Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Teori
1. Definisi
Miastenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan transmisi neuromuskular
yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi reseptor asetilkolin oleh autoantibodi.
Sehingga dalam hal ini, miastenia gravis merupakan penyakit auto imun yang spesifik organ.
Antibodi reseptor asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua pasien. Antibodi ini
merupakan antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan (Chandrasoma dan
Taylor, 2005).
Miastenia gravis adalah gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular otot
yang parah dan satu-satunya dengan penyakit neuromuskular dengan gabungan antara
cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan
waktu 10-20 kali lebih lama dari normal). (Price dan Wilson, 1995).
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskuler
pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristiknya
yang munceul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otototot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh saraf cranial (Brunner dan Suddarth, 2002).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa miastenia gravis merupakan
gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskuler otot tubuh yang kerjanya dibawah
keasadaran seseorang (volunter) disebabkan oleh hambatan dan destruksireseptor asetilkolin
autoantibodi.
2. Etiologi
a. Autoimun : direct mediated antibody
b. Virus
c. Pembedahan
d. Stres
e. Alkohol
f. Tumor mediastinum
g. Obat-obatan :
Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin)
B-blocker (propanolol)
Lithium
Magnesium
Procainamide
Verapamil
Chloroquine
Prednisone

3. Patofisiologi
Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada transmisi
impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor
normal membran postsinaps pada sambungan neuromuskular. Pada orang normal, jumlah
asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan potensial aksi. Pada

miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang,


mungkin akibat cedera autoimun. Antibodi terhadap protein reseptor asettilkolin ditemukan
dalam serum banyak penderita miastenia gravis, secara makroskopis otot-ototnya tampak
normal. Jika ada atrofi, hal ini akibat otot yang tidak dipakai. Secara mikroskopis, beberapa
kasus dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot dan organ-organ lain, tetapi pada otot
rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang

konsisten (Price dan Wilson, 1995 dalam

Muttaqin, 2008).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Muttaqin (2008) menyatakan bahwa manifestasi miastenia gravis adalah
sebagai berikut :
a. Diplopia (penglihatan ganda)
b. Ptosis (jatuhnya kelopak mata)
c. Disfonia (gangguan suara)
d. Masalah menelan dan mengunyah makanan
e. Pada kasus berat terdapat ketidakmampuan menutup rahang, ketidakmampuan batuk
efektif, dan dispnea.
5. Klasifikasi
Menurut Myasthenia Fravis Foundation od America (MGFA), miastenia grafis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kelas I : adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup mata dan
kekuatan otot-otot lain normal
b. Kelas II : Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan
c.

ringan pada otot-otot lain selain otot okular


Kelak IIa : mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat

kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan


d. Kelas IIb : mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya.
Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan
kelas IIa.
e. Kelas III : terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain
f.

selain otot-otot okular mengalami kelemahan tingkat sedang


Kelas IIIa : mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya

secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal ringan.


g. Kelas IIIb : Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara
predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
keduanya dalam derajat ringan.
h. Kelas IV : otot-otot lain selain otot-otot okkular mengalami kelemahan dalam derajat
i.

yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat.
Kelas IVa : secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot

j.

aksial. Otot faringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan.


Kelas IVb : mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara
predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot
aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube

k.

tanpa dilakukan intubasi


Kelas V : penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis dapat ditegakkkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.


Penting sekali untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari miastenia gravis. Diagnosis dapat
dibantu dengan meminta pasien melakukan kegiatan berulang sampai timbul tanda-tanda
kelelahan. Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
a. Antibodi anti-reseptor asetilkolin
Antibodi ini spesifik untuk miastenia gravis, dengan demikian sangat berguna untuk
menegakkan diagnosis. Titer antibodi ini meninggi pada 90% penderita miastenia gravis
golongan IIA dan IIB, dan 70% penderita golongan I. Titer antibodi ini umumnya
berkolerasi dengan beratnya penyakit.
b. Antibodi anti-otot skelet (anti-striated muscle antibodi)
Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan timoma dan lebih kurang
30% penderita miastenia gravis. Penderita yang dalam serumnya tidak ada antibodi ini
dan juga tidak ada antibodi anti-reseptor asetilkolin, maka kemungkinan adanya timoma
c.

adlah sangat kecil.


