Anda di halaman 1dari 14

PENATALAKSANAAN GANGGUAN PANIK

Syukri La Ranti
I.

PENDAHULUAN

Gangguan panik merupakan salah satu jenis gangguan cemas kronik yang ditandai
oleh serangan panik parah yang berulang dan tak terduga, frekuensi serangannya
bervariasi mulai dari beberapa kali serangan dalam setahun hingga beberapa
serangan dalam sehari. Serangan panik dapat pula terjadi pada jenis gangguan
cemas yang lain, namun hanya pada gangguan panik, serangan terjadi meskipun
tidak terdapat faktor presipitasi yang jelas.1,2,3,4,5

Gangguan panik dapat timbul bersama gangguan mood, dengan gejala mood
secara potensial meningkatkan onset serangan panik. Gangguan panik juga bisa
didiagnosis dengan atau tanpa agoraphobia. Selain itu gangguan panik juga
biasanya menyertai penyakit somatik (comorbid) seperti PPOK, IBS, migraine, dan
meningkatkan frekuensi serangan jantung. Oleh karena itu skrening dan
pemeriksaan yang tepat terhadap gangguan panik sangat dibutuhkan untuk efikasi
terapi, efisiensi biaya dan waktu pengobatan.1,2,3
Pasien gangguan panik sering ditemukan pada mereka yang berada pada usia
produktif yakni antara 18-45 tahun. Selain itu penderita gangguan panik lebih
umum ditemukan pada wanita, terutama mereka yang belum menikah serta wanita
post-partum, serangan panik jarang ditemukan pada wanita hamil.1,2,3,5
II.

DIAGNOSIS GANGGUAN PANIK

Menurut DSM-IV, kriteria diagnosis gangguan panik harus dibuktikan dengan


adanya serangan panik yang berkaitan dengan kecemasan persisten berdurasi lebih
dari 1 bulan terhadap: (1)serangan panik baru (2) konsekuensi serangan, atau (3)
terjadi perubahan perilaku yang signifikan berhubungan dengan serangan. Selain
itu untuk mendiagnosis serangan panik, kita harus menemukan minimal 4 gejala
dari 13 gejala berikut ini:
Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
Takut mati
Leher serasa dicekik
Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat
Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
Merasa sesak, bernapas pendek
Mual atau distress abdominal
Gemetaran
Berkeringat

Rasa panas dikulit, menggigil


Mati rasa, kesemutan
Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri)

Selama serangan panik pasien senantiasa berkeinginan untuk kabur dan merasa
ajalnya hampir menjelang akibat perasaan terkecekik dan berdebar-debar. Gejala
lain yang dapat timbul pada serangan panik adalah sakit kepala, tangan terasa
dingin, timbulnya pemikiran-pemikiran yang mengganggu, dan merenung.1,3,4,5
Terdapat 2 tipe diagnosis gangguan panik, yakni gangguan panik tanpa agorafobia
dan yang disertai agorafobia. Diagnosis dieksklusi bila serangan panik terjadi pada
kondisi di bawah pengaruh obat atau terjadi karena didahului gangguan mental
lainnya.1,2,3,4,5
III.

PEMICU PANIK

Salah satu upaya untuk mengatasi gangguan panik adalah dengan cara
menjauhkan pasien dari segala pemicu gangguan panik. Adapun beberapa pemicu
gangguan panik antara lain:
Cedera (oleh sebab kecelakaan atau operasi)
Penyakit somatik
Adanya konflik dengan orang lain
Penggunaan ganja
Penyalahgunaan stimulan seperti caffeine, decongestant, cocaine dan obatobatan simpatomimetik (seperti amfetamin, MDMA)
Berada pada tempat-tempat tertutp atau tempat umum (terutama pada
gangguan panik yang disertai agoraphobia)
Penggunaan sertraline, yang dapat menginduksi pasien gangguan panik yang
awalnya asimptomatik
Sindrom putus obat golongan SSRI, yang dapat mendinduksi gejala-gejala yang
menyerupai gangguan panik.
Pada beberapa penelitian, gejala-gejala serangan panik sering timbul pada pasien
penderita gangguan panik yang mengalami hiperventilasi, menginhalasi CO2,
konsumsi caffeine, atau yang mendapat injekasi natrium laktat hipertonis atau
larutan salin hipertonis, kolesistokinin, isoproterenol, fulamazenil, atau
naltrexone.1,5
IV.

