Anda di halaman 1dari 11

Pengelolaan Limbah B3 Medis Rumah Sakit Khusus di Surabaya

Pusat dan Selatan


Hazardouz Medical Waste Management of Speciality Hospital in
Central and South Surabaya
Dian Windasari, Welly Herumurti*
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

Abstrak
Meningkatnya rumah sakit khusus di Surabaya akan mengindikasikan meningkatnya
limbah medis yang dihasilkan. Rumah sakit khusus di Surabaya Pusat dan Selatan merupakan
objek penelitian ini yaitu meliputi Rumah Sakit (RS) Mata Undaan, Rumah Sakit Ibu dan
Anak (RSIA) Cempaka Putih Permata, RSIA. Siti Aisyah, Rumah Sakit Bersalin (RSB)
Sayang Ibu, RSB. Lombok Dua Dua, Rumah Bersalin (RB) Santa Melania, RB. Kartika Jaya.
Timbulan limbah B3 medis rata-rata perhari RS. Mata Undaan adalah 0,0178 Kg/pasien.hari,
RSIA sebanyak 0,1022 Kg/pasien.hari, RSB sebanyak 0,4056 Kg/pasien.hari, dan RB
sebanyak 0,155 Kg/hari. Sedangkan komposisi terbesar yaitu limbah B3 medis infeksius non
benda tajam.
Pengelolaan limbah B3 medis meliputi reduksi, pewadahan, pelabelan, pengumpulan,
penyimpanan, pengolahan, dan pengangkutan. Pengelolaan yang dilakukan rumah sakit
khusus dibutuhkan perbaikan dan kesesuaian dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan alur
pengangkutan limbah B3 medis yaitu menuju Rumah Sakit Umum Darurat (RSUD) Dr.
Soetomo, Rumah sakit Umum (RSU) Haji, Puskesmas Tanah Kali Kedinding, Puskesmas
Jagir, dan RS Yasem.
Kata kunci: limbah B3 medis, rumah sakit khusus, Surabaya Pusat dan Selatan

1.

Pendahuluan

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang dibutuhkan masyarakat
dan dibedakan menjadi dua yaitu rumah sakit umum dan khusus. Rumah sakit khusus adalah
rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit
tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit. Contoh jenis
dari rumah sakit khusus adalah rumah sakit khusus ibu dan anak, bersalin, mata dan lain
sebagainya. Sebuah rumah sakit selain harus mempunyai kemampuan pelayanan medis juga
harus melakukan pengelolaan limbah yang dihasilkan (Permenkes RI No. 340/Menkes/Per/III
/2010).