Tes tensilon (edrofonium klorida)
Tensilon adalah suatu penghambat kolinesterase. Tes ini sangat bermanfaat apabila
pemeriksaan antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak dapat dikerjakan, atau hasil
pemeriksaannya negatif sementara secara klinis masih tetap diduga adanya miastenia
gravis. Apabila tidak ada efek samping sesudah tes 1-2 mg intravena, maka disuntikkan
lagi 5-8 mg tensilon. Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang
jelas (misalnya dalam waktu 1 menit), menghilangnya ptosis, lengan dapat dipertahankan
dalam posisi abduksi lebih lama, dan meningkatnya kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan
berlangsung lebih lama dari 5 menit. Jika diperoleh hasil yang positif, maka perlu dibuat
diagnosis banding antara miastenia gravis yang sesungguhnya dengan sindrom miastenik.
Penderita sindrom miastenik mempunyai gejala-gejala yang serupa dengan miastenia
gravis, tetapi penyebabnya ada kaitannya dengan proses patologis lain seperti diabetes,
kelainan tiroid, dan keganasan yang telah meluas. Usia timbulnya kedua penyakit ini
merupakan faktor pembeda yang penting. Penderita miastenia sejati biasanya muda,
sedangkan sindrom miastenik biasanya lebih tua. Gejala-gejala sindrom miastenik
biasanya akan hilang kalau patologi yang mendasari berhasil diatasi.Tes ini dapat

dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG.


d. Foto dada
Foto dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu dikerjakan, untuk melihat apakah
ada timoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan dengan sken tomografik.
e. Tes Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes Wartenberg. Penderita
diminta menatap tanpa kedip suatu benda yang terletak di atas bidang kedua mata
beberapa lamanya. Pada miastenia gravis kelopak mata yang terkena menunjukkan
f.

ptosis.
Tes prostigmin
Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin sulfas disuntikkan intramuskular
atau subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang dan tenaga
membaik.

7. Komplikasi

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Gagal nafas
Disfagia
Krisis miastenik
Krisis cholinergic
Komplikasi sekunder dari terapi obat
Penggunaan steroid yang lama (osteoporosis, katarak, hiperglikemi, gastritis, penyakit
peptic ulcer)

8. Penatalaksaanan
a. Antikolinesterase
Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin
bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara lambat.
Terapi kombinasi tidak menunjukkan hasil yang menyolok. Apabila diperlukan,
neostigmin metilsulfat dapat diberikan secara subkutan atau intramuskularis (15 mg per
oral setara dengan 1 mg subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian atropin
0,5-1,0 mg. Neostigmin dapat menginaktifkan atau menghancurkan kolinesterase
sehingga asetilkolin tidak segera dihancurkan. Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan
mendekati normal, sedikitnya 80-90% dari kekuatan dan daya tahan semula. Pemberian
antikolinesterase akan sangat bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan IIB.
Efek

samping

pemberian

antikolinesterase

disebabkan

oleh

stimulasi

parasimpatis,termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan, berkeringat,


lakrimasi, dan sekresi bronkial berlebihan. Efek samping gastro intestinal (efek samping
muskarinik) berupa kram atau diare dapat diatasi dengan pemberian propantelin bromida
atau atropin. Penting sekali bagi pasien-pasien untuk menyadari bahwa gejala-gejala ini
merupakan tanda terlalu banyak obat yang diminum, sehingga dosis berikutnya harus
dikurangi untuk menghindari krisis kolinergik. Karena neostigmin cenderung paling
mudah menimbulkan efek muskarinik, maka obat ini dapat diberikan lebih dulu agar
pasien mengerti bagaimana sesungguhnya efek smping tersebut.
b. Steroid
Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk miastenia gravis, dan
diberikan sekali sehari secara selang-seling (alternate days) untuk menghindari efek
samping. Dosis awalnya harus kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10
mg/minggu) untuk menghindari eksaserbasi sebagaimana halnya apabila obat dimulai
dengan dosis tinggi. Peningkatan dosis sampai gejala-gejala terkontrol atau dosis
mencapai 120 mg secara selang-seling. Pada kasus yang berat, prednisolon dapat
diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari, dengan memperhatikan efek
samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera memperoleh perbaikan klinis.
Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium. Apabila sudah ada perbaikan klinis
maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan memperoleh
dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisolon secara mendadak harus
c.