ETIOLOGI

Etiologi sangat berperan dalam proses pemberian terapi pada pasien dengan
gangguan panik. Beberapa penelitian menunjukkan gangguan panik dapat
diturunkan akibat disfungsi neurokimia dengan perkiraan tingkat heritabilitasnya
(heritability) 0,3-0,6%. Meskipun begitu, hingga kini analisis segregasi masih belum

dapat menyimpulkan rantai DNA yang dapat menyebabkan gangguan panik.1,5


Namun beberapa penelitian genetis menemukan bahwa regio kromosom 13q, 14q,
22q, 4q31-q34, serta 9q31 berkaitan erat dengan heritabilitas fenotip gangguan
panik.
Beberapa Teori Etiologi
Disfungsi neurokimia tampaknya menjadi salah satu penyebab gangguan panik
yang mengakibatkan ketidakseimbagan otonom, penurunan kualitas GABA(gammaaminobutyric acid)ergik, polimorfisme alel gen COMT (catechol-Omethyltransferase), peningkatan fungsi reseptor adenosin, peningkatan kortisol,
penurunan fungsi reseptor benzodiazepin, gangguan fungsi serotonin,
norepinephrine, dopamine, cholecystokinin, dan IL-1 beta.1
Disfungsi neurokimia ini diperkuat oleh temuan hasil scanning PET yang
menunjukkan terjadi peningkatan aliran darah pada regio parahippocampal dextra
dan penurunan ikatan reseptor serotonin tipe 1A pada cingula anterior dan posterior
pasien gangguan panik.1
Beberapa peneliti juga memberikan teori yang menyatakan gangguan panik
merupakan suatu keadaan yang diakibatkan olehhiperventilasi kronik dan
hipersensivisitas reseptor karbon dioksida. Beberapa pasien epilepsi menunjukkan
gangguan panik sebagai manifestasi dari bangkitan mereka.1
Sedangkan teori kognitif menyatakan bahwa pasien dengan gangguan panik telah
mengalami peningkatan sensitivitas terhadap isyarat otonomik internal. Sehingga
dengan sedikit rangsangan stress saja, sudah dapat mengakibatkan serangan
panik.1
V.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Ketika Serangan Panik Terjadi


Serangan panik merupakan salah satu jenis kegawatdaruratan psikiatri. Adapun
beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi pasien serangan panik
yang datang dengan keluhan nyeri dada, sesak napas, palpitasi, atau nyaris
pingsan antara lain:
1. Terapi oksigen
2. Membaringkan pasien dalam posisi Fowler
3. Memonitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen, dan EKG
4.
Memeriksa ada tidaknya kelainan lain yang dialami pasien seperti kelainan
kardiopulmoner dan memastikan kalau pasien memang sedang mengalami
serangan panik.
5. Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien kalau semua keluhan yang

dialaminya dapat berkurang jika dia menenangkan diri.


Komponen utama dari terapi pasien serangan panik adalah menjelaskan pada
pasien kalau kondisi yang dialaminya bukanlah disebabkan oleh kondisi medis yang
serius dan bukan pula dikarenakan oleh gangguan mental yang parah, tapi lebih
diakibatkan oleh ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh karena respon sistem
simpatik atau fight or flight response. Memberi keyakinan seperti ini terbukti
menjadi plasebo yang signifikan dalam memperbaiki kondisi pasien.
Dokter dan staf IRD harus mendengarkan keluhan pasien secara efektif namun
tetap menunjukkan empati terhadap kondisi pasien. Kita harus hati-hati dalam
menggunakan frasa seperti Penyakit Anda tidak serius atau Anda akan baik-baik
saja karena itu dapat di-misinterpretasi oleh pasien sebagai ketiadaan empati.
6. Memberikan injeks lorazepam 0.5 mg IV q20min untuk menenangkan dan
mengurangi impuls tak terkontrol pasien.1
Bila keadaan pasien membaik, lorazepam injeksi dapat diganti dengan lorazepam
oral atau golongan benzodiazepin lain. Terapi ini tidak boleh lebih dari 1 minggu
untuk mencegah ketergantungan. Benzodiazepin digunakan hanya untuk
meningkatkan kepercayaan diri pasien. Setelah serangan panik berlalu, pasien
harus dijelaskan mengenai pentingnya terapi jangka panjang seperti CBT dan
penggunaan obat jenis SSRI.1
Penatalaksanaan Gangguan Panik Ketika Tidak Ada Serangan
Mengingat gangguan panik merupakan suatu penyakit yang bersifat kronik, sering
berulang, serta dapat menyertai berbagai gangguan mental dan somatik lain, maka
penatalaksanaan yang tepat serta hemat biaya sangat dibutuhkan oleh pasien
untuk mengurangi beban ekonomi yang bisa ikut menjadi pemicu gangguan mental
yang lain lagi pada pasien.1,2,3,5
RANZCP (Royal Australian and New Zealand College of Psychiatrist) menyatakan
bahwa penatalaksanaan yang direkomendasikan untuk menangani gangguan panik
adalah mengedukasi pasien dan keluarga agar dapat mendukung pasien dalam
mengatasi kepanikannya. Terapi medikasi hanya dianjurkan untuk penggunaan
jangka pendek.2
Saat ini CBT (Cognitive-behaviour therapy) merupakan terapi yang dianggap lebih
efektif dan murah dalam mengatasi gangguan panik jika dibandingkan dengan
terapi medikasi. Untuk terapi medikasi, obat-obatan golongan tricyclic dan serotonin
selective reuptake inhibitors (SSRI) dianggap memiliki efikasi yang setara serta
lebih dipilih sebagai medikasi pilihan dibanding golongan benzodiazepin yang sering
disalahgunakan serta dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada pasien yang