Di dalam pelaksanaanya, sebuah rumah sakit tentu akan menghasilkan limbah medis
yang merupakan salah satu jenis limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Limbah medis
yang dihasilkan oleh rumah sakit diantaranya limbah radioaktif, limbah infeksius, patologi
dan anatomi, limbah sitotoksis, limbah kimia dan farmasi (Kepmenkes No. 1204 /Menkes /SK
/X/2004). Pengelolaan limbah B3 adalah salah satu masalah paling serius di fasilitas
kesehatan dikarenakan limbah medis terutama limbah infeksius sangat potensial dalam
transmisi penyakit menular baik melalui kontak langsung atau tidak langsung melalui media
lingkungan (Miyazaki et al., 2005). Oleh karena itu, limbah medis tidak boleh dibuang
langsung ke dalam media lingkungan hidup tanpa diolah terlebih dahulu.
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia Tahun 2009, jumlah rumah sakit khusus baik
milik pemerintah maupun swasta di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 2005
terdapat 273 unit rumah sakit khusus, meningkat menjadi 321 pada tahun 2009. Sebagian
rumah sakit khusus tersebut adalah rumah sakit ibu dan anak sebanyak 95 unit dan rumah
sakit bersalin sebanyak 60 unit. Menurut Dinas Kesehatan Surabaya, terdapat 7 rumah sakit
khusus yang berada di wilayah Surabaya Pusat dan Selatan, yaitu 5 rumah sakit khusus di
bagian pusat dan 2 rumah sakit khusus di bagian selatan. Dengan adanya peningkatan
tersebut, maka jumlah limbah medis yang akan dihasilkan juga mengalami peningkatan.
Meskipun fakta bahwa saat ini pengelolaan limbah medis telah dilakukan di rumah sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya, tetapi tetap terjadi permasalahan di semua tahapan pengelolaannya
(cradle to grave) yaitu reduksi, pewadahan, penyimpanan sementara, pengangkutan, dan
pengolahan di sumber.
Pengelolaan limbah medis yang tidak benar dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan seperti menimbulkan bau, meningkatkan pertambahan serangga, tikus dan cacing,
serta menyebabkan penularan penyakit tipus, kolera, dan hepatitis (Yong et al., 2009). Oleh
karena itulah, diperlukan pengelolaan limbah medis rumah sakit khusus yang benar atau
sesuai dengan PP No. 18 Tahun 1999, PP No. 85 Tahun 1999, dan Kepmenkes
No.1204/Menkes/SK/X/2004. Selain itu diperlukan alur penyebaran limbah medis yang
dihasilkan oleh rumah sakit khusus di Surabaya Pusat dan Selatan dengan tujuan mengawasi
penyebaran limbah medis di Kota Surabaya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi timbulan dan komposisi limbah B3 medis
yang dihasilkan rumah sakit khusus di Surabaya Pusat dan Selatan. Selain itu, penelitian juga
bertujuan mengevaluasi kondisi pengelolaan yang telah dilakukan rumah sakit khusus di
Surabaya Pusat dan Selatan dan memberikan rekomendasi berdasarkan peraturan
perundangan.
2.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi/survei
lapangan. Dalam metode survei akan digunakan pembagian kuisioner pada pihak rumah sakit
dan wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terkait. Kuisioner ini akan diberikan
kepada pihak rumah sakit dan pihak selain rumah sakit yang terlibat dalam pengelolaan
limbah medis rumah sakit yang studi.
Gambar 1 adalah langkah kerja yang dilakukan dalam pengumpulan data penelitian.
Berdasarkan Gambar 1 sampel data adalah semua rumah sakit khusus di Surabaya Pusat dan
Selatan yaitu RS Mata Undaan, RSIA Cempaka Putih Permata, RSIA Siti Aisyah, RSB
Sayang Ibu, RSB Lombok Dua Dua, RB Santa Melania, RB. Kartika Jaya. Data primer
didapatkan dengan kuisioner dan wawancara terhadap pihak rumah sakit serta sampling.
Sedangkan data sekunder berupa literatur, peraturan perundangan, dan informasi umum
rumah sakit studi. Sampling timbulan limbah medis diukur berdasarkan SNI 19-3964-1995.
2

Hasil observasi langsung (sampling) akan dihitung secara statistika sehingga didapatkan hasil
timbulan dan komposisi limbah medis. Hasil kuisioner yaitu berupa data identitas secara
umum rumah sakit dan kondisi pengelolaan (reduksi, pewadahan, penyimpanan sementara,
pengangkutan, dan pengolahan di sumber) limbah medis di rumah sakit studi. Kondisi
ekisisting tersebut akan disesuaikan dengan peraturan pengelolaan limbah B3 medis yang
berlaku.
Selain itu, hasil kuisioner dan wawancara akan memberikan informasi mengenai
penyebaran limbah B3 medis rumah sakit khusus. Data tersebut akan disajikan dalam bentuk
peta yang diolah dengan softwere Autocad. Sedangkan data timbulan akan memberikan
informasi mengenai desain pewadahan limbah B3 medis yang sesuai dengan rumah sakit
khusus studi. Jadi, keseluruhan hasil yang diperoleh dari analisis data adalah, jumlah timbulan
dan komposisi limbah B3 medis serta hasil evaluasi dan rekomendasi pengelolaan limbah B3
medis rumah sakit khusus di Surabaya Pusat dan Selatan.
PENENTUAN SAMPEL
Lokasi Sampel: seluruh rumah sakit khusus wilayah Surabaya Pusat dan
Selatan berjumlah 7 rumah sakit yaitu RS Mata Adi Husada Undaan
Wetan, RSB Sayang Ibu, RSB Lombok Dua Dua, RSB St. Melania, RSIA
Siti Aisyyah, RSIA Cempaka Putih, dan RSB Kartika Jaya
Sampel: seluruh limbah medis hasil kegiatan rumah sakit selama satu hari.

