Anda di halaman 1dari 8

A.

Pengertian Etika
Kata etika memiliki beberapa makna, Websters Collegiate Dictionary yang
dikutip oleh Ronald Duska dalam buku Accounting Ethics memberi empat makna
dasar dari kata etika, yaitu:
1. Suatu disiplin terhadap apa yang baik dan buruk dan dengan tugas moral
serta kewajiban.
2. Seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai,
3. Sebuah teori atau sistem atas nilai-nilai moral,
4. Prinsip atas pengaturan prilaku suatu individu atau kelompok.
Sedangkan menurut Bertens etika dapat juga didefinisikan sebagai nilai-nilai
dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Dari pengertian diatas mengisyaratkan bahwa
etika memiliki peranan penting dalam melegitimasi segala perbuatan dan tindakan
yang dilihat dari sudut pandang moralitas yang telah disepakati oleh masyarakat.
Etika merupakan cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia.
Dalam prakteknya, terkadang penerapan nilai etika hanya dilakukan sebatas
persetujuan atas standar moral yang telah disepakati untuk tidak dilanggar. Norma
moral yang menjadi standar masyarakat untuk menentukan baik buruknya perilaku
dan tindakan seseorang, terkadang hanya dianggap suatu aturan yang disetujui
bersama tanpa dipertimbangkan mengapa aturan-aturan moral tersebut harus kita
patuhi.
Untuk itu, pemikiran-pemikiran yang lebih mendalam mengenai alasan-alasan
mengapa kita perlu berperilaku yang etis sesuai dengan norma-norma moral yang
telah disepakati, melahirkan suatu bentuk teori etika yang menyediakan kerangka
untuk memastikan benar tidaknya keputusan moral kita. Teori etika menyediakan
kerangka yang memungkinkan kita memastikan benar tidaknya keputusan moral kita
dan juga membantu kita untuk menilai keputusan etis. Teori etika menyediakan
justifikasi untuk keputusan kita.

B. Relativitas Moral Dalam Bisnis


Menurut De George, ada tiga pandangan umum yang dianut. Pandangan
pertama adalah norma etis berbeda antara 1 tempat dengan tempat lainnya. Artinya
perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara tempat
perusahaan tersebut beroperasi. Yang menjadi persoalan adalah anggapan bahwa
tidak ada nilai dan norma moral yang bersifat universal yang berlaku di semua
negara dan masyarakat, bahwa nilai dan norma moral yang berlaku di suatu negara
berbeda dengan yang berlaku di negara lain. Oleh karena itu, menurut pandangan
ini norma dan nilai moral bersifat relatif. Ini tidak benar, karena bagaimanapun

mencuri, merampas, dan menipu dimanapun juga akan dikecam dan dianggap tidak
etis.
Pandangan kedua adalah bahwa nilai dan norma moral sendiri paling benar
dalam arti tertentu mewakili kubu moralisme universal, yaitu bahwa pada dasarnya
norma dan nilai moral berlaku universal, dan karena itu apa yang dianggap benar di
negara sendiri harus diberlakukan juga di negara lain (karena anggapan bahwa di
negara lain prinsip itu pun pasti berlaku dengan sendirinya). Pandangan ini
didasarkan pada anggapan bahwa moralitas menyangkut baik buruknya perilaku
manusia sebagai manusia, oleh karena itu sejauh manusia adalah manusia,
dimanapun dia berada prinsip, nilai, dan norma moral itu akan tetap berlaku.
Pandangan ketiga adalah immoralis naif. Pandangan ini menyebutkan bahwa
tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali.

C.

Teori Etika Modern (Kognitivisme)

1. Utilitarisme
Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti bermanfaat. Menurut
teori ini, suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi menfaat itu
harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan.
Menurut suatu perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarisme
(utilitarianism) criteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan
adalah the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar
dari jumlah orang terbesar.

2. Deontologi
Deontologi ( Deontology) berasal dari kata dalam Bahasa Yunani yaitu :
deon yang artinya adalah kewajiban. Dalam suatu perbuatan pasti ada
konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi
pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan
karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi menekankan
perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi
perbuatan itu juga baik.

3. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah
pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya

suatu perbuatan atau perilaku. Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek
dari teori deontologi, karena hak berkaitan dengan kewajiban.
4. Teori Keutamaan
Teori tipe terakhir ini adalah teori keutamaan (virtue) yang memandang
sikap atau akhlak seseorang. Dalam etika dewasa ini terdapat minat khusus
untuk teori keutamaan sebagai reaksi atas teori-teori etika sebelumnya yang
terlalu berat sebelah dalam mengukur perbuatan dengan prinsip atau norma.
Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah
diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik
secara moral, misalnya : Kebijaksanaan, Keadilan, Kerendahan hati, Suka
bekerja keras.

D.

Teori Etika Religius (Nonkognitivisme)

Etika keagamaan tradisional didasarkan pada keyakinan terhadap tuhan dan


semesta moral. Sejumlah aliran eksistensialisme religius kontemporer menolak
teisme tradisional. Umumnya menolak bentuk supernaturalisme dan otoritarianisme.
Sebagai gantinya landasan non teistik disampaikan dalam etika tillich; atau teologi
radikal yang melihat agama secara sekuler karena "Tuhan telah mati" membuat etika
lebih bersifat humanistik dan universal, serta eksesistensial.
Bagi etika keagamaan tradisional, Tuhan dianggap sebagai kebajikan
(St.Agustine), atau tebatasi oleh kebajikan (Plato), dan merupakan sumber dan
pendukung semuanilai.Etika relijius tradisional pada dasarnya bersifat deontologis,
yakni mendasarkan penekanan pada masalah tugas, kewajiban, atau memahami
kebenaran dalam bertindak. Etika bersifat agapistik,yakni berdasar pada cinta Tuhan
dan sesama manusia, meskipun unsur deontologis dan areteiki dapat ditemukan
didalamnya, termasuk unsur otoritarianisme dan supernaturalisme.
Pemikir besar Eropa dari kalangan kristen adalah ThomasAquinas (12251274). Menurut aquinas, Tuhan adalah tujuan akhir manusia, karena Ia adalah nilai
tertinggi dan universal, dan karenanya kebahagiaan manusia tercapai apabila ia
memandang Tuhan.
Dalam perspektif religius pemikiran etika cenderung melepaskan kepelikan
dialektika atau metodologis dan memusatkan pada usaha untuk mengeluarkan spirit
moralitas islam denga cara lebih langsung berakar pada AL-Quran dan Sunnah.
Dalam topik ini pengetahuan dan perbuatan menjadi unsur pencapain kebahagiaan.
Sumber utama pengetahuan adalah Tuhan yang telah menganugerahkannya
kepada manusia melalui berbagai cara.