dihindari.
Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang baik,
efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa
gangguan saluran cerna,peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan

dengan dosis 2,5 mg/kg BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium
dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian prednisolon bersama-sama dengan azatioprin
sangat dianjurkan.
d. Timektomi
Pada penderita tertentu perlu dilakukan timektomi. Perawatan pasca operasi dan
kontrol jalan napas harus benar-benar diperhatikan. Melemahnya penderita beberapa
hari pasca operasi dan tidak bermanfaatnya pemberian antikolinesterase sering kali
merupakan tanda adanya infeksi paru-paru. Hal ini harus segera diatasi dengan
fisioterapi dan antibiotik.
e. Plasmaferesis
Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50 ml/kg
BB. Cara ini akan memberikan perbaikan yang jelas dalam waktu singkat. Plasmaferesis
bila dikombinasikan dengan pemberian obat imusupresan akan sangat bermanfaat bagi
kasus yang berat. Namun demikian belum ada bukti yang jelas bahwa terapi demikian ini
dapat memberi hasil yang baik sehingga penderita mampu hidup atau tinggal di rumah.
Plasmaferesis mungkin efektif padakrisi miastenik karena kemampuannya untuk
membuang antibodi pada reseptor asetilkolin, tetapi tidak bermanfaat pada penanganan
kasus kronik.
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Keluhan Utama
Hal yang sering menyebabkan klien miastenia meminta bantuan medis adalah
kondisi penurunan atau kelemahan otot-otot, dengan manifestasi : diplopia
(penglihatan ganda), ptosis (jatuhnya kelopak mata) merupakan keluhan utama dari
90% klien miastenia gravis, disfonia (gangguan suara), masalah menelan, dan
mengunyah makanan. Pada kondisi berat keluhan utama biasanya adalah
ketidakmampuan batuk efektif, dan dispnea.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring dan faring. Keadaan ini
dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika klien mencoba menelan (otototot palatum); menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal; dan klien tak
mampu menutup mulut yang disebut sebagai tanda rahang menggantung.
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemha, akhirnya
dapat berupa serangan dispnea dan klien tidak lagi mampu membersihkan lendir
dan trakea dan cabang-cabangnya. Pada kasus lanjut, gelang bahu dan panggul
dapat terserang pula; dapat pula terjadi kelemahan semua otot-otot rangka.
Biasanya gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan
dengan ememberikan obat antikolinesterase.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang memperberat kondisi
miastenia gravis, seperti hipertensi dan diabetes melitus.
4) Riwayat Penyakit Keluarga

Kaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai persamaan dengan


keluhan klien saat ini.
5) Pengkajian Psikososiokultural
Klien miastenia gravis sering mengalami gangguan emosi pada kebanyakan klien
kelemahan oto jika mereka berada dalam keadaan tegang. Adanya kelemahan
pada kelopak mata ptosis, diplopia, dan kerusakan dalam komunikasi verbal
menyebabkan klien sering mengalami gangguan citra diri.
b. Pengkajian Fisik
1) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk efektif,
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien yang disertai adanya
kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi
atau stridor pada klien, menunjukkan adanya akumulasi sekret pada jalan napas dan
penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan untuk memantau
perkembangan dari status kardiovaskuler, terutama denyut nadi dan tekanan darah
yang secara progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaiknya status
pernapasan.
3) B3 (Brain)
Saraf Kranial
Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan, terutama pada fungsi penciuman
Saraf II. Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering mengeluh

adanya penglihatan ganda


Saraf III, IV, dan VI. Sering didapatkan adanya ptosis. Adanya oftalmoplegia,
mimik dari pseudointernuklear oftalmoplegia akibat gangguan motorik pada

nervus VI.
Saraf V. Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat kelumpuhan pada

otot-otot wajah.
Saraf VII. Persepsi pengecapan terganggu akibat adanya gangguan motorik

lidah/triple-furrowed lidah.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X. Ketidakmampuan dalam menelan.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
Saraf XII. Lidah tidak simetris; adanya deviasu pada satu sisi akibat kelemahan
otot motorik pada lidah atau triple-furrowed lidah.