PENGUMPULAN DATA
DATA SEKUNDER

DATA PRIMER

1. Buku literatur
2. Peraturan tentang pengelolaan limbah medis
3. Unit, peralatan dan sarana pelayanan rumah
sakit khusus

SURVEY

SAMPLING

1. Survey berupa pengisian kuisioner


2. Pengisian kuisioner oleh petugas
3. Pengamatan kondisi pengelolaan secara langsung
dan wawancara petugas terkait mengenai
pengelolaan secara mendatail

1. Sampling dilakukan selama 8 hari berturut-turut


2. Persiapan alat dan bahan berupa: APD (sarung
tangan, masker, jas lab, sepatu), Trash Bag,
Timbangan , Box pengukur berukuran 20cm x
20cm x 100cm, Gelas ukur 1,5 liter

HASIL
1. Jumlah timbulan dan komposisi limbah B3 medis
2. Evaluasi dan rekomendasi pengelolaan limbah B3
medis Rumah Sakit Khusus di Surabaya Pusat dan

Gambar 1 Kerangka Metode Analisis Data

3.

Hasil dan pembahasan

3.1

Identifikasi Limbah B3 Medis

Setiap rumah sakit khusus akan menghasilkan limbah B3 medis baik padat maupun
cair. Identifikasi limbah B3 medis pada sub bab ini adalah limbah B3 medis berupa padatan
dan cairan, akan tetapi jumlah timbulan limbah B3 medis yang berupa cairan tidak dapat
diukur. Hal ini dikarenakan seluruh rumah sakit khusus di Surabaya Pusat dan Selatan
langsung membuang limbah B3 medis yang berupa cairan melalui wastafel ataupun saluran
yang berhubungan dengan pengolahan limbah cair. Sehingga tidak dapat diukur secara
langsung jumlah timbulannya. Menurut Kepmenkes No.1204/Menkes/SK/X/2004, yang
termasuk limbah medis adalah limbah benda tajam, infeksius, patologi, sitotoksik, farmasi,
kimia, dan radioaktif. Limbah medis tersebut dikatakan sebagai Bahan Berbahaya Beracun
(B3) karena sifatnya yang infeksius dan toksik. Selain itu, residu insenerator juga merupakan
limbah B3 medis sumber spesifik dan berkarakteristik toksik.
Limbah farmasi yang toksik terdiri atas obat-obatan yang kadaluarsa, vial, botol obat,
dan botol infus. Limbah toksik farmasi yang ditemukan di rumah sakit khusus di Surabaya
Pusat dan Selatan ini adalah vial, botol obat, dan botol infus. Hal tersebut dikarenakan obatobatan yang kadaluarsa sangat jarang dihasilkan, bahkan dalam 1 hingga 2 tahun, obat-obatan
kadaluarsa tidak pasti dihasilkan. Limbah benda tajam yang bersifat infeksius terdiri atas
jarum suntik (syringe) dan nail puder, dan selang infus. Nail puder dihasilkan oleh rumah
sakit ibu dan anak, rumah sakit bersalin, dan rumah bersalin. Hal ini dikarenakan, nail puder
pasti dihasilkan saat operasi atau persalinan.
Limbah infeksius non benda tajam yang dihasilkan rumah sakit khusus di Surabaya
Pusat dan Selatan yaitu kapas, kasa, kain, sarung tangan (Handscoen), cotton bud, underpad,
dan pembalut yang bercampur darah atau terkontak langsung dengan penderita. Limbah B3
medis yang lain yaitu residu insenerator yang dihasilkan oleh pihak pengolah limbah B3
medis.Jumlah limbah B3 medis yang dihasilkan setiap rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Rata-rata Limbah B3 Medis yang dihasilkan
Rumah Sakit
RS Mata Undaan
RSIA Cempaka Putih Permata
RSIA Siti Aisyah
RSB Sayang Ibu
RSB Lombok Dua Dua
RB Santa Melania
RB Kartika Jaya

3.2

Jumlah Pasien (orang/hari)


218
21
27
6
22
16
5

Jumlah Limbah B3 Medis (Kg/hari)