mengalami ketergantungan alkohol.2,3


1. Cognitive-behavioral therapy (CBT)
CBT, dengan atau tanpa farmakoterapi, merupakan terapi pilihan untuk gangguan
panik, dan terapi ini harus diberikan pada semua pasien. CBT memiliki efikasi yang
lebih tinggi dalam mengatasi gangguan panik dan biayanya lebih murah. Selain itu
tingkat drop out dan relaps juga lebih rendah jika dibandingkan dengan terapi
farmakologi. Meskipun begitu, hasil yang lebih superior dapat dihasilkan dari
kombinasi CBT dan famakoterapi.1,2,3,4,5
Beberapa Metode CBT
Terdapat beberapa metode CBT, beberapa diantaranya yakni metode
restrukturisasi, terapi relaksasi, terapi bernapas, dan terapi interocepative.Inti dari
terapi CBT adalah membantu pasien dalam memahami cara kerja pemikiran
otomatis dan keyakinan yang salah dapat menimbulkan respon emosional yang
berlebihan, seperti pada gangguan panik.
Terapi restrukturisasi,melalui terapi ini pasien dapat merestrukturisasi isi pikirannya
dengan cara mengganti semua pikiran pikiran negatif yang dapat mengakibatkan
perasaan tidak menyenangkan yang dapat memicu serangan panik dengan
pemikiran-pemikiran positif.1,3,5
Terapi relaksasi dan bernapas dapat digunakan untuk membantu pasien mengontrol
kadar kecemasan dan mencegah hypocania ketika serangan panik terjadi. Semua
jenis CBT seperti di atas dapat dilakukan pasien dengan atau tanpa melibatkan
dokter.1,3,5
Namun salah satu metode CBT seperti interoceptive therapy yang terbukti berhasil
pada 87% pasien harus dilakukan dengan bantuan dokter di suatu lingkungan yang
terkontrol. Karena terapi ini dilakukan dengan memberikan paparan yang dapat
menstimulus serangan panik pasien dengan cara meningkatkannya sedikit demi
sedikit hingga pasien mengalami desensitasi terhadap stimulus tersebut. Adapun
beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mendesensitasi gangguan panik
antara lain:
Hiperventilasi disengaja ini dapat mengakibatkan kepala pusing, derealisasi,
dan pandangan menjadi kabur
Melakukan putaran pada kursi ergonomis ini dapat mengakibatkan rasa pusing
dan disorientasi
Bernapas melalui pipet ini dapat mengakibatkan sesak napas dan konstriksi
saluran napas
Menahan napas - ini dapat menciptakan sensasi seperti pengalaman menjelang
ajal
Menegangkan badan untuk menciptakan perasaan tegang dan waspada
Semua tindakan di atas dilakukan tidak boleh lebih dari 1 menit. Kuncinya dari

teknik di atas adalah menciptakan sejumlah stimulus yang menyerupai serangan


panik. Latihan-latihan tersebut diulangi 3-5 kali sehari hingga pasien tidak lagi
merasakan kepanikan terhadap stimulus seperti itu. Biasanya butuh waktu hingga
beberapa minggu untuk dapat mencapai hal itu.1
Pemaparan terhadap stimulus tersebut dilakukan agar pasien dapat belajar melalui
pengalaman bahwa semua sensasi internal yang dia rasakan seperti sesak napas,
pusing dan pandangan yang kabur bukanlah hal yang harus ditakuti. Ketika pasien
mulai menyadari hal tersebut maka secara otomatis, hippocampus dan amygdala,
yang merupakan pusat emosi, akan ikut mempelajarinya sebagai hal yang tidak
perlu ditakuti, sehingga respon sistem simpatik akan ikut berkurang.1
2.

