa TE adalah sebagai
‘generasipenerus bioteknologi sebelumnya,
yaitu IB. Maka TE perlu 'menengok’ ke
bbelakang, melihat_Keberhasilan generasi
sebelumnya sebagai acuan untuk maju ke
depan menjadi yang. lebih baik dari generasi
sebelumnya. Lebih dari itu TE merupakan
_fondasi perkembangan berkelanjutan terhadap
bioteknologi reproduksi gencrasi selanjutnya,
fancara lain spliting embrio, transgenik,
kloning, genetic enginering dan rekayasa
embrio’ Iainnya. Artinyaperkembangan
Pusat Pension dan Pengembangan PeternakanTen Telnis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006
boerkelanjutan ity semua tidak ada artinya,
kalau hasilnya yang berupa embrio tidak
berhasil ditransfer agar menjadi individu
hidup secara sempurna.
Menyadari bahwa 1B dan TE harus
berkembang berkelanjutan, berjalan secara
serasi, sinergis potensiasi dan _saling
melengkapi, Maka Kedua institusi atau
instansi tersebut perlu dipertimbangan berada
dalam satu institusi instansi kelembagaan,
sehingga mempermudah dalam pembinaannya
secarateknis maupun non teknis. Apapun
‘nama insttusi itu tidak begitu penting, namun
yang penting adalah eselonring harus berada
jpada peringkat 2 berjenis balai besar sebagai
insttusi terapan yang mempunyai_divisi
pengembangan dan penelitian, —misalnya
bemama "Balai Besar Pemberdayaan
Bioteknologi Reproduksi dan Sumberdaya
Gonetik Peternakan” dibawah pembinaan
Direktorat Jenderal Peternakan Departemen
Pertanian. Beda dengan Litbang Departemen
‘yang ruang lingkupiya umum dan luas, maka
divisi litbang disini khusus sesuai dengan
tupoksi masing-masing balai yang mempunyai
spesifikasi tersendiri, Sekaligus — sebagai
‘wadah’ pejabat fungsional yang ada pada
‘bagan struktur organisasi suatu balai
DAFTAR BACAAN
wow, 2006, Naskah akademik sistem perbibit
nasional mendukung _pengembangan
agribisnis yang berdayasaing dan
Derkelanutan. Departemen Pertanian
Jakarta,
‘Avon, 2006. Laporan Bulanan Meret 2006.
Direktorat Perbibitan Direktorat_Jenderal
Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta
ANonIM, 2003. Evaluasi Tekais Kebijakan
Budidaya Petemakan Tahun 2003 dan
Reneana Kegiatan Tahun 2004 Direktorat
Budidaya Petemekan ‘dalam Rapat
Koordinasi. Teknis 11/2003. Direktorat,
Jenderal Bina Produksi Petemakan di
Jakarta,
AANoNIN, 2003. Hasil Monitoring Terpadu Tahun
2003, Sekretariat Ditjen Bina Produksi
Peternakan dalam Rakortekoas 11/2003,
Ditjen Bina Produkst Peternakan di Jakarta
[AvoniM, 1992, Manual of Embryo Transfer and Ja
Vitro. Fertilisation in Bovine, NLBC-
MAFE, JCA, Japan.
‘Pusat Peneltian dan Pengembangan Peternakon
BorDIono, A. 1996, Pedet Labir dari Embrio
‘Tanpa Pembuahan, Harian Umum Kompas,
Kamis 16 Oktober 1996
Boeoioxo, A. 1993, Kebuntingan Tanpa.Peran
Sperma. Harian Umum Kompas, Rabu 22
September 1993,
BocDioxo, A. 1993. Sapi Bunting Tanpa Pejantan
Majelah Berita Tempo, 27 November 1993.
BoeoioNo, A. 1993. Satu Anak Empat Induk
dengan Rekayasa Genetika, Harian umum
Kompas, Selasa 27 April 1993,
Bowen, R.A. and PETER ELSOEN. Aplicetion of
Embryo Transfer to Infetile Cows in: David
‘A. Morrow (ed). 1980. Current Therapy in
‘Thereogenology: Diagnosis, weatment and
prevention of reproductive deseases in
‘animals. W.G, Saunders Company
PhiladelphiaeLondon-Toronto.P:226-228,
Mustora, L dan LaBA Maviarutea, 2000.
Penyerentakan Birahi Sapi Fase Luteal dan
Hipofungsi Ovarium Untuk Induksi
Kebuntingan Kembar dengan Teknik
Transfer Embrio. Media Kedokteran
Hwan, FKH Unai, 16:3; 155-150.
Isqupiono, Masuicnalt MArRunaTi dan HerRy
‘Ages Henan, 2000. Induksi kelahiran
kembar melalui kombinasi teknike transfer
embrio dan insemenesi buatan pada sapi
perah, Media Kedokteran Hewan, FKH
Unair,16(3): 140-144,
Pravowo, P, P., 1992. Petunjuk Laboratorium
“Teknik Alih. Embrio, Pusat Antar Univ.
Biotcknologi Yogyakarta, 86 - 102
SAKAKIBARA HL, KU00 HL, BOEDIONO A. Axo
Suzuki T. 1996, Induction of Twinning in
Holstein and Japanese Black Cows by
Ipsilateral Frozen Embryo Transfer. Animal
Reproductive Science, 44 (1996), 203 ~
210.
525