3,8404
2,5942
2,2118
2,4308
8,6181
1,2122
1,2329

Timbulan dan Komposisi Limbah B3 Medis

Timbulan limbah B3 medis merupakan unsur penting dalam analisis limbah B3 medis.
Jumlah limbah B3 medis yang dihasilkan oleh setiap rumah sakit khusus dapat diperkirakan
apabila timbulan limbah B3 medis setiap pasien diketahui. Analisis komposisi limbah B3
medis dilakukan untuk mengetahui komposisi limbah B3 medis terbesar. Selain itu, data
timbulan dan komposisi akan dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan volume atau kapasitas
wadah limbah B3 medis per komposisi yang sesuai. Pengumpulan data timbulan dan
4

komposisi dilakukan di seluruh rumah sakit khusus di Surabaya Pusat dan Selatan. Timbulan
dan komposisi limbah B3 medis dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Timbulan dan Komposisi Limbah B3 medis
Rumah Sakit Khusus
RS Mata Undaan
RSIA Cempaka Putih
Permata
RSIA Siti Aisyah
RSB Sayang Ibu
RSB Lombok Dua
Dua
RB Santa Melania
RB Kartika Jaya

Timbulan
(Kg/orang.hari)
0,0178
0,1305

Komposisi (%)
Infeksius
Infeksius
benda
non benda
tajam
tajam
7,17
24,25

Toksik botol
infus
65,40

Toksik vial
dan botol
farmasi
3,17

2,03

86,34

7,33

4,29

2,10

80,51

13,50

3,89

6,29

80,34

6,71

5,93

0,1022
0,4167
0,4056
0,0700
0.1550

Timbulan rumah sakit mata yaitu sebesar 0,0178 Kg/orang.hari dan komposisi terbesar
limbah B3 medis yang dihasilkan yaitu toksik botol infus yaitu sebesar 65,4%. Rumah sakit
ibu dan anak memiliki timbulan yang hampir sama yaitu sebesar 0,10 hingga 0,14
Kg/orang.hari. Sedangkan rumah sakit bersalin mempunyai timbulan terbesar diantara rumah
sakit khusus yang lain yaitu sebesar 0,40 0,50 Kg/orang.hari. Komposisi terbesar limbah B3
medis rumah sakit ibu dan anak, rumah sakit bersalin, dan rumah bersalin yaitu limbah
infeksius non benda tajam. Hal ini disebabkan pada ketiga rumah sakit tersebut kegiatan
medis persalinan yang menghasilkan underpad, kapas, kain, kasa, dan pembalut atau termasuk
limbah infeksius non benda tajam sering dilakukan.
3.3

Pengelolaan Setempat Limbah B3 Medis

Pengelolaan limbah B3 medis dimulai dari penghasil limbah B3 medis yang disebut
pengelolaan setempat. Tetapi pada kenyataannya, tidak semua rumah sakit khusus melakukan
pengelolaan limbah B3 medis secara menyeluruh. Sebagian besar hanya melakukan
pemilahan dan pewadahan. Kegiatan pengolahan dan penimbunan dilakukan oleh pihak lain.
Hal inilah yang menyebabkan adanya pengangkutan limbah B3 medis. Bahkan pengangkutan
limbah B3 medis ke pihak pengolah, pemanfaat ataupun penimbun dapat melewati batas
administratif Kota Surabaya bagian Pusat dan Selatan.
3.3.1

Reduksi

Sebelum limbah B3 medis dihasilkan, diupayakan untuk melakukan reduksi. Reduksi


menurut Peraturan Perundangan (PP) No. 18 Tahun 1999 adalah suatu kegiatan yang
bertujuan mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum
dihasilkan dari suatu kegiatan. Dengan kegiatan reduksi diharapkan dapat memudahkan
pengolahan limbah B3 medis selanjutnya. Kegiatan reduksi ini dilakukan oleh beberapa
rumah sakit khusus di Surabaya Pusat dan Selatan. Reduksi yang telah dilakukan oleh rumah
sakit khusus di Surabaya Pusat dan Selatan diantaranya menggunakan sedikit mungkin bahan5

bahan kimia, menggunakan metode pembersihan fisik daripada kimiawi, mencegah bahanbahan yang dapat menjadi limbah, memesan bahan sesuai kebutuhan, dan mengecek tanggal
kadaluarsa bahan-bahan.
3.3.2