Pengkajian Sistem Motorik. Karakteristik utama miastenia gravis adalah kelemahan


dari sistem motorik. Adanya kelemahan umum pada otot-otot rangka memberikan
manifestasi pada hambatan mobilitas dan intoleransi aktivitas klien.
Pengkajian Refleks. Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon normal.
Pengkajian Sistem Sensorik. Pemeriksaan sensorik biasanya didapatkan sensasi
raba dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh.
4) B4 (Bladder)

Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya menunjukkan berkurangnya volume


pengeluaran urine, yang berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan
curah jantung ke ginjal.
5) B5 (Bowel)
Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan
nutrisi pada klien miastenia gravis menurun karena ketidakmampuan menelan
makanan sekunder dari kelemahan otot-otot menelan.
6) B6 (Bone)
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan pada mobilitas dan
mengganggu aktivitas perawatan diri.
2. Analisa Data (Pathway)
Ganguan autoimun yang merusak reseptor asetilkolin

Jumlah reseptor asetilkolin berkurang pada membran postsinap

mpuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran postsinaps p

Penurunan hubungan neuro-muskular

Kelemahan otot-otot

Otot-otot okular

Otot wajah, laring, faring

Otot volunter

Otot pernapasan

gitasi
makanan
ke levator
hidung palpebra
pada saat menelan, suara abnormal,
ketidakmampuan
menutup
rahang
Kelemahan
otot-otot rangka
Gangguan
otot
Ketidakmampuan
batuk
efektif, kelemahan otot-oto

Ptosis dan diplopia

5. Hambatan mobilitas fisik

7. Gangguan citra tubuh


3. Resiko tinggi aspirasi
4. Gangguan pemenuhan nutrisi
6. Kerusakan komunikasi verbal

Ketidakefektifan pola napas


Krisis miastenia Ketidakefektifan bersihan jalan na

(Muttaqin, 2008)

Kematian

3. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernapasan
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret,
kemampuan batuk menurun
3) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kontrol tersedak dan batuk efektif
4) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot-otot volunter
6) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan berbicara
7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal

4. Intervensi Keperawatan
No
1

Diagnosa

Tujuan

Keperawatan
Ketidakefektifan

Intervensi
Keperawatan
Setelah dilakukan 1. Kaji Kemampuan ventilasi

pola

tindakan

ventilasi,

berhubungan

keperawatan

pernapasan, kedalaman, dan bunyi nafas,

dengan

selama 3 x 24 jam

pantau

pola napas efektif

kapasitas vital, kekuatan inspirasi), dengan

dengan

kriteria

interval yang sering dalam mendeteksi masalah

hasil :
Respirasi dalam

pau-paru, sebelum perubahan kadar gas darah

napas

kelemahan

otot-

otot pernapasan

batas

normal 2.
(16-24 x/menit)
Dispnea (-)
Pernapasan
3.
cuping hidung
(-)

4.
5.

Ketidakefektifan

Setelah

bersihan

tindakan

jalan

dilakukan

1.
2.

Kaji

kualitas,

kedalaman

Rasional
1. Untuk

frekuensi,

pernapasan,

dan

laporkan

klien

dengan
perawat

hasil

tes

penurunan

kapasitas

mengkaji

frekuensi

fungsi

paru-paru

arteri dan sebelum tampak gejala klinik.


2. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi,

tidal,

dan

kedalaman pernapasan, kita dapat mengetahui

sejauh mana perubahan kondisi klien.


setiap perubahan yang terjadi.
3. Penurunan diafragma memperluas daerah dada
Baringkan klien dalam posisi yang
sehingga ekspansi paru bisa maksimal
nyaman semi fowler
4. Peningkatan RR dan takikardi merupakan
Observasi tanda-tanda vital (nadi,RR)
indikasi adanya penurunan fungsi paru
5. Terapi oksigen memberikan kebutuhan oksigen
Kolaborasi dengan dokter dalam
pada proses ventilasi sesuai dengan kondisi
pemberian terapi oksigen
klien
Kaji/pantau frekuensi klien
1. Untuk mengantisipasi jika terjadi dyspnea
Auskultasi bunyi nafas
2. Mengantisipasi peningkatan sekret dengan
memonitor bunyi nafas terutama gargling dan

napas

keperawatan

berhubungan

selama 3 x 24 jam

dengan

bersihan

akumulasi sekret,

napas

kemampuan

dengan

jalan
efektif
kriteria

3. Lakukan hisap lendir/suction bila


terdapat gargling
4. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat flumucyl 3x200mg
dan nebulisasi Combivent

ronchi yang menyebabkan peningkatan sekret


3. Untuk mengurangi sekret dalam jalan nafas
sehingga jala nafas efektif
4. Nebulisasi dan obat flumucyl

kombinasi

kolabirasi yang bertujuan agar dahak dapat

batuk menurun

hasil :
Gargling (-)
Resspirasi
dalam

batas

normal

(16-24

lebih mudah encer.