Terapi Medikasi

Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi gangguan panik,
yakni golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI (Monoamine oxidase inhibitor). Sedangkan
golongan benzodiazepin hingga saat ini masih dianggap kontoversial dalam terapi
gangguan panik.1,2,3,4,5
2.a.

Golongan SSRI (Serotonin-selective reuptake inhibitors)

Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai dalam rentang


2 minggu sejak serangan panik terjadi karena SSRI dapat memicu serangan panik
pada pemberian awal. Oleh karena itu dosis SSRI dimulai dari yang terkecil lalu
ditingkatkan secara perlahan di setiap kesempatan follow up berikutnya.
Mekanisme Kerja SSRI
SSRI dipercaya dapat meningkatkan kadar serotonin di ekstraselular dengan cara
menghambat pengambilan kembali serotonin ke dalam sel presinaptik sehingga
ada lebih banyak serotonin di celah sinaptik yang dapat berikatan dengan reseptor
sel post-sinaptik. SSRI memiliki tingkat selektivitas yang cukup baik terhadap
transporter monoamin yang lain, seperti pada transporter noradrenaline dan
dopamine, SSRI memiliki afinitas yang lemah terhadap kedua reseptor tersebut
sehingga efek sampingnya lebih sedikit.
SSRI merupakan obat psikotropik pertama yang dianggap memiliki desain obat
rasional, karena cara kerjanya benar-benar spesifik pada suatu target biologi
tertentu dan memberikan efek berdasarkan target tersebut. Oleh karena itu SSRI
digunakan secara luas di hampir semua negara sebagai lini pertama pengobatan
antipanik.1,3
SSRI dapat diberikan selama 2-4 minggu, dan dosisnya dapat ditingkatkan secara
bertahap tergantung pada kebutuhan. Semua jenis SSRI yang dikenal saat ini
memiliki efektifitas yang baik dalam menangani gangguan panik. Salah satunya,

Fluoxetine dalam salut memiliki masa paruh waktu yang panjang sehingga cocok
digunakan untuk pasien yang kurang patuh minum obat. Selain itu waktu paruh
yang panjang dapat meminimalisir efek withdrawl yang dapat terjadi ketika pasien
lelah atau tiba-tiba menghentikan penggunaan SSRI.1,3
Contoh Obat Golongan SSRI
Fluoxetine (Prozac)
Fluoxetine secara selektif menghambat reuptake seotonin presinaptik, dengan efek
minimal atau tanpa efek sama sekali terhadap reuptake norepinephrine atau
dopamine.
Paroxetine (Paxil, Paxil CR)
Ini merupakan SSRI alternatif yang bersifat sedasi karena cara kerjanya berupakan
inhibitor selektif yang poten terhadap serotonin neuronal dan memiliki efek yang
lemah terhadap reuptake norepinephrine dan dopamine.
Sertraline (Zoloft)
Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi yang lemah pada
reuptake norephinephrine dan dopamine neuronal.
Fluvoxamine (Luvox, Luvox CR)
Fluoxamine merupakan inhibitor selektif yang juga poten pada reuptake serotonin
neuronal serta secara signifikan tidak berikatan pada alfa-adrenergik, histamine
atau reseptor kolinergik sehingga efek sampingnya lebih sedikit dibanding obatobatan jeis trisiklik.
Citalopram (Celexa)
Citalopram meningkatkan aktivitas serotonin melalui inhibisi selektif reuptake
serotonin pada membran neuronal. Efek samping antikolinergik obat ini lebih
sedikit.
Escitalopram (Lexapro)
Escitalopram merupakan enantiomer citalopram. Mekanisme kerjanya mirip dengan
citalopram.
Efek Samping SSRI
Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama ketika tubuh mulai
mencoba beradaptasi dengan obat (kecuali efek samping seksual yang timbul pada
fase akhir pengobatan). Biasanya penggunaan SSRI mencapai 6-8 minggu ketika
obat mulai mendekat potensi terapi yang menyeluruh. Adapun beberapa efek
samping SSRI antara lain: anhedonia, insomnia, nyeri kepala, tinitus, apati, retensi
urin, perubahan pada perilaku seksual, penurunan berat badan, mual, muntah dan
yang ditakutkan adalah efek sampinng keinginan bunuh diri dan meningkatkan
perasaan depresi pada awal pengobatan.1,3