E. Prinsip-prinsip Etika Dalam Bisnis


Bisnis dapat diartikan sebagai kegiatan memproduksi dan menjual barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kegiatan bisnis terjadi karena
keinginan untuk saling memenuhi kebutuhan hidup masing-masing manusia, dan
masing-masing pihak tentunya memperoleh keuntungan dari proses tersebut. Tidak
dapat disangkal bahwa pada umumnya orang berpendapat bahwa bisnis adalah
untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Untuk memaksimumkan keuntungan
tersebut, maka tidak dapat dihindari sikap dan perilaku yang menghalalkan segala
cara yang sering tidak dibenarkan oleh norma moral.
Kalau memaksimalkan keuntungan menjadi satu-satunya tujuan perusahaan,
dengan sendirinya akan timbul keadaan yang tidak etis. Karena jika keuntungan
menjadi satu-satunya tujuan, semuanya dikerahkan dan dimanfaatkan demi
tercapainya tujuan itu, termasuk juga karyawan yang bekerja dalam perusahaan.
Akan tetapi, memperalat karyawan karena alasan apa saja berarti tidak
menghormati mereka sebagai manusia. Dengan itu dilanggar suatu prinsip etis yang
paling mendasar kita selalu harus menghormati martabat manusia. Immanuel Kant,
filsuf Jerman abad ke-18, menurutnya prinsip etis yang paling mendasar dapat
dirumuskan sebagai berikut: hendaklah memperlakukan manusia selalu juga
sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka. Mereka tidak
boleh dimanfaatkan semata-mata untuk mencapai tujuan. Misalnya, mereka harus
dipekerjakan dalam kondisi kerja yang aman dan sehat dan harus diberikan gaji
yang pantas.
Sejarah mencatat Revolusi Industri yang terjadi dari 1760 sampai 1830
dengan tujuan untuk memaksimalisasi keuntungan, menyebabkan tenaga buruh
dihisap begitu saja, sungguh diperalat. Upah yang diberikan sangat rendah, hari
kerja panjang sekali, tidak ada jaminan kesehatan. Jika buruh jatuh sakit ia sering
diberhentikan dan dalam keadaan lain pun buruh bisa diberhentikan dengan
semena-mena. Lebih parahnya, banyak dipakai tenaga wanita dan anak dibawah
umur, karena kepada mereka bisa diberikan upah lebih rendah lagi dan mereka tidak
mudah memberontak. Hal ini menunjukkan bahwa maksimalisasi keuntungan
sebagai tujuan usaha ekonomis bisa membawa akibat kurang etis.
Di satu pihak perlu diakui, bisnis tanpa tujuan profit bukan bisnis lagi. Di lain
pihak keuntungan tidak boleh dimutlakkan. Keuntungan dalam bisnis merupakan
suatu pengertian yang relatif. Ronald Duska (1997) dalam Bertens (2000), mencoba
untuk merumuskan relativitas tersebut dengan menegaskan bahwa kita harus
membedakan antara purpose (maksud) dan motive. Maksud bersifat obyektif,
sedangkan motivasi bersifat subyektif. Keuntungan tidak merupakan maksud bisnis.
Maksud bisnis adalah menyediakan produk atau jasa yang bermanfaat untuk
masyarakat. Keuntungan hanya sekadar motivasi untuk mengadakan bisnis. Oleh

karena itu, bisnis menjadi tidak etis, kalau perolehan untung dimutlakkan dan segi
moral dikesampingkan.
Keuntungan memungkinkan bisnis hidup terus, tetapi tidak menjadi tujuan
terakhir bisnis itu sendiri. Oleh karenanya tidak bisa dikatakan lagi bahwa profit
merupakan satu-satunya tujuan bagi bisnis. Beberapa cara untuk melukiskan
relativitas keuntungan dalam bisnis, dengan tidak mengabaikan perlunya (Bertens,
2000), adalah sebagai berikut:
-

Keuntungan merupakan tolak ukur untuk menilai kesehatan perusahaan atau


efisiensi manajemen dalam perusahaan;
Keuntungan adalah pertanda yang menunjukkan bahwa produk atau jasanya
dihargai oleh masyarakat;
Keuntungan adalah cambuk untuk meningkatkan usaha;
Keuntungan merupakan syarat kelangsungan perusahaan;
Keuntungan mengimbangi resiko dalam usaha.

Dari konsep relativitas keuntungan diatas, mengisyaratkan bahwa


keuntungan bukan yang utama dalam bisnis. Persepsi manfaat dari pencapaian
keuntungan harus dirubah, karena bisnis bukan semata-mata untuk memperoleh
keuntungan materiil. Untuk itu prinsip-prinsip etika yang diterapkan dalam kegiatan
bisnis pada perusahaan-perusahaan bisnis, haruslah mengacu pada stakeholders
benefit. Stakeholders adalah semua pihak yang berkepentingan dengan kegiatan
suatu perusahaan. Pihak berkepentingan internal adalah orang dalam dari suatu
perusahaan: orang atau instansi yang secara langsung terlibat dalam kegiatan
perusahaan, seperti pemegang saham, manajer, dan karyawan. Pihak
berkepentingan eksternal adalah orang luar dari suatu perusahaan: orang atau
instansi yang tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti para
konsumen, masyarakat, pemerintah, lingkungan hidup. Kita bisa mengatakan bahwa
tujuan perusahaan adalah manfaat semua stakeholders.
Misalnya, tidak etis kalau dalam suatu keputusan bisnis hanya kepentingan
para pemegang saham dipertimbangkan. Bukan saja kepentingan para pemegang
saham harus dipertimbangkan tapi juga kepentingan semua pihak lain, khususnya
para karyawan dan masyarakat di sekitar pabrik.
Beberapa prinsip etis dalam bisnis telah dikemukakan oleh Robert C.Solomon
(1993) dalam Bertens (2000), yang memfokuskan pada keutamaan pelaku bisnis
individual dan keutamaan pelaku bisnis pada taraf perusahaan. Berikut dijelaskan
keutamaan pelaku bisnis individual, yaitu:
a. Kejujuran
Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling
penting yang harus dimiliki pelaku bisnis. Orang yang memiliki keutamaan