Pewadahan dan Pelabelan

Pengelolaan limbah B3 medis diawali dengan pemilahan yang selanjutnya akan


dilakukan pewadahan. Namun, beberapa rumah sakit khusus di Surabaya Pusat dan Selatan
tidak melakukan pemilahan terlebih dahulu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia (Kepmenkes) No 1204 tahun 2004, pemilahan limbah harus dilakukan
dari sumber. Limbah infeksius benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terjadinya kontaminasi. Wadah harus anti bocor, anti tusuk, dan tidak mudah
untuk dibuka sehingga orang yang berkepentingan tidak dapat membukanya.
Wadah yang dapat digunakan adalah safety box seperti botol dan karton yang aman.
Pemilahan yang umunya dilakukan yaitu antara limbah infeksius benda tajam dengan limbah
B3 medis yang lain. Limbah infeksius benda tajam berupa syringe, nail puder, dan benda
tajam yang lainnya. Sedangkan limbah infeksius non benda tajam dan toksik farmasi
dijadikan dalam satu wadah. Pemilahan dilakukan untuk menghindari terjadinya kecelakaan
seperti tertusuknya petugas atau pasien oleh benda tajam. Selain itu, kegiatan pemilahan juga
bertujuan untuk memudahkan pengolahan selanjutnya. Semua rumah sakit khusus melakukan
pemilahan pada limbah B3 medis yang dihasilkan.Jenis tempat atau wadah yang digunakan
untuk menampung limbah B3 medis diantaranya yaitu tempat sampah, safety box, kotak yang
terbuat dari fiberglass, dan trash bag.
Selain dilakukan pewadahan terhadap limbah B3 medis, juga dilakukan pelabelan
pada setiap wadah yang digunakan. Pelabelan dilakukan dengan tujuan agar proses pemilahan
limbah B3 medis mudah untuk dilakukan. Namun, pelabelan yang telah dilakukan belum
memenuhi peraturan perundangan. Semua wadah yang digunakan rumah sakit khusus di
Surabaya Pusat dan Selatan tidak menggunakan simbol peringatan tersebut. Menurut
Ka.Bapedal No.5 Tahun 1995, suatu wadah atau kemasan harus diberi simbol dan label sesuai
karakteristik limbah B3.
3.3.3

Pengumpulan dan Penyimpanan

Limbah B3 medis yang telah dikemas atau di taruh di wadah, tidak langsung dikelola
oleh pihak rumah sakit khusus setempat. Limbah B3 medis tersebut dikumpulkan terlebih
dahulu kemudian disimpan di suatu tempat. Semua rumah sakit khusus melakukan
pengumpulan yang dilakukan setiap hari. Pengumpulan limbah B3 medis dilakukan oleh
petugas khusus dari rumah sakit khusus yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
yang memadai. APD yang digunakan hanya sarung tangan. Menurut Kepmenkes No 1204
tahun 2004, limbah medis harus dikumpulkan setiap hari. Namun, pengumpulan juga dapat
dilakukan kurang dari sehari apabila 2/3 wadah telah terisi oleh limbah.
Semua rumah sakit khusus melakukan penyimpanan terhadap limbah B3 medis.
Rumah sakit khusus yang melakukan penyimpanan selama 1 hari hanya RSB Sayang Ibu. Hal
ini dikarenakan, rumah sakit khusus tersebut langsung mengirim limbah B3 medis ke RS.
Yasem yang berada di Kota Sidoarjo. Kedua rumah sakit tersebut memiliki pemilik yang
sama, oleh karena itu mereka melakukan pengolahan limbah B3 medis secara bersama-sama.
6

Penyimpanan yang dimaksud dalam hal ini adalah menyimpan limbah B3 medis
berupa limbah infeksius benda tajam dan toksik farmasi. Sedangkan limbah B3 medis seperti
underpad, kapas, kain, pembalut yang bercampur darah langsung diolah dengan dibakar di
furnace atau dikirim ke pihak pengolah. Hal ini dikarenakan jika limbah tersebut disimpan
lebih dari satu hari akan menimbulkan bau yang tidak enak dan bisa menjadi sarang serangga
yang nantinya akan mengganggu kesehatan dan kebersihan lingkungan rumah sakit. Khusus
untuk RS. Mata Undaan penyimpanan dilakukan untuk semua limbah B3 medis karena rumah
sakit khusus mata tidak menghasilkan limbah infeksius non benda tajam yang langsung
bercampur dengan darah seperti underpad dan pembalut yang mudah membusuk dan berbau
menyengat.
Mayoritas rumah sakit khusus melakukan penyimpanan kurang dari sama dengan
tujuh hari. Sedangkan yang menyimpan lebih dari rentang tujuh hari ada tiga yaitu RS. Mata
Undaan, RB Santa Melania, dan RB Kartika Jaya. Rata-rata rumah bersalin menyimpan
limbah B3 medisnya lebih dari satu bulan atau dapat dikatakan sangat lama bila dibandingkan
dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan limbah yang dihasilkan rumah bersalin lebih sedikit
bila dibandingkan dengan rumah sakit khusus yang lain. Limbah padat B3 dari aktivitas
medis menurut Kepmenkes No. 1204 tahun 2004 tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam
pada musim kemarau dan tidak lebih dari 48 jam pada musim hujan.
Berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal Nomor 01/BAPEDAL/09/1995, lokasi TPS
harus merupakan daerah bebas banjir tahunan. Lokasi juga harus jauh dari fasilitas umum dan
ekosistem tertentu. Jarak terdekat TPS dan jalan utama adalah 150 meter, sedangkan jarak
terdekat dengan jalan lain adalah 50 meter. Menurut survei dan investigasi lapangan secara
langsung, tidak ada satupun rumah sakit khusus di Surabaya Pusat dan Selatan yang
memenuhi syarat pembangunan TPS yang di syaratkan oleh peraturan perundangan tersebut
3.3.4