2.b. Golongan Tricyclic/Trisiklik


Golongan trisiklik zat kimia heterosiklik yang awalnya digunakan untuk mengatasi
depersi. Pada awal penemuannya, golongan trisiklik merupakan pilihan pertama
untuk terapi depresi. Meskipun masih dianggap memiliki efektifitas yang tinggi,
namun saat ini penggunaannya mulai digantikan oleh golongan SSRI dan
antidepresan lain yang terbaru.1,2
Golongan trisiklik beberapa memiliki kelebihan di antaranya, dosisnya cukup
1x/hari, rendah resiko ketergantungan, dan tidak perlu ada pantangan makanan.
TCAs have the advantages of once-daily dosing, low risk of dependence, and no
dietary restrictions. Namun 35% penggunanya langsung menghentikan pengobatan
karena efek samping yang tidak menyenangkan. Golongan trisiklik harus dimulai
dengan dosis kecil untuk menghindari amphetamine like stimulation. Biasanya
pengobatan dengan menggunakan trisiklik membtuhkan waktu sekitar 8-12
minggu untuk mencapai respon terapi.
Trisiklik masih tetap digunakan dalam terapi terutama untuk depresi atau panik
yang resisten terhadap obat antipanik terbaru. Selain itu golongan trisiklik tidak
menyebabkan ketergantungan sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang
lama. Hanya saja kelemahan golongan ini adalah, efek sampingnya biasanya
mendahului efek terapi sehingga banyak pasien yang justru segera menghentikan
pengobatan meskipun efek terapinya belum tercapai.1,3
Mekanisme Kerja Trisiklik
Mekanisme kerja kebanyakan trisiklik menyerupai cara kerja SNRI (serotoninnorepinephrine reuptake inhibitor) dengan cara memblok transporter serotonin dan
norepinephrine, sehingga terjadi peningkatan neurotransmiter ekstraseluler yang
dapat bereaksi dalam proses neurotransmisi. TCA sama sekali tidak bereaksi
terhadap transporter dopamin sehingga efek samping akibat peningkatan dopamin
seperti halusinasi dapat berkurang.1,3
Selain bereaksi pada reseptor norepinephrine dan serotonin, trisiklik juga bereaksi
sebagai antagonis pada neurotransmiter 5-HT2 (5-HT2A and 5-HT2C), 5-HT6, 5-HT7,
1-adrenergic, and NMDA receptors, dan sebagai agonists pada sigma receptors (1
and 2), yang memberikan kontribusi pada efek terapi dan efek sampingnya.
Trisiklik juga dikenal sebagai antihistamin dan antikolinergik kuat karena dapat
bereaksi dengan reseptor histamine dan asetilkolin muskarinik.
Kebanyak trisiklik juga dapat menghambat kanal natrium dan kalsium, sehingga
dapat bekerja seperti obat-obatan natrium channel blocker dan calcium channel
blocker. Karena itu penggunanaan berlebih trisiklik dapat menyebabkan
kardiotoksik.1,3
Contoh Obat Trisiklik

Imipramine (Tofranil, Tofranil-PM)