x/menit)
Sputum (-)
Batuk efektif (-)
Gelisah (-)
aspirasi Setelah dilakukan 1. Monitoring tingkat kesadaran, reflek 1. Tingkat

Resiko

berhubungan

tindakan

dengan

keperawatan

penurunan kontrol

selama 3 x 24 jam

tersedak

tidak ada aspirasi 2. Pelihara jalan napas

dan

batuk efektif

batuk dan kemampuan menelan

dengan

(+)
Ganguan

batuk

dan

kemampuan menelan yang baik akan terhindar


tersebut faktor resiko klien terjadi aspirasi tinggi
2. Jalan napas merupakan area klien terjadi
aspirasi
3. Dengan suction akan membebaskan jalan

hasil :
3. Lakukan suction
Refleks muntah
(+)
Refleks

reflek

dari aspirasi, bila ada gangguan dari 3 hal

kriteria

kesadaran,

batuk

menelan (-)

napas klien
4. Bila retensi positif

4. Cek nasogastrik sebelum makan

berarti makanan

yang

diberikan kepada klien tidak dapat diserap oleh


sistem pencernaannya, shingga bila berikan
makanan akan beresiko terjadi aspirasi
5. Dengan
posisi
naikkan
kepala,

5. Naikkan kepala 30-45 setelah makan

akan

memudahkan makanan atau minuman yang


masuk ke dalam saluran cerna, dan muntah

Ketidakseimbang

Setelah

an nutrisi : kurang

tindakan

dari

keperawatan

kebutuhan

berhubungan

dilakukan 1. Timbang BB tiap hari

selama 3 x 24 jam

2. Monitor intake dan out put

dapat di minimalisir
1. Memberikan informasi tentang kebutuhan diet
atau keefektifan terapi
2. Untuk mengetahui berapa banyak masukan
danpengeluaran cairan ke dalam tubuh
3. Mulut yang bersih dapat meningkatkan selera

dengan

nutrisi

seimbang 3. Lakukan kebersihan mulut

ketidakmampuan

dengan

menelan

hasil :
Berat

badan

stabil

atau

kriteria

ideal
Bising
normal

35x/mnt
Asupan

nutrisi

fisik

proses

penyembuhan

menelan memakan waktu yang cukup lama


5. Membantu kebutuhan nutrisi pasien dalam
perubahan pencernaan dan fungsi usus.
6. Peningkatan asetilkolin akan meningkatkan

5. Kolaborasi dengan ahli gizi

prognosis baik terhadap kondisi miastenia grafis

usus
3-

karena

6. Kolaborasi

dengan

pemberian

obat

dokter

dalam

peningkatan
1. Gerak pasien terbatas atau bahkan tidak ada

tindakan

pergerakan diakrenakan kelemahan otot yang

berhubungan

keperawatan

terjadi pada miastenia grafis

dengan

selama 3 x 24 jam 2. Menganjurkan

kelemahan

otot-

otot volunter

pasien

untuk 2. Meningkatkan

mobilitas fisik tidak

melakukan latihan gerak pasif dan

terhambat dengan

aktif
3. Membantu pasien dalam perawatan

kriteria hasil :
Tremor (-)
Kekuatan

diperlukan

asetilkolin
adekuat
Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat immobilisasi

Hambatan
mobilitas

khususnya pada miastenia grafis NGT sangat

4. Lakukan pemasangan NGT

meningkat
Berat
badan

makan
4. Untuk klien yang memiliki gangguan menelan

diri
otot

meningkatkan

aliran

darah

tonus otot,

ke

otot

untuk

mempertahankan

mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi.


3. Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot,
meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi,

Hambatan

meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.


meningkat
4. Auskultasi bising usus, monitor
4. Mempercepat proses penyembuhan, mencegah
Rentang gerak
kebiasaan
eliminasi
dan
penurunan BB, karena pada immobilisasi
meningkat
menganjurkan agar b.a.b. teratur.
biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb).
5. Konsul dengan bagian fisioterapi
5. Untuk menentukan program latihan.
Setelah dilakukan
1. Kaji komunikasi verbal klien.
1. Kelemahan otot-otot bicara klien krisis

komunikasi verbal

tindakan

miastenia

gravis

dapat

berakibat

pada

berhubungan

keperawatan

dengan

selama 3 x 24 jam

disfonia,

gangguan

komunikasi

berbicara

tidak

verbal

jelas dan membuktikan yang diinformasikan,


berbicara dengan klien terhadap kedipan mata

lebih

mereka dan atau goyangkan jari-jari tangan

mudah
Ekspresi wajah

atau kaki untuk menjawab ya/tidak. Setelah

mudah

komunikasi

yang mereka coba komunikasikan dengan

kriteria

hasil :
Bicara

meningkatkan

meliputi mendengarkan klien, mengulangi apa

ideal sesuai dengan kondisi klien

terhambat

dengan

2. Lakukan metode komunikasi yang

komunikasi
2. Teknik untuk

periode krisis klien selalu mampu mengenal

di

pahami
Terciptanya
komunikasi
Respon
terhadap

kebutuhan mereka.
3. Untuk kenyamanan
3. Beri peringatan bahwa klien di ruang

yang

berhubungan

dengan ketidakmampuan komunikasi

ini mengalami gangguan berbicara,


sediakan bel khusus bila perlu
4. Antisipasi dan bantu kebutuhan klien

4. Membantu

menurunkan

frustasi

oleh

karenaketergantungan atau ketidakmampuan

komunikasi

berkomunikasi
5. Mengurangi kebingungan atau kecemasan
5. Ucapkan

langsung

kepada

klien

dengan berbicara pelan dan tenang,


gunakan
jawaban

pertanyaan
ya

atau

terhadap banyaknya informasi. Memajukan


stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata.

dengan

tidak

dan

perhatikan respon klien


6. Kolaborasi : konsultasi ke ahli terapi

6. Mengkaji

kemampuan

verbal

individual,

sensorik, dan motorik, serta fungsi kognitif

bicara

untuk mengidentifikasi defisit dan kebutuhan


7

Gangguan

citra

diri berhubungan

Setelah
tindakan

dilakukan

1. Kaji

perubahan

persepsi

dan

dari

gangguan

hubungan

denan

terapi
1. Menentukan

bantuan

individual

dalam

menyusun rencana perawatan atau pemilihan

dengan

ptosis,

keperawatan

derajat ketidakmampuan

ketidakmampuan

selama 3 x 24 jam

komunikasi verbal

citra diri meningkat


dengan

intervensi

2. Identifikasi arti dari kehilangan atau


2. Beberapa klien dapat menerima dan mengatur

disfungsi pada klien

kriteria

perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit

hasil :
Mampu

penyesuaian
mempunyai

menyatakan
dengan

3. Catat

orang

ketika

klien

menyatakan

terpengaruh seperti sekarat atau

terdekat

mengingkari dan menyatakan inilah

mengenai

kematian

situasi

dan

kondisi

yang

4. Pernyataan

pengakuan

penolakan
kembali

fakta

realitas

bahwa

terhadap situasi
Mengalami
perubahan

kesulitan

yang

lain

membandingkan

mengenal dan mengatur kekurangan


3. Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh
atau perasaan negatif terhadap gambaran
kebutuhan dan intervensi serta dukungan

dirasakan
Mampu
penerimaan diri

sedangkan

tubuh dan kemampuan yang menunjukkan

sedaang

menyatakan

diri,

tubuh,

terhadap

mengingatkan

kejadian
masih

tentang
dapat

menggunakan sisi yang sakit dan

emosional
4. Membantu klien untuk melihat bahwa perawat
menerima kedua bagian sebagai bagian dari
seluruh

tubuh.