Pengolahan

Menurut PP No. 18 Tahun 1999 pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah
karakteristik dan komposisi limbah B3 yang bertujuan menghilangkan atau mengurangi sifat
bahaya. Selain itu juga bertujuan mengurangi kadar kontaminan yang terdapat dalam limbah
B3. Pengolahan limbah B3 medis yang umum dilakukan adalah dengan dibakar atau
diinsenerasi. Sebanyak 4 rumah sakit khusus melakukan pengolahan limbah B3 medis.
Pengolahan yang dilakukan oleh rumah sakit khusus tersebut adalah pembakaran dengan
furnace atau tungku pembakaran. Suhu rata-rata yang dimiliki furnace tidak lebih besar dari
insenerator yaitu sekitar 100-200 C. Limbah B3 medis yang dibakar adalah limbah infeksius
non benda tajam seperti underpad, kapas, kain, dan pembalut yang bercampur dengan darah.
Menurut Kepmenkes No 1204 tahun 2004, limbah B3 medis harus diolah dengan
pembakaran di insenerator atau di kapsulisasi. Pembakaran suhu diatas 1.000C di insenerator
akan memusnahkan sifat infeksius dan mengurangi sifat beracun dari limbah. Pengolahan
dengan insenerator akan dilakukan oleh pihak pengolah yang dituju oleh setiap rumah sakit
khusus. Oleh karena itu, pengolahan yang dilakukan oleh rumah sakit khusus di Surabaya
Pusat dan Selatan tidak dapat dikatakan mengolah limbah B3 medis secara benar. Hal ini
dikarenakan pengolah dengan membakar dengan suhu yang kurang dari 1000C dapat
menimbulkan asap yang mengandung dioxine.

3.3.5

Pengangkutan

Pengangkutan limbah B3 adalah kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil,


pengumpul, pemanfaat, atau pengolah ke pengumpul, pemanfaat, pengolah atau penimbun
(Ka.Bapedal, 1995). Bagi rumah sakit khusus yang terletak di Surabaya Pusat dan Selatan
melakukan kegiatan pengangkutan atau menyerahkan pengelolaan limbah B3 medis ke pihak
lain. Semua rumah sakit khusus melakukan kegiatan pengangkutan. Limbah yang diangkut ke
pihak selanjutnya ialah limbah infeksius benda tajam seperti syringe dan nail puder, serta
limbah infeksius botol dan selang infus. Selain itu juga limbah toksik farmasi seperti botol
infus, vial dan botol obat. Kecuali RS Mata Undaan, RSB Sayang Ibu, dan RSB Lombok Dua
Dua yang mengangkut semua limbah B3 medisnya ke pihak pengelola selanjutnya. Frekuensi
pengangkutan yang dilakukan setiap rumah sakit khusus berbeda-beda. Perbedaan ini
dikarenakan pengangkutan limbah dilakukan jika limbah B3 medis telah penuh atau TPS
tidak mampu lagi menampung limbah.
Jarak pengangkutan yang ditempuh oleh rumah sakit khusus juga berbeda-beda. RSB
Sayang Ibu memiliki jarak tempuh paling besar yaitu 20 Km. Jarak pengangkutan akan
mempengaruhi efisiensi tenaga, waktu, dan biaya pengelolaan limbah B3 medis. Sedangkan
jenis kendaran pengangkut yang digunakan juga berbeda-beda. Kendaraan pengangkut yang
digunakan adalah mobil dan motor.
Pengangkutan ke pihak pengolah limbah B3 medis rumah sakit khusus di Surabaya
Pusat dan Selatan dapat digambarkan dalam peta. Pemetaan dimulai dari sumber penghasil
limbah hingga pihak pengelola terahir. Limbah B3 medis tidak dikumpulkan terlebih dahulu
ke pengumpul maupun ke pemanfaat, namun langsung diangkut ke pihak pengolah. Pihak
pengolah yang dituju yaitu sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