Imipramine menghambat reuptake norepinephrine dan srotonin pada neuron
presinaptikin.
Desipramine (Norpramin)
Desipramine dapat meningkatkan konsentrasi norepinephrine pada celah sinaptik
SSP dengan ara menghambat reuptakenya di membran presinaptik. Hal ini dapat
menyebabkan efek desensitasi pada adenyl cyclase, menurunkan regulasi reseptor
beta-adrenergik, dan regulasi reseptor serotonin.
Clomipramine (Anafranil)
Obat ini berefek langsung pada uptake serotonin sedangakan pada efeknya uptake
norepinephrine terjadi ketika obat ini diubah menjadi metabolitnya,
desmethylclomipramine.
Efek Samping Trisiklik
Ada banyak efek samping yang dapat disebabkan oleh trisiklik yang berkaitan
dengan antimuskarinik-nya. Beberapa di antaranya adalah mulut kering, hidung
kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, gangguan memori dan
peningkatan temperatur tubuh.
Efek samping lainnya adalah pusing, cemas, anhedonia, bingung, sulit tidur,
akathisia, hipersensitivitas, hipotensi, aritmia serta kadang-kadang
rhabdomiolisis.1,3
2.c. MAO Inhibitor
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) merupakan salah satu jenis antidepresi yang
dapat digunakan untuk mengatasi gangguan panik. Pada masa lalu golongan ini
digunakan untuk mengatasi gangguan panik dan depresi yang sudah resisten
terhadap golongan trisiklik.
MAO paling efektif digunakan pada gangguan panik yang disertai agoraphobia.
Selain itu MAO juga dapat digunakan untuk mengatasi migraine dan penyakit
parkinson karena target dari obat ini adalah MAO-B yang berperan dalam timbulnya
nyeri kepala dan gejala parkinson.1,3
Kelebihan MAO adalah tingkat ketergantungan terhadap obat ini rendah dan efek
antikolinergiknya lebih sedikit dibanding obat golongan trisiklik.
Cara Kerja MAOI
MAOI bekerja dengan cara menghambat aktivitas monoamine oxidase, sehingga ini
dapat mencegah pemecahan monoamine neurotransmitters dan meningkatkan
avaibilitasnya. Terdapat 2 jenis monoamine oxidase, MAO-A dan MAO-B. MAO-A
berkaitan dengan deaminasi serotonin, melatonin, epinephrine and norepinephrine.

Sedangkan MAO-B mendeaminasi phenylethylamine and trace amines. Dopamine


dideaminasi oleh keduanya.
Contoh Obat MAOI
Phenelzine (Nardil)
Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering digunakan dalam
mengatasi gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan merlalui superioritas yang jelas
terhadap placebo dalam percobaan double-blind untuk mengatas gangguan panik.
Obat ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak respon terhadap obat
golongan trisiklik atau obat antidepresi golongan kedua.
Tranylcypromine (Parnate)
Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik karena berikatan secara ireversibel
pada MAO sehingga dapat mengurangi pemecahan monoamin dan meningkatkan
avaibilitas sinaptik.
Efek Samping MAOI
Ketika dikonsumsi peroral, MAOI menghambat katabolisme amine. Sehingga ketika
makanan yang mengandung tiramin dikonsumsi, seseorang dapat menderita krisis
hipertensi. Jika makanan yang mengandung tiptofan dimakan juga, maka hal ini
dapat menyebabkan hiperserotonemia. Jumlah makanan yang dibutuhkan hingga
menimbulkan reaksi berbeda-beda pada tiap individu.
Mekanisme pasti mengapa konsumsi tiramin dapat menyebabkan krisis hipertensi
pada pengguna obat MAOI belum diketahui, tapi diperkirakan tiramin menggantikan
norepinefrin pada penyimpanannya di vesikel, dalam hal ini norepinefrin terdepak
oleh tiramin. Hal ini dapat memicu aliran pengeluaran norepinefrin sehingga dapat
menyebabkan krisis hipertensi. Teori lain menyatakan bahwa proliferasi dan
akumulasi katekolamin yang menyebabkan krisis hipertensi.
Beberapa makanan yang mengandung tiramin antara lain hati, makanan yang
difermentasi dan zat-zat lain yang mengandung levodopa seperti kacang-kacangan.
Makanan-makanan itu harus dihindarkan dari pengguna MAOI.1,3

2.d. Golongan Benzodiazepin


Golongan benzodiazepin merupakan salah satu obat piliahnyang digunakan untuk
mengatasi serangan panik akut.
Cara Kerja Benzodiazepin
Benzodiazepin bekerja dengan cara meningkatkan efek neurotransmiter GABA
(gamma-butyric acid), yang berakibat pada inhibisi fungsi eksitasi sehingga dapat
menimbulkan kantuk, menekan kecemasan, anti-kejang, melemaskan otot dan

dapat mengakibatkan amnesia.