kejujuran tidak akan berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis. Pepatah
kuno caveat emptor yaitu hendaklah pembeli berhati-hati. Pepatah ini
mengajak pembeli untuk bersikap kritis untuk menghindarkan diri dari pelaku
bisnis yang tidak jujur. Kejujuran memang menuntut adanya keterbukaan dan
kebenaran, namun dalam dunia bisnis terdapat aspek-aspek tertentu yang
tetap harus menjadi rahasia. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa setiap
informasi yang tidak benar belum tentu menyesatkan juga.
b. Fairness
Keutamaan kedua adalah Fairness. Fairness berarti kesediaan untuk
memberikan apa yang wajar kepada semua orang dan dengan wajar yang
dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam
suatu transaksi.
c. Kepercayaan
Kepercayaan adalah keutamaan yang penting dalam konteks bisnis.
Kepercayaan harus ditempatkan dalam relasi timbal-balik. Pebisnis yang
memiliki keutamaan ini boleh mengandaikan bahwa mitranya memiliki
keutamaan yang sama. Pebisnis yang memiliki kepercayaan bersedia untuk
menerima mitranya sebagai orang yang bisa diandalkan. Catatan penting
yang harus dipegang adalah tidak semua orang dapat diberi kepercayaan dan
dalam memberikan kepercayaan kita harus bersikap kritis. Kadang kala juga
kita harus selektif memilih mitra bisnis. Dalam setiap perusahaan hendaknya
terdapat sistem pengawasan yang efektif bagi semua karyawan, tetapi
bagaimanapun juga, bisnis tidak akan berjalan tanpa ada kepercayaan.
d. Keuletan
Keutamaan keempat adalah keuletan, yang berarti pebisnis harus
bertahan dalam banyak situasi yang sulit. Ia harus sanggup mengadakan
negosiasi yang terkadang seru tentang proyek atau transaksi yang bernilai
besar. Ia juga harus berani mengambil risiko kecil ataupun besar, karena
perkembangan banyak faktor tidak diramalkan sebelumnya. Ada kalanya ia
juga tidak luput dari gejolak besar dalam usahanya. Keuletan dalam bisnis itu
cukup dekat dengan keutamaan keberanian moral.
Selanjutnya, empat keutamaan yang dimiliki orang bisnis pada taraf perusahaan,
yaitu:
a. Keramahan

Keramahan tidak merupakan taktik bergitu saja untuk memikat para


pelanggan, tapi menyangkut inti kehidupan bisnis itu sendiri, karena
keramahan itu hakiki untuk setiap hubungan antar-manusia. Bagaimanapun
juga bisnis mempunyai segi melayani sesama manusia.
b. Loyalitas
Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata untuk
mendapat gaji, tetapi juga mempunyai komitmen yang tulus dengan
perusahaan. Ia adalah bagian dari perusahaan yang memiliki rasa ikut
memiliki perusahaan tempat ia bekerja.
c. Kehormatan
Kehormatan adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka
terhadap suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan. Nasib
perusahaan dirasakan sebagai sebagian dari nasibnya sendiri. Ia merasa
bangga bila kinerjanya bagus.
d. Rasa Malu
Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan.
Walaupun ia sendiri barang kali tidak salah, ia merasa malu karena
perusahaannya salah.

RESUME ETIKA BISNIS

Teori Etika dan Prinsip Etis dalam Bisnis

Kelompok 2
Nama:
Dery kristina
Ervani Pujastuti
Soirin

Magister Akuntansi
Universitas Kristen Marantha
2015

Anda mungkin juga menyukai