merasakan

Mengizinkan

adanya

harapan

klien

untuk

dan

mulai

menerima situasi baru

belajar mengontrol sisi yang sehat


5. Bantu dan anjurkan perawatan yang

5. Membantu meningkatkan perasaan harga diri

baik dan memperbaiki kebiasaan


6. Anjurkan orang yang terdekat untuk

dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan


6. Menghidupkan kembali perasaan kemandirian

mengenai

mengizinkan

konsep diri

sebanyak-banyaknya hal-hal untuk

klien

melakukan

dirinya
7. Dukung perilaku atau usaha seperti
peningkatan minat atau partisipasi
dalam aktivitas rehabilitasi
8. Monitor gangguan tidur peningkatan

dan membantu perkembangan harga diri serta


memengaruhi proses rehabilitasi
7. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan
dan pengertian tentang peran individu masa
mendatang
8. Dapat mengindikasikan terjadinya

depresi

umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke

kesulitan konsentrasi, lethargi dan


menarik diri
9. Kolaborasi

lebih lanjut
9. Dapat memfasilitasi perubahan perna yang
:

rujuk

pada

ahli

neuropsikologi dan konseling bila


ada indikasi

di mana memerlukan intervensi dan evaluasi

penting untuk perkembangan perasaan.

Anda mungkin juga menyukai

  • Askep Bronkopneumonia PDF
    Askep Bronkopneumonia PDF
    Dokumen15 halaman
    Askep Bronkopneumonia PDF
    Dwi Ari Shandy
    100% (2)
  • SDM-KEP
    SDM-KEP
    Dokumen31 halaman
    SDM-KEP
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • SDM-KEP
    SDM-KEP
    Dokumen31 halaman
    SDM-KEP
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • Soal Kep Anak
    Soal Kep Anak
    Dokumen3 halaman
    Soal Kep Anak
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • Soal Kep Anak
    Soal Kep Anak
    Dokumen3 halaman
    Soal Kep Anak
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • Bab II (MG)
    Bab II (MG)
    Dokumen15 halaman
    Bab II (MG)
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • METOREAGIA
    METOREAGIA
    Dokumen4 halaman
    METOREAGIA
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • Anak Helmi2
    Anak Helmi2
    Dokumen0 halaman
    Anak Helmi2
    dokyungso
    Belum ada peringkat
  • SAP Perilaku Kekerasan
    SAP Perilaku Kekerasan
    Dokumen7 halaman
    SAP Perilaku Kekerasan
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • BAB I Fix
    BAB I Fix
    Dokumen6 halaman
    BAB I Fix
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • Terapi Bermain Bayi
    Terapi Bermain Bayi
    Dokumen11 halaman
    Terapi Bermain Bayi
    Nurwiati Dwi Putri
    100% (1)
  • PD Fisio
    PD Fisio
    Dokumen10 halaman
    PD Fisio
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Decomp
    Laporan Pendahuluan Decomp
    Dokumen25 halaman
    Laporan Pendahuluan Decomp
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • Pengertian Sejarah Lambang
    Pengertian Sejarah Lambang
    Dokumen3 halaman
    Pengertian Sejarah Lambang
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • PF Sitstem Saraf
    PF Sitstem Saraf
    Dokumen9 halaman
    PF Sitstem Saraf
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • ALS Manajemen
    ALS Manajemen
    Dokumen5 halaman
    ALS Manajemen
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • Hum Ooor
    Hum Ooor
    Dokumen16 halaman
    Hum Ooor
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • Bener Tunjangan
    Bener Tunjangan
    Dokumen19 halaman
    Bener Tunjangan
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • Kepemimpinan Penilaian Diri Instrumen
    Kepemimpinan Penilaian Diri Instrumen
    Dokumen5 halaman
    Kepemimpinan Penilaian Diri Instrumen
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • Hum Ooor
    Hum Ooor
    Dokumen16 halaman
    Hum Ooor
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • Slide Fistula Perianal
    Slide Fistula Perianal
    Dokumen8 halaman
    Slide Fistula Perianal
    Nurhayati Akila JN
    Belum ada peringkat
  • GBS-PENGOBATAN
    GBS-PENGOBATAN
    Dokumen6 halaman
    GBS-PENGOBATAN
    cindyanisa
    Belum ada peringkat
  • Materi Meili Swot
    Materi Meili Swot
    Dokumen49 halaman
    Materi Meili Swot
    Nurwiati Dwi Putri
    100% (1)
  • Analisa Jurnal Jadi
    Analisa Jurnal Jadi
    Dokumen13 halaman
    Analisa Jurnal Jadi
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat
  • Terapi Oksigen2
    Terapi Oksigen2
    Dokumen12 halaman
    Terapi Oksigen2
    Nurwiati Dwi Putri
    Belum ada peringkat