Ada 3 jenis benzodiazepin yakni yang short acting, intermediate acting dan long
acting. Benzodiazepin short- dan intermediate acting digunakan untuk mengatasi
insomnia sedangkan yang golongan long-acting digunakan untuk mengatasi
gangguan panik.1,3
Contoh Obat Benzodiazepin
Lorazepam (Ativan)
Lorazepam merupakan suatu hipnotik-sedatif yang memiliki efek onset singkat dan
paruh waktunya tergolong intermediate. Dengan meningkatkan aksi GABA, yang
merupakan inhibitor utama di otak, lorazepam dapat menekan semua kerja SSP,
termasuk sistem limbik dan formasi retikuler.
Clonazepam (Klonopin)
Clonazepam menfasilitasi inhibisi GABA dan transmiter inhibitorik lainnya. Selain
itu, obat ini memiliki waktu paru yang relatif panjang sekitar 36 jam.
Alprazolam (Xanax, Xanax XR)
Alprazolam merupakan terapi pilihan untuk manajemen serangan panik. Obat ini
dapat terikat pada reseptor-reseptor pada beberapa bagian otak, termauk sistem
limbik dan RES. Meskipun begitu banyak ahli yang tidak menyarankan penggunaan
alprazolam dalam waktu lama karena tingkat ketergantungannya sangat tinggi.

Dosis Alprazolam
Dewasa: 0.25-0.5 mg 3x/hr, dapat ditingkatkan dengan interval 3-4 hr s/d maks 4
mg/hr dalam dosis terbagi. Lansia, pasien lemah fisik dan disfungsi hati berat: 0.25
mg 2-3x/hr

Interaksi Alprazolam
Efek ditingkatkan oleh depresan SS, alkohol, barbiturat. Eksresi dihambat ole
simetidin

Kemasan Alprazolam
Tablet 0.5 mg x 10 x10
Diazepam (Valium, Diastat, Diazepam Intensol)
Diazepam meruapakan salah satu jenis benzodiazepin yang potensinya rendah.
Namun dapat digunakan untuk mengatasi serangan panik.

Efek Samping Benzodiazepin


Efek samping yang paling sering ditemukan pada benzodiazepin biasanya berkaitan
dengan efek sedasi dan relaksan ototnya. Beberapa di antaranya adalah
mengantuk, pusing, dan penurunan konsentrasi dan kewaspadaan. Kurangnya
koordinasi bisa mengakibatkan jatuh dan kecelakaan, terutama pada orang tua.
Akibat lain dari benzodiazepin adalah penurunan kemampuan menyetir sehingga
dapat berakibat pada tingginya angka kecelakaan.
Efek samping lainnya adalah hipotensi dan penekanan pusat pernapasan terutama
pada penggunaan intravena. Beberapa efek samping lain yang dapat timbul pada
penggunaan benzodiazepin adalah mual, muntah, perubahan selera makan,
pandangan kabur, bingung, euforia, depersonalisasi dan mimpi buruk. Beberapa
kasus juga menunjukkan bahwa benzodiazepin bersifat liver toksik.1,3
2.e. Serotonin Reuptake Inhibitor/Antagonist
Mekanisme kerja obat ini belum terlalu dipahami. Namun diketahui obat ini dapat
mengatasi gangguan panik dengan cara kerja yang berbeda dari MAOI, serta tidak
seperti obat jenis amphetamine, obat ini tidak menstimulasi CNS.1
Contoh Obat
Trazodone
Trazodone sangat berguna dalam terapi gangguan panik yang disertai agorafobia.
Pada hewan, obat ini secara selektif mampu menghambat uptake serotonin melalui
sinaptosom otak dan mepotensiasi perubahan perilaku melalui induksi prekursor
serotonin, 5-hidroksitriptofan.1
2.f. Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitors
Ini merupakan salah golongan antipanik terbaru. Cara kerja obat ini adalah
mencegah reuptake inhibitor serotonin-norepinefrin sehingga dapat mengatasi
kepanikan.
Contoh Obat
Venlafaxine (Effexor, Effexor XR)
Venlafaxine merupakan salah satu contoh obat inhibitor reuptake
serotonin/norepinephrine selain itu cara kerja obat ini adalah menurunkan regulasi
reseptor beta.1
3.