RS Mata Undaan ke RSU Haji


RSIA Cempaka Putih Permata ke Puskesmas Jagir
RSIA Siti Aisyah ke RSUD Dr. Soetomo
RSB Sayang Ibu ke RS Yasem
RSB Lombok Dua Dua ke RSUD Dr. Soetomo
RB Santa Melania ke Puskesmas Tanah Kali Kedinding
RB Kartika Jaya ke Puskesmas Jagir

Berdasarkan hasil wawancara kepada pihak rumah sakit, pengangkutan dilakukan


tanpa menggunakan dokumen manifestasi. Dokumen manifestasi limbah B3 adalah surat yang
diberikan pada waktu penyerahan limbah B3 untuk diangkut dari lokasi kegiatan penghasil ke
tempat penyimpanan di luar lokasi kegiatan, dan atau pengumpulandan atau pengangkutan
dan atau pengolahan limbah B3 dan atau pemanfaatan limbah B3 serta penimbunan hasil
pengolahan. Menurut Keputusan Kepala Bapedal Nomor 02/BAPEDAL/09/1995 tentang
Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah B3 yang diangkut dari lokasi
penghasil ke luar lokasi wajib disertai dokumen manifestasi.
3.3

Rekomendasi Limbah B3 Medis

Rekomendasi limbah B3 medis yang diberikan kepada rumah sakit khusus di


Surabaya Pusat dan Selatan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi yaitu sebagai berikut:

1. Reduksi: menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah, menggunakan


sedikit mungkin bahan-bahan kimia, mengutamakan metode, mencegah bahan-bahan
yang dapat menjadi limbah, memonitor alur penggunaan bahan kimia, memesan
bahan-bahan sesuai kebutuhan, menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih
awal untuk menghindari kadaluarsa, menghabiskan bahan dari setiap kemasan,
mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan.
2. Pewadahan dan Pelabelan: Pemilahan limbah B3 medis berdasarkan karakteristiknya;
Wadah bersimbol sesuai dengan karakteristiknya yaitu infeksius dan toksik serta
diberi label PERINGATAN. Dengan ketentuan ukuran minimum yang dipasang
adalah 10 cm x 10 cm atau lebih besar, sesuai dengan ukuran wadah yang digunakan.
Label berukuran minimal 15 cm x 20 cm atau lebih; wadah mempunyai penutup yang
kuat, warna wadah untuk infeksius dalah kuning dan untuk toksik farmasi adalah
coklat.
3. Pengumpulan dan Penyimpanan: pengumpulan dilakukan dengan menggunakan troli
tertutup, penyimpanan Limbah B3 medis maksimum 24 jam saat musim kemarau dan
48 jam saat musim hujan, TPS diletakkan minimal 50 m dari fasilitas umum terdekat.
4. Pengangkutan: kendaraan khusus untuk mengangkut limbah B3, kendaraan
pengangkut harus tertutup, kendaraan pengangkut harus memiliki sistem pencegahan
dan penanggulangan serta pemulihan kualitas lingkungan, pelabelan pada kendaraan
pengangkut limbah B3 yang memenuhi ketentuan, dilakukan pengawasan secara
berkala terhadap sarana dan kegiatan pengangkutan, mencatat neraca limbah, serta
memiliki dokumen manifestasi seperti tercantum pada Keputusan Kepala Bapedal
Nomor 02/BAPEDAL/09/1995.
5. Pengolahan: limbah diinsenerasi dengan suhu > 1000C, abu insenerasi diuji TCLP,
abu ditimbun di landfill
4.