Interaksi Obat

Adapun beberapa interaksi obat yang harus diperhatikan pada penggunaan terapi
medikasi gangguan panik antara lain:6
Obat anti-panik trisiklik (Imipramine/Clomipramine) +
Haloperidol(Phenothiazine) = mengurangi kecepatan ekskresi dari trisiklik sehingga
kadar dalam plasma meningkat, sebagai akibatnya dapat terjadi potensiasi efek

samping antikolinergik seperti ileus paralitik, disuria, gangguan absorbsi dan lainlain.
Obat trisiklik/SSRI + CNS Depressant (alkohol, opioid, benzodiazepine, dll)
menyebabkan potensiasi efek sedasi dan penelanan terhadap pusat pernapasan
bahkan dapat terjadi gagal napas.
Obat trisklik/SSRI + Obat simpatomimetik (derivat amfetamin) = dapat
membahayakan kondisi jantung.
Obat trisiklik/SSRI + MAOI tidak boleh diberikan bersamaan karena dapat terjadi
Serotonin Malignant Syndrome. Perubahan penggunaan trisiklik/SSRI menjadi MAOI
atau sebaliknya harus menunggu waktu sekitar 2-4 minggu untuk wash out period.
Obat trisiklik + SSRI, dapat meningkatkan toksisitas obat trisiklik.
4.

Pemilihan Obat dan Pengaturan Dosis

Semua jenis obat anti-panik hampir sama efektifnya dalam menanggulangi


sindrom panik pada taraf sedang dan pada stadium awal dari gangguan panik.
Bila pasien peka terhadap efek samping obat, maka golongan obat yang
dianjurkan adalah SSRI atau RIMA yang lebih sedikit efek sampingnya.
Alprazolam menjadi pilihan untuk menangani pasien yang terkena serangan
panik akut.
Obat anti-panik harus dimulai dengan dosis kecil lalu ditingkatkan secara
perlahan hingga tercapai dosis maintenance. Dan harus diingatkan pada pasien
bahwa efek obat anti-panik bekerja dalam jangka waktu 2-4 minggu sehingga
meyakinkan pasien agar tetap patuh minum obat sangatlah penting.
Lamanya pemberian obat anti-panik bisa mencapai 6-12 bulan dan bila sudah
tidak terdapat lagi gejala, dosisnya dapat diturunkan selama 3 bulan hingga pasien
tidak tergantung lagi pada obat. Namun apabila terdapt lagi serangan, pasien harus
memulai lagi pengobatan dari awal.6
5. Pemilihan Obat dan Pengaturan Dosis
Semua pasien yang baru saja memakan obat anti-panik tidak dianjurkan
membawa kendaraan atau menjalankan mesin karena pasien dapat tertidur saat
melakukan aktivitas.
Semua ibu hamil tidak dianjurkan memakan obat anti-panik.
Pada manula dan yang menderita gangguan hati serta ginjal, maka dosis obat
anti-panik harus diberikan seminimal mungkin.6

VI.

KESIMPULAN

Gangguan panik merupakan suatu gangguan kejiwaan yang membutuhkan


penanganan jangka panjang. Adapun penatalaksanaan yang dianggap efektif untuk
menanganinya adalah terapi CBT, terapi medikasi SSRI dan trisiklik sebagai terapi
lini pertama dan golongan benzodiazepin potensi tinggi, MAOI dan obat anti-panik

jenis lain menjadi terapi lini kedua. CBT saja mungkin efektif digunakan untuk terapi
jangka panjang, namun efikasi terapi dapat bertambah serta tingkat relaps dapat
berkurang jika CBT dikombniasikan dengan terapi medikasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Memon MA. Panic disorder. Updated on March 2011. [Cited on June 2011].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/287913-overview
2.
Cloos JM. Treatment of panic disorder. Updated on January 2005. [Cited on June
2011]. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/497207_1
3. Saddock BJ & Saddock VA. Panic disorder and agoraphobia. In: Kaplan &
Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Ed.
USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. Sec.16.2
4. Greist JH &Jefferson JW. Anxiety disorder. In: Review of General Psychiatry. 5th
Ed. Baltimore: Vishal. 2000. Cp.21.
5. McLean PD & Woody SR. Panic diorder and agoraphobia. In: Anxiety Disorders in
Adults. Vancouver: Oxford University Press; 2001. Cp.5
6. Maslim R Obat anti-panik. Dalam: Penggunaan Klinis Obat Psikotropika. Edisi
Ketiga. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2007. Hal.52-56
You might also like:

Refarat Peranan Neurotransmiter Dopamin pada Manusia

Makalah Distosia

Refarat Skrining Antenatal

Refarat Kontrasepsi Darurat

Linkwithin

Labels: EMEDICINE, improbable topic, jiwa, refarat, refarat jiwa jam 7/05/2011
03.47.00 AM

Anda mungkin juga menyukai