Kesimpulan

Timbulan limbah B3 medis rata-rata perhari RS. Mata Undaan adalah 0,0178
Kg/pasien.hari, RSIA sebanyak 0,1022 Kg/pasien.hari, RSB sebanyak 0,4056 Kg/pasien.hari,
dan RB sebanyak 0,155 Kg/hari. Komposisi limbah B3 medis terbesar RS Mata Undaan
adalah limbah toksik botol infus. Sedangkan komposisi terbesar rumah sakit khusus yang lain
yaitu limbah B3 medis infeksius non benda tajam.
Kondisi limbah B3 medis rumah sakit khusus belum memenuhi persyaratan peraturan
perundangan. Namun dalam kegiatan pengolahan RS Mata Undaan dan RSB Lombok Dua
Dua telah memenuhi persyaratan perundangan. Rekomendasi pengelolaan limbah B3 medis
yang diberikan sesuai dengan peraturan perundangan yaitu Kepmenkes 1204/2004, Keputusan
Bapedal 01/1995, Keputusan Bapedal 02/1995, Keputusan Bapedal 03/1995, Keputusan
Bapedal 05/1995, dan Surat Keputusan Direkur Jendral (Dirjen) Perhubungan Darat SK .725/
AJ .302/DRJD / 2004.
Daftar Pustaka
Direktur Jendral Perhubungan Darat RI. 2004. Keputusan Direktrur Jendral Perhubungan
Darat tentang Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Jalan. Jakarta:
Kementrian Perhubungan

Kemenkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Indonesia
Kemenkes RI. 2009. Resume Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Surabaya Tahun 2008.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia
Kepala Bapedal. 1995a. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan
berbahaya dan Beracun
Kepala Bapedal. 1995b. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Kepala Bapedal. 1995c. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 05 Tahun 1995 tentang Simbol
dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Lee, C.C, G.L Huffman. 1996. Review Medical Waste Management/ Incineration. Journal of
Hazardous Materials. 48. 1-30
Marinkovic, N., Ksenija Vitale, Natasa Janev Holcer, Aleksandar Dzakula, Tomo Pavic.
2008. Management of Hazardous Medical Waste In Croatia. Waste Management. 28.
10491056
Menteri Kesehatan. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340/Menkes/Per/III/2010
tentang Klasifikasi Rumah Sakit
Menteri Kesehatan. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/Sk/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Menteri Lingkungan Hidup. 2008. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 2
Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Misra,V., S.D. Pandey. 2005. Hazardous Waste, Impact on Health and Environment for
Development of Better Waste Management Strategies in Future in India. Environment
International 31. 417 431
Miyazaki, M. dan H. Une. 2005. Infectious Waste Management In Japan: A Revised
Regulation And A Management Process In Medical Institutions. Waste Management.
25. 616621
Mohamed, L.F., MohamedS.A. Ebrahim, A.A. Al-Thukair. 2009. Hazardous Healthcare
Waste Management in The Kingdom of Bahrain. Waste Management. 29. 24042409

10

Paraningrum, E.A. 2011. Tugas Akhir Identifikasi Pola Penyebaran Limbah Padat B3 dari
Fasilitas Kesehatan di Surabaya Barat. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan ITS
Perdana, P.M. 2011. Kajian Pengelolaan Limbah B3 Padat B3 di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan ITS
Perdani, I.P. 2011. Tugas Akhir Identifikasi Pola Penyebaran Limbah Padat B3 dari Fasilitas
Kesehatan di Surabaya Timur. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan ITS
Pemerintah Indonesia. 1999a. Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pemerintah Indonesia. 1999b. Peraturan Pemerintah RI Nomor 85 Tahun 1999 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999
Taghipour, H., M. Mosafer. 2009. Characterization of medical waste from hospitals in Tabriz,
Iran. Science of The Total Environment. 407. 1527 1535
Trihadiningrum, Y.. 2000. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Surabaya:
Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS
U.S Environmental Protection Agency. 1991. Medical Waste Management and Disposal.
United States: Noyes Data Corporation
Walikota Surabaya. 2004. Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 1 Tahun 2004 tentang Izin
Gangguan
Wolpole, R. E. 1995. Pengantar Metode Statistika. Edisi ketiga. Jakarta :Gramedia Pustaka
Utama
Wentz, C.A.. 1995. Hazardous Wate Management. United States: McGraw-Hill International
Secong Edition
Yong, Z., Xiao Gang, Wang Guanxing, Zhou Tao, Jiang Dawei. 2009. Medical Waste
Management in China: A Case Study Of Nanjing. Waste Management. 29. 13761382

11

Anda mungkin juga